Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan, Agustus 2014

Vol 2 No 2: 105-115

Pengaruh Berbagai Konsentrasi Dimethylsulfoxide terhadap Kualitas Semen Beku Ayam Hutan Hijau Post Thawing

The Effect of Various Concentrations of Dimethylsulfoxide on the Post Thawing Quality of Green Junggle Fowl Frozen Semen

Wayan Bebas1*, DND Indira Laksmi1

1 Lab. Teknologi Reproduksi Veteriner FKH Unud Jl. PB. Sudirman, Denpasar *Corresponding author, email : wayanbebas@yahoo.com

ABSTRACT

The process of freezing and thawing on semen can lead to physical stress, often called cold shock, and couses the structural and biochemical damage that affecting cell function and ultimately lead to the death of the cell The aim of this study was to know the effect of the addition of various concentrations of dimethylsulfoxide (DMSO) as the intracellular cryoprotectant in phosphate yolk diluent on the post thowing quality of the green jungle fowl semen. The study used eight green jungle fowl semens which were collected with massage techniques. Semen was evaluated macroscopically and microscopically. Good quality semen was diluted with phosphate yolk which was added four different concentration of DMSO, namely 4%, 6%, 8%, and 10%. Semen was then filled and sealed in a mini straw (0.25 mL) with the concentration of 150.106 cells, and equilibrated at 4oC for 4 hours. The semen freezing was processed using conventional method. Evaluation was performed on post thawing semen. The evaluation of semen quality included the progressive motility and plasma membrane intact. Data were analyzed by analysis of variance. If there were any significant differences, the data were futher analyzed by Duncan test. The results showed that addition of DMSO concentration of 6% has resulted the progressive motility and intact plasma membrane higher significantly (P <0.05) than those of the addition of DMSO concentration 4%, 8%, and 10%.

Key words: Dimethylsulfoxide, frozen semen quality, green jungle fowl

ABSTRAK

Proses pembekuan dan thawing semen dapat mengakibatkan stres fisik yang sering disebut cold shock, dan berdampak terhadap kerusakan struktur dan biokimiawi yang mempengaruhi fungsi sel dan pada akhirnya menyebabkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan berbagai konsentrasi dimethylsulfoxide (DMSO) sebagai krioprotektan intraseluler pada pengencer fosfat kuning telur terhadap kualitas semen ayam hutan hijau post thawing. Penelitian menggunakan semen delapan ekor ayam hutan hijau yang ditampung dengan teknik massage. Semen dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Semen dengan kualitas baik diencerkan dengan pengencer fosfat kuning telur yang telah ditambahkan DMSO dengan konsentrasi masing masing 4%, 6%, 8%, dan 10%. Semen dilakukan filling and sealing dalam mini straw (0,25 mL) dengan konsentrasi 150.106.sel, kemudian diequilibrasi pada suhu 4oC selama 4 jam. Proses pembekuan semen menggunakan metode konvensional. Evaluasi semen dilakukan setelah semen di thawing terlebih dahulu. Evaluasi kualitas semen meliputi motilitas progresif dan membran plasma utuh. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varian. Apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan

DMSO konsentrasi 6% menghasikan motilitas progresif dan membran plasma utuh nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan penambahan DMSO konsnentrasi 4%, 8%, dan 10%.

Kata kunci: dimethylsulfoxide, kualitas semen beku, ayam hutan hijau

PENDAHULUAN

Saat ini ayam hutan hijau sudah termasuk satwa langka yang terancam punah dan perlu dilindungi keberadaanya dan kelangsungan hidupnya melalui konservasi baik secara in-situ atau ex-situ (Blackburn, 2006; Woelders et al., 2006; Blesbois at al., 2007). Salah satu teknologi yang telah terbukti dan mampu mendukung upaya konservasi adalah teknologi kawin suntik. Teknologi ini juga dapat memprakarsai pemurnian galur gallus varius, meningkatkan populasi dan mempercepat produksi ayam bekisar yang berkualitas.

Dalam menunjang program kawin suntik diperlukan persediaan semen yang mempunyai kualitas dan kuantitas secara berkesinambungan. Persediaan semen bisa berupa semen cair ataupun semen beku (semen yang telah dikriopreservasi). Penggunaan semen cair yang telah diencerkan yang disimpan pada suhu dingin (3-5oC) mempunyai keterbatasan waktu penggunaan, karena setelah dua hari penyimpanan akan terjadi penurunan kualitas secara drastis yang menyebabkan terjadi penurunan fertilitas dan daya tetas (Bebas, 2002; Bebas dan Laksmi, 2012).

Kriopreservasi semen merupakan alternatif yang terbaik karena kalau berhasil dalam proses kriopreservasi semen maka semen akan bisa bertahan selama 10-12 tahun (Hafez and Hafez, 2000).

Permasalahan utama yang dihadapi dalam proses kriopreservasi semen, adalah adanya peristiwa kejutan dingin (cold shock) (Hafez and Hafez, 2000). Cold shock, dapat menyebabkan kerusakan struktur dan biokimiawi sel sehingga mempengaruhi fungsi sel. menyebabkan kerusakan pada membran, berpengaruh terhadap motilitas, sel mengalami abnormalitas dan pada akhirnya menyebabkan kematian (Ejarah, 2007). Cold shock mengakibatkan bocornya enzim glukosa-6-fosfatase dehydrogenase yang dapat menyebabkan penurunan konsentrasi ATP intra seluler. (Lemma, 2011), kebocoran enzim yang berperan dalam proses metabolisme seperti aspartate aminotransferase (AspAT), enzim ATP-ase-linkked sodium-potasium pump (Na+/K+-ATPase) (Arifiantini and Purwantara, 2010).

Upaya yang ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan menambahkan krioprotektan kedalam bahan pengencer (Suidzinska and

Lukaszewicz, 2008). Secara umum dikenal dua golongan krioprotektan: krioprotektan yang bisa menembus membran sel yang bekerja pada intraseluler (krioprotektan intrasesluler) seperti : gliserol, ethilene glicol, dan DMSO; sedangkan krioprotektan yang tidak bisa menembus membran sel bekerja pada ekstraseluler (krioprotektan ekstraseluler) seperti golongan karbohidrat, lipoprotein, dan serum (Boediono, 2006).

Penelitian mengenai pembekuan semen ayam hutan hijau relatif sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan berbagai konsentrasi DMSO sebagai krioprotektan intraseluler yang ditambahkan kedalam pengencer fosfat kuning telur terhadap kualitas semen ayam hutan post thawing. Penggunaann konsentrasi DMSO dalam pengencer semen bervariasi di antara jenis unggas. Dosis optimum DMSO dalam pengencer semen itik sebesar 10% (Han et al., 2005), ayam potchefstroom koekoek sebesar 5% (Makhafala et al., 2009). Sedangkan penggunaan DMSO pada semen ayam hutan belum ada informasi. Kualitas semen yang diamati berupa motilitas progresif dan membran plasma utuh post thawing.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan delapan ekor ayam hutan hijau sehat, umur 1,5 –

2,0 tahun. Semen ditampung dengan metode massage menurut Burrows and Quinn. Semen dari setiap pejantan dikumpulkan menjadi satu lalu dihomogenkan dan dilakukan evaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Semen diencerkan menggunakan fosfat kuning telur dibuat dengan menambahkan 10% kuning telur ke dalam buffer fosfat, dilakukan penambahan antibiotik kanamisin 80 mg /L pengencer (Roca et al., 2000). Semen diencerkan dengan pengencer yang telah ditambahkan berbagai konsentrasi DMSO masing masing : 4%, 6%, 8%, dan 10%. Pengenceran semen dilakukan dengan konsentrasi 150.106 dalam 0,25 mL (mini straw). Sebelum dilakukan filling (pengisian straw) and sealing (penyumbatan straw) straw diberi penanda untuk membedakan antara perlakuan dengan menggunakan mesin print. Proses filling dan sealing juga dilakukan dengan menggunakan mesin, setelah itu straw disusun pada rak straw, dilakukan equilibrasi selama 4 jam pada suhu 4oC pada cold top. Proses pembekuan dilakukan secara bertahap, dilakukan dengan menggunakan kotak stirofom dengan ukuran panjang x lebar x tinggi masing masing : 30 x 20 x 30 cm kemudian dikasi nitrogen cair setinggi 20 cm. Masukkan rak straw ke dalam kotak stirofom yang berisi nitrogen cair dengan

menempatkanya kira kira 10 cm di atas permukaan nitrogen cair selama 30 menit. Setelah itu straw langsung dituangkan pada nitrogen cair. Semen yang telah beku kemudian disimpan dalam kontainer yang telah berisi nitrogen cair. Evaluasi terhadap kualitas semen beku dilakukan dengan terlebih dahulu dilakukan proses thawing (pencairan kembali semen beku) dengan memasukkan straw beku pada suhu 37oC selama beberapa menit. Setelah straw mencair sempurna dilakukan evaluasi terhadap motilitas dan membran plasma utuh. Pemeriksaan motilitas dilakukan dengana cara pemotongan pada ujung straw lalu semen ditesteskan pada objek gelas dengan suhu hangat. Ambil satu tetes (0,05 mL) lalu teteskan pada objek gelas lain dan tambahkan 2 tetes pengencer kemudian tutup dengan cover gelas. Semen diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 450x. Sperma yang bergerak progresif dihitung dalam jumlah persen, penghitungan dilakukan pada 3 lapang pandang lalu dirata-ratakan (Toelihere, 1993). Pemeriksaan membran plasma utuh dilakukan dengan metode HOST menurut Revell dan Mrode (1994). Komposisi larutan hipoosmotik terdiri atas: 0,9 g fruktosa + 0,49 g natrium sitrat yang dilarutkan dengan akuabidestilata hingga mencapai volume 100 ml. Sebanyak 20 ml larutan hipoosmotik ditambahkan dengan 0,2 ml semen dan

dicampur hingga homogen kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 45 menit. Preparat ulas tipis dibuat pada gelas objek kemudian evaluasi dengan mikroskop cahaya dengan pembesaran 450 x terhadap minimum 200 spermatozoa. Spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh ditandai oleh ekor melingkar atau menggelembung, sedangkan yang rusak ditandai oleh ekor lurus. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varian jika hasilnya terdapat perbedaan dilakukan uji lanjutan dengan uji Duncan. Data dianalisis menggunakan SPSS 17 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kualitas semen yang ditampung dari ke delapan ayam hutan ditampilakan pada pada Table 1. Kualitas semen tersebut sangat layak digunakan dan dapat diproses lebih lanjut untuk proses pembekuan semen. Semen di atas diencerkan dengan pengencer fosfat kuning telur dengan satu dosis (0,25 mL) mengandung konsentrasi spermatozoa 150.106 sel motil progresif. Semen tersebut mendapatkan 37 dosis inseminasi. Karena satu dosis inseminasi menggunakan volume 0,25 ml, maka banyaknya pengencer yang dibutuhkan sebanyak 0,25 x 37 = 9,25 mL. Proses pengenceran semen dilakukan dengan

mencampur 2,20 mL semen segar kedalam 7,05 mL pengencer fosfat kuning telur secara perlahan sambil dihomogenkan dengan cara menggoyangkan secara perlahan. Semen yang telah diencerkan kemudian dibagi menjadi 4 bagian sesui dengan perlakuan dan ditambahkan DMSO dengan

konsentrasi masing masing 4%, 6%, 8%, dan 10%. Penambahan DMSO dilakukan secara perlahan sambil dihomogenkan, kemudian dilakukan filling and sealing, equilibrasi, dan proses pembekuan secara bertahap. Hasil pengamatan terhadap motilitas progresif dan membran plasma utuh ditampilkan pada Table 2.

Tabel 1. Kualitas Semen yang Ditampung dari ke Delapan Ayam Hutan Hijau

No.

Kualitas Semen Ayam Hutan

1.

Volume (ml)

2,20

2.

Ph

7,1

3.

Warna

Putih

4.

Bau

Khas

5.

Kekentalan

Kental

6.

Konsentrasi (109/ml)

2,97

7.

Sperma Bergerak Progresif (%) (MP)

85

8.

Spermatozoa Hidup (%) (SH)

90

9.

Abnormalitas (%)

8

10

Total Spermatozoa (109)

6,534

11

Total Sperma yg Bergerak Progresif (109)

5,5539

Tabel 2. Rata-rata Motilitas dan Membran Plasma Utuh Spermatozoa Ayam Hutan Hijau Post Thawing

Perlakuan

Pengamatan

Motilitas Progresif          Membran Plasma Utuh (%)

(%)

DMSO 4%

DMSO 6%

DMSO 8%

DMSO 10%

33,25 + 2,75a 35,00 + 3,92a 45,00 + 3,37b 47,75 + 3,77b 22,25 + 1,71c 24,25 + 4,19c 2,50 + 1,29d 7,00 + 2,58d

Penambahan DMSO konsentrasi 4%, 6%, 8%, dan 10% memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap motilitas progresif spermatozoa post thawing. Setelah dilanjutkan dengan uji Duncan ternyata penambahan DMSO 6% memberikan motilitas progresif yang paling tinggi 45,00 + 3,37% (P<0,05) jika dibandingkan

dengan penambahan DMSO 4%, 8%, dan 10% masing masing 33,25 + 2,75%, 22,25 + 1,71%, dan 2,50 + 1,29% (Tabel 2).

Penambahan DMSO konsentrasi 4%, 6%, 8%, dan 10% memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap membran plasma utuh spermatozoa post thawing. Setelah dilanjutkan dengan uji Duncan ternyata

penambahan DMSO 6% memberikan membran plasma utuh yang paling tinggi 47,75 + 3,77% (P<0,05) jika dibandingkan dengan penambahan DMSO 4%, 8%, dan 10% masing masing 35,00 + 3,92%, 24,25 + 4,19%, dan 7,00 + 2,58% (Tabel 2)

Pembahasan

Penelitian ini menggunakan teknik kriopreservasi konvensional adalah teknik kriopreservasi yang lebih menekankan pada proses pembekuan lambat. Pada teknik ini, suhu diturunkan secara bertahap. sehingga kristal es masih terbentuk, baik ekstraseluler maupun intraseluler, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sel. Kerusakan disebabkan oleh elektrolit yang menumpuk, merusak dinding sel sehingga pada waktu pencairan kembali (thawing) permeabilitas membran plasma akan menurun dan sel akan mati. Pembentukan kristal es berkaitan dengan perubahan tekanan osmotik dalam fraksi yang tidak mengalami pembekuan (Watson, 2000).

Proses pembekuan semen dapat mengakibatkan stress fisik yang sering juga disebut cold shock, yang berdampak terhadap kerusakan struktur dan biokimiawi sehingga mempengaruhi fungsi sel dan pada akhirnya menyebabkan kematian sel (Ejarah, 2007). Cold shock menyebabkan perubahan fosfolipid yang menyusun membran plasma pada saat fase

transisi dari fase cair ke fase gel (Ghetler et al., 2005), perubahan tatanan rantai asam lemak dan protein membran plasma yang dapat mengakibatkan kebocoran atau selektivitas membran plasma semakin berkurang (Dziekońska and Strzeżek, 2011). Membran plasma akan kehilangan permiabilitas selektifnya dan berdampak pada banyak komponen seluler seperti lipid, protein dan ion yang dilepaskannya (Cerolini et al., 2001; Blesbois et al., 2005; Cheng et al., 2005).

Ketika terjadi kerusakan pada membran plasma akibat cold shock enzim glukosa-6-fosfatase dehydrogenase yang paling pertama meninggalkan sitoplasma, yang secara umum menyebabkan penurunan konsentrasi ATP intra seluler. (Lemma, 2011). Juga terjadi kebocoran enzim yang berperan dalam proses metabolism seperti aspartate aminotransferase (AspAT), enzim ATP-ase-linkked sodium-potasium pump (Na+/K+-ATPase) (Colenbrander et al., 1992; Arifiantini and Purwantara, 2010), Cold shock juga menyebaknan dislokasi protein membran plasma seperti kelompok glucose transporter (GLUT), yang mempunyai peran untuk transportasi hexose melewati membran plasma (Kokk et al., 2005).

DMSO adalah campuran organosulfur dengan rumus kimia (CH3)SO dan mempunyai berat molekul kecil sebesar

78,13, oleh karena itu DMSO dikenal sebagai krioprotektan intraseluler. Penambahan DMSO bertujuan untuk memelihara keutuhan membran dan meningkatkan potensial osmotik media sehingga cairan di dalam sel mengalir keluar dan terjadi dehidrasi. Kemampuan proteksi krioprotektan terhadap membran sel merupakan indikasi dari interaksi yang berjalan baik antara krioprotektan dan membran sel. Interaksi ini dapat mengurangi kerusakan membran sel pada saat terjadi perubahan keadaan dari relatif cair ke struktur relatif padat dan juga pada saat kembali ke struktur yang relatif cair selama proses thawing (Kostaman dan Setioko, 2011).

Penambahan DMSO konsentrasi 6% pada pengencer fosfat kuning telur merupakan konsentrasi yang optimal dengan memberikan motilitas dan membran plasma utuh paling tingggi masing masing 45,00 + 3,37% dan 47,75 + 3,77%. Kostaman dan Setioko (2011) mengatakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembekuan semen adalah : teknik kriopreservasi termasuk kecepatan pembekuan, jenis, dan konsentrasi krioprotektan. DMSO konsentrasi 6% mampu mempertahankan keutuhan membran plasma dibandingkan konsentrasi DMSO yang lainnya. Konsentrasi DMSO yang tidak optimal berkaitan dengan perubahan tekanan

osmotik dalam fraksi yang tidak mengalami pembekuan sehingga menyebakan kerusakan pada membran plasma (Watson, 2000). Dengan teknik HOST spermatozoa yang memiliki membran plasma utuh ditandai oleh ekor melingkar atau menggelembung, sedangkan yang rusak ditandai oleh ekor lurus. Konsetrasi DMSO 6% pada pengencer fosfat kuning telur mampu mempertahankan keutuhan membran yang berfungsi: mengatur lalu lintas senyawa-senyawa, ion-ion yang masuk dan keluar sel atau organel; mengatur pergerakan ion atau molekul dari dalam ataupun luar sel; sebagai reseptor molekul-molekul khusus (hormon), metabolit, dan agensia seperti bakteria dan virus; tempat berlangsungnya berbagai reaksi kimia seperti pada membran mitokondria, kloroplas, retikulum endoplasma; sebagai reseptor perubahan lingkungan sel seperti perubahan suhu, intensitas cahaya dan lain-lain (Reece and Mitchell, 2002). Demikianlah peran penting membran sel sebagai kulit terluar dan pembatas sel dengan lingkungan luar seperti yang telah dipaparkan di atas

Penambahan DMSO konsentrasi 6% menghasikan motilitas progresif yang nyata lebih tinggi (45,00 + 3,37%) (P<0,05) jika dibandingkan penambahan konsentfasi 4%, 8%, dan 10% masing masing 33,25 + 2,75%, 22,25 + 1,71%,

dan 2,50 + 1,29%. Kualitas semen ini masih layak digunakan untuk pelayanan inseminasi buatan, mengingat Standar Nasional Indonesia (SNI) mengisyaratkan semen yang layak digunakan untuk kawin suntik setelah mengalami proses pembekuan mempunyai motilitas progresif > 40%. Motilitas progresif sangat berkaitan dengan fungsi membran plasma. Membran plasma yang utuh mengakibatkan fungsi sel berjalan baik termasuk aktivitas metabolism sel dalam proses menghasilkan energi. Spermatozoa memerlukan suplai energi yang konstan untuk mempertahankan fungsi seluler dan menyelesaikan tugasnya. Banyak energi yang berasal dari luar sel dibutuhkan oleh spermatozoa untuk perjalanan untuk fertilisasi (Varner and Johnson, 2007). Spermatozoa memiliki perlengkapan metabolisme yang diperlukan untuk glikolisis, siklus asam sitrat dan fosforilasi oksidatif di dalam mitokondria (Dziekonska et al., 2009). Energi yang dihasilkan berupa ATP ( Yi et al., 2008), akan dirombak menjadi adenosine diphosphate dan adenosine monophosphate (Ford, 2000), yang selanjutnya digunakan untuk pergerakan dan kelangsungan hidup spermatozoa. ATP yang dihasilkan ditransfer ke mikrotubulus untuk menghasilkan motilitas untuk pergerakan flagella. Pergerakan flagella adalah produk

aktivitas dynein ATPase yang berlokasi sepanjang flagellum dan tergantung pada suplai ATP yang berasal dari substart metabolit seperti fruktosa atau glukosa (Mukai and Okuno, 2004).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian       dapat

disimpulkan penambahan DMSO 0,6% merupakan konsentrasi yang paling optimal ditambahkan pada pengencer fosfat kuning telur untuk pembekuan semen ayam hutan hijau dengan menghasilkan motilitas progresif dan membran plasma utuh post thawing masing masing 45,00 + 3,37% dan 47,75 + 3,77%.

UCAPAN TERIMAKASIH

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Rektor Univ. Udayana yang telah memberikan biaya penelitian melalui skema penelitian Hibah Unggulan Unud 2013

DAFTAR PUSTAKA

Arifiantini RI, Purwantara B, dan Putra WW. 1999. Pengujian Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa Semen Cair Domba Menggunakan Larutan Hipoosmatik. Prosiding Seminar Hasil

Hasil Penelitian Bidang Ilmu Hayat. 16 September 1999. Bogor.

Bebas W. 2002.    Pengaruh Lama

Penyimpanan Semen Ayam Hutan Hijau (Gallus varius) pada Suhu 4oC Terhadap Daya Hidup Spermatozoa dan Fertilitas Telur Ayam Kampung (Gallus domesticus). J.Vet. Vol 3(3); 60-65.

Bebas W, Laksmi DNDI. 2012. Laktosa-Astaxanthin Mencegah ColdShock dan Radikal Bebas Selama Penyimpanan Semen Ayaam Hutan Hijau Meningkatkan Fertilitas dan Daya Tetas Telur Ayam Kampung. Laporan Hibah Unud 2012. Universitas Udayana.

Blackburn HD. 2006. The National Animal Germplasm Program: Challenges and Opportunities for Poultry Genetic Resources. Poult. Sci. 85:210–215.

Blesbois E, Graseau I, Seigneurin F. 2005. Membrane Fluidity and the Ability of Domestic Bird Spermatozoa to Survive Cryopreservation. Reprod 129; 371-378

Blesbois E, Seigneurin F, Grasseau I, Limouzin C, Besnard J, Gourichon D, Coquerelle G, Rault P, Tixier-Boichard M. 2007. Semen Cryopreservation for Ex Situ Management of Genetic Diversity in Chicken:  Creation of the French

Avian Cryobank. Poultry Science 86:555–564.

Budiono A. 2006. Kriopreservasi dan Viabilitas       In-vitro.       Modul

“Pemanfaatan Bioteknologi Embrio Pada Hewan Laborataorium Sebagai Model Dalam Penelitian Biologi Perkembangan dan Produksi Bahan Biologis”      Pelatihan      Dosen

Universitas/Perguruan Tinggi. Bogor 28 Agustus- 4 Desember 2006.

Cerolini S, Maldjian A, Pizzi F, Gliozzi TM. 2001. Changes in Sperm Quality and Lipid Composition During Cryopreservation of Boar Semen. Reproduction 121:395–401.

Cheng FP, Wu JT, Tsai PS, Chang CLT, Lee SL, Lee WM, Fazeli A. 2005. Effects of Cryo-injury on Progesterone Receptor(s) of Canine Spermatozoa and its Response to Progesterone.        Theriogenology

64:844–854.

Colenbrander B, Fazeli AR, Vanbuiten A, Parleviet J, Gadella M. 1992: Assessment of Sperm Cell-membrane Integrity in the Horse. Acta Vet Scand Suppl 88: 49-58

Dziekońska A, Fraser L, Strzeżek J. 2009.

Effect of different storage temperatures on the metabolic activity of spermatozoa following liquid storage of boar semen. J Anim Feed Sci 18: 638-649.

Dziekońska A, Strzeżek J. 2011. Boar Variability Effects Sperm Metabolism Activity in Liquid Stored Semen at 5oC. Polish Journal of Veterinary Sciences Vol. 14, No. 1, 21-27.

Ejarah AH. 2007. Effect of Cryopreservation and Constituents of Semen Extender on Mitochondrial Fuction of Bull Spermatozoa. Disertation.      Lousiana      State

University.

Ford WCL. 2000. Glycolisis and Sperm Moytility, does a Spoonful of Sugar Help the Plagellum Go Round. Human Reprroduction Update 12(3):269-274.

Ghetler Y, Yavin S, Ruth Shalgi R, Amir Arav A. 2005 The Effect of Chilling on Membrane Lipid Phase Transition in Human Oocytes and Zygotes Human Reproduction Vol.20, No.12 pp. 3385–3389.

Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. Kiawah Island, South Carolina, USA.

Han XF, Niu ZY, Liu FZ, Yang CS. 2005. Effects of Diluents, Cryoprotectants, Equilibration Time and Thawing Temperature on Cryopreservation of Duck Semen. Int. J. Poult. Sci. 4: 197 – 201.

Kostaman T, Setioko AR. 2011. Perkembangan Penelitian Teknik Kriopreservasi Untuk Penyimpanan

Semen Unggas. Wartazoa. Vol. 21 No. 3.

Kokk K, Verajankorva E, Laato M, Wu XK, Tapfer H, Pollanen P. 2005. Expression of Insulin Receptor Substrates 1-3, Glucose Transporters Glut-1-4, Signal Regulatory Protein 1 Alpha, Phosphatidylinositol 3-kinase and Protein Kinase B at the Protein Level in the Human Testis. Anatomical Sci. Int.; 80: 91-96

Lemma A. 2011. Effect of Cryopreservation on Sperm Quality and Fertility Artificial Insemination in Farm Animals, Dr. Milad Manafi (Ed.)Addis Ababa University, School of Veterinary Medicine, Debre Zeit, Ethiopia. Pp. 191-162

Makhafola MB, Lehloenya KC, Mphaphathi ML, Dinnyes A, Nedambale TL. 2009. The Effect of Breed on the Survivability and Motility Rate of Cryopreserved Cock Semen. South African J. Anim. Sci. 39: 242 – 245.

Mukai C., Okuno M. 2004. Glycolysis Plays a Major Role for Adenosin Treiphosphate Supplementation in Mouse Sperm Flagellar Movemen. Biology of Reproduction 71:540-547.

Revell, SG., Mrode, RA. 1994. An Osmotic Resistance Test for Bovine Semen. Anim. Reprod. Sci. 36:77-86.

Reece C, Mitchell. 2002. Biologi. Ed 5. Erlangga. Jakarta.

Roca J, Mart´ınez S, Vázquez JM, Lucas X, Parrilla I, Mart´ınez A.  2000.

Viability and  fertility  of  rabbit

spermatozoa diluted in Tris-buffer extenders and stored at 5oC. Animal Reproduction Science. 64:103–112.

Suidzinska A. and Lukaszewicz E. 2008. The Effect of Breed on Freezability of Semen of Fancy Fowl. Anim. Sci. Pap. Rep. 26: 331 – 340.

Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.

Varner DD, Jonson L. 2007. From a Sperm’s eye View : Revisiting Our Perception of this Intriguing Cell.

AAEP Proceeding 53: 104 – 177.

Woelders H, Zuidberg A, Hiemstra SJ. 2006. Animal genetic resources conservation in the Netherlands and Europe: Poultry perspective. Poult. Sci. 85:216–222.

Watson PF. 2000. The causes of reduced fertility with cryopreserved semen. Anim. Reprod. Sci. 60 – 61: 481 – 492.

Yi YJ, Li ZH, Kim FS, Cong PQ, Lee JM, Park CS. 2008. Comparison of Motility, Acrosoma, Viability and ATP of Boar Sperm with or Without cold shock Resistence in Liquis Semen at 17oC and 4oC, and Frozen Thowed Semen. Asian-Australia J Anim Sci 21(2): 190 197.

115