Pengalaman Memoderasi Penilaian Risiko Kecurangan, Skeptisisme, Beban Kerja pada Kemampuan Mendeteksi Kecurangan
on
183 Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, Vol. 14, No. 2, Juli 2019
Pengalaman Memoderasi Penilaian Resiko Kecurangan, Skeptisisme, Beban Kerja pada Kemampuan Mendeteksi Kecurangan
Kiswanto1
Panji Aziz Maulana2
1,2Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
email: [email protected]
DOI: https://doi.org/10.24843/JIAB.2019.v14.i02.p04
ABSTRAK | |
Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis (JIAB) |
Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh penilaian risiko kecurangan, skeptisisme, dan beban kerja pada kemampuan mendeteksi kecurangan dengan pengalaman sebagai variabel moderasi pada variabel penilaian risiko kecurangan. Populasi dan sampel penelitian adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Tengah. Sampel penelitian |
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jiab/ user/profile |
sebanyak 41 auditor. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data penelitian menggunakan moderated regression analysis (MRA). Hasil penelitian menunjukan penilaian resiko kecurangan, skeptisisme, beban kerja dan |
pengalaman berpengaruh pada kemampuan mendeteksi kecurangan. Pengalaman
Volume 14 Nomor 2 Juli 2019 Halaman 183-195 p-ISSN 2302-514X e-ISSN 2303-1018 |
memperkuat pengaruh penilaian resiko kecurangan pada kemampuan mendeteksi kecurangan. Kata Kunci: Penilaian resiko kecurangan, deteksi kecurangan, pengalaman Experience Moderating Risk of Fraud Assessment, Skeptisism, Workload on Ability to Detect Fraud ABSTRACT |
INFORMASI ARTIKEL |
The purpose of this study was to analyze the effect of fraud risk assessment, |
Tanggal masuk: |
skepticism, and workload on the ability to detect fraud with experience as a quasi-moderating variable. The population and sample of this study are |
07 Nopember 2018 Tanggal revisi: |
auditors who work in the Financial and Development Supervisory Agency (BPKP) of Central Java Province. The sample in this study was 41 auditors. |
10 Mei 2019 Tanggal terima: |
Data collection using a questionnaire. The method of data analysis in this study was moderated regression analysis (MRA). The results showed that |
17 Juni 2019 |
fraud risk assessment, skeptism and workload had significant effect on the ability to detect fraud. Experience could moderate the effect of the relationship between risk assessment of fraud and the ability to detect fraud. Keywords: Risk of fraud assessment, fraud detection, experience |
PENDAHULUAN
Kecurangan merupakan tindakan yang sangat merugikan perusahaan maupun organisasi baik swasta maupun organisasi publik. Oleh karena itu tindakan kecurangan akan selalu di perangi oleh organisasi swasta sampai dengan organisasi publik. Begitu juga di Indonesia, banyak kasus-kasus kecurangan yang terjadi di organisasi publik yaitu organisasi pemerintah. Kecurangan-kecurangan tersebut mestinya dapat dideteksi dan dapat
diminimalisir oleh auditor internal pemerintah, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). BPKP memiliki peran yang sangat penting untuk dapat menurunkan tingkat kecurangan yang terjadi di organisasi pemerintah, seperti halya peran yang dilaksanakan oleh auditor internal di organisasi swasta. Namun nampaknya masih banyak auditor BPKP yang masih lemah dalam mendeteksi kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh
organisasi pemerintah. Kasus kecurangan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara oleh organisasi pemerintah seperti yang dilaporkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor eksternal pemerintah pada Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) 1 Tahun 2016, menemukan sebanyak 3.163 permasalahan kecurangan dalam hal ketidakpatuhan dengan hukum yang merugikan negara hingga Rp 1,95 triliun. Laporan BPK tersebut menemukan bahwa Negara berpotensi mengalami kerugian Rp 1,67 triliun pada tahun 2016.
Kasus kecurangan-kecurangan tersebut merupakan bukti nyata yang dapat berdampak pada kerugian yang sangat besar bagi Negara. Sehingga pencegahan dan pendeteksian kecurangan menjadi hal yang sangat penting untuk mengurangi kerugian yang ditanggung oleh Negara. Anggriawan (2014) menemukan bahwa kemampuan dalam mendeteksi kecurangan adalah sebuah kecakapan atau keahlian yang dimiliki oleh auditor untuk menemukan gejala kemungkinan adanya kecurangan. Selanjutnya, Jaffar (2008) menunjukkan bahwa auditor yang melakukan penilaian risiko kecurangan yang tinggi berpengaruh positif terhadap kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan, sedangkan pada penilaian risiko kecurangan yang rendah tidak terdapat pengaruh. Hal serupa juga diungkapkan dalam penelitian Aminudin & Suryandari (2016) yang menyatakan bahwa penilaian resiko kecurangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal serupa dinyatakan oleh Kummer dkk., (2015) yang menyatakan bahwa organisasi nirlaba yang menggunakan instrument Penilaian resiko kecurangan mempunyai tingkat deteksi kecurangan yang tinggi dibandingkan yang tidak menggunakannya. Namun, Jaffar dkk., (2011) menunjukkan bahwa secara parsial penilaian risiko kecurangan tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Selain itu, tidak ada faktor kepribadian yang mempengaruhi hubungan antara kemampuan auditor dalam menilai risiko kecurangan dan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Selain penilaian resiko kecurangan masih banyak variabel lain yang dapat mempengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, diantaranya skeptisme dan beban kerja. Sesuai dengan teori atribusi yang dikembangkan Heider (1958) menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal (internal
forces) dan kekuatan eksternal (external forces). Senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Fullerton & Durtschi (2005) menunjukkan bahwa auditor internal yang memiliki skeptisme tinggi mempunyai keinginan yang signifikan untuk meningkatkan informasi yang berhubungan dengan adanya gejala kecurangan. Penelitian lainnya yang mendukung adanya pengaruh skeptisme terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah Hartan & Waluyo (2016), Kartikarini & Sugiarto (2016), Nasution & Fitriany (2012), dan Oktarini & Ramantha (2016). Namun hasil dari penelitian-penelitian tersebut masih terdapat inkonsistensi, dimana tingkat pengaruh skeptisme terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan masih ditemukan tinggi-rendah.
Sedangkan penelitian yang mengkaji tentang pengaruh beban kerja terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan juga telah banyak dilakukan. Diantaranya, López & Peters (2012) menunjukkan bahwa beban kerja yang semakin meningkat akan menurunkan kemampuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan (error) atau kecurangan (fraud) sebuah perusahaan yang akan berakibat juga dengan kualitas audit yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian Nasution & Fitriany (2012) yang menemukan bahwa workload mempunyai pengaruh negatif terhadap peningkatan kemampuan mendeteksi kecurangan. Namun tidak senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Usman & Rahmawati (2014); menemukan bahwa work load tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Selanjutnya, Knapp & Knapp (2001) menunjukan bahwa pertama, pimpinan auditor menilai risiko kecurangan lebih tinggi daripada senior auditor yang berarti pengalaman memiliki pengaruh terhadap pemilaian kecurangan. Kedua, keberadaan instruksi menyebabkan penilaian risiko kecurangan yang lebih tinggi.
Inkonsitensi hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa variabel penilaian resiko kecurangan, skeptisme, dan beban kerja berpengaruh dan juga tidak berpengaruh terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan, maka peneliti termotivasi untuk membuktikan kembali apakah penilaian resiko kecurangan, skeptisisme, dan beban kerja terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dengan menghadirkan pengalaman sebagai variabel
quasi moderator atau moderator semu sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Knapp & Knapp, 2001). Selain itu, Penetapan pengalaman sebagai variabel moderasi juga didasarkan pada penelitian terdahulu yang menemukan adanya pengaruh antara pengalaman terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Anggriawan, 2014; Nasution & Fitriany, 2012; Oktarini & Ramantha, 2016; Yusrianti, 2015) yang dilakukan di Indonesia.
Penilaian resiko kecurangan merupakan suatu proses identifikasi, analisis, dan evaluasi atas kerentanan suatu organisasi dalam mengahadapi risiko kecurangan. Adanya proses identifikasi resiko kecurangan tersebut membantu auditor untuk mendeteksi kemungkikan kecurangan organisasi yang diauditnya. Carpenter & Reimers (2013) menyatakan bahwa ketika auditor merasa sensitif dengan risiko kecurangan maka mereka akan lebih mengidentifikasi kecurangan tersebut sehingga menghasilkan penilaian risiko kecurangan yang tinggi. Lubis (2009) menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara kekuatan internal (internal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti kemampuan atau usaha, dan kekuatan eksternal (external forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar, seperti kesulitan dalam pekerjaan atau keberuntungan.
Senada dengan penelitian yang dilakukan Jaffar (2008) yang menunjukan bahwa auditor yang mampu melakukan penilaian risiko kecurangan yang tinggi berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Selanjutnya, Teori Atribusi juga menjelaskan bahwa kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dapat dipengaruhi dari faktor internal auditor yaitu kemampuan dalam melakukan penilaian risiko kecurangan. Oleh karena itu, kemampuan seorang auditor dalam menilai dan menggunakan atribut tertentu dalam menilai resiko kecurangan dapat meningkatkan deteksi kecurangan yang terjadi. Sehingga kesuksesan masa depan dalam pelaksanaan audit sangat ditentukan oleh adanya atribut yang dipakai dalam mendeteksi kecurangan yang mungkin terjadi. Dengan demikian penilaian risiko kecurangan diduga pengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. H1 : Penilaian resiko kecurangan berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
Sikap skeptisisme profesional merupakan salah satu sikap yang harus selalu dipegang oleh seorang
auditor dalam menjalanakan tugas auditnya. Skeptisisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (SPAP : 2013, SA Seksi 230). Carpenter & Reimers (2013) mengungkapkan bahwa jika auditor lebih skeptis, mereka akan mampu lebih menaksir keberadaan kecurangan pada tahap perencanaan audit yang akhirnya akan mengarahkan auditor untuk meningkatkan pendeteksian kecurangan pada tahap-tahap berikutnya.
Tinggi rendahnya tingkat skeptisisme profesional juga mempengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan seperti yang diungkapkan oleh Anggriawan (2014) bahwa Skeptisme auditor yang rendah akan menyebabkan auditor tidak akan mampu mendeteksi adanya kecurangan karena auditor percaya begitu saja terhadap asersi yang diberikan manajemen tanpa mempunyai bukti pendukung atas asersi tersebut. Lebih lanjut Noviyanti (2008) mengungkapkan bahwa tanpa menerapkan skeptisisme professional, auditor hanya akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan saja dan sulit untuk menemukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan, karena biasanya tindakan ini akan disembunyikan oleh pelakunya.
Pengaruh skeptisisme profesional terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dapat dijelaskan oleh teori atribusi dimana kinerja atau kemampuan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Sikap skeptisisme profesional merupakan salah satu faktor yang berasal dari dalam diri atau internal auditor. Nasution & Fitriany (2012) menemukan adanya hubungan positif antara skeptisisme profesional dengan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini juga didukung oleh penelitian Fullerton & Durtschi (2005); Anggriawan, (2014); Aminudin & Suryandari (2016); dan Butar & Perdana (2017) yang menyatakan bahwa skeptisisme profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Oleh karena itu, sikap skeptisisme profesional seorang auditor diduga berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, maka hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah :
H2: Skeptisisme profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan
Beban kerja adalah jumlah pekerjaan yang harus dilakukan oleh seseorang (Yusrianti, 2015). López
& Peters (2012) menyatakan bahwa ketika berada pada busy season yaitu pada periode kuartal pertama awal tahun, auditor diminta untuk menyelesaikan beberapa kasus pemeriksaan yang mengakibatkan auditor kelelahan dan menurunnya kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Tekanan beban kerja yang sangat berat bagi auditor dapat menimbulkan dampak negatif bagi proses audit, antara lain auditor akan cenderung untuk mengurangi beberapa prosedur audit dan auditor akan dengan mudah menerima penjelasan yang diberikan oleh klien (López & Peters, 2012).
Justifikasi mengenai pengaruh beban kerja terhadap kemampuan auditor mendeteksi kecurangan dalam teori atribusi menyatakan bahwa perilaku seseorang dalam hal ini adalah kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, selain dipengaruhi oleh faktor internal juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Dimana penelitian ini beban kerja merupakan faktor eksternal karena beban kerja berasal dari luar diri auditor yang diberikan oleh organisasi maupun pimpinan.
Penelitian Nasution & Fitriany (2012) menyatakan bahwa beban kerja memiliki pengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa beban kerja auditor berhubungan negatif dengan kualitas audit, semakin banyak beban kerja auditor maka semakin rendah kualitas audit yang dihasilkan. Semakin meningkat beban kerja maka akan menurunkan kemampuan auditor dalam mendeteksi kekeliruan (error) atau kecurangan (fraud) sebuah perusahaan yang akan berakibat pada rendahnya kualitas audit yang dihasilkan (López & Peters, 2012). Dengan demikian beban kerja yang ditanggung oleh auditor diduga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Sehingga hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah
H3: Beban Kerja berpengaruh negatif terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan
Definisi pengalaman merupakan pengetahuan atau keahlian yang diperoleh dari suatu peristiwa melalui pengamatan langsung ataupun berpartisipasi dalam peristiwa tersebut. Seseorang auditor yang sering melakukan tugas auditnya baik secara langsung ataupun hanya ikut berpartisipasi akan memiliki pengetahuan yang lebih kompleks dan mendalam dalam melaksanakan tugas auditnya. Seperti yang dinyatakan oleh Nasution & Fitriany
(2012) pengalaman yang dimiliki auditor akan membantu auditor dalam meningkatkan pengetahuannya mengenai kekeliruan dan kecurangan. Seseorang auditor dengan jam terbang yang tinggi serta biasa menemukan fraud dimungkinkan lebih mudah dalam mendeteksi fraud dibanding auditor dengan jam terbang yang rendah. Auditor yang berpengalaman adalah auditor yang mampu mendeteksi, memahami dan bahkan mencari penyebab dari munculnya kecurangan-kecurangan tersebut (Anggriawan, 2014).
Sejalan dengan Teori Atribusi yang menjelaskan bahwa kinerja atau kemampuan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, yang lebih lanjut faktor internal salah satunya adal pengalaman auditor itu sendiri. Sehinngga Pengalaman merupakan salah satu faktor yang berasal dari dalam diri atau internal auditor yang akan sangat menentukan pemahaman secara mendalam tentang cara mendeteksi kecurangan yang mungkin akan timbul. Oleh karena itu, setiap auditor melaksanakan tugas audit maka keberhasilan ataupun kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan salah satunya bergantung pada faktor internal yang ada pada diri auditor.
Hal tersebut senada dengan penelitian Anggriawan (2014) yang menemukan bahwa pengalaman kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hasil serupa juga sejalan dengan Nasution & Fitriany (2012); Yusrianti (2015), Oktarini & Ramantha (2016); dan Aminudin & Suryandari (2016). Berdasarkan uraian tersebut maka pengalaman diduga mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Sehingga hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah H4: Pengalaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan
Pengalaman memiliki peran bagi auditor dalam menilai kemungkinan risiko kecurangan. Auditor dengan pengalaman yang lebih banyak akan lebih mengarah pada aktivitas kecurangan selama melakukan audit karena auditor tersebut belajar dari pengalaman sebelumnya (Mohd-Sanusi dkk., 2015). Hal ini senada dengan teori atribusi yang menjelaskan bahwa kinerja atau kemampuan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Pengalaman merupakan salah satu faktor yang berasal dari dalam diri auditor (atribusi internal).
Sehingga setiap kali auditor melakukan audit maka keberhasilan ataupun kegagalan auditor dalam menggunakan penilaian resiko kecurangan salah satunya bergantung pada faktor internal yang ada pada diri auditor yaitu pengalaman. Ketika auditor memiliki pengalaman dalam menggunakan penilaian resiko kecurangan, maka auditor akan semakin mahir dalam menggunakan penilaian resiko kecurangan untuk mendeteksi adanya tndak kecurangan.
Penelitian dari Knapp & Knapp (2001) menghasilkan bahwa manager audit memiliki penilaian risiko kecurangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan auditor senior. Kemudian penelitian Agoglia dkk., (2006) menguji tentang pengaruh fraud assessment doumentation structure (penilaian kecurangan struktur dokumen) terhadap kemampuan auditor menagidentifikasi kelemahan pengendalian dengan pengalaman pemeriksaan sebagai pemoderasi. Hasil dari penelitian ini yaitu penilaian kecurangan struktur dokumen terbukti mempunyai pengaruh terhadap kemampuan auditor mengidentifikasi kelemahan pengendalian dan pengalaman audit terbukti dapat memoderasi hubungan antara kedua hal tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka pengalaman diduga dapat memoderasi pengaruh penilaian resiko kecurangan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
H5: Pengalaman memoderasi pengaruh Penilaian resiko kecurangan terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer yang diperoleh secara langsung dari responden melalui kuesioner. Dimana sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu untuk memastikan bahwa kuesioner tersebut sudah
valid dan reliabel. Selanjutnya, Populasi penelitian ini adalah seluruh auditor yang bekerja pada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Tengah dengan 172 populasi jumlah auditor.
Sampel penelitian ini adalah sebanyak 52 atau 30% dari total populasi, ini didasarkan pada konsep representatif (Joseph, Odhiambo, & Byaruhanga, 2015). Selanjutnya, penyebaran kuesioner yang dilakukan secara accidental random menyebabkan kuesioner yang kembali sebanyak 41. Hal ini disebabkan karena load pekerjaan responden pada saat pengambilan data sedang penuh dan sedang melaksanakan penugasan audit di luar kota, maka hanya 41 kuesioner yang kembali dari 60 yang disebarkan oleh peneliti.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif, regresi berganda, dan moderated regression analysis (MRA) dengan menggunakan program IBM SPSS Statistic 24. Namun sebelum dilakukan analisis data tersebut, maka sebelumnya dilakukan uji kualitas instrument yang terdiri dari : uji validitas dan uji reliabilitas untuk memastikan bahwa data yang diperoleh adalah data yang valid dan reliabel untuk bisa digunakan dalam pengujian hipotesis penelitian. Selanjutnya, operasionalisasi variabel penelitian dijelaskan pada Tabel 1.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitiaan ini adalah uji statistik deskriptif, uji instrumen kuesioner yang terdiri dari uji validitas dan reliablitas, kemudian untuk pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi berganda dan Moderated Regression Analysis (MRA). Analisis regresi digunakan untuk mengukur kekuatan pengaruh antara dua variabel atau lebih, dan juga digunakan untuk menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Sehingga secara statistik persamaan regresinya dapat dijelaskan sebagai berikut:
KMK = α + β1FZM + ^2SKEP -^3WL + β4EXP + ε…………………….. (1) KMK = α + β1FΛΛ + ^2SKEP -^3WL + β4EXP + β5(FRAxEXP) +ε….(2)
Keterangan:
KMK : Kemampuan Mendeteksi kecurangan
cc : Konstanta
3 : Koefisien regresi
FRA : Penilaian resiko kecurangan
SKEP : Skeptisisme Profesional
WL : Beban kerja
EXP : Pengalaman
FRA*EXP : Interaksi antara variabel Penilaian resiko kecurangan dengan variabel Pengalaman
ε : error
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel |
Definisi |
Indikator |
Kode Item |
Sumber |
Kemampuan mendeteksi kecurangan (KMK) |
Kemampuan seseorang untuk mendapatkan indikasi awal yang cukup mengenai tindak kecurangan, sekaligus mempersempit ruang gerak para pelaku kecurangan (Anggriawan, 2014) |
Gejala-gejala kecurangan yang berhubungan dengan : - Lingkungan perusahaan - Pelaku Catatan keuangan dan praktik akuntansi |
KMK1–KMK11 |
(Fullerton & Durtschi, 2005) |
Penilaian resiko kecurangan (FRA) |
Penaksiran seberapa besar risiko kegagalan auditor dalam mendeteksi terjadinya kecurangan dalam asersi manajemen. (Noviyanti, 2008) |
|
FRA1 – FRA7 |
(Mangiri, 2015) |
Skeptisisme professional (SKEP) |
Sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (Fa’ati & Sukirman, 2014) |
|
SKEP1-SKEP8 |
(Fullerton & Durtschi, 2005) |
Workload (WL) |
Jumlah pekerjaan yang harus dilakukan oleh seseorang (Nasution & Fitriany, 2012) |
|
WL1-Wl3 |
(Yusrianti, 2015) |
Pengalaman (EXP) |
Lamanya waktu seseorang menjalankan pekerjaan atau tugasnya dan mencakup keterampilan dan keahlian seseorang (Yustrianthe, 2012) |
|
EXP1-EXP5 |
(Suraida, 2005) |
Sumber: Data diolah, 2017
Persamaan 1 digunakan untuk menguji pengaruh langsung antara penilaian resiko kecurangan, skeptisisme profesional, dan pengalaman terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan, sedangakan persamaan 2 digunakan untuk menguji variabel moderasi antara Penilaian resiko kecurangan yang dimoderasi pengalaman terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan. Selanjutnya, dinyatakan hipotesis diterima jika nilai signifikasi kurang dari 0,05 atau jika nilai t hitung lebih besar dari t tabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian kualitas instrumen penelitian yang terdiri dari uji validitas dan reliabilitas disajikan pada Tabel 2.
Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen penelitian di atas menunjukkan bahwa semua variabel sudah reliabel, dimana nilai cronbach’s alpha semua variabel diatas 0,70 (secara berturut nilai cronbach’s alpha sebesar 0,794; 0,708; 0,864; 0,760; 0,787). Namun untuk uji validitas variabel kemampuan
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 1 | |
No Pertan yaan |
Nilai Corrected Item-Total Correlation Tiap Variabel Kemampuan Penilaian Mendeteksi resiko Skeptisme Workload Pengalaman Kecurangan kecurangan |
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nilai |
0,444 0,249* 0,611 0,563 0,452 0,591 0,630 0,697 0,610 0,535 0,560 0,702 0,713 0,604 0,774 0,577 0,199* 0,548 0,653 0,457 0,230 0,631 0,463 0,461 0,634 0,572 0,672 0,315 0,618 -0,034* 0,593 0,198* 0,557 0,555 |
Cronbach’s 0,794 0,708 0,864 0,760 0,787
Alpha
Keterangan : * pertanyaan tidak valid karena nilai Corrected Item-Total Correlation kurang dari 0,30 Sumber: Data diolah, 2017
mendeteksi kecurangan dan penilaian resiko kecurangan masih terdapat pertanyaan yang tidak valid, sedangkan variabel skeptisme, workload, dan pengalaman menunjukkan semua pertanyaan sudah valid. Pertanyaan untuk variabel kemampuan mendeteksi kecurangan yang tidak valid adalah pertanyaan nomor 8 dan 9 dengan nilai corrected item-total correlation sebesar -0,034 dan 0,198 (nilai tersebut dibawah 0,30), sedangkan variabel penilaian
resiko kecurangan adalah pertanyaan nomor 1, 4, dan 5 dengan nilai corrected item-total correlation sebesar 0,249; 0,199 dan 0,230 (nilai tersebut dibawah 0,30). Sehingga untuk kedua variabel tersebut harus diuji kembali dengan menghapus pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid. Selanjutnya, hasil pengujian ulang kedua variabel tersebut disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Ringkasan Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 1
Nilai Corrected Item-Total Correlation Tiap Variabel
No Pertanyaan
Kemampuan Mendeteksi Kecurangan Penilaian resiko kecurangan
1 |
0,493 | |
2 |
0,693 |
0,709 |
3 |
0,566 |
0,678 |
4 |
0,570 | |
5 |
0,461 | |
6 |
0,473 |
0,735 |
7 |
0,613 |
0,340 |
10 |
0,554 | |
11 |
0,530 | |
Nilai Cronbach’s Alpha |
0,826 |
0,794 |
Sumber: Data diolah, 2017 | ||
Pengujian reliabilitas dan validitas atas variabel kemampuan mendeteksi kecurangan dan penilaian resiko kecurangan menunjukkan bahwa sudah memenuhi syarat reliabilitas dan semua pertanyaan |
juga valid. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai cronbach’s alpha sebesar 0,826 untuk variabel kemampuan mendeteksi kecurangan dan sebesar 0,794 untuk variabel penilaian resiko kecurangan. Disisi lain |
juga ditunjukkan nilai corrected item-total correlation untuk kedua variabel tersebut menunjukkan bahwa tidak ada lagi pertanyaan yang memiliki nilai dibawah 0,30 sebagai ambang batas minimal untuk memenuhi kriteria pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid. Sehingga hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa data penelitian yang diperoleh dapat digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis atau analisis data berikutnya.
Selanjutnya, Profil responden dalam penelitian ini dikelompokan berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, tingkat jabatan dan lamanya bekerja. Selanjutnya deskripsi responden disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa Karakter responden berdasarkan jenis kelamin menunjukan
sebesar 58,5% berjenis kelamin laki-laki dan sisanya sebesar 41,5% berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa jumlah responden lebih banyak auditor laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa profesi auditor umumnya banyak diminati oleh laki-laki.
Berdasarkan pendidikan responden, mayoritas responden berpendidikan S1 dengan persentase sebesar 87,8%; D3 sebanyak 4,88%; dan S2 sebanyak 7,32%. Responden dengan tingkat pendidikan yang tinggi mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan responden dengan tingkat pendidikan dibawahnya. Mayoritas responden dalam penelitian ini berpendidikan S1. Sehingga dapat dikatakan bahwa responden dalam penelitian ini
Tabel 4. Deskripsi Profil Responden Penelitian
Katergori |
Jumlah menurut jenis Kelamin |
Total | |
Laki-laki |
Perempuan | ||
Usia (Tahun) | |||
31-40 |
0 |
5 |
5 |
41-50 |
12 |
6 |
18 |
51-60 |
12 |
6 |
18 |
Total |
24 (58,5%) |
17 (41,5%) |
41 (100%) |
Pendidikan | |||
D3 |
1 |
1 |
2 |
S1 |
21 |
15 |
36 |
S2 |
2 |
1 |
3 |
S3 |
0 |
0 | |
Total |
24 (58,5%) |
17 (41,5%) |
41 (100%) |
Jabatan | |||
Auditor Penyelia |
2 |
3 |
5 |
Auditor Pertama |
2 |
9 |
11 |
Auditor Muda |
15 |
3 |
18 |
Auditor Madya |
5 |
2 |
7 |
Total |
24 (58,5%) |
17 (41,5%) |
41 (100%) |
Lama Bekerja | |||
0-10 |
0 |
0 |
0 |
11-20 |
4 |
10 |
14 |
21-30 |
13 |
5 |
18 |
31-40 |
7 |
2 |
9 |
Total |
24 (58,5%) |
17 (41,5%) |
41 (100%) |
Su mber: Data diolah, 2017
Berdasarkan Tabel 5 pada persamaan satu dapat simpulkan bahwa hanya variabel penilaian resiko kecurangan yang berpengaruh signifikan. Hal ini terlihat dari t-hitung sebesar 2,856 (>2,081) dan signifikansi 0,007 (<0,05). Variabel Skeptisisme berpengaruh signifikan positif yang ditunjukkan dengan nilai t-hitung 5,126 (>2,081) dengan signifikasi sebesar 0,007 (<0,05). Variabel Beban Kerja diketahui berpengaruh signifikan positif dengan nilai
t-hitung sebesar 3,353 (>2,081) dengan nilai signifikasi sebesar 0,000 (<0,05), namun karena hipotesis yang dikembangkan adalah negatif maka hasil ini ditolak. Sedangkan, variabel Pengalaman tidak berpengaruh yang ditunjukkan dengan t-hitung sebesar 2,114 (>2,081) dengan nilai signifikansi 0,041 (<0,05). Selain itu persamaan 1 juga menunjukkan bahwa variabel penilaian resiko kecurangan, skeptisisme, beban kerja dan pengalaman mampu berpengaruh terhadap
kemampuan mendeteksi kecurangan sebesar 62,60% yang ditunjukkan dengan nilai adjusted R2 sebesar 0,626, sedangkan sisanya sebesar 37,4% dipengaruhi variabel lain yang tidak diteliti dalam model penelitian ini.
Tabel 5 juga menunjukkan hasil pengujian MRA, dimana diketahui bahwa pengalaman (EXP) mampu
memoderasi pengaruh antara Penilaian resiko kecurangan terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikasi sebesar dibawah 0,05. Sehingga berdasarkan ringkasan hasil penelitian pada Tabel 5 tersebut di atas, maka kesimpulan hasil pengujian hipotesis dapat diringkas sebagai berikut:
Tabel 5. Ringkasan Hasil Uji MRA (Multiple Regression Analysis)
Variabel |
Persamaan 1 |
Persamaan 2 | ||||
Koefisien |
Nilai-t |
Sig. |
Koefisien |
Nilai-t |
Sig. | |
C Variabel Independen |
-12.770 |
-2,096 |
0,043 |
-45,256 |
-2,760 |
0,009 |
FRA |
0,385 |
2,856 |
0,007 |
1,944 |
2,602 |
0,014 |
SKEP |
0,693 |
5,126 |
0,000 |
0,648 |
4,956 |
0,000 |
WL |
1,376 |
5,353 |
0,000 |
1,163 |
4,367 |
0,000 |
EXP |
0,273 |
2,114 |
0,041 |
1,651 |
2,421 |
0,021 |
Variabel Interaksi FRA*EXP |
-0,075 |
-2,119 |
0,041 | |||
Adjusted R2 |
0,626 |
0,659 | ||||
F-value |
17,770 |
16,491 | ||||
Sig |
0,000 |
0,000 | ||||
N |
41 |
41 |
Sumber: Data diolah, 2017
Hipotesis satu (H1 ) menyatakan bahwa penilaian resiko kecurangan berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan diterima. Hal ini sesuai dengan teori atribusi yang menjelaskan bahwa kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dapat dipengaruhi dari faktor internal auditor yaitu kemampuan dalam melakukan penilaian risiko kecurangan. Carpenter & Reimers (2013) berpendapat bahwa ketika auditor merasa sensitif dengan risiko kecurangan maka mereka cenderung akan lebih mengidentifikasi kecurangan sehingga menghasilkan penilaian risiko kecurangan yang lebih baik. Jaffar, Haron, Mohd Iskandar, & Salleh (2011) berpendapat bahwa penilaian risiko kecurangan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Selanjutnya, Jaffar (2008); Jaffar, Haron, Mohd Iskandar, & Salleh (2011); Mohd-Sanusi, Mohamed, Omar, & Mohd-Nassir (2015); Nassir, Mohd-Sanusi, & Ghani (2016) juga berpendapat bahwa melakukan penilaian risiko kecurangan sulit dilakukan karena risiko dari masing-masing penugasan berbeda-beda. Sejalan dengan informasi yang diperoleh peneliti pada saat diskusi disela-sela pengumpulan data, bahwa pada saat auditor BPKP Provinsi Jawa Tengah melakukan audit satu daerah atau institusi tentu akan berbeda dengan mengaudit daerah atau institusi yang lain. ACFE
(2016) juga berpendapat bahwa penilaian risiko kecurangan yang baik harus mencakup setiap individu dalam semua level. Dalam penelitian ini, kemampuan auditor BPKP Provinsi Jawa Tengah mengenai penilaian risiko sebesar 59% hanya masuk kedalam kategori cukup dan sebanyak 15% berada dalam kategori tidak baik, sehingga menyulitkan dalam berbagai pandangan mengenai risiko kecurangan.
Hipotesis dua (H 2 ) menyatakan bahwa skeptisme profesional berpengaruh positif signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan diterima. Hasil ini senada dengan penelitian dari Fullerton & Durtschi (2005); Payne & Ramsay (2005); Nasution & Fitriany (2012); Aminudin & Suryandari (2016) dan Anggriawan (2014). Hal ini sejalan dengan teori atribusi yang menyatakan bahwa skeptisme profesional merupakan atribusi internal bagi auditor dalam mendeteksi adanya kecurangan. Teori atribusi ini menjelaskan bahwa kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri auditor yaitu skeptisme profesional yang dimiliki auditor. Auditor yang mempunyai skeptisme profesional tinggi lebih mampu dalam mendeteksi adanya kecurangan dalam perusahaan yang berkaitan dengan laporan keuangan perusahaan. Hal
Tabel 6. Ringkasan Hasil Penelitian
Hipotesis |
β |
Sig |
α |
Kesimpulan | |
H1 |
Penilaian resiko kecurangan berpengaruh positif signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi |
0,382 |
0,007 |
0,05 |
Diterima |
H2 |
kecurangan Skeptisisme profesional berpengaruh positif signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi |
0,693 |
0,000 |
0,05 |
Diterima |
H3 |
kecurangan Beban Kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap |
1,397 |
0,000 |
0,05 |
Diterima |
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan | |||||
H4 |
Pengalaman berpengaruh positif signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan |
0,273 |
0,000 |
0,05 |
Diterima |
H5 |
Pengalaman memoderasi pengaruh Penilaian resiko kecurangan terhadap kemampuan auditor dalam |
-0,075 |
0.041 |
0,05 |
Diterima |
mendeteksi kecurangan |
Sumber: Data diolah, 2017
ini dikarenakan ketika auditor memiliki skeptisme yang tinggi, auditor akan lebih kritis dalam menerima informasi dari objek yang diaudit sehingga akan mendapatkan bukti audit yang sebenarnya bahkan akan mendapatkan bukti audit yang menandakan adanya tindakan kecurangan yang dilakukan oleh objek yang diauditnya.
Hipotesis tiga ( ) menyatakan bahwa beban kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan diterima. Fenomena hasil pengujian hipotesis ini menarik, karena hasilnya menunjukkan arah yang positif. Arah pengaruh yang positif memiliki makna bahwa semakin besar beban kerja yang ditanggung auditor BPKP maka akan semakin besar pula kemampuan audito BPKP dalam mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh auditee. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian López & Peters (2012; Nasution & Fitriany (2012); Yusrianti (2015) yang menjelaskan bahwa beban kerja mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini menunjukan bahwa semakin banyak beban kerja auditor maka akan semakin meningkat pula kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan. Fakta ini ditunjukkan pada jawaban salah satu pertanyaan kuesioner yang menanyakan tentang banyaknya tugas pemeriksaan dapat meningkatkan kemampuan auditor dalam menemukan gejala kecurangan. Auditor yang menjadi responden sebanyak 29 dari 41 orang menjawab setuju. Hal ini menunjukkan bahwa auditor BPKP Provinsi Jawa Tengah mempunyai persepsi semakin banyaknya tugas pemeriksaan yang dibebankan maka auditor tersebut akan semakin meningkatkan kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan karena dari
banyaknya tugas yang diberikan, auditor akan belajar dari tugas-tugas yang pernah diberikan dan auditor akan lebih mudah dan cepat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sama.
Hipotesis empat ( ) menyatakan bahwa pengalaman berpengaruh positif signifikan terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan diterima. Hal ini berarti bahwa pengalaman dapat menentukan kemampuan seseorang dalam mendekteksi adanya kecurangan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penjelasan dari Teori atribusi menjelaskan bahwa kinerja atau kemampuan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Pengalaman merupakan salah satu faktor yang berasal dari dalam diri atau internal auditor. Sehingga setiap kali auditor melakukan audit maka keberhasilan ataupun kegagalan auditor dalam mendeteksi kecurangan salah satunya bergantung pada faktor internal yang ada pada diri auditor yaitu pengalaman. Senada dengan pernyataan (Anggriawan, 2014) menyatakan bahwa seseorang auditor dengan jam terbang yang tinggi serta biasa menemukan fraud dimungkinkan lebih teliti dalam mendeteksi fraud dibanding auditor dengan jam terbang yang rendah. Auditor yang berpengalaman adalah auditor yang mampu mendeteksi, memahami dan bahkan mencari penyebab dari munculnya kecurangan-kecurangan tersebut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Aminudin & Suryandari (2016), Oktarini & Ramantha (2016), Jeppesen et al. (2016), Yusrianti (2015), Nasution & Fitriany (2012), Knapp & Knapp (2001) yang menyatakan bahwa pengalaman memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Auditor yang telah memiliki banyak pengalaman tidak hanya akan memiliki kemampuan untuk menemukan kekeliruan (error) atau kecurangan (fraud) yang tidak lazim yang terdapat dalam laporan keuangan tetapi juga auditor tersebut dapat memberikan penjelasan yang lebih akurat terhadap temuannya tersebut dibandingkan dengan auditor yang masih sedikit pengalaman.
Hipotesis lima (H ) menyatakan bahwa pengalaman dapat memoderasi pengaruh penilaian resiko kecurangan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori atribusi yang menjelaskan bahwa kinerja atau kemampuan seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Pengalaman merupakan salah satu faktor yang berasal dari dalam diri auditor (atribusi internal). Sehingga setiap kali auditor melakukan audit maka keberhasilan ataupun kegagalan auditor dalam menggunakan penilaian resiko kecurangan salah satunya bergantung pada faktor internal yang ada pada diri auditor yaitu pengalaman. Ketika auditor memiliki pengalaman dalam menggunakan penilaian resiko kecurangan, maka auditor akan semakin mahir dalam menggunakan penilaian resiko kecurangan untuk mendeteksi adanya tndak kecurangan. Sejalan dengan hal tersebut Mohd-Sanusi, Mohamed, Omar, & Mohd-Nassir (2015) menyatakan bahwa pengalaman memiliki peran bagi auditor dalam menilai kemungkinan risiko kecurangan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari (Agoglia, Beaudoin, & Tsakumis (2006) yang menemukan bahwa pengalaman spesifik dalam tugas pemeriksaan dapat memoderasi pengaruh fraud assessment document structure terhadap kemampuan pemeriksaan auditor.
SIMPULAN
Hasil penelitian menujukkan bahwa penilaian resiko kecurangan berpengaruh terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan, Disisi lain skeptisisme profesional dan pengalaman secara langsung mampu berpengaruh terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan, sedangkan beban kerja tidak mampu menunjukkan pengaruh negatifnya. Hasil ini sejalan dengan teori atribusi bahwa kemampuan seorang auditor dalam mendeteksi kecurangan dipengaruhi oleh faktor internal dan ekternal. Faktor internal yang sangat menonjol dalam penelitian ini menjadi indikator bahwa dalam mendeteksi kecurangan yang mungkin terjadi
ditentukan oleh faktor internal yang dimiliki oleh auditor. Salah satunya adalah pengalaman menjadi penentu kemampuan seorang auditor dalam mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh audetee, yang dalam penelitian ini adalah instansi pemerintah. Hal ini nampak dari terbuktinya variabel pengalaman mampu memoderasi pengaruh antara penilaian resiko kecurangan terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan itu sendiri. Artinya meskipun auditor telah melakukan penilaian resiko dengan tahapan yang benar tetapi auditor tidak memiliki pengalaman menilai resiko kecurangan dalam kondisi yang berbeda, maka auditor tersebut juga tidak akan mampu mendeteksi adanya kecurangan yang mungkin terjadi. Selain itu, sesuai dengan hasil penelitian ini, dapat maknai bahwa skeptisisme profesional dan beban kerja juga menjadi aspek penting bagi auditor dalam mendeteksi kecurangan. Skeptisisme profesional menjadi berkembang seiring dengan pengalaman seoarang auditor dalam melaksanakan audit. Sejalan dengan persepsi auditor BPKP dalam hal beban kerja, mereka menyatakan bahwa ternyata beban kerja justru menjadi pemicu untuk meningkatkan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan arah pengaruh beban kerja terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan yang memiliki arah positif, meskipun hipotesisnya ditolak.
Namun penelitian ini masih memiliki kelemahan yang sangat penting untuk diperhatikan peneliti dimasa mendatang, yaitu responden hanya anggota auditor BPKP saja. Oleh karena itu peneliti dimasa yang akan datang dapat memperluas responden, mengingat auditor internal instansi pemerintah tidak hanya BPKP saja, melainkan auditor internal instansi lainnya.
REFERENSI
Agoglia, C. P., Beaudoin, C., & Tsakumis, G. T. (2006).
The Effect of Fraud Assessment Documentation Structure on Auditors’ Ability to Identify Control Weaknesses: The Moderating Role of Reviewer Experience. Draxler Research, (215).
Aminudin, M. R., & Suryandari, D. (2016). Facto rs Affecting Auditor ’ s Ability i n Detecting Fraud through Professional. Accounting Analysis Journal, 5(4), 344–351.
Anggriawan, E. F. (2014). Pengaruh Pengalaman Kerja, Skeptisme Profesional Dan Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Fraud (Studi Empiris Pada Kantor
Akuntan Publik Di Diy). Jurnal Nominal, 3(2). https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Butar, S. G. B., & Perdana, H. D. (2017). Penerapan skeptisisme profesional auditor internal pemerintah dalam mendeteksi kecurangan BPKP Provinsi Jawa Tengah ). Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 20(1), 169–189.
Carpenter, T. D., & Reimers, J. L. (2013). Professional Skepticism: The Effect of a Partner’s Influence and The Level of Fraud Indicators On auditors’ Fraud Judgment and Action. American Accounting Journal, 25(2), 45–69.
Fa’ati, I. A. N. I., & Sukirman. (2014). Pengaruh Tipe Kepribadian dan Kompetensi Auditor terhadap Skeptisme Profesional Auditor (Studi Empiris Pada KAP Kota Semarang). Accounting Analysis Journal, 3(3), 370–377.
Fullerton, R. R., & Durtschi, C. (2005). The Effect of Professional Skepticism on the Fraud Detection Skills of Internal Auditors. Utah State University, (435), 1–38. https://doi.org/10.2139/ ssrn.617062
Hartan, T. H., & Waluyo, I. (2016). Pengaruh Skeptisme Profesional, Independensi, dan Kompetensi terhadap Kemampuan Mendeteksi Kecurangan (Studi Empiris pada Inspektorat Daerah Istimewa Yogyakarta). Jurnal Profita, 3(1), 1–20.
Heider, F. (1958). The psychology of interpersonal relations. New York: Wiley.
Jaffar, N. (2008). Effects of Ability To Assess Fraud Risk , Fraud Risk Level and Personality Factors on the Ability To Detect the Likelihood of Fraud Nahariah Jaffar . Thesis. Malaysia: Universiti Putra Malaysia.
Jaffar, N., Haron, H., Mohd Iskandar, T., & Salleh, A. (2011). Fraud Risk Assessment and Detection of Fraud: The Moderating Effect of Personality. International Journal of Business and Management, 6(7), 40–51. https://doi. org/ 10.5539/ijbm.v6n7p40
Jeppesen, K. K., Leder, C., & Jeppesen, K. K. (2016). Auditors ’ experience with corporate psychopaths. https://doi.org/10.1108/JFC-05-2015-0026
Joseph, O., Odhiambo, A., & Byaruhanga, J. (2015). Effect of Internal Control on Fraud Detection and Prevention in District Treasuries of Kakamega County. International Journal of
Business and Management Invention, 4(1), 47–57.
Kartikarini, N., & Sugiarto. (2016). Pengaruh Gender , Keahlian , dan Skeptisisme Profesional terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan ( Studi pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia ). Simposium Nasional Akuntansi XIX, Lampung, 2016, 1–31.
Knapp, C. A., & Knapp, M. C. (2001). The effects of experience and explicit fraud risk assessment in detecting fraud with analytical procedures. Accounting, Organizations and Society, 26, 25–37.
Kummer, T.-F., Singh, K., & Best, P. (2015). The effectiveness of fraud detection instruments in not-for-profit organizations. Managerial Auditing Journal, 30(4/5), 435–455. https:// doi.org/10.1108/MAJ-08-2014-1083
López, D. M., & Peters, G. F. (2012). The effect of workload compression on audit quality. Auditing, 31(4), 139–165. https://doi.org/10.2308/ajpt-10305
Lubis, A. I. (2009). Akuntansi Keperilakuan (Edisi 2). Jakarta: Salemba.
Mangiri, Y. S. (201 5). Pengaruh Fraud Risk Assesment dan Kecakapan Auditor terhadap Kualitas Audit Aparat Inspektorat dalam Pengawasan Keuangan Daerah pada Kantor Inspektorat Sulawesi Tenggara. Skripsi. Makasar: Universitas Hasanudin Makasar.
Mohd-Sanusi, Z., Mohamed, N., Omar, N., & Mohd-Nassir, M.-D. (2015). Effects of Internal Controls, Fraud Motives and Experience in Assessing Likelihood of Fraud Risk. Journal of Economics, Business and Management, 3(2), 194–200. https://doi.org/10.7763/ JOEBM.2015.V3.179
Nassir, M. D. M., Mohd-Sanusi, Z., & Ghani, E. K. (2016). Effect of Brainstorming and Expertise on Fraud Risk Assessment. International Journal of Economics and Financial Issues, 6(S4), 62–67.
Nasution, H., & Fitriany. (2012). Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit dan Tipe Kepribadian terhadap Skeptisme Profesional dan Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Simposium Nasional Akuntansi XV, Banjarmasin, 15, 1–51.
Noviyanti, S. (2008). Skeptisme Profesional Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 5(I), 102–125.
Oktarini, K., & Ramantha, I. W. (2016). Pengaruh Pengalaman Kerja Dan Kepatuhan Terhadap Kode Etik Pada Kualitas Audit Melalui Skeptisisme Profesional Auditor. E-Jurnal Akuntansi UNUD, 15, 754–783.
Payne, E. A., & Ramsay, R. J. (2005). Fraud risk assessments and auditors ’ professional skepticism. Managerial Auditing Journal, 20(3), 321–330. https://doi.org/10.1108/ 02686900510585636
Suraida, I. (2005). Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko Audit terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan
Pemberian Opini Akuntan Publik. Sosiohumaniora, 7(3), 186–202.
Usman, H., & Rahmawati. (2014). Pengaruh Beban Kerja Dan Pengalaman Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal Akuntansi Dan Investasi, 15(1).
Yusrianti, H. (2015). Pengaruh Pengalaman Audit , Beban Kerja, Task Specific Knowledge Terhadap Pendeteksian Kecurangan. Jurnal Manajemen Dan Bisnis Sriwijaya, 13(1), 1-18.
Yustrianthe, R. H. (2012). Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Audit Judgement Auditor Pemerintahan. Jurnal Dinamika Akuntansi, 4(2), 72–82.
Discussion and feedback