Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan, Pebruari 2014

Vol 2 No 1: 23-29

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepemilikan Anjing di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali

Dog Ownership Related Factors in Karangasem Regency, Province of Bali

I Nengah Kepeng1, I K. Puja1, N.S. Dharmawan1

1 Program Studi Magister Kedokteran Hewan Unud Jl. PB. Sudirman Denpasar

ABSTRACT

Bali province has been declared as rabies endemic area. Bali government has already implemented several efforts to control rabies, but it does not have any significant impact to make Bali free from the disease. This condition is not caused by limited resources only, but also by factors of socio-demographic dog’s ownership. This observational study using cross sectional design has been done to determine the public's knowledge and dog’s ownership related factors in Karangasem Regency. Nine villages were selected based on the positive rabies cases, which was formerly confirmed by laboratory tests. The Villages were divided into three category based on the socio-economic and culture, namely urban, sub urban and rural area. Data were analyzed descriptively and by multivariate logistic regression analysis. The results showed that from the 408 households, 252 respondents (61.8%) reported having the dogs. The percentage of dog ownership in urban, sub urban and rural is 17.6%, 9.8% and 34.3% respectively. It can be suggested that the rural area should be a priority in controlling rabies in Karangasem Regency.

Key words: rabies, dog ownership, Karangasem Regency

ABSTRAK

Provinsi Bali telah dinyatakan sebagai daerah tertular rabies. Pemerintah Bali telah melakukan berbagai usaha untuk mengontrol kasus rabies, namun sampai saat ini belum bisa membebaskan Bali dari rabies. Kondisi itu selain disebabkan karena sumber daya yang terbatas, juga karena faktor sosio-demografi kepemilikan anjing yang belum diketahui. Penelitian observasional dengan rancangan cross sectional (cross sectional study) telah dilakukan untuk mengetahui pengetahuan masyarakat dan bebagai faktor yang berkaitan dengan kepemilikan anjing. Penelitian dilakukan di sembilan desa/kelurahan di Kabupaten Karangasem. Desa dipilih berdasarkan adannya kasus rabies positif, yang telah dikonfirmasi pemeriksaan laboratorium. Desa dikelompokkan menjadi tiga katagori yaitu urban, sub urban dan rural berdasarkan sosial-ekonomi dan budaya. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, dan regresi. logistik multivariat Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 408 responden, 252 orang (61,8%) melaporkan memiliki anjing. Persentase kepemilikan anjing di wilayah urban, sub urban dan rural berturut-turut adalah 17,6%; 9,8% dan 34,3%. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa wilayah rural (pedesaan) dijadikan perioritas terhadap penanggulagan rabies di Kabupaten Karangasem.

Kata Kunci: rabies, kepemilikan anjing, Kabupaten Karangasem.

PENDAHULUAN

Provinsi Bali telah dinyatakan sebagai daerah tertular rabies. Di Bali rabies pertama kali didiagnosis di Kedonganan, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung pada tahun 2008. Pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk menanggulangi penyebaran penyakit ini, diantaranya dengan vaksinasi dan eliminasi anjing. Namun rabies tetap menyebar ke seluruh Bali (Putra et al., 2009; 2010) termasuk Karangasem. Rabies sebagai penyakit zoonosis mendapat perhatian serius, karena mengakibatkan kerugian ekonomi dan kematian pada hewan dan manusia. Anjing merupakan hewan perantara rabies yang utama. Usaha-usaha pemerintah dalam rangka penanggulangan rabies di Bali telah dilaksanakan, namun sampai sekarang upaya tersebut belum bisa membebaskan Bali dari zoonosis tersebut. Kondisi tersebut selain disebabkan karena sumber daya yang terbatas juga faktor sosio-demografi kepemilikan anjing belum diketahui. Pemahaman mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kemudahan pananganan anjing yang akan divaksinasi merupakan hal penting dalam keberhasilan vaksinasi. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengetahuan masyarakat tentang anjing dan faktor-faktor kepemilikan anjing di Kabupaten Karangasem.

METODE PENELITIAN

Penelitian observasional dengan rancangan cross sectional study, dilakukan di Kabupaten Karangasem pada Bulan Januari - Juli 2012. Penelitian meliputi sembilan desa/kelurahan. Desa dipilih berdasarkan adanya kasus rabies positif, yang telah dikonfirmasi dari hasil pemeriksaan Laboratorium BBVet Denpasar (2009-2011). Desa juga dikelompokkan berdasarkan aspek ekonomi, sosial, dan budaya menjadi tiga katagori yaitu desa sub urban, urban dan rural. Setiap responden diwawancarai untuk mengetahui kepemilikan anjing yaitu jumlah anjing yang dipelihara, alasan memiliki anjing dan alasan tidak memiliki anjing serta faktor-faktor kepemilikan anjing. Faktor-faktor kepemilikan anjing yang didata antara lain tingkat ekonomi keluarga, jumlah anggota keluarga, agama/kepercayaan, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, jenis hewan yang dipelihara. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan dengan regresi

logistik multivariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Kepemilikan Anjing

Sebanyak 408 responden yang diwawancarai selama penelitian, 137 responden berasal dari wilayah urban; 87 responden dari wilayah sub urban; dan 184 responden dari wilayah rural. Dari seluruh

responden, sebanyak 252 (61,8%) orang melaporkan memiliki anjing. Sisanya yaitu 156 orang (38,2%) melaporkan tidak memiliki anjing. Persentase kepemilikan anjing di wilayah urban, sub urban dan rural berturut-turut adalah 17,6%; 9,8%, dan 34,3%. Rata-rata jumlah anjing per responden adalah 1,52 ekor di wilayah urban; 1,45 ekor di wilayah sub urban; dan 1,65 ekor di wilayah rural (Tabel 1).

Tabel 1. Pola Kepemilikan Anjing di Daerah Urban, Sub Urban, Rural di Karangasem

No

Parameter

Urban

Sub urban

Rural

1

Persentase kepemilikan anjing

17,6%

9,8%

34,3%

2

Rata-rata jumlah anjing/responden (ekor)

1,52

1,45

1,65

Kepemilikan anjing pada wilayah urban adalah 17,6% (72 responden) dan yang tidak memiliki anjing sebanyak 15,7% (65 responden). Pada wilayah sub urban, 40 responden (9,8%) memiliki anjing, dan yang tidak memiliki anjing sebayak 11,5% (47 responden). Sedangkan pada wilayah rural, responden yang memiliki anjing sebanyak 34,3% (140 orang) dan yang tidak memiliki anjing adalah 10,8% (44 orang). Jumlah anjing di wilayah urban adalah 109 ekor, di wilayah sub urban 58 ekor, dan di wilayah rural 231 ekor .

Alasan ketidakpemilikan anjing adalah sebagai berikut. Sebanyak 46,2% (72 responden) menyatakan takut memiliki

anjing; 3,8% (6 responden) merasa tidak perlu; 14,1% (22 respnden) mengatakan belum ada pengganti karena anjingnya dieliminasi atau mati sakit; 29,5%, (46 responden) dengan alasan tidak suka anjin; 2,6% (4 responden) dengan alasan bertentangan dengan agama bagi warga muslim; 2,6% (4 responden) dengan alasa tidak punya waktu mengurus anjing; dan 1,3% (2 responden) dengan alasan memelihara dan merawat anjing memerlukan biaya mahal.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Kepemilikan Anjing

Dari data yang diperoleh, responden memiliki pekerjan yang berbeda-beda. 25

Jenis pekerjaan yang paling banyak adalah petani, yaitu sebanyak 208 orang (51,0%). Selanjutnya variasi jenis pekerjaan responden berturut-turut sebagai berikut: PNS/TNI/Polri 60 orang (14,7%); wiraswasta 59 orang (14,5%); pedagang 30 orang (7,4%); pegawai swasta 27 orang (6,6%); dan tidak punya perkerjaan sebanyak 24 orang (5,9%).

Jenjang pendidikan responden menunjukkan hampir 90% pernah mengenyam pendidikan, baik dari tingkat dasar maupun sampai perguruan tinggi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 159 orang berpendidikan sekolah dasar (39,0%). Sekolah menengah atas (SMA) sebanyak 117 orang (28,7%), Sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak 56 orang (13,7%), dan Perguruan Tinggi sebanyak 32 orang (7,8%). Sisanya sekitar 10,8% (44 orang) tidak pernah mengenyam pendidikan.

Dalam kehidupan beragama, sebagian besar penduduk Kabupaten Karangasem menganut Agama Hindu (95,71 %), berikutnya Islam 4,05%, dan 0,24% menganut agama lainnya. Dari hasil survei, responden memelihara anjing yang beragama Hindu 399 orang (97,8%), Kristen 3 orang (0,7%), dan Budha 2 orang (0,5%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebayak 405 responden (99,3%) memiliki rumah sendiri sebagai tempat tinggal, 2 responden (0,5%) masih menyewa untuk tempat tinggal, dan 1 respoden (0,2%) masih menumpang pada saudaranya.

Secara ekonomi, pengukuran tingkat kesejahteraan dapat digambarkan dengan perbandingan antara pengeluaran dan pendapatan seseorang. Namun demikian, kesulitan untuk mengukur pendapatan membuat tingkat kesejahteraan secara moneter didekati dengan asumsi semakin besar pengeluaran seseorang semakin banyak pula pendapatan yang diperoleh tanpa memandang dari mana pendapatan itu berasal. Hasil survey menunjukkan bahwa sebanyak 146 responden (35,8%) pendapatannya kurang dari Rp. 1 juta per bulan, 225 responden (55,1%) berpendapatan antara Rp. 1-3 juta per bulan, 37 responden (9,1%) pendapatannya lebih dari Rp 3 juta per bulan.

Responden memiliki beberapa anggota keluarga, baik itu laki-laki dan perempuan. Sejumlah 157 responden (38,5% ) memiliki anggota keluarga 1–2 orang; 142 responden (34,8%) memiliki anggota keluarga 3–4 orang; 67 responden (16,4% ) memiliki anggota keluarga 4–5 orang, dan 42 responden (10,2% ) dengan jumlah anggota keluarga 6 orang atau

lebih.

Di Kabupaten Karangasem hingga saat ini sektor pertanian termasuk peternakan, masih menjadi sektor utama pendukung perekonomian masyarakat. Oleh sebab itu kepemilikan ternak dapat ditemui baik pada desa urban, sub-urban, maupun rural. Di samping itu seperti halnya pada masyarakat Bali umumnya, masyarakat Karangasem secara sosio-budaya suka memelihara hewan selain anjing, seperti kucing, kera, burung, dan lain-lainnya. Hal ini tercermin dari hasil penelitian yang dilakukan. Dari 408 responden, 274 orang (66,9%) memiliki hewan piaraan lebih dari satu jenis, sedangkan responden yang tidak memiliki hewan sama sekali sebanyak 52 orang (12,7%). Sisanya, 4 responden (1,0%) hanya memilki piaraan kucing 1 responden (0,2%) hanya memiliki piaraan kera, 2 responden (0,5%) hanya memiliki piaraan sapi, 1 responden (0,2%) hanya memiliki piaraan kambing, 69 responden (16,9%) hanya memiliki piaraan unggas, dan 5 responden (1,2% ) hanya memiliki piaraan babi.

Karakteristik desa jenis rural (pedesaan) menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap kepemilikan anjing. Sedangkan faktor lainnya tidak ber pengaruh nyata (p>0,05). Pengetahuan tentang proporsi kepala keluarga yang

memiliki anjing, dan faktor yang berhubungan dengan kepemilikan anjing adalah penting untuk perencanaan dan pelaksanaan program kesadaran penanganan penyakit zoonosis yang diperantarai oleh anjing. Model matematis dan sosio-demografi yang menggambarkan populasi biologis hewan adalah indikator yang sangat berguna untuk mengukur dampak yang mungkin terjadi dan membantu dalam perencanaan program pembrantasan rabies (Coleman, 1996). Pemahaman tentang ekologi anjing domestik telah diakui sebagai desain dalam rangka pengendalian rabies yang efektif. Pedoman pembrantasan rabies yang dikeluarkan oleh WHO juga menekankan pentingnya memahami hubungan antara anjing dan manusia (Kitala et al.,1995; WHO 1987;). Kepemilikan anjing terkait populasi manusia di seluruh dunia memiliki beragam alasan yang melibatkan aspek keamanan, persahabatan, transportasi, kesehatan, makanan, dan keyakinan agama. (Dharmawan, 2009; Cafazzo et al., 2010).

Persentase kepemilikan anjing di Kabupaten Karangasem adalah 61,8% (252 orang) dari 408 responden. Bila dibandingkan dengan negara lainnya seperti Tanzania, kepemilikan anjing di Kabupaten Karangasem lebih tinggi. Di

Tanzania kepemilian anjing sebesar 13,7%. Hal yang sama, bahwa kepemilikan anjing di Kabupaten Karangsem juga lebih tinggi dibandingkan dengan negara lainnya seperti Amerika serikat 36,1%, Jepang 24,2%, Taiwan, 22,9%, swedia, 15,5% (Knobel, et al., 2007). Lebih tingginya kepemilikan anjing tersebut disebabkan oleh faktor sosio-

budaya masyarakat Bali pada umumnya dan Karangasem pada khususnya yang sangat menyayangi anjing sebagai aktualisasi dari konsep Tri Hita Karana.

Faktor yang mempengaruhi kepemilikan anjing di Kabupaten Karangasem adalah karakteristik desa. Karakteristik desa tipe rural mempunyai pengaruh yang nyata terhadap kepemilikan anjing. Sedangkan karakteristik sub urban dan urban tidak berpengaruh terhadap kepemilikan anjing. Hal ini disebabkan karena pada daerah rural, sosio-demografi masyarakatnya masih sangat yakin memilih anjing sebagai hewan kesayangan dan sahabat.Telah diuji berabad-abad bahwa kesetiaan dan pengabdian yang ditunjukkan anjing sangat mirip dengan konsep manusia tentang cinta dan persahabatan (Dharmawan, 2009). Di samping itu, masyarakat pedesaan memanfaatkan anjing sebagai penanda kedatangan orang asing atau tamu ke rumahnya. Desa urban dan suburban,

masyarakat memanfaatkan anjing sama dengan desa rural, namun dibatasi oleh luas pekarangan, dan sosial masyarakat yang heterogen. Pada desa suburban juga dibatasi oleh aturan atau awig-awig desa adat yang sangat kuat. Desa adat tertentu memiliki awig-awig pemilikan anjing agar mengikat atau mengandangkan anjingnya, sehingga masyarakat ada rasa beban dalam kepemilikannya atau rasa tidak suka anjingnya terikat terus menerus.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kepemilikan anjing di Kabupaten Karangasem adalah 61,8%. Masyarakat di wilayah rural (pedesaan) lebih banyak memiliki anjing (p<0,05) dibandingkan wilayah perkotaan di Kabupaten Karangasem

SARAN

Untuk keberhasilan penanggulangan rabies di Kabupaten Karangasem, penanganan rabies di wilayah pedesaan (rural) perlu mendapat prioritas.

DAFTAR PUSTAKA

Coleman PG and Dye C. 1996. Immunization coverage required to

prevent outbreaks  of dog rabies.

Vaccine 14:185-186.

Dharmawan NS. 2009.  Anjing Bali dan

Rabies. Penerbit Buku Arti. Denpasar.

Kitala P, John McDermott, Moses Kyule, Joseph Gathuma, Brian Perry, Alexander Wandeler, 2001. Dog Ecology and Demography Information to Support The Panning of rabies Control in Machkos. District, Kenya, Acta Tropica 78 217-230 Elsevier

Science B.V. All rights reserved.

Knobel DL, Leurenso MK, Kazwala RR, Boden LA, Cleaveland S. 2007. A cross-sectional study of factors associated with dog ownership in Tanzania. BMC Vet Research. doi: 10.1186/1746-6148-4-5.

WHO. 1987. Guidelines for Dog Rabies Control VPH/83.43 Rev.1

Putra A A G. 2009. Tinjauan ilmiah upaya pemutusan rantai penularan rabies

dalam rangka menuju Indonesia bebas rabies 2015. Buletin Veteriner Balai Besar Veteriner Denpasar. 21 (75). Desember 2009.

Putra AAG, Gunata IK, Asrama IG. 2010. Demografi anjing di Kabupaten Badung Provinsi Bali serta signifikasinya dalam penanggulangan rabies.

Lemeshow S and David WHJr. 1997., Besar Sampel Dalam penelitianj Kesehatan (terjemahan), Gajahmada university Perss.Yogyakarta.

Notoatmojo dan Soekidjo. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta.

Caffazo S, Valsecchi P, Bonnani R, Natoli E. 2010. Dominance in relation to age, sex, and competitive contexts in a group of free-ranging domistic dog. Behavioral       Ecology.       doi

10.1093/behcco/ arg001.

29