Realitas Implementasi Pengelolaan Keuangan Desa pada APBDes di Desa Dauh Peken
on
Astawa dan Budiasih, Realitas Implementasi Pengelolaan ... 230
Realitas Implementasi Pengelolaan Keuangan Desa pada APBDes di Desa Dauh Peken
I Wayan Purwa Astawa1
I Gusti Ayu Nyoman Budiasih2
1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana, Indonesia email: purwa.astawa@yahoo. com
DOI: https://doi.org/10.24843/JIAB.2019.v14.i02.p08
ABSTRAK
Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis (JIAB) |
Salah satu permasalahan yang tampak dalam pengelolaan keuangan desa adalah pada pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa tidak sesuai dengan ketentuan Permendagri 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa di Desa Dauh Peken Kecamatan Tabanan Kabupaten Tabanan serta membandingkan dengan Permendagri 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif, data penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi dan studi dokumentasi. Penelitian ini dianalisis dengan metode interpretif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan |
user/profile | |
Volume 14 Nomor 2 Juli 2019 Halaman 230-241 p-ISSN 2302-514X e-ISSN 2303-1018 |
desa dalam penyelenggaraan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang dilaksanakan oleh Desa Dauh Peken belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan. Hal ini diperlukan adanya sinergitas pihak pemerintah kabupaten dan kecamatan dalam hal pendampingan dan pengawasan terhadap penyelenggara keuangan desa. Kata kunci: Keuangan desa, peraturan, penyelenggara keuangan desa. The Implementation Reality of Village Financial Management on The Village Revenue and Expenditure Budget in Dauh Peken Village |
INFORMASI ARTIKEL | |
Tanggal masuk: 25 Januari 2019 Tanggal revisi: 30 Mei 2019 Tanggal terima: 1 Juli 2019 |
ABSTRACT One of the problems that appear in village financial management is the issue of its implementation in the Village Revenue and Expenditure Budget. The implementation is not in accordance with the provisions of Permendagri 113 of 2014 concerning village financial management due to the lack of common understanding, views, and commitments from village financial organizers. |
The purpose of this study was to determine the reality of the implementation of financial management of the village of Dauh Peken in Tabanan District, Tabanan Regency based on Permendagri 113 of 2014 on village financial management. The research is descriptive with a qualitative approach, research data obtained through in-depth interviews, observation, and documentation studies. This study was analyzed using the Case Study method. The results of the study indicate that the Dauh Peken Village has not fully complied with the provisions of the regulation in financial management during the implementation of the Village Revenue and Expenditure Budget. This requires synergy between the district and sub-district governments in terms of assistance and supervision of village finance providers. Keywords: Village finance, regulations, village finance providers. |
PENDAHULUAN
Hadirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dana desa yang diberikan oleh Pemerintah Pusat maka diharapkan mampu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa, selain itu anggaran merupakan salah satu dasar dari kriteria tata kelola pemerintahan desa dan untuk mengetahui secara nyata kemampuan desa dalam mengurus rumah tangganya sendiri (Kaho, 1997). Pemerintah desa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat harus mempunyai komitmen dan kemampuan dalam melaksanakan profesi yang dijalankan (Cho & Huang, 2011). Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 sebagai regulasi pengelolaan keuangan desa merupakan pedoman bagi pengelola keuangan desa yang dijabarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya disebut dengan APBDes harus selaras dengan pembangunan yang berpihak kepada kebutuhan masyarakat desa itu sendiri.
Salah satu permasalahan yang tampak dalam pengelolaan APBDes Desa Dauh Peken Kecamatan Tabanan adalah masalah pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan Permendagri 113 Tahun 2014, sebagaimana dalam laporan hasil pemeriksaan oleh Inspektorat Kabupaten Tabanan terhadap pertanggungjawaban keuangan Desa Dauh Peken tahun 2016, menyatakan bahwa secara umum pengelola keuangan desa belum menyelenggarakan administrasi keuangan sesuai dengan ketentuan. Menurut Teori Strukturasi Anthony Giddens yang merupakan hubungan antara agensi dengan struktur, penyelenggaraan keuangan desa yang tidak sesuai ketentuan dipahami sebagai Pemerintah Desa Dauh Peken berkedudukan sebagai agen yang bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangan desa belum melaksanakan APBDes sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Permendagri 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, dimana aturan ini sebagai struktur hendaknya tidak dianggap sebagai sebuah penggambaran umum melainkan sebagai jenis-jenis khusus yang dirumuskan bedasarkan formulasi lahirnya, yang terwujud dalam berbagai kualitas khusus (Giddens, 2011: 27).
Penelitian terkait pengelolaan keuangan desa telah diteliti oleh Purwitasari, et al. (2013), Sisianto (2015), Riyanto (2015), Utomo (2015), Supriadi (2015), secara garis besar pengelolaan keuangan telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Hanya saja dalam pelaksanaannya belum optimal, proses penyusunan
APBDes sering mengalami keterlambatan, hal ini dikarenakan karena sumber daya yang dimiliki desa masih sangat rendah dan belum maksimalnya sosialisasi dan pelatihan penyusunan APBDes oleh Pemerintah Daerah.
Untuk mendapatkan gambaran tentang realitas implementasi yang terjadi pada pengelolaan keuangan desa berdasarkan ketentuan Permendagri 113 tahun 2014 maka Pemenrintah Desa Dauh Peken Kecamatan Tabanan yang merupakan wilayah Pemerintah Kabupaten Tabanan peneliti ambil sebagai tempat penelitian dengan beberapa alasan karena selain institusi ini masih melakukan penyimpangan administratif keuangan berdasarkan hasil audit kinerja oleh Inspektorat Kabupaten Tabanan juga institusi ini secara geografis institusi ini merupakan salah satu desa yang letaknya paling dekat dengan kantor Pemerintah Daerah dan Kecamatan dimana koordiansi dan pendampingan terkait keuangan desa semestinya tidak ada kendala. Pemaparan di atas, membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam terkait “Bagaimana pelaksanaan dan realitas implementasi Permendagri 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa dalam pelaksanaan APBDes di desa Dauh Peken?”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Menurut Creswell (2003). Penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk memahami objek yang diteliti secara mendalam. Lincoln dan Guba (1982). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus dengan paradigma interpretif (Wynsberghe & Khan, 2007). Penggunakan metode penelitian studi kasus dikarenakan adanya keinginan dan tujuan peneliti untuk mengungkapkan secara terperinci dan menyeluruh terhadap obyek yang diteliti dan berupaya untuk mengungkapkan berbagai pelajaran yang berharga (best learning practices) yang diperoleh dari pemahaman terhadap kasus yang diteliti, (Creswel, 2010; 20). Pemahaman tersebut meliputi tentang bagaimana masalah kasus yang sebenarnya; bagaimana kaitan kasus dengan konteks lingkungan dan bidang keilmuannya; apa teori yang terkait dengannya; apa dan bagaimana keterkaitan isu (unit analisis) yang ada di dalamnya; dan akhirnya apa pelajaran yang dapat diambil untuk memperbaiki dan
menyempurnakan langkah selanjutnya (Lincoln & Guba,1985).
Penelitian ini menempatkan pokok kajian pada suatu organisasi atau individu seutuhnya yaitu pengelola keuangan Desa Dauh Peken, dan tidak diredusir kepada variabel yang telah ditata atau sebuah hipotesis yang telah direncanakan sebelumnya (Bogdan & Taylor, 1993). Sejalan dengan pernyataan Yin (1996) alasan pilihan strategi studi kasus itu berangkat dari jawaban atas tiga pertanyaan epistemologis, yaitu terkait tipe pertanyaan, kontrol atas objek, dan pumpunan penelitian. Dengan studi kasus diperoleh jawaban-jawaban atas pertanyaan: “bagaimana” atau “mengapa” dalam dirinya mengandung semangat eksplorasi, eksplanasi dan deskripsi, Dengan studi kasus peneliti meneliti suatu peristiwa atau gejala sosial sebagaimana adanya menunjuk pada kondisi relatif alami (naturalistic). Dengan studi kasus pumpunan penelitian merupakan peristiwa/gejala sosial kontemporer atau masa kini dalam konteks kehidupan nyata.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) bulan yaitu dari 7 agustus sampai dengan 31 Agustus 2017 di Desa Dauh Peken Kecamatan Tabanan dan diambil dari berbagai sumber informasi, karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang kaya untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Creswell (1998) sumber informasi diperoleh dari pengelola keuangan desa Dauh Peken diantaranya Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara, Kaur, Kepala Lingkungan serta dengan Badan Permusyawaratan Desa sebagai tokoh masyarakat.
Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari deskripsi terinci tentang kasus beserta settingnya. (Creswell,1998:153), dengan 4 (empat) bentuk analisis data beserta interpretasinya, (Stake dalam Creswell, 1998:63). yaitu: Pengumpulan kategori, interpretasi langsung, membentuk pola dan mencari kesepadanan antara dua atau lebih kategori, dan mengembangkan generalisasi naturalistik melalui analisa data. Proses analisis dilakukan tanpa menunggu selesainya proses pengumpulan data (Ludigdo, 2007:108). Untuk menguji validitas dilakukan dengan metode triangulasi di mana peneliti menemukan kesepahaman dengan subjek penelitian. Sedangkan reliabilitas dilakukan dengan melakukan atau menerapkan prosedur fieldnote atau catatan lapangan dengan prosedur yang ditetapkan (Kirk dan Miller, 1986: 41-42).
Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini disampaikan secara informal yaitu dengan perumusan kata-kata biasa namun tetap dalam terminologi dan sifat teknisnya (Sudaryanto, 1993:145). Analisis data dilakukan dengan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dari dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek yang diteliti (Sugiyono, 2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengumpulan katagori dan interpretasi langsung merupakan suatu proses dalam menarik data secara terpisah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes Dauh Peken.
Tahap pertama adalah tahap perencanaan APBDes. Menurut Harahap (2001), partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembuatan keputusan tentang apa yang dilakukan, dalam pelaksanaan program dan pengambilan keputusan untuk berkontribusi sumber daya atau bekerjasama dalam organisasi atau kegiatan khusus, berbagi manfaat dari program pembangunan dan evaluasi program pembangunan.
Implementasi Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 dalam APBDes Dauh Peken dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan menekankan proses motivasi berpartisipasi dalam pembangunan desa dapat dilihat dalam hasil wawancara dengan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yaitu JA:
“Kami yang dipercayakan untuk menggali, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, untuk itu seluruh anggota Badan Permusyawaratan Desa saya wajibkan untuk ikut di setiap rembug desa yang berkait dengan pembangunan, bersama-sama belajar dalam rangka membahas dan menetapkan pembangunan apa yang menjadi prioritas dalam satu tahun kedepan...”( JA, 9 Agustus 2017)
Rencana Kerja Pemerintah Desa yang selanjutnya disingkat (RKPDes) adalah dokumen perencanaan untuk periode satu tahun dan merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) yang memuat program prioritas pembangunan desa. Partisipasi masyarakat dalam mekanisme perencanaan anggaran sekaligus sebagai media pembelajaran terhadap prinsip akuntabilitas pengelolaan keuangan desa. Sesuai pernyataan informan sebagai berikut:
“Sebelum RKPDes disepakati, dilakukan Musyawarah perencanaan pembangunan dalam membangun kesepahaman tentang kepentingan dan kemajuan desa, dengan cara memotret potensi dan sumber-sumber pembangunan yang yang desa miliki. Forum seperti ini berguna sebagai sarana untuk memikirkan bersama-sama bagaimana kita menjadikan desa ini untuk lebih baik kedepannya...” (JA, 9 Agustus 2017)
Sebagai sebuah program atau kegiatan bersiklus tahunan, APBDes dilaksanakan setiap tahun oleh pihak-pihak yang terlibat didalam pengelolaan keuangan desa harus memiliki perhatian dan komitmen yang tinggi dalam memformulasikan pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. sebagaimana disampaikan informan sebagai berikut:
“Kami anggota BPD selalu ikut disetiap rembug desa baik rapat koordinasi maupun Musdes yang terkait dengan pembangunan desa,…”(JA, 9 Agustus 2017)
Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBDes) merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah desa dengan BPD sebagai perwakilan masyarakat dan ditetapkan dengan Peraturan Desa tentang APBDes, yang nantinya APBDes merupakan pedoman kegiatan pembangunan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa selama satu tahun, sebagaimana disampaikan informan Kepala Desa Dauh Peken (KS) sebagai berikut:
“Rancangan Peraturan Desa tentang APBDes yang disusun oleh Sekretaris Desa berdasarkan RKPDes kami bahas bersama BPD untuk kemudian disepakati bersama sebelum disampaikan ke Bupati melalui proses evaluasi dari pihak kecamatan” (KS, 7 Agustus 2017)
Pendapat informan tersebut mencerminkan adanya komitmen bersama antara pemerintah desa Dauh Peken dengan lembaga desa sebagai perwakilan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam pemberdayaan masyarakat, dengan melihat kondisi lokal untuk menumbuhkan potensi desa setempat.
Berdasarkan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 Pasal 20 Ayat 4, yang mengatur rancangan Peraturan Desa, dimana Rancangan APBDes untuk tahun berikutnya disepakati bersama paling lambat
bulan Oktober tahun berjalan, karena terlambatnya pagu indikatif dari Pemerintah Kabupaten Tabanan turun ke Desa sehingga penetapan RAPBDes mundur menjadi bulan januari tahun berikutnya, sesuai yang disampaikan oleh informan dari unsur Sekretaris Desa (GD) sebagai berikut:
“…dalam perencanaan keuangan desa yang menjadi kendala adalah pagu indikatif dari kabupaten sering terlambat, sehingga APBDes tidak dapat ditetapkan sesuai ketentuan yaitu per 31 Desember tahun berjalan..” ( GD, 18 Agustus 2017)
Pernyataan informan tersebut mengindikasikan bahwa kinerja aparat pemerintah desa sangat diperlukan dalam memberikan motivasi pada masyarakat desa untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan desanya.
Penggunaan anggaran desa dialokasikan pada kebutuhan masyarakat setempat dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes). Hal ini sebagai pelaksanaan prinsip responsive oleh Pemerintah Desa. Sebagaimana disampaikan oleh informan dari Unsur Kaur Pembangunan (MS) sebagai berikut:
“Pemerintah sekarang cukup tanggap terhadap aspirasi yang berkembang di masyarakat. Pemerintah desa melalui APBDes berusaha menggunakan anggaran desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan program yang memihak kepada kepentingan masyarakat jadi masyarakat lebih bersemangat untuk berpartisipasi baik melalui gotong royong kerja bakti, maupun kegiatan lainnya…”(MS, 14 Agustus 2017)
Informasi ini disampaikan kepada masyarakat dalam rangka melaksanakan prinsip transparansi juga sebagai pembelajaran bersama untuk melaksanakan tata pemerintahan yang lebih baik.prinsip transparansi yaitu dapat diketahui oleh banyak pihak (yang berkepentingan) mengenai perumusan kebijakan (politik) dari pemerintah, organisasi, badan usaha (Tjokroamidjojo, 2000: 76). Hal tersebut dibuktikan dari hasil wawancara sebagai berikut:
“Selain memasang baliho di kantor desa, kami juga mengimbau para kepala dusun untuk memasang papan informasi di masing-masing banjar yang memuat seluruh rencana penggunaan anggaran yang dilkelola oleh pemerintah desa. Hal tersebut dilaksanakan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat terutama masyarakat yang memang ingin mengetahuinya. Alasan ini mempermudah pertanggungjawaban keuangan desa kepada masyarakat nantinya karena sebelumnya mereka sudah tahu arah penggunaan anggaran yang kami kelola…”(KS, 7 Agustus 2017)
Berdasarkan Pasal 1 point 7 Permendagri Nomor 113 tahun 2014 menyatakan bahwa Rencana Kerja Pemerintah Desa adalah penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu satu tahun. Dalam pelaksanaannya Rencana Kerja Pemerintah Desa Dauh Peken belum sepenuhnya merupakan penjabaran dari RPJMDes karena belum dilakukan penyelarasan terhadap RPJMDes sesuai Undang-undang nomor 6 tahun 2014, masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang diimplementasikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Hal ini merupakan salah satu kendala bagi pengelola keuangan desa Dauh Peken didalam penyusunan program/kegiatan yang akan dilaksanakan, selain itu program/kegiatan yang dilaksanakan terindikasi tidak terukur dan tidak reliabel.
Tahap kedua adalah tahap pelaksanaan APBDes Sebagian besar dari anggaran desa merupakan discretionary cost maka pengelolaan keuangan desa harus mampu dikendalikan untuk menghasilkan rencana penganggaran sektor publik yang efektif, efisien dan ekonomis (Mardiasmo, 2004). Seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan sebagai berikut:
“Dalam membuat RAB untuk semua rencana kegiatan kami berpedoman pada standar harga yang ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten, hal ini dilakukan agar tidak terjadi perbedaan harga antara kegiatan satu dengan kegiatan lain...Kemudian RAB ini kami serahkan kepada sekretaris desa untuk verifikasi…” (MS, 14 Agustus 2017)
“Saya harus yakinkan bahwa RAB yang dibuat sesuai dengan bidang kegiatan yang akan dilaksanakan dan ketersediaan dana dalam APBdes mencukupi… “(KS, 7 Agustus 2017)
Agar program/kegiatan dapat memberikan dampak yang nyata bagi perkembangan ekonomi masyarakat desa, maka proses-proses dalam pelaksanaan APBDes harus berdasar pada ketentuan
dan mekanisme yang ditetapkan dalam peraturan. Seperti yang diungkapkan informan Kepala Desa (KS) dan Bendahara Desa (DA) sebagai berikut:
“Dalam melakukan pengadaan barang/jasa kami selalu memprioritaskan kepada warga atau pengusaha setempat yang bisa menyediakan barang/jasa sesuai kebutuhan, agar memberikan manfaat secara langsung bagi perkembangan perekonomian masyarakat di desa kami, tentunya tetap memperhatikan ketentuan yang ada…”(KS, 7 Agustus 2017).
“Tugas saya melakukan pembayaran sesuai dengan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang telah disetujui dan disahkan oleh Kepala Desa, dan melakukan pencatatan atas transaksi yang terjadi…”(DA, 21 Agustus 2017).
Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa SPP belum dilampirkan dokumen-dokumen secara lengkap oleh PTPKD desa Dauh Peken, hal ini tidak sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan dalam Permendagri 113 Tahun 2014 Pasal 29 bahwa SPP harus dilengkapi dengan bukti transaksi yang sah. hal ini juga merupakan sebuah pelanggaran terhadap ketentuan Permendagri 113 Tahun 2014 Pasal 30 ayat 1 butir (a) bahwa Sekretaris Desa berkewajiban untuk meneliti kelengkapan SPP yang diajukan oleh pelaksana kegiatan.
Tahap keempat adalah tahap penatausahaan APBDes Penatausahaan keuangan desa adalah pencatatan keuangan yang dilakukan oleh Bendahara Desa. Bendahara Desa wajib melakukan pencatatan terhadap seluruh transaksi yang ada berupa penerimaan dan pengeluaran uang. Bendahara Desa melakukan pencatatan secara sistematis dan kronologis atas transaksi-transaksi keuangan yang terjadi. Berikut informasi tahap penatausahaan di Desa Dauh Peken sebagai berikut:
“Penatausahaan keuangan di Desa Dauh Peken dilakukan oleh Bendahara Desa sesuai dengan tugas dan kewajibannya dalam mencatat semua transaksi dan membuat laporan sesuai proses dan prosedur yang ada…”(KS, 7 Agustus 2017).
Bendahara Desa mengelola keuangan desa yang meliputi penerimaan pemdapatan desa dan pengeluaran/pembiayaan dalam rangka pelaksanaan APBDes. Penatausahaan dilakukan dengan menggunakan Buku Kas Umum, Buku Kas Pembantu Pajak, dan Buku Bank. Seperti yang
disampaikan oleh informan sebagai Bendahara desa Dauh Peken sebagai berikut:
“Saya melakukan pencatatan disetiap penerimaan dan pengeluaran pada seluruh kegiatan atau transaksi dan melakukan tutup buku diakhir bulan sebagai bahan laporan keuangan desa kepada Kepala Desa...” ( DA, 21 Agustus 2017)
Dari pemaparan informan diatas dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Desa Dauh Peken dalam penatausahaan keuangan APBDes, dimana Bendahara Desa telah melaksanakan kewajibannya sesuai tugas dan wewenangnya berdasarkan aturan-aturan yang tertuang dalam Permendagri 113 Tahun 2014 Pasal 35 tentang Penatausahaan Keuangan Desa.
Tahap ketiga adalah tahap pelaporan dan pertanggungjawaban Sesuai Permendagri Nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 37, 38 dan 39, Pemerintah Desa wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBDes, baik dalam bentuk laporan keuangan (financial accountability) maupun laporan kinerja (performance accountability). Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Sesuai dengan beberapa informan sebagai berikut:
“Sebagai pertanggungjawaban APBDes dan evaluasi kinerja pemerintahan desa kami mengundang BPD dan LPMD, juga tokoh masyarakat (Kepala Dusun) setiap 3 bulan sekali untuk melakukan evaluasi pelaksanaan APBDes yang sudah kami laksanakan” (KS, 7 Agustus 2017).
“Dalam rangka menjamin keterbukaan pengelolaan Keuangan Desa, mengundang BPD, LPMD, dan tokoh-tokoh masyarakat dalam 3 bulan sekali selain untuk melakukan evaluasi pelaksanaan APBDes yang sudah kami laksanakan, juga dalam kesempatan ini kami mengharapkan masukan dari mereka terkait permasalahan-permasalahan baik dalam pelaksanaan APBDes maupun kinerja pemerintah desa sebagai bahan perbaikan untuk kedepannya…” (GD, 18 Agustus 2017).
Dari pemaparan informan diatas yaitu Kepala Desa dan Sekretaris Desa menunjukkan bahwa pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes di Desa
Dauh Peken telah dilaksanakan walaupun masih ada beberapa hal yang perlu disempurnakan, khususnya dalam hal sistem pengadministrasian pertanggung jawaban keuangan desa. Seperti yang diungkapkan oleh informan sebagai berikut:
“Memang setiap mengeluarkan uang harus dipertanggungjawabkan dengan bukti-bukti yang sesuai dengan ketentuan, seperti nota order/ pesanan, kuitansi ataupun nota pembelian dan dokumen pendukung lainnya seharusnya sudah ada di PTPKD, tapi terkadang dalam penyusunan laporan masih ada yang tidak dilampirkan…” (DA, 21 Agustus 2017)
“Kegiatan APBDes sudah kami laksanakan, tapi terkadang karena kurangnya pemahaman terkait tentang pengelolaan keuangan desa membuat kami kesulitan dalam melaksanakan tugas…” (KS, pada tanggal, 7 Agustus 2017)
Dalam tahap pelaporan dan pertanggung jawaban keuangan Desa Dauh Peken secara administrasi masih ada kekurangan atau belum dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada. Salah satu unsur yang berperan dalam hal ini adalah Tim pendamping Kecamatan maupun Kabupaten dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang Pengelolaan Keuangan Desa untuk lebih tertib administrasi. Hal tersebut, didukung dari hasil wawancara berikut :
“Keberadaan pendamping desa sangat kami perlukan untuk memberikan pendampingan kepada para pengelola keuangan desa, mengingat keterbatasan SDM, juga terbatasnya waktu dalam pelaksanaan APBDes…” (GD, 18 Agsutus 2017)
Seberapa jauh pemahaman tentang pengelolaan administrasi keuangan desa, dapat diketahui pula dari hasil wawancara berikut :
“Dengan sistem pengelolaan keuangan desa yang diterapkan sekarang sebenarnya kita sebagai pelaku (pengelola) dimudahkan bila proses dan prosedur dilalui sesuai dengan rencana kerja yang ditetapkan, namun dalam pelaksanaanya masih ada kendala baik dari kurangnya SDM, terlebih lagi karena keterlambatan penetapan APBDes disertai dengan peraturan pelaksanaan (juklak, juknisnya) oleh pemerintah daerah…”(Hasil KS, 7 Agustus 2017)
“Sebenarnya kami dari PTPKD dalam menyusun pertanggungjawaban tersebut tidaklah sulit, namun terkadang pelaksana di tingkat banjar sering terlambat dalam menyampaikan dokumen pendukung pembelian, atau dokumen lainnya, sehingga terjadi keterlambatan karena harus menunggu dari pelaksana dilapangan….”(Hasil GD, 18 Agustus 2017)
“Saya selalu mengerjakan Buku Kas Umum Desa sesuai dengan transaksi yang ada, namun kendala dilapangan adalah dokumen pendukung berupa order/pesanan, berita acara barang, kuitansi atau nota dan lainnya belum lengkap, selain itu kadang kami menerimanya dari petugas juga sering terlambat…” (DA, 21 Agsutus 2017)
Hasil wawancara tersebut menunjukkan tingkat kemampuan kompetensi aparat pemerintah desa
khususnya para pengelola keuangan desa masih perlu ditingkatkan. Kompetensi tersebut merupakan perpaduan antara pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), dan sikap (attitude) yang harus selalu diupayakan peningkatan secara berkelanjutan (Mathis dan Jackson, 2001).
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Tabanan atas pengelolaan keuangan desa terhadap pertanggungjawaban keuangan desa Dauh Peken Tahun 2016, secara umum pengelola keuangan desa belum menyelenggarakan administrasi keuangan sesuai dengan ketentuan. Hasil pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Tabanan terhadap pengelolaan keuangan desa Dauh Peken, dapat dilihat dalam Tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Desa Dauh Peken Kecamatan Tabanan Tahun 2016
Desa |
Bulan Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan |
Desa Dauh Peken |
Pebruari 2017 a. Bendahara Desa Dauh Peken belum menyetor Silpa T.A 2015 dan 2016 sebesar RP. 2.451.472,28 b. Realisasi belanja belum dilengkapi dengan bukti dokumen pendukung |
S umber : Data diolah, 2017
Dari sisi pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes Pemerintah Desa Dauh Peken telah melaksanakan sistem pelaporan yaitu laporan bulanan dan laporan masing-masing kegiatan. Seperti hasil wawancara dengan informan sebagai berikut:
“Membuat laporan disetiap akhir bulan atau akhir kegiatan adalah sangat penting, karena tanpa adanya laporan tersebut, anggaran berikutnya tidak bisa direlisasikan, untuk itu kami selalu berusaha membuat laporan tersebut sesuai dengan petunjuk yang ada…”(KS, 7 Agustus 2017).
“Kami selalu membuat laporan bulanan dan laporan akhir kegiatan, karena hal tersebut sebagai salah satu syarat untuk pengajuan anggaran tahap berikutnya…”(DA, 21 Agustus 2017).
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa pengelola keuangan desa Dauh Peken telah melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan yang sumber dananya dituangkan dalam APBDes.
Adapun dalam laporan tersebut memuat perkembangan kegiatan fisik dan penyerapan dananya, dengan demikian dapat diketahui bahwa dalam pertanggungjawaban keuangan desa sudah baik, namun secara administrasi masih perlu ditingkatkan.
Pertanggungjawaban APBDes kepada masyarakat dilaksanakan oleh PTPKD melalui forum-forum yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Dauh Peken, yang dihadiri oleh seluruh unsur masyarakat dalam rangka evaluasi program, sesuai dengan yang diungkapkan beberapa informan sebagai berikut:
“Kalau pertanggungjawaban fisik saya dibantu oleh beberapa perangkat untuk mengawasi pelaksanaannya, tetapi untuk administrasi saya berusaha membuat laporan yang mudah dipahami masyarakat, seluruh administrasi dan laporan-laporan merupakan hasil koordinasi dengan seluruh Tim, dengan pendampingan dari kecamatan dan kabupaten…” (GD,18 Agsutus 2017)
“Informasi yang disampaikan kepada masyarakat terkait pelaksanaan pembangunan memang semestinya mudah diakses, bagi masyarakat ini penting sebagai informasi tentang kinerja pemerintah desa…”(JA, 24 Agustus 2017)
“Pemerintah desa sekarang ini sangat terbuka pada masyarakat, selain diberikan kesempatan untuk ikut dalam perencanaan anggaran desa juga masyarakat diberi kesempatan untuk mengetahui pelaksanaan anggaran yang telah direncanakan. Semoga harapan saya kedepanya hal ini tetap dipertahankan, agar masyarakat bisa memberikan masukan dan urun pendapat dalam pembangunan desanya sendiri…” (NS, 10 Agustus 2017)
Hasil wawancara tersebut sesuai dengan konsep transparansi dimana transparansi akan memberikan dampak positif dalam tata pemerintahan. Transparansi akan meningkatkan tanggungjawab para perumus kebijakan sehingga kontrol masyarakat terhadap para pemegang otoritas pembuat kebijakan akan berjalan efektif, (Kristianten, 2006:31). Dalam Permendagri 113 Tahun 2014 Pasal 40 yang mengatur bahwa, laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media yang mudah diakses oleh masyarakat. Pada desa Dauh Peken pengelolaan keuangan desa dipertanggung jawabkan kepada masyarakat desa Dauh Peken melalui lembaga perwakilannya yaitu BPD.
Pada bagian membentuk pola dan mencari kesepadanan peneliti membentuk pola dan mencari kesesuaian antara kategori-katagori yang telah dikumpulkan. Hasil kajian dan analisis terhadap kesesuaian tersebut diuraikan dalam 4 (empat) bagian.
Bagian Pertama adalah implementasi Permendagri 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa dalam APBDes Desa Dauh Peken pada tahap perencanaan. Hasil analisis terhadap dokumen dan hasil wawancara bahwa Desa Dauh Peken telah melaksanakan azas pembangunan partisipatif melalui forum Musrenbangdes. Berdasarkan analisis terhadap data yang diperoleh dari hasil wawancara dan penelusuran data-data dari dokumen yang relevan maka desa Dauh Peken tidak sepenuhnya mengacu pada RPJMDes sebagai dokumen untuk menentukan program/kegiatan prioritas pembangunan desa, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 7 Permendagri 113 Tahun 2014, bahwa RKPDes merupakan adalah penjabaran dari
RPJMDes untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDes disampaikan oleh Kepala Desa kepada Badan Permusyawaratan Desa untuk dibahas dan disepakati bersama., dalam hal ini Pemerintah Desa Dauh Peken terkait Rancangan Peraturan Desa tentang APBDes terlambat disepakati karena dampak lambatnya pagu indikatif dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan turun ke desa.
Bagian Kedua adalah implementasi Permendagri 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dalam APBDes Desa Dauh Peken berdasarkan tahap pelaksanaan. Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Terhadap hal ini penerimaan dan pengeluaran Desa Dauh Peken menggunakan rekening kas desa untuk pelaksanaan kegiatan APBDes. Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah namun Pemerintah Desa Dauh Peken belum disertai dengan bukti-bukti pendukung yang lengkap sesuai ketentuan yang berlaku. Terhadap larangan melakukan pungutan, Pemerintah Desa Dauh Peken tidak melakukan pungutan selain ditetapkan dalam Peraturan Desa. Bendahara Desa Dauh Peken menyimpan uang dalam jumlah tertentu untuk kegiatan operasional pemerintah desa sesuai ketentuan yang diatur dalam pasal 25 ayat (2), bahwa Bendahara dapat menyimpan uang dalam kas desa pada jumlah tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional pemerintah desa. Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDes tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDes ditetapkan menjadi Peraturan Desa, dalam hal ini Desa Dauh Peken tidak pernah terjadi pengeluaran sebelum ditetapkannya Peraturan Desa. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Terkait pernyataan ini bahwa Bendahara Desa Dauh Peken telah memungut pajak penghasilan (PPh) dan Pajak lainya sesuai ketentuan.
Bagian Ketiga, implementasi Permendagri 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dalam APBDes Desa Dauh Peken pada tahap penatausahaan. Penatausahaan keuangan Pemerintah Desa Dauh Peken dilakukan oleh Bendahara Desa, berdasarkan Permendagri 113 Tahun 2014 pasal 35 ayat (1) bahwa penatausahaan dilakukan oleh Bendahara Desa. Bendahara Desa Dauh Peken melakukan pencatatan disetiap penerimaan dan pengeluaran desa
dan melakukan tutup buku diakhir bulan, Bendahara Desa Dauh Peken sesuai tugas dan fungsinya mempertanggungjawabkan keuangan desa sesuai dengan laporan pertanggungjawaban. Laporan Pertaggungjawaban keuangan Desa Dauh Peken disampaikan kepada kepala desa pada setiap akhir bulan yang bersangkutan.
Bagian Keempat adalah implementasi Permendagri 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dalam APBDes Desa Dauh Peken pada tahap pelaporan dan pertanggungjawaban. Kepala Desa Dauh Peken sebagai kuasa pengguna anggaran telah menyampaikan laporan realisasi setiap semester secara berkala kepada Bupati Tabanan dan menyampaikan laporan realisasi semester pertama pada bulan Juni pada akhir bulan, laporan semester akhir tahun disampaikan per 31 Desember tahun berjalan. Mengacu pasal 38 ayat (2) Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, Kepala Desa Dauh Peken telah menyampaikan Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDes kepada Bupati Tabanan pada akhir bulan Desember namunterdapat SiLPA tahun sebelumnya tidak disetorkan, hal ini sebagai temuan oleh Inspektorat Kabupaten Tabanan dalam laporan hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan desa Dauh Peken tahun anggaran 2016. Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat.. Bahwa Laporan Realisasi dan Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes desa Dauh Peken telah dipertanggungjawabkan dihadapan BPD sebagai wakil masyarakat
Generalisasi naturalistik ini diambil melalui kesesuaian antara katagori-katagori yang dapat dipahami sebagai sebuah pandangan yang terinci tentang kasus. Dari studi ini peneliti melakukan inferensi dari data yang diperoleh dengan teori-teori yang relevan dengan hasil-hasil penelitian khususnya Pengelolaan Keuangan Desa dalam APBDes Desa Dauh Peken Kecamatan Tabanan. Hasil kajian dan analisis terhadap kesesuaian dari masing-masing pola yang dibentuk dapat diuraikan permasalahan tentang Implementasi Permendagri 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dalam APBdes desa Dauh Peken, sebagai berikut:
Pada tahap perencanaan terdapat keterlambatan penetapan Perdes tentang APBDes, dan Rancangan RKPDes tidak sepenuhnya merupakan penjabaran dari RPJMDes. Pada tahap pelaksanaan program/ kegiatan APBDes, penerimaan dan pengeluaran desa
tidak didukung oleh bukti yang lengkap, hal ini tidak sejalan dengan Pasal 24 ayat 3 (tiga) Permendagri 113 tahun 2014 yang mengatur tentang semua penerimaan dan pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah. Pada tahap pelaporan dan pertanggungjawaban tentang pelaksanaan APBDes tidak disertai dengan penyetoran SiLPA sebagai sisa lebih perhitungan anggaran. Masalah ini bertentangan dengan ketentuan yang disyaratkan dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 Pasal 33 butir (b), yang menyatakan bahwa keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan.
Realitas yang terjadi dari implementasi Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dalam APBDes Desa Dauh Peken, dari perencanaan sampai pertanggungjawaban ditinjau dari konsep APBDes, good governance dan Teori Strukturasi Giidens.
Berdasarkan konsep APBDes, bahwa APBDes sebagai dokumen yang memiliki kekuatan hukum dan menjamin kepastian rencana kegiatan dalam arti mengikat Pemerintah Desa dan semua pihak yang terkait, untuk melaksanakan kegiatan sesuai rencana yang telah ditetapkan. Berdasarkan konsep ini penerapan APBDes Desa Dauh Peken dipahami sebagai perwujudan keuangan desa yang belum taat azas, dimana keuangan desa belum tertib dan disiplin anggaran. Belum dilaksanakan secara konsisten dan pengelolaan keuangan desa belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan pada konsep good governance Pemerintah Desa, dimana sistem pelayanan publik berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan serta kesejahteraan masyarakat, diperlukan adanya reformasi kelembagaan dan reformasi manajemen publik. Terkait dengan ralitas yang terjadi dalam APBDes Desa Dauh Peken belum sesuai dengan ketentuan bahwa Pemerintah Desa Dauh Peken belum melakukan penyesuaian terhadap ketentuan yang berlaku terkait dengan RPJMDes yang merupakan pedoman dalam perencanaan anggaran desa agar pengelolaan keuangan rakyat (public money) dilakukan dengan efektif dengan berdasarkan konsep value for money sehingga tercipta akuntabilitas publik yang pada akhirnya dapat menciptakan kesejahteraan pada masyarakat.
Realitas yang terjadi pada APBDes Desa Dauh Peken dalam implementasi Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, berdasarkan teori Strukturasi Giddens
dipahami sebagai Sistem penganggaran yang belum efektif dimana pengguna anggaran (agensi) belum melalui proses dan waktu sesuai syarat-syarat legalitas yang harus dipenuhi untuk realisasi anggaran. Sistem penganggaran yang tidak efektif berdampak pada kebutuhan masyarakat yang insidental tidak dapat dibiayai melalui APBDes. Argumen Giddens bahwa struktur dan pelaku tidak dapat dipisahkan, hubungan ini merupakan hubungan dualitas (timbal balik) struktur adalah aturan (rule) dan pelaku (agensi). Aturan-aturan yang mengatur sebagai teknik-teknik atau prosedur-prosedur dalam pengelolaan keuangan desa oleh Pemerintah Desa (agensi) belum diekspresi verbal sebagai struktur yang mempengaruhi derajat kinerja penerintah desa yang ditampilkan kehadapan masyarakat yang merupakan bagian dari struktur itu sendiri.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa tahap perencanaan pengelolaan keuangan desa Dauh Peken telah melaksanakan prinsip partisipatif dan responsive dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa melalui forum Musrenbangdes, namun Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) yang ditetapkan tidak sepenuhnya merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dimana RPJMDes seharusnya menjadi sebuah pedoman dalam menentukan arah program/kegiatan prioritas dalam pembangunan yang memihak pada kebutuhan masyarakat desa Dalam tahap perencanaan APBDes Desa Dauh Peken tidak dapat ditetapkan sesuai waktu yang telah diatur dalam ketentuan Permendagri 113 tahun 2014, karena terlambatnya pagu indikatif dari pemerintah daerah disampaikan ke desa.
Dalam tahap pelaksanaan APBDes Dauh Peken sudah baik, namun masih terdapat ketidaksesuaian pada penerimaan dan pengeluaran anggaran belum disertai dengan dokumen dan bukti-bukti pendukung yang sah. Tahap pelaporan dan pertanggungjawaban APBDes Desa Dauh Peken masih terdapat kesalahan dalam pertanggungjawaban administrasi keuangan desa, dimana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tidak disetorkan sebagai pengeluaran pembiayaan.
Adanya Permendagri Nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa yang memberikan kewenangan di bidang pengelolaan keuangan bagi desa disatu sisi sebagai sarana untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat desa, akan tetapi disisi lain akan berdampak kepada implikasi yuridis terkait pengelolaan keuangan desa itu sendiri.
Pelaksanaan tugas dan kewenangan dalam pengelolaan keuangan desa menuntut tanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang dilaksanakan dalam koridor Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Subtansi pengelolaan keuangan desa dalam Permendagri 113 Tahun 2014 dilakukan melalui APBDes, yang terdiri atas pendapatan, belanja, dan pembiayaan desa, menimbulkan konsekwensi hukum bagi Pengelola Keuangan Desa. Pengelolaan keuangan desa tidak sesuai dengan Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku akan menimbulkan konsekwensi hukum baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
Pemerintah Desa dituntut memiliki kemampuan dalam mekanisme penyelenggaraan APBDes dari tahap perencanaan sampai pertanggungjawaban program atau kegiatan yang dananya bersumber dari anggaran Negara. Peran Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan sejumlah dana bagi desa yang ada dalam wilayahnya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sehingga penetapan APBDes dapat dilaksanakan sesuai batas waktu dan rencana kerja yang ditetapkan.
Demikian juga dengan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes, Pemerintah Daerah dituntut untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan desa secara intensif. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mewujudkan akuntabiitas penyelenggaraan pemerintahan desa dalam mengelola keuangan desa.
Untuk Pemerintah Desa Dauh Peken Kecamatan Tabanan; berdasarkan kesimpulan penelitian menunjukkan masih adanya ketidaksesuaian dalam proses pengelolaan keuangan desa diantaranya RKPDes tidak merupakan penjabaran dari RPJMDes, keterlambatan penetapan APBDes, dan pertanggungjawaban keuangan desa, untuk permasalahan ini saran peneliti adalah Meningkatkan kompetensi SDM melalui pelatihan pengelolaan keuangan desa yang diselenggarakan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Desa. Meningkatkan pemahaman penggunaan sistem informasi akuntansi dalam pengelolaan keuangan desa dengan jalan menyediakan fasilitas teknologi informasi yang memadai dan melakukan pelatihan-pelatihan terkait sistem keuangan desa.
Untuk Pemerintah Daerah dan Kecamatan; adanya pembinaan dan pengawasan secara rutin dan berkala yang dilakukan Pemerintah Kecamatan maupun Kabupaten mengenai pengelolaan keuangan desa. Untuk peneliti selanjutnya: keterbatasan peneliti melakukan wawancara dan pengamatan hanya dapat dilakukan pada tingkat desa saja, yang seharusnya pada tahap tertentu terdapat kegiatan yang dilakukan pada tingkat kecamatan maupun kabupaten. Untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya juga melakukan penelahaan terhadap peran pemerintah daerah dalam mekanisme pengelolaan keuangan desa.
REFERENSI
Bogdan, R dan Steven J.T . (1993). Kualitatif Dasar-
Dasar Penelitian. Surabaya: Usaha Nasional Creswell, J. (1998). Qualitative Inquiry and
Research Design: Choosing Among Five Traditions. London: SAGE Publications
Creswell, J.W. (2003). Educational Research.
Planning, Conducting, and Evaluating Quantitative and Qualitative Research, Second Edition. New Jersey: Pearson Merrill Prentice Hall
Creswell, J. (2010). Research design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Yogjakarta: PT Pustaka Pelajar.
Cho,V dan Huang. (2011). “Professional Commitment, Organizational Commitment, and The Intentions to Leave for Professional Advancement”. Emerald
Giddens, A. (1984). The Contitution Of Society: the outline of The Theory ofstructuration. Cambridge: Polity Press.
Harahap, Sofyan, (2001). Sistem Pengawasan Manajemen. Jakarta: Penerbit Quantum
Kaho, Y.R. (1997). Prospek Otonomi Daerah Di Negara Republik Indonesia. Jakarta: PT. Gravindo Persada
Kirk dan Miller dalam Moleong, L.J. (1986).
Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja RosdaKarya.
Koentjaraningrat. (1993). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Kristianten. (2006). Transparansi Anggaran Pemerintah. Jakarta: Rineka Cipta
Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI. (2000)
Lincoln, Y., and Guba, E. (1985). Naturalistic Inquiry. Newbury Park, CA: Sage Publications
Ludigdo, U. (2007). Paradoks Etika Akuntan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Lunenburg, C.F. (2011). “Self-Efficacy in the Workplace: Implications for Motivation and Performance”. Sam Houstan State University, International Journal Of Management, Business, and Administration. Vol. 14. Number 1
Mahsun, (2005). Metode Penelitian Bahasa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada
Mantja, W. (2005). Etnografi Disain Penelitian Kualitatif dan Manajemen Pendidikan. Malang: Wineka Media
Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mardiasmo. (2004). Akuntansi Sektor Publik. Ed. Kedua.Yogyakarta: Andi.
Marie C.H. (1997). “Choosing Qualitative Research: A Primer for Technology Education Researchers”. Journal of Technology Education. Vol.9 Number.1
Maringan, M. S. (2004). Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Mathis.L.R dan Jackson.H.J. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Buku kedua, Jakarta
Meriam, S.B. (1988). Case Study Research in Education: A Qualitative Approach. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.
Miles, B. M. dan Huberman, M. (1992). Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.
Moleong, L.J. (2001), Metode Penelitian Kualitatif. cetakan keempat belas, Bandung: PT Remaja Rosdakarya (anggota IKAPI).
Moleong, L.J. (2007). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya Offset
Narimawati, U. (2008). Teknik-Teknik Analisis Multivariat untuk Riset Ekonomi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Patilima, H. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Patton, M.Q. (1987). Qualitative Education Methods. Beverly Hills: Sage Publication
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa.
Purwitasari, D. (2013). “Analisis Perbandingan Dan Analisis Sumber Serta Penggunaan Dana Pada APBDesa Slemanan”. Jupe UNS, Vol. 1, No. 2, hlm: 1-12
Riyanto, T. (2015). “Akuntabilitas Finansial Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Di Kantor Desa Perangat Selatan Kecamatan Marangkayu Kabupaten Kutai Kartanegara”. eJournal Administrasi Negara, Vol. 3, No. 1, hlm: 119-130
Rohani, A. (1997). Media Intruksional Edukatif. Jakarta; Rineka Cipta
Santosa, P. (2008). Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance, Bandung: Refika Aditama
Sedarmayanti, (2007). Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik Dan Good Corporate Governance (Tata kelola Perusahaan Yang Baik). Bandung: CV. Mandar Maju
Sisianto, D. (2015). “Manajemen Keuangan Desa Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa di Desa Tinting Boyok Kecamatan Sekadau Hulu”. jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 4, No. 1, hlm: 1-16
Stake, R.E. (1995). The Art of Case Study Research.Thousand Oaks, CA: Sage Publications
Sudaryanto. (1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Jogjakarta: Duta Wacana University Press
Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
Sujamto, (1996). .Aspek-aspek Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jakarta: Bina Aksara
Sumodiningrat, G (1999). Pemberdayaan Masyarakat dan Jaringan Pengamanan Sosial, Jakrta: PT Gramedia Pustaka Utama
Susilo. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher
Supriadi, E. (2015). “Pertanggungjawaban Kepala Desa Dalam Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa”. Jurnal IUS, Vol. 3, No. 8, hlm: 334-350.
Suyitno, A. (2006). “Pemilihan Model-model Pembelajaran dan Penerapannya”. Semarang : Universitas Negeri Semarang
Syaukani HR, (2003). Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tjokroamidjojo, Bintoro. 2000. Good Governance (Paradigma Baru Manajemen Pembangunan). Jakarta: UI Press
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Utomo, S.J. (2015). “Implementasi Kebijakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Untuk Meningkatkan Pembangunan Desa (Studi Kasus di Desa Bandung Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto)”. Media Trend , Vol. 10, No. 1, hlm: 27-46
Wynsberghe and Khan, S. (2007). “Redefining Case Study”. International Journal of Qualitative Methods 6 (2) June 2007
Yin, (1996). Studi Kasus: Desain dan metode (Alihbahasa oleh M.D. Mudzakir), Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yin, R.K. (2009). Studi Kasus; Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Discussion and feedback