p-ISSN 2302-514X

e-ISSN 2303-1018

Prayanthi dan Pantow, Konvergensi IFRS .... 93

KOVERGENSI IFRS DAN TINGKAT KONSERVATISME DI INDONESIA

Ika Prayanthi1

Lyvin Henry Pantow2

1,2Universitas Klabat, Sulawesi Utara, Indonesia email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan mengukur apakah terdapat perbedaan antara tingkat konservatisme akuntansi sebelum dan sesudah konvergensi IFRS. Metode penelitian yang digunakan adalah metode komparatif dengan menggunakan paired t test. Sampel pada penelitian terdiri dari 600 data observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun terdapat perbedaan antara tingkat konservatisme sebelum dan sesudah masa konvergensi namun perbedaan tersebut tidaklah signifikan. Penelitian ini menjawab banyaknya asumsi dari berbagai pihak pelaku bisnis atas kecurigaan bahwa ketika Indonesia memutuskan untuk berubah kiblat dari GAAP ke IFRS tingkatkon servatisme akan berbeda jauh. Prinsip IFRS tidak lagi menekankan akuntansi konservatif, tetapi IFRS menekankan pada prinsip prudence yang berartifungsi manajemen perusahaan yang bertanggungjawab dalam menyusun laporan keuangan dilaksanakan dengan hati-hati. Dengan diterapkannya IFRS, prinsip konservatisme tidak menghilang sepenuhnya sehingga tetap mengurangi konflik bondholders dan shareholders yang berkaitan dengan dividen.

Kata Kunci: Tingkat konservatisme akuntansi, konvergensi IFRS

IFRS CONVERGENCE AND CONSERVATISM IN INDONESIA

ABSTRACT

This study aims to measure whether there is a significant difference between the level of accounting conservatism before and after the IFRS convergence. The research method used is comparative method using paired t-test. The sample in this study consists of 600 observational data from a total of 100 companies. The results show that although there is a difference between the conservatism level before and after the convergence period, the difference is found not significant (0.676> 0.05). This study answers so many assumptions of various business actors on the suspicion that when Indonesia decided to change the direction of GAAP into IFRS the level of conservatism will be much different. The IFRS principle had no longer been emphasizedon conservative accounting. However, its emphasizes on the principle of prudence which means the corporate management function responsible for preparing the financial statements is still carried out with caution. With the implementation of IFRS, the principle of conservatism does not mean disappear completely. It still reduce the conflicts of bondholders and shareholders related to dividends.

Keywords: Conservatism, IFRS convergence

DOI: https://doi.org/10.24843/JIAB.2018.v13.i02.p03

PENDAHULUAN

Sumber informasi utama bagi semua pihak yang memiliki kepentingan terhadap suatu perusahaan adalah laporan keuangan (Reeve et al., 2011). Suprihatin dan Tresnaningsih (2013) menegaskan cerminan dari posisi keuangan adalah laporan keuangan itu sendiri. Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dapat menghasilkan laporan keuangan yang berbeda-beda untuk setiap entitas sesuai dengan kebutuhan dari entitas itu sendiri (Oktomegah, 2012). Pemilihan metode akuntansi

dapat mempengaruhi angka yang tersaji dalam laporan keuangan (Oktomegah, 2012). Watts (2003) menjelaskan bahwa dalam pelaporan akuntansi terdapat prinsip konservatif. LaFond dan Watts (2008) mendefinisikan konservatisme akuntasi adalah prinsip dalam pelaporan keuangan dimana perusahaan tidak terburu-buru mengakui dan mengukur aktiva dan laba tetapi segera mengakui kerugian dan utang jika kemungkinan akan terjadi. Penerapan prinsip konservatisme dalam laporan

keuangan terdapat Pro dan Kontra. Watts (2003) dan LaFond dan Watts (2008) mendukung penerapan konsep konservatisme akuntansi Menurut mereka konservatisme merupakan salah hal penting untuk mengurangi biaya agensi karena kemungkinan manajer memanipulasi laporan keuangan berkurang, serta meningkatkan kualitas informasi laporan keuangan serta akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan dicerminkan pada harga sahamnya.

Ahmed et al., (2002) serta Sari (2004) mendukung konservatisme akuntansi karena dapat mengurangi konflik antara bondholders-shareholders seputar kebijakan dividen. Penman dan Zhang (2002) mengkritik pendapat yang menyatakan bahwa praktek konservatisme dalam akuntansi dapat menghasilkan laba berkualitas tinggi. Mereka berpendapat hubungan antara konservatisme dan kualitas laba dipengaruhi oleh periode penerapan konsevatisme, jika periode awal menggunakan konservatif maka laba periode tersebut akan berkualitas tinggi, tetapi periode selanjutnya tidak. Salah satu cara mengukur tingkat konservatisme akuntansi suatu perusahaan adalah dengan menggunakan market to book ratio (Beaver & Ryan, 2000). Beberapa penelitian sebelumnya, para peneliti juga menggunakan market to book ratio dalam pengukuran tingkat konservatif (Erkens et al., 2014; Ettredge et al., 2016; Francis et al., 2013). Semakin tinggi nilai market to book ratio, mengindikasikan perusahaan menerapkan akuntansi yang konservatif, dimana perusahaan mencatat nilai perusahaan lebih rendah dari nilai pasarnya (Bearver & Ryan, 2000). Pada penelitian sebelumnya juga menerangkan bahwa tingkat konservatisme akuntansi berkurang dibandingkan dengan sebelum konvergensi IFRS (Aristiya & Budiharta, 2013).

Perbedaan pendapat mengenai prinsip konservatisme sebagai prinsip yang harus diterapkan dalam praktek penyusunan laporan keuangan atau tidak, sesuatu hal baru muncul mengenai konsep konservatisme. Hal tersebut adalah perubahan standar akuntansi dari SAK berbasis United State Generally Accepted Accounting Principles (US GAAP) menjadi International Financial Reporting Standards (IFRS) (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2016).

Konvergensi IFRS yang dilaksanakan pada tahun 2008-2012, penilaian dan pengukuran, baik aset maupun liabilitas akan menyediakan opsi penilaian dengan fair value atau nilai wajar (Sodersrtom & Jialin, 2007; Ikatan Akuntansi Indonesia, 2016), dengan demikian, prinsip konservatisme yang sebelumnya berlaku dalam US GAAP diestimasi akan berkurang tingkat penerapannya atau dikatakan prinsip konservatisme dihilangkan dan diganti dengan prinsip prudence.

Prudence pada dasarnya hampir sama dengan konservatisme akuntansi, hanya saja lebihmenekankan

pada kehati-hatian dalam pelaksanaan penilaian yang dibutuhkan untuk membuat perkiraan yang akan sangat diperlukan ketika berada pada kondisi ketidakpastian sehingga asset atau pendapatan tidak akan dilebih-lebihkan serta kewajiban atau pengeluaran tidak dikurang-kurangkan (Hellman, 2008).

Konservatisme adalah tendensi yang dimiliki seorang akuntan yang mensyaratkan tingkat verifikasi yang lebih tinggi untuk mengakui laba dibandingkan mengakui rugi (Basu, 1997). Semakin tinggi verifikasi pengakuan laba disbanding pengakuan kerugian, maka semakin tinggi tingkat konservatisme akuntansinya (Watts, 2003). Bearver dan Ryan (2000) menyebutkan jika perusahaan mencatat nilai perusahaan (book value) lebih rendah dari nilai pasarnya (market value) maka prinsip yang digunakan perusahaan tersebut adalah konservatif.

Konvergensi dapat diartikan proses harmonisasi atau peningkatan kesesuaian praktik akuntansi dengan menetapkan standar tertentu untuk mengurangi tingkat keberagaman dari praktek yang ada. Dalam konteks konvergensi IFRS dapat diartikan sebagai proses menyesuaikan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di Indonesia dengan standar akuntansi yang berlaku secara Internasional (IFRS) (Gamayuni, 2009).

Berbagai dugaan mengenai tingkat konservatisme ini oleh berbagai pihak pelaku bisnis menjadi motivasi penelitian ini dilakukan. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah mengukur apakah terdapat perbedaan tingkat konservatisme sebelum dan sesudah konvergensi ke IFRS. Objek penelitian adalah perusahaan manufaktur terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2005–2007 dan 2013-2015. Perusahaan manufaktur merupakan sektor yang populasinya terbanyak listing di BEI (Indonesia Stock Exchange, 2016), sehingga perusahaan manufaktur dapat merepresentasikan perusahaan-perusahaan listing di BEI. Model penelitian secara sederhana terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1. Model Penelitian

Gambar 1 memberikan keterangan bahwa variabel dalam penelitian ini adalah tingkat konservatisme laporan keuangan yang diukur dengan

rumus market to book ratio (M/B). Tujuan penelitian adalah untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan untuk tingkat konservatisme antara periode sebelum dan sesudah konvergensi IFRS. Periode sebelum konvergensi adalah 20052007 dan sesudah konvergensi yaitu 2013-2015. Berdasarkan Gambar 1 dan penjelasan sebelumnya maka hipotesis penelitian ini adalah:

H1: Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat konservatisme akuntansi sebelum dan sesudah konvergensi IFRS.

Variabel penelitian ini adalah tingkat konservatisme laporan keuangan perusahaan yang diukur menggunakan rumus market to book ratio. Perusahaan yang diambil sebagai objek dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor manufaktur yang konsisten terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2005-2015, sedangkan yang akan menjadi data atau sampel untuk penelitian ini adalah periode sebelum konvergensi IFRS yaitu 2005-2007 dan setelah konvergensi IFRS yaitu 2013-2015, sementara untuk periode 2008-2012 menjadi jembatan pemisah kedua kelompok data tersebut, karena pada periode ini konvergensi IFRS berlangsung (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2013).

Menurut Scott (2014), sejarah perkembangan standar akuntansi internasional sesungguhnya dimulai pada tahun 1966, bersamaan dengan diperkenalkannya proposal untuk membuat sebuah Accounting International Study Group (AISG) terdiri atas 3 standar setter authorized body yaitu a) The Institute of Chartered Accountants of England & Wales (ICAEW), b) American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), c) Canadian Institute of Chartered Accountants (CICA).

Pada Februari 1967 bersamaan dengan didirikannya AISG, lembaga ini mulai mempublikasikan penelitian terkait praktek akuntansi dan pelaporan keuangan. Penelitian ini dipublikasikan secara berkala setiap beberapa bulan. Pada perkembangannya, banyak diantara penelitian dan artikel yang dipublikasi oleh lembaga ini, yang kemudian menjadi acuan bagi perusahaan dalam menyusun laporan keuangan dan memilih kebijakan akuntansi. Pada tahun 1973 pada akhirnya disepakati untuk dibentuk sebuah institusi internasional yang menyusun standar akuntansi untuk digunakan secara internasional. Pada bulan juni 1973 dibentuklah IASC (International Accounting Standards Comitee) yang bertujuan agar dapat menghasilkan standar international yang bisa diterima dengan cepat dan diimplementasi secara world wide (Godfrey et al, 2010).

IASC dalam kapasitasnya sebagai penyusun standar mampu bertahan selama 27 tahun sampai 2001.Organisasi ini kemudian direstrukturisasi dan digantikan oleh sebuah institusi baru yaitu

International Accounting Standard Board (IASB). Selama tahun 1973 sampai dengan 2000, IASC telah mengeluarkan seperangkat standar akuntansi yang memiliki nama resmi International Accounting Standards (IAS). Standar Akuntansi yang dihasilkan oleh IAS dipublikasi secara berurut (numeric sequence) dan diberi nama resmi IAS 1 sampai IAS 41. IAS 41 yang terakhir mengatur tentang industri pertanian yang dipublikasikan pada Desember 2000 (Scott, 2014).

Reorganisasi IASC menjadi IASB mulai terlihat pengaruhnya pada 1 April 2001 ketika IASB menyatakan bahwa mereka akan mengadopsi standar yang diterbitkan oleh IASC dan akan terus dipakai sebagai international accounting standard ditambah dengan standard baru yang disusun oleh IASB. Seperangkat standar ini akan dipublikasikan dalam sebuah seri yang dikenal dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) (Scott, 2014).

Standar akuntansi di Indonesia dibukukan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), sementara lembaga penyusun standar di Indonesia adalah DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) yang bernaung dibawah IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). Sama seperti IFRS, PSAK juga mengalami perubahan dan revisi. Perkembangan akuntansi di Indonesia juga mengalami perjalanan panjang dengan berbagai dinamika (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2007).

Sejarah Standar Akuntansi di Indonesia dimulai pada saat Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) membentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (KPAI) untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) 1973. Komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984. Menjelang akhir 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2007).

Perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS. Menurut Gamayuni (2009), sejak tahun 1994 telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Hariyati (2011) juga menjelaskan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, standar akuntansi ini struktur isinya terdiri atas a) sebagian besar standar

konsisten dengan IAS b) Beberapa standar diadopsi dari US GAAP c) sisanya disusun oleh IASB sendiri.

Menurut (IFRS Foundation, 2013) Standar akuntansi disetiap negara berdasarkan tingkat adopsi IFRS dapat dibagi dalam lima tingkat yaitu a) Full Adoption - suatu negara mengadopsi seluruh standar IFRS dan menerjemahkan keseluruhan standar IFRS tanpa mengubah isi didalamnya, b) Adopted - kondisi dimana IFRS telah diadopsi di suatu negara namun terdapat sejumlah penyesuaian yang dibuat berdasarkan kondisi negara tersebut. Menurut Gamayuni (2009) dan Hariyati (2011), pada tingkatan inilah Indonesia melakukan konvergensi, c) Piecemeal - yaitu tingkat adopsi IFRS yang hanya mengadopsi sebagian besar nomor IFRS, yaitu nomor standar tertentu dan paragraf tertentu saja, d) Referenced -dimana para penyusun standar akuntansi di negara tertentu menyusun sendiri standar akuntansi dengan mengacu pada IFRS, e) Not adopted - dimana suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS atau tidak menjadikan IFRS sebagai referensi penyusunan standari

Konvergensi IFRS Tahap I (2000-2008). Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009 (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2013).

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2013), pada tahun 2006 dalam kongres IAI ke-X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun 2008.Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah.Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar. Hal ini dikarenakan oleh beberapa kendala yakni 1) kekurangan sumber daya. Dewan Standar Akuntansi sebagai lembaga penyusun standar tidak memiliki cukup tenaga serta biaya yang memadai sebagai faktor penting dalam proses harmonisasi standar, b) pergantian IFRS yang terlalu dinamis. Proses revisi IFRS oleh IASB terlalu cepat dan sulit diimbangi oleh DSAK sehingga ketika proses adopsi suatu standar IFRS masih sementara dilakukan, IASB telah melakukan revisi IFRS atau mengeluarkan standar baru, c) Language bariers. Terdapat kesulitan dalam menerjemahkan setiap standar dalam IFRS ke bahasa Indonesia. Seringkali terdapat istilah-istilah teknis yang kehilangan arti atau membingungkan ketika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, d) Infrastuktur profesi akuntan yang belum siap. Untuk mengadopsi IFRS masih terdapat banyak metode akuntansi yang baru yang

harus dipelajari lagi oleh para akuntan, e) belum siapnya perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti kiblat ke IFRS, f) support pemerintah terhadap konvergensi yang masih minim.

Konvergensi Tahap II (2008-2012).Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2013) Beberapa kendala yang dihadapi pada Konvergensi tahap I membuat target konvergensi ditahap tersebut tidak tercapai. IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) sebagai lembaga profesi akuntansi yang memiliki peran menentukan arah kebijakan standar akuntansi menetapkan konvergensi IFRS tahap II dengan target adopsi penuh adalah pada 1 Januari 2012. Selain faktor globalisasi dan free trade, terdapat sejumlah faktor yang secara spesifik melatarbelakangi keharusan konvergensi IFRS pada tahan ini, diantaranya yaitu, a) Anggota dari IFAC. Indonesia merupakan bagian dari IFAC (International Federation of Accountant) yang harus tunduk pada SMO (Statement Membership Obligation), salah satunya adalah dengan menggunakan IFRS sebagai accounting standard, b) G20 Agreement. Proses Konvergensi IFRS pada II juga merupakan konsekuensi dari forum G20. Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum, c) Rekomendasi World Bank. Konvergensi juga merupakan salah satu rekomendasi dalam Report on the Observance of Standards and Codes on Accounting and Auditing yang disusun oleh assessor World Bank yang telah dilaksanakan sebagai bagian dari Financial Sector Assessment Program (FSAP) (BAPEPAM LK).

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2013) Konvergensi IFRS tahap II ditargetkan oleh DSAK-IAI selesai pada tahun 2012. Sepanjang tahun 2009, DSAK (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) telah mengesahkan 10 PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) baru, 5 ISAK (Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan), dan mencabut 9 PSAK berbasis industri dan mencabut 1 ISAK. Secara spesifik, sasaran konvergensi IFRS tahap kedua yaitu 1) merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012, 2) secara berkala/bertahap menyesuaikan dengan perubahan IFRS.

Pencatatan historis dalam perdagangan antar persekutuan pada abad ke-15 di Eropa Tengah menunjukkan bahwa pencatatan akuntansi diabad tersebut telah menerapkan praktek konservatisme (Basu, 1997). (Scott, 2014) juga menyebutkan, Terjadinya stock market crash pada 1929 menimbulkan kecenderungan praktek akuntansi dan financial reporting untuk beralih kembali kepencatatan historical cost. Historical cost adalah metode pencatatan aktiva pada harga perolehannya (Weygandt, Kimmel, & Kieso, 2015), yang juga adalah bagian dari konservatisme akuntansi (Watts,

2003). Peralihan tersebut seiring dengan sejumlah kritik terhadap akuntansi nilai wajar yang semakin bermunculan. Fair value accounting dianggap berpotensi untuk dimanipulasi. Hellman (2008) menyatakan bahwa hingga saat ini, prinsip konservatisme masih menjadi prinsip yang paling berpengaruh pada praktek akuntansi konvensional.

Konservatisme dapat didefinisikan sebagai tendensi yang dimiliki oleh seorang akuntan yang kecenderungan tingkat verifikasinya yang lebih tinggi untuk mengakui laba (good news in earnings) dibandingkan mengakui rugi (bad news inearnings) (Basu, 1997). Semakin tinggi tingkat perbedaan dalam verifikasi yang disyaratkan untuk pengakuan laba versus pengakuan rugi, maka semakin tinggi tingkat konservatisme akuntansinya (Watts, 2003). Wolk dan Tearney (2001) menyebutkan bahwa konservatisme merupakan preferensi terhadap metode-metode akuntansi yang menghasilkan nilai paling rendah untuk aset dan pendapatan, sementara nilai paling tinggi untuk liabilitas dan biaya, atau menghasilkan nilai buku ekuitas yang paling rendah. Konservatisme juga didefinisikan sebagai reaksi kehati-hatian (prudent) terhadap ketidakpastian, ditujukan untuk melindungi hak-hak dan kepentingan pemegang saham (shareholders) dan pemberi pinjaman (debtholders) yang menentukan sebuah verifikasi standar yang lebih tinggi untuk mengakui goodnews daripada badnews (Lara dan Penalva 2005).

Salah satu cara dalam mengukur tingkat konservatisme akuntansi suatu perusahaan adalah dengan menggunakan market to book ratio (Beaver dan Ryan, 2000). Dalam beberapa penelitian sebelumnya, para peneliti juga menggunakan market to book ratio dalam pengukuran tingkat konservatif (Erkens et al., 2014; Ettredge et al., 2016; Francis et al., 2013). Adapun rumus dari market to book value adalah :

Closing Price x Shares Volume M/B =                             ........(1)

Book Value of Equity

Keterangan :

Closing Price

: Harga

saham

saat

penutupan akhir tahun

Shares Volume

: Jumlah beredar

saham

yang

Book Value of Equity : Total Assets – Total Liabilities

Semakin tinggi nilai M/B, mengindikasikan perusahaan menerapkan akuntansi yang konservatif, dimana perusahaan mencatat nilai perusahaan lebih rendah dari nilai pasarnya (Bearver & Ryan, 2000).

Konservatisme dan Konvergensi IFRS. Pada tahun 2012, perusahaan-perusahaan di Indonesia diwajibkan menggunakan SAK yang telah mengadopsi IFRS. Hal ini tentu saja membuat

berbagai perubahan dalam penyusunan laporan keuangan (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2013). Menurut Hikmah (2013), penekanan pada akuntansi yang konservatif berkurang karena IFRS yang Principle Based sementara US GAAP yang Rule Based. Menurut Khairina (2009), ada beberapa poin yang menjelaskan mengenai semakin berkurangnya penekanan atas penggunaan akuntasi yang konservatif yaitu, a) Standar IFRS lebih condong kepada penggunaan nilai wajar, terutama untuk properti investasi, beberapa aset tak berwujud, aset keuangan. Dalam hal ini didukung juga oleh (Suprihatin dan Tresnaningsih, 2013), b) Akibat karakteristik IFRS yang lebih berbasis prinsip, akan lebih banyak dibutuhkan “judgement” untuk menentukan bagaimana suatu transaksi keuangan dicatat. Pada penelitian sebelumnya juga menerangkan bahwa tingkat konservatisme akuntansi berkurang dibandingkan dengan sebelum konvergensi IFRS (Aristiya dan Budiharta, 2013.

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2005-2015. Untuk pemilihan sampel, peneliti menggunakan metode purposive sampling.

Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar berturut-turut pada tahun 2005-2015, memastikan bahwa sampel yang diambil melewati masa sebelum konvergensi IFRS (2005-2007), masa konvergensi IFRS (2008-2012), dan masa sesudah konvergensi IFRS (2013-2015). 2. Tidak melakukan merger dan pindah sektor selama periode 2005-2015

Tabel 1.

Dafter Sampel Penelitian

Karakteristik

Jumlah perusahaan

Populasi

151

(Dikurangi)

Perusahaan tidak konsisten terdaftar

33

Merger dan pindah sektor

14

Data tidak lengkap

4

Jumlah sampel

100

Jumlah data observasi (6 tahun)

600

Sumber: Data diolah, 2018

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif menggunakan pairedt test yang bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan untuk tingkat konservatisme antara sebelum dan sesudah konvergensi IFRS (Sounderpandian, 2008). Uji paired t test merupakan

bagian dari statistik parametrik, oleh karena itu, sebagaimana aturan dalam statistik parametrik data penelitian haruslah terdistribusi normal (Ghozali, 2013). Pengolahan data penelitian yakni dengan menggunakan program SPSS 20.0 (Statistical Product and Service Solution) dan Microsoft Excel.

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan daftar perusahaan sektor manufaktur yang sesuai dengan kriteria pemilihan sampel diperoleh dari FACT BOOK 2006-2016 yang diunduh dari situs resmi Bursa Efek Indonesia. Variable data tingkat konservatisme yakni rasio market to book ratio yang diperoleh juga dari FACT BOOK. Penelitian ini menggunakan satu variabel yaitu market to book ratio (M/B) untuk mengukur tingkat konservatisme akuntansi suatu perusahaan sebelum konvergensi IFRS dan sesudah konvergensi IFRS. Semakin tinggi nilai M/B mengindikasikan perusahaan mencatat menggunakan metode konservatif, karena perusahaan mencatat nilai perusahaan lebih rendah dari nilai pasarnya (Bearver & Ryan, 2000).

Supaya data yang telah dikumpulkan dapat bermanfaat, maka data harus diolah dan dianalisa

sehingga dapat digunakan untuk mengintepretasikan, dan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan uji beda paired t-test dengan tingkat signifikansi 5 persen. Menurut Ghozali (2013), dalam uji paired sample t test, kita bisa menganalisanya dengan melihat output yang dihasilkan, jika t hitung > t tabel maka H0 ditolak begitupun sebaliknya. Bisa juga dilihat dari nilai probabilitas (Sig.), Jika probabilitas (p 0,05), maka H0 ditolak artinya terdapat perbedaan yang signifikan untuk tingkat konservatisme akuntansi antara sebelum dan sesudah konvergensi IFRS, begitu juga sebaliknya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai rata-rata M/B per tahun untuk tahun sebelum (2005-2007) dan sesudah (2013-2015) konvergensi IFRS dapat dilihat pada Tabel 2.

Hasil rata-rata M/B per tahun sebelum masa konvergensi menunjukan terjadinya fluktuasi M/B, yakni pada tahun 2005 sebesar 1,516 kemudian menurun drastispada tahun 2006 menjadi 0,994 dan naik kembali secara signifikan menjadi 2,280 pada

Tabel 2.

Nilai Rata-Rata M/B per tahun penelitian

sebelum

2005

2006

2007

Sesudah

2013

2014

2015

Mean

1,516

0,994

2,280

Mean

1,745

1,473

1,245

Sumber: Data diolah, 2018

tahun 2007. Khususnya penurunan drastis pada tahun 2006 dikarenakan berbagai faktor yakni, faktor kepanikan atas bencana alam (tsunami Pangandaran) dan faktor Inflasi ditahun tersebut yang tinggi (Oktavianus, 2017).

Sedangkan untuk M/B sesudah masa konvergensi yakni tahun 2013-2015 menunjukan kecendrungan penurunan, hal ini disebabkan salah

satunya oleh berpindahnya standar akuntasi dari US GAAP ke IFRS (Oktomegah, 2012), (Bearver & Ryan, 2000), (Aristiya dan Budiharta, 2013). Tampilan data deskriptif yang lain seperti nilai minimum dan maximum serta rata-rata M/B keseluruhan perusahaan sebelum dan sesudah konvergensi IFRS. Hasil rata-rata untuk tingkat konservatisme sebelum dan sesudah konvergensi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3.

Nilai Rata-Rata konservatisme M\/B sebelum konvergensi (2005-2007) dan sesudah konvergensi (20132015)

N

Minimum

Maksimum

Rata-Rata

Sebelum

100

-0,80

19,60

1,596

Sesudah

100

-1,70

7,35

1,483

Sumber: Data diolah, 2018

Terlihat dari Tabel 3 bahwa ada perbedaan nilai   namun terlihat rata-ratanya menurun sebesar 0,113

antara sebelum dan sesudah masa konvergensi   dari angka (1,596 - 1,483). Hasil uji hipotesis

menjawab pertanyaan apakah terdapat perbedaan   sebelum dan sesudah konvergensi IFRS terlihat pada

yang signifikan untuk tingkat konservatisme antara Tabel 4.

Tabel 4.

Nilai signifikansi perbedaan M/B antara sebelum dan sesudah konvergensi IFRS

M/B                          Df                     Sig. (2-tailed)

Pair (Sebelum-Sesudah)                99                          0,676

Sumber: Data diolah, 2018

Berdasarkan hasil pada Tabel 4 tampak bahwa nilai signifikansi (sig. (2tailed)) paired sample test untuk M/B sebelum dan sesudah yakni 0.676 > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa H0gagal ditolak yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada M/B antara sebelum (2005-2007) dan sesudah (20132015) konvergensi IFRS. Hasil penelitian ini juga didukung data deskriptif pada Tabel 2, dimana walaupun terjadi penurunan nilai M/B sebelum dan sesudah masa konvergensi namun penurunan tersebut tidak terlalu besar dan tidak signifikan. Dengan kata lain hasil penelitian ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan untuk tingkat konservatisme sebelum dan sesudah masa konvergensi.

Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian dilakukan oleh Hikmah (2013) bahwa penerapan akuntansi konvervatif menurun serta tidak ada perbedaan yang signifikan atas penurunan tersebut yang diukur dengan indikator laba antara sebelum dan sesudah masa konvergensi. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Aristiya dan Budiharta (2013) bahwa penerapan konservatisme akuntansi menurun setelah konvergensi IFRS.

SIMPULAN

Prinsip konservatisme akuntansi sangat perlu untuk diperhatikan, karena terdapat pro dan kontra serta menyangkut dengan metode penyusunan laporan keuangan yang nantinya akan menjadi konsumsi informasi bagi setiap kalangan yang berkepentingan terhadap perusahaan. Belum selesainya pro dan kontra mengenai konservatisme akuntansi muncul suatu standar baru yakni IFRS, perpindahan standar dari US GAAP ke IFRS membuat hal konservatisme menjadi perhatian. Itulah sebabnya penelitian ini dibuat untuk melihat perbedaan tingkat konservatisme sebelum dan sesudah konvergensi IFRS di Indonesia dengan menggunakan metodologi penelitian uji beda, yang diukur dengan paired t test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun terdapat perbedaan antara tingkat konservatisme sebelum dan sesudah masa konvergensi yang ditunjukkan oleh nilai market to book ratio sebelum (1,596) dan sesudah (1,483) namun perbedaan

tersebut tidaklah menunjukkan hasil yang signifikan terbukti dengan nilai siginfikansi sebesar 0,676 > 0,05. Dengan kata lain hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk tingkat konservatisme sebelum dan sesudah masa konvergensi IFRS. Memang benar bahwa prinsip IFRS tidak lagi menekankan akuntansi yang konservatif, tetapi IFRS menekankan pada prinsip prudence yang berarti fungsi manajemen perusahaan yang bertanggung jawab dalam menyusun laporan keuangan dilaksanakan dengan hati-hati, atau dengan kata lain dilaksanakan menggunakan prinsip prudence.

Saran untuk berbagai pihak seperti mahasiswa, dapat menjadi menjadi bahan belajar dan tolak ukur mengenai perbedaan tipe sebelum dan sesudah konvergensi IFRS. Bagi bondholders dan shareholders, menjadi informasi bahwa prinsip konservatisme tidak menghilang sepenuhnya ketika IFRS diterapkan oleh karena adanya prinsip prudence, sehingga tetap mengurangi konflik bondholders dan shareholders seputar kebijakan dividen.Bagi peneliti selanjutnya, dapat menambah variabel pengukuran untuk tingkat konservatisme, karena penelitian ini hanya menggunakan market to book ratio. Peneliti selanjutnya dapat menggunakan negative-accruals measure, serta mempertimbangkan kondisi ekonomi dan resiko pasar.

REFERENSI

Ahmed, A. S., Billings, B. K., Morton, R. M., & Haris, M. S. (2002). The role of accounting conservatism in mitigating bondholder-shareholder conflicts over dividend policy and in reducing debt costs. The Accounting Review, 77(4), 867-890.

Aristiya, M. M., & Budiharta, P. (2013). Analisis perbedaan tingkat konservatisme akuntansi laporan keuangan sebelum dan sesudah konvergensi IFRS. Skripsi, Tidak Dipublikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Ekonomi, Yogyakarta.

Basu, S. (1997). The conservatism principle and the asymmetruc timeliness of earnings. Journal of Accounting and Economics, 1(1), 3-37.

Bearver, W. H., & Ryan, S. G. (2000). Biases and lags in book value and their effects on the ability of the book-to-market ratio to predict book return

on equity. Journal of Accounting Research, 58(1), 127-148.

Erkens, D. H., Subramanyam, K. R., & Zhang, J.

(2014). Affiliated banker on board and conservatism accounting. The Accounting Review, 89(5), 1703-1728.

Ettredge, M. L., Huang, Y., & Zhang, W. (2016). Conservative reporting and securities class action lawsuits. Accounting Horizons, 30(1), 93-118.

Francis, B., Hasan, I., & Wu, Q. (2013). The benefits of conservative accounting to shareholders: evidence from the financial crisis. Accounting Horizons, 27(2), 319-346.

Gamayuni, R. R. (2009). perkembangan standar akuntansi keuangan Indonesia menuju international financial reporting standart. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 14(2), 153-166.

Ghozali, I. (2013). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS (6th ed.). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Godfrey, J., Hodgson, A., Tarca, A., Hamilton, J., & Holmes, S. (2010). Accounting theory 7th edition. Australia: John Wiley & Sons Australia, Ltd.

Hariyati. (2011). Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia Ditinjau dari Filsafat Ilmu. Jurnal Akuntansi, 2(2), 151-171.

Hellman, N. (2008). Accounting conservatism under IFRS. Accounting in Europe, 5(2), 71-100.

Hikmah, L. (2013). Analisis perbedaan prinsip konservatisme akuntansi dalam penerapannya di IFRS. Accounting Analysis Journal, 2(3), 330-336.

IFRS Foundation. (2013). Tranlation, Adoption & Copyright Policy. London: IFRS Foundation Publications Department.

Ikatan Akuntansi Indonesia. (2007). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Ikatan Akuntansi Indonesia. (2016, Januari 1). Standar Akuntansi Keuangan. Retrieved from Ikatan Akuntansi Indonesia: http://iaiglobal.or.id

Khairina, N. (2009). Analisa eksistensi konservatisme akuntansi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya pada industri manufaktur di Indonesia. Skripsi, Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi, Jakarta.

LaFond, R., & Watts, R. L. (2008). The information role of conservation. The Accounting Review, 83(2), 447-478.

Lara, J., B.G, O., & Penalva, F. (2005). Board of directors’ characteristics and conditional accounting conservatism: spanish evidence. European Accounting Review.

Oktavianus, B. C. (2017, April 24). Faktor-faktor penyebab naik turunnya harga saham, apa saja ? Retrieved from Cermati: https:// www.cermati.com/artikel/faktor-faktor-penyebab-naik-turunnya-harga-saham-apa-saja

Oktomegah, C. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan konservatisme pada perusahaan manufaktur di BEI. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, 1(1), 1-7.

Penman, S. H., & Zhang, X.-J. (2002). Accounting conservatism, the quality of earnings, and stock returns. The Accounting Review, 77(2), 237-364.

Reeve, J. M., Warren, C. S., & Duchac, J. E. (2011). Principles of accounting. Boston: SouthWestern Cengage Learning.

Sari, D. (2004). Hubungan antara konservatisme akuntansi dengan konflik bondholders-shareholders seputar kebijakan dividen dan peringkat obligasi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 1(2), 63-88.

Scott, W. R. (2014). Financial accounting theory 7th edition. Toronto: Pearson.

Sodersrtom, N. S., & Jialin, S. K. (2007). IFRS adoption and accounting 1uality : a review. European Accounting Review, 16(4), 675-702.

Sounderpandian, A. (2008). Business statistics. McGraw-Hill.

Suprihatin, S., & Tresnaningsih, E. (2013). Dampak konvergensi international financial reporting strandards terhadap nilai Relevan informasi akuntansi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, 10(2), 171-183.

Watts, R. L. (2003). Conservatism in accounting part I: explanations and implications. Accounting Horizons, 17(3), 207-221.

Weygandt, J. J., Kimmel, P. D., & Kieso, D. E. (2015). Accounting principles. John Wiley & Sons Inc.

Wolk, H. l., Tearney, M., & Dodd, J. (2001). Accounting theory : a conceptual and institutional approach, 3rd edition. SouthWestern College Publishing.