82 Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis, Vol. 12, No. 2, Juli 2017

p-ISSN 2302-514X e-ISSN 2303-1018

PENGARUH INTELLEGENCE QUOTIENT, EMOTIONAL QUOTIENT, SPIRITUAL QUOTIENT, DAN TIME BUDGET PRESSURE PADA PERILAKU UNDERREPORTING OF TIME

A.A. Ngurah Indrajaya1 Ida Bagus Putra Astika2 Ni Putu Sri Harta Mimba3

1,2,3Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia email: [email protected]

ABSTRAK

Auditor diharuskan menggunakan keahliannya dengan cermat dan seksama dalam melakukan tugasnya. Selain itu, auditor dituntut untuk bersikap skeptisme profesional dan harus mengungkapkan secara wajar kondisi perusahaan berdasarkan evaluasi bukti yang diperoleh selama proses audit. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh intellegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient dan Time Budget Pressure pada perilaku underreporting of time. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner. Populasi dan sampel penelitian ini diambil dari Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ada di Provinsi Bali. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampel jenuh. Alat analisis yang digunakana dalah regresi linear berganda. Berdasarkan hasil analisis intellegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient berpengaruh negatif pada perilaku underreporting of time dan time budget pressure berpengaruh positif pada perilaku under reporting of time. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intellegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient yang tinggi serta time budget pressure yang rendah maka auditor cenderung tidak melakukan perilaku underreporting of time.

Kata kunci: Perilaku underreporting of time, intellegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient, time budget pressure.

THE EFFECT OF INTELLEGENCE QUOTIENT, EMOTIONAL QUOTIENT, SPIRITUAL QUOTIENT, AND TIME BUDGET PRESSURE OF UNDERREPORTING OF TIME BEHAVIOR.

ABSTRACT

This study aims to explore the effect of the intellegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient and audit time of underreporting of time behavior. The data is collected through questionnaires. The population and samples of this study are public accountant (KAP) in Bali. This study used total sampling which used all population. The data analysis includes descriptive analysis, the classical assumption test and verification analysisusing Multiple Linear Regression Analysis. The results showed that intellegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient have a negative effect on underreporting of time behavior and audit time budget pressure have a positive effect on the underreporting of time behavior. The results showed that when the level of intellegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient is high and the time budget pressure is low, the auditor will not tend to do the underreporting of time behavior.

Keywords: Underreporting of time behaviour, intellegent quotient, emotional quotient, spiritual quotient, time budget pressure

DOI: https://doi.org/1 0.24843/JIAB.2017.v12.i01.p03

PENDAHULUAN

Auditor wajib untuk mengikuti standar audit yang berlaku dalam pelaksanaan tugas auditnya. Sebelum melaksanakan kegiatan audit, auditor harus merencanakan dan mengendalikan pekerjaannya secara efektif dan efisien sesuai standar audit. Auditor diharuskan menggunakan keahliannya dengan cermat dan seksama dalam melakukan tugasnya serta

auditor dituntut untuk melakukan skeptisme profesionalnya dan harus mengungkapkan dengan wajar kondisi perusahaan yang diaudit berdasarkan evaluasi bukti-bukti yang didapat selama proses audit. Agar pelaksanaan kegiatan audit bisa berjalan efektif dan efisien auditor diharuskan untuk membuat prosedur program audit dan anggaran waktu. Namun

di dalam melaksanakan prosedur tersebut auditor sering melakukan penyimpangan. Penyimpangan yang dilakukan oleh auditor ini dapat dikategorikan sebagai perilaku disfungsional auditor.

Bukti empiris dari hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan terdapat ancaman terhadap penurunan kualitas audit akibat perilaku audit disfungsional yang kadang-kadang dilakukan auditor pada pelaksanaan program audit (Otley dan Pierce, 1996a; Pierce dan Sweeney, 2004). Perilaku audit disfungsional merupakan setiap tindakan auditor dalam pelaksanaan program audit yang dapat mereduksi kualitas audit secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan-tindakan yang dapat mereduksi kualitas audit secara langsung disebut perilaku reduksi kualitas audit, sedangkan yang dapat mereduksi kualitas audit secara tidak langsung disebut perilaku underreporting of time (Otley dan Pierce, 1996a).

Underreporting of time adalah pelaporkan waktu yang dibutuhkan untuk audit lebih pendek dari pada waktu yang sesungguhnya. Perilaku ini terjadi karena auditor tidak melaporkan dan tidak membebankan seluruh waktu yang digunakan untuk melakukan tugas audit tertentu. Tindakan ini dilakukan auditor dengan cara mengerjakan program audit dengan menggunakan waktu personal, dan tidak melaporkan waktu lembur yang digunakan dalam pengerjakan program audit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 65% (enam puluh lima persen) auditor melakukan audit tanpa melaporkan waktu yang sesungguhnya.

Perilaku underreporting of time terutama dimotivasi oleh keinginan auditor menyelesaikan tugas audit dalam batas anggaran waktu audit dalam usaha mendapatkan evaluasi kinerja personal yang lebih (Otley dan Pierce, 1996a). Dalam praktek perilaku underreporting of time juga disebut sebagai the practice of eating time (Smith, et. al., 1996). Perilaku underrepoting of time dapat dilakukan melalui tindakan seperti: mengerjakan pekerjaan audit dengan menggunakan waktu personal (misalnya bekerja pada jam istirahat), mengalihkan waktu audit yang digunakan untuk pelaksanan tugas audit tertentu pada tugas lain yang pengerjaannya dilakukan pada waktu yang bersamaan, dan tidak melaporkan waktu lembur yang digunakan dalam mengerjakan prosedur atau tugas audit tertentu (Otley dan Pierce 1996a; Smith et. al., 1996).

Perilaku underreporting of time yang dilakukan auditor dalam pelaksanaan program audit seperti yang dijelaskan sebelumnya dapat dikategorikan sebagai perilaku tidak etis (Silaban, 2009). Ford dan Richardson (1994) yang menjelaskan bahwa salah

satu determinan penting dalam pengambilan keputusan etis, yaitu: faktor-faktor yang secara unik berhubungan dengan individu pembuat keputusan.

Teori perubahan sikap memberikan penjelasan bagaimana sikap seseorang terbentuk dan bagaimana sikap itu dapat berubah melalui proses komunikasi dan bagaimana sikap itu dapat mempengaruhi sikap tindak atau tingkah laku seseorang. Azwar (2007) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi sikap seperti pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. Karakteristik personal individu (faktor internal) yang digunakan dalam penelitian ini adalah kecerdasan intelejensi (intelegence quotient), kecerdasan emosional (emotional quotient), dan kecerdasan spiritual (spiritual quotient). Kecerdasan pertama, kecerdasan intelejensi merupakan kecerdasan seseorang yang dibawa sejak lahir dan pengaruh didikan dan pengalaman (Thoha, 2000). Intellegence quotient adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental (Robbin, 1996). Unsur-unsur yang terdapat di dalam intellegence quotient adalah kecerdasan numeris, pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, ingatan (Robbin, 1996). Kecerdasan intelektual sesorang didapat dari pengalaman pribadinya dan institusi atau lembaga pendidikan. Unsur-unsur yang terdapat di dalam Intellegence Quotient meliputi: kecerdasan numeris, pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang, ingatan (Robin, 1996). Berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan Intellegence Quotient yang tinggi cenderung akan menjauhi masalah karena kemampuan mereka dalam pengambilan keputusan.

Kecerdasan kedua, kecerdasan emosional (emotional quotient) merupakan kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya serta kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. Salovey dan Mayer (2004) mendefenisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual (Stein dan Book, 2002).

Kecerdasan ketiga, adalah kecerdasan spiritual (spiritual quotient), merupakan kecerdasan yang

merefleksikan antara unsur jasmani dan rohani (Vendy, 2010). Zohar dan Marshall (2000) mengikutsertakan aspek konteks nilai sebagai suatu bagian dari proses berpikir/berkecerdasan dalam hidup yang bermakna, untuk ini mereka mempergunakan istilah kecerdasan spiritual.

Ketiga bentuk dari kecerdasan ini tidak dapat berdiri sendiri untuk dapat berhasil di dalam pekerjaan dan kehidupan. Kesuksesan paripurna adalah jika seseorang mampu menggunakan dengan baik ketiga kecerdasan ini, menyeimbangkannya, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan. Bagi para pekerja dalam lingkungan organisasi ketiga bentuk kecerdasan ini adalah sesuatu yang mutlak harus dimiliki, kesuksesan dalam karir tidak hanya dimiliki oleh karyawan-karyawan yang berintelejensi tinggi saja, namun semua orang dapat meraih kesuksesan karir, dan memperoleh tempat terbaik dalam bekerja (Hidayat, 2012).

Penelitian mengenai intellegence quotient, emotional quotient dan spiritual quotient seperti penelitian Araminta dan Muid (2011) menemukan bahwa ESQ berpengaruh negatif terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit yang berarti semakin tinggi ESQ, maka semakin rendah penerimaan perilaku disfungsional. Hasil penelitian berbeda, yaitu: Hidayat (2012) menyatakan bahwa ESQ berpengaruh positif terhadap penerimaan perilaku disfungsional audit. Setyaningrum dan Murtini (2014) menemukan bahwa ESQ tidak berpengaruh negatif terhadap perilaku disfungsional audit. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dilihat bahwa intellegence quotient , emotional quotient dan spiritual quotient memiliki pengaruh terhadap perilaku disfungsional audit namun arah hubungannya masih belum konsisten.

Faktor situasional dalam penelitian ini adalah waktu audit. Anggaran waktu audit yang ketat dapat mengakibatkan auditor merasakan tekanan dalam pelaksanaan prosedur audit karena ketidak seimbangan antara waktu yang tersedia dengan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas audit, dan selanjutnya kondisi tersebut dapat mendorong auditor melakukan tindakan audit disfungsional. Kantor Akuntan Publik sebelum melakukan audit, perlu mengestimasi waktu yang dibutuhkan (time budget). Penentuan kos audit dan efektivitas kinerja auditor dapat diukur pada saat penentuan anggaran waktu (time budget) (Andin dan Priyo, 2007). Tugas- tugas audit yang tidak realistis dengan anggaran waktu berdampak pada timbulnya perilaku yang dapat menyebabkan penurunan kualitas audit. Tingginya tingkat persaingan antar KAP juga

menyebabkan penentuan anggaran waktu yang terbatas (Andin dan Priyo, 2007)

Penelitian sebelumnya, Simanjuntak (2008); Nadirsyah dan Zuhra (2009); Kurnia (2009); Silaban (2009); Manullang (2010); Sudirjo (2013); dan Tanjung (2013), yang menemukan bahwa tekanan anggaran waktu audit (faktor situasional) merupakan faktor yang utama mendorong para auditor untuk melakukan perilaku disfungsional. Tekanan anggaran waktu yang dimaksud merupakan suatu kondisi dimana auditor memiliki waktu yang singkat dalam melaksanakan program audit. Anggaran waktu yang ketat dapat mengakibatkan seorang auditor merasa tertekan karena didalam pelaksanaannya anggaran waktu audit yang disediakan tidak sesuai dengan waktu yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan kegiatan audit, kondisi tersebut yang memotivasi seorang auditor melakukan perilaku disfungsional. Hal tersebut terjadi karena auditor umumnya menganggap bahwa penyelesaian dari prosedur audit dalam batas waktu audit yang ditetapkan merupakan faktor penting untuk mendapatkan laba didalam perikatan audit dan kelangsungan karir mereka di Kantor Akuntan Publik (KAP). Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini menguji pengaruh intellegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient dan waktu audit pada perilaku underreporting of time.

Penelitian Araminta (2011) dan Amerita (2008) membuktikan bahwa ESQ berpengaruh negatif pada perilaku disfungsional auditor, karena auditor yang memiliki ESQ yang tinggi cenderung menolak perilaku distungsional audit. Penelitian serupa Provita (2007) juga memberikan bukti bahwa karakteristik auditor berdampak pada disfungsional auditor, karena auditor yang memiliki kecerdasan yang tinggi akan lebih berhati-hati dalam untuk melakukan perilaku disfungsional auditor. Dengan demikian dapat dihipotesiskan sebagai berikut:

H1: Intellegence Quotient berpengaruh negatif pada perilaku Underreporting of Time.

Berdasarkan teori perubahan sikap menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi sikap seperti pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. Berdasakan hal tersebut emotional quotient berpengaruh didalam pembentukan dan perubahan sikap seseorang. Seseorang dengan emotional quotient yang tinggi dapat mengontrol emosinya dan dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungannya.

Penelitian Araminta (2011) dan Amerita (2008) membuktikan bahwa ESQ berpengaruh negatif pada perilaku disfungsional auditor, karena auditor yang memiliki ESQ yang tinggi cenderung menolak perilaku distungsional audit. Penelitian serupa Provita (2007) juga memberikan bukti bahwa karakteristik auditor berdampak pada disfungsional auditor, karena auditor yang memiliki kecerdasan yang tinggi akan lebih berhati-hati dalam untuk melakukan perilaku disfungsional auditor. Dengan demikian dapat dihipotesiskan sebagai berikut:

H2: Emotional Quotient berpengaruh negatif pada perilaku Underreporting of Time.

Dalam teori perubahan sikap memberikan penjelasan seseorang terbentuk dan bagaimana sikap itu dapat berubah melalui proses komunikasi dan bagaimana sikap itu dapat mempengaruhi sikap tindak atau tingkah laku seseorang. Beberapa faktor yang mempengaruhi sikap seperti pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. Berdasarkan hal tersebut spiritual quotient yang merupakan kecerdasan yang didapat didalam pendidikan agama berperan didalam pembentukan sikap seseorang.

Penelitian Araminta (2011) dan Amerita (2008) membuktikan bahwa ESQ berpengaruh negatif pada perilaku disfungsional auditor, karena auditor yang memiliki ESQ yang tinggi cenderung menolak perilaku distungsional audit. Penelitian Provita (2007) memberikan bukti bahwa karakteristik auditor berdampak pada disfungsional auditor, karena auditor yang memiliki kecerdasan yang tinggi akan lebih berhati-hati dalam untuk melakukan perilaku disfungsional auditor. Dengan demikian dapat dihipotesiskan sebagai berikut:

H3: Spiritual Quotient berpengaruh negatif pada perilaku Underreporting of Time

Waktu yang ketat dapat mengakibatkan auditor merasakan tekanan dalam pelaksanaan program audit. Waktu audit adalah kendala anggaran waktu yang terjadi atau mungkin terjadi dalam penugasan audit akibat keterbatasan sumber daya (waktu) yang dialokasikan pada pelaksanaan program audit (De Zoort dan Lord, 1997). Waktu audit ini dapat mengakibatkan auditor mengalami tekanan (stres) dalam pelaksanaan program audit akibat ketidakseimbangan waktu yang dialokasikan dengan waktu yang dibutuhkan auditor menyelesaikan tugas audit, dan selanjutnya dapat mendorong auditor melakukan tindakan perilaku underreporting of time.

Berdasarkan hasil penelitian Basuki dan Mahardani (2006) menunjukkan waktu audit berpengaruh positif signifikan dengan perilaku underreporting of time. Hasil penelitian Supriyanto (2009) juga menyatakan bahwa time budget pressure berpengaruh positif terhadap perilaku disfungsional auditor yaitu audit quality reduction behaviour dan underreporting of time. Dengan demikian dapat dihipotesiskan sebagai berikut: H4: Waktu audit berpengaruh positif pada perilaku

Underreporting of Time.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain casual explanatory untuk mengetahui hubungan antara variabel intellegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient, tekanan anggaran waktu audit, dan perilaku underreporting of time. Penelitian ini dilakukan pada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar di Bali berdasarkan Directory Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) tahun 2015. Waktu penelitian adalah tahun 2016.

Bidang ilmu penelitian ini adalah Akuntansi Keperilakuan. Akuntansi Keperilakuan merupakan bagian dari disiplin ilmu akuntansi yang mengkaji hubungan antara perilaku manusia dan sistem akuntansi (Suartana, 2010). Akuntansi Keperilakuan menekankan pada pertimbangan dan pengambilan keputusan akuntan dan auditor, pengaruh dari fungsi akuntansi dan fungsi auditing terhadap perilaku. Ruang lingkup penelitian ini adalah auditor KAP di Bali yang memiliki pemahaman dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan program audit dan juga adanya penurunan jumlah KAP dari tahun 2012 sebanyak 11 KAP menjadi 9 KAP di tahun 2015 yang menyebabkan meningkatnya kegiatan audit di KAP (Directory Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik 2015).

Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif dalam penelitian ini, yaitu jumlah KAP di Bali dan jumlah responden penelitian. Data kualitatif dalam penelitian ini, yaitu persepsi responden mengenai intellegence quotient, emotional quotient, spirtitual quotient, tekanan anggaran waktu audit dan perilaku Underreporting of Time.

Sumber data penelitian adalah data primer dan data skunder. Data primer dalam penelitian ini merupakan jawaban responden atas pernyataan-pernyataan dalam kuesioner penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini adalah Directory Kantor Akuntan

Publik dan Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI).

Populasi penelitian adalah seluruh auditor pada KAP di daerah Bali berdasarkan Directory Kantor Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan

Publik Indonesia (IAPI) tahun 2015 yang berjumlah 72 auditor. Sampel penelitian ini menggunakan sampel jenuh. Jadi sampel dalam penelitian ini merupakan seluruh populasi penelitian. Nama-nama KAP di Bali dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

Populasi dan Sampel Penelitian

No

KAP

Alamat

Populasi

Sampel

1

KAP I Wayan Ramantha

Jl. Rampai No. 1 A Lantai 3

Denpasar Bali

7

7

2

KAP Drs. Ida Bagus

Jl. Hassanuddin No. 1 Denpasar

0

0

Djagera

Bali

3

KAP Johan Malonda

Jl. Muding Indah I No. 5 Kuta

12

12

Mustika & Rekan Cabang Denpasar

Utara, Kerobokan Denpasar

4

KAP K. Gunarsa

Jk Tukad Banyusari Gang II No. 5

Panjer Denpasar Bali

9

9

5

KAP Drs. Ketut Budiartha

Perumahan Padang Pesona Graha Adhi Blok A 6, Jl Gunung Agung Denpasar Barat

11

11

6

KAP Rama Wendra (Cab)

Pertokoan Sudirman Agung Blok A No. 43, Jl. PB Sudirman Denpasar Bali

0

0

7

KAP Drs. Sri Marmo

Jl. Gunung Muria No. 4 Monang

18

18

Djogosarkoro & Rekan

Maning Denpasar

8

KAP Drs. Wayan

Jl. Pura Demak I Gang Buntu No.

5

5

Sunasdyana

89 Teuku Umar Barat, Pemecutan Kelod Denpasar

9

KAP Drs. Ketut Muliartha

Gedung Guna Teknosa, Jl. Drupadi

10

10

R.M & Rekan Jumlah

No. 25 Renon, Denpasar

72

72

Su mber: Directory KAP Tahun, 2015

Penelitian ini menggunakan variable bebas dan variable terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah intellegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient dan waktu audit. Waktu audit merupakan stres yang dirasakan oleh auditor dalam pelaksanaan prosedur audit yang ditimbulkan karena ketatnya anggaran waktu audit. Kecerdasan intelektual adalah kemampuan yang di butuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental berpikir, menalar dan memecahkan masalah (Robins dan Judge, 2008:57). Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 2005:35). Kecerdasan spritual adalah kecerdasan yang sudah ada dalam setiap manusia sejak lahir yang membuat manusia menjalani hidup penuh makna, selalu mendengarkan suara hati nuraninya, tak pernah merasa sia-sia, semua yang dijalaninya selalu bernilai (Wahab dan Umiarso, 2011).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku underreporting of time. Perilaku underreporting of time adalah setiap tindakan yang dilakukan auditor dengan melaporkan dan membebankan waktu audit yang lebih singkat (kecil) dari waktu aktual yang digunakan untuk pelaksanaan tugas audit tertentu (Lightner et. al., 1982; Otley dan Pierce, 1996a).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan cross sectional survey yang merupakan metode pengumpulan data dimana informasi dikumpulkan hanya dapat digunakan sekali dalam suatu periode. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan kuesioner. Kuesioner atau daftar pernyataan disusun dengan memperhatikan/ menerapkan Skala Likert, yaitu Skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang variabel penelitian. Dengan Skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik

tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pernyataan (Sugiyono, 2012). Kuesioner untuk mengukur variabel waktu audit, dan perilaku underreporting of time, menggunakan kuesioner yang digunakan oleh Silaban (2009). Sedangkan kuesioner untuk mengukur variabel intellegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient menggunakan kuesioner digunakan oleh Suadnyana (2015).

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model regresi linear berganda dengan variabel terikatnya adalah perilaku underreporting of time. Regresi adalah alat analisis yang digunakan untuk meneliti pengaruh masing-masing variabel intellegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient dan waktu audit pada perilaku underreporting of time. Peneliti menggunakan analisis regresi linier berganda karena variabel dependen dinyatakan dalam interval serta variabel bebasnya lebih dari satu. Model regresi dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:

Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ε …………(1)

Keterangan:

Y     = Perilaku underreporting of time

α     = Konstanta

β1-β4 = Koefisien regresi variabel X1-X4

X1    = Intelligence Quotient

X2   = Emotional Quotient

X3    = Spiritual Quotient

X4   = Waktu audit

ε = error

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian supaya hasilnya Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Model persamaan regresi sebelum dianalisis dengan teknik regresi harus dilakukan pengujian asumsi klasik terlebih dahulu. Uji asumsi klasik yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah uji normalitas, multikolinearitas dan heterokedastisitas. Uji autokorelasi tidak dilakukan dalam penelitian ini karena data yang digunakan tidak menggunakan data time series. Data yang digunakan adalah data yang diambil satu periode saja.

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi nilai residual terdistribusi normal. Model regresi yang baik memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov. Data terdistribusi normal jika residualnya lebih besar dari

0,05. Berdasarkan hasil pengolahan data bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada penelitian ini nilainya 0,932 lebih besar dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi telah memenuhi asumsi normalitas data.

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2013). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Multikolinearitas terjadi jika nilai tolerance d” 0,10 atau nilai Variance Influence Factor (VIF) e” 10. Hasil uji heterokedastisitas disajikan pada lampiran 8, menunjukkan bahwa nilai tolerance X1 sebesar 0,463; X2 sebesar 0,551; X3 sebesar 0,865 dan X4 sebesar 0,740 tidak ada yang lebih kecil dari 0,10 yang berarti tidak terdapat kolerasi antar variabel bebas yang nilainya lebih dari 95%. Nilai Variance Influence Factor (VIF) jauh lebih kecil dari 10, berarti tidak ada kolerasi antar variabel bebas yang nilainya lebih dari 95%. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi.

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2013). Model regresi yang baik adalah jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap. Hasil uji heterokedastisitas menunjukkan bahwa signifikansi X1 sebesar 0,17; X2 sebesar 0,174; X3 sebesar 0,291; dan X4 sebesar 0,319 tidak ada variabel bebas yang berpengaruh signifikan pada variabel terikatnya. Ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang semuanya lebih besar dari alpha (α = 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa pada kedua model regresi tidak ditemukan gejala heterokedastisitas. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis regresi linier berganda disajikan pada Tabel 2.

Adjusted R2 digunakan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menjelaskan variasi variabel terikat. Tidak seperti nilai R2, nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel bebas ditambah kedalam model. Penambahan atau pengurangan jumlah variabel bebas dapat menyebabkan kenaikan atau penurunan nilai error, sehingga nilai R2 harus disesuaikan (adjusted). Nilai Adjusted R2 sebesar 0,503 yang berarti 50,30 persen variabel terikat underreporting of time dapat dijelaskan oleh variabel bebas intelegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient dan tekanan angaran waktu audit sedangkan sisanya 49,70 persen dijelaskan oleh variabel lain

Tabel 2.

Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Variabel

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients Beta

T

Sig.

β         Std. Error

(Constants)

11,806        2,373

4,975

0,000

X1

-0,100        0,048

-0,266

-2,099

0,040

X2

-0,036        0,018

-0,232

-2,003

0,049

X3

-0,048        0,024

-0,188

-2,027

0,047

X4

0,188        0,062

0,303

3,023

0,004

F

17,969

Sig. F

0,000

R2

0,533

Adjusted R2

0,503

Sumber: Data diolah, 2016

diluar variabel yang digunakan. Uji-F menghasilkan nilai Fhitu ngsebesar 17,969 dengan signifikansi 0,000 lebih kecil dari tingkat signifikansi yang ditetapkan α = 0,05 (α = 5 persen). Dengan demikian, model penelitian yang digunakan layak dan pembuktian hipotesis dapat dilanjutkan. Uji statistik t pada model regresi menunjukkan pengaruh secara parsial variabel intelegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient dan Waktu Audit pada perilaku Underreporting of time, sehingga dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut:

Y= 11,806 - 0,100X1 - 0,036X2 -0,048X3 + 0,188X4 + ε

Nilai konstanta sebesar 11,806 artinya apabila variabel intelegence quotient, emotional quotient, spiritual quotient dan tekanan angaran waktu audit sama dengan 0 (nol) maka perilaku underreporting of time cenderung positif 11,806. Nilai koefisien regresi intelegence quotient sebesar -0,100 artinya, apabila variabel intelegence quotient cenderung meningkat maka variabel underreporting of time cenderung menurun 0,100 dengan asumsi variabel lainnya konstan (ceteris varibus). Nilai koefisien regresi emotional quotient sebesar -0,036 artinya, apabila variabel emotional quotient cendering meningkat maka variabel underreporting of time cenderung menurun 0,036 dengan asumsi variabel lainnya konstan (ceteris varibus). Nilai koefisien regresi spiritual quotient sebesar -0,048 artinya, apabila variabel spiritual quotient cenderung meningkat maka variabel underreporting of time cenderung menurun 0,048 dengan asumsi variabel lainnya konstan (ceteris varibus). Nilai koefisien regresi tekanan angaran waktu audit sebesar 0,188 artinya, apabila variabel tekanan angaran waktu audit cenderung meningkat maka variabel underreporting of time cenderung meningkat 0,188 dengan asumsi variabel lainnya konstan (ceteris varibus).

Hipotesis H1 yang menyatakan bahwa intellegence quotient berpengaruh negatif pada perilaku underreporting of time. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil analisis dengan p-value sebesar 0,040 yang berarti lebih kecil dari tingkat signifikansi sebesar 5% atau 0,05, ini berarti bahwa intellegence quotient berpengaruh negatif pada perilaku underreporting of time. Dengan demikian hasil uji hipotesis ini menerima hipotesis H1.

Hipotesis H2 yang menyatakan bahwa emotional quotient berpengaruh negatif pada perilaku underreporting of time. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil analisis denganl p-value sebesar 0,049 yang berarti lebih kecil dari tingkat signifikansi sebesar 5% atau 0,05, ini berarti bahwa emotional quotient berpengaruh negatif pada perilaku underreporting of time. Dengan demikian hasil uji hipotesis ini menerima hipotesis H2.

Hipotesis H3 yang menyatakan bahwa spiritual quotient berpengaruh negatif pada perilaku underreporting of time. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil analisis denganl p-value sebesar 0,047 yang berarti lebih kecil dari tingkat signifikansi sebesar 5% atau 0,05, ini berarti bahwa spiritual quotient berpengaruh negatif pada perilaku underreporting of time. Dengan demikian hasil uji hipotesis ini menerima hipotesis H3.

Hipotesis H4 yang menyatakan bahwa Waktu Audit berpengaruh positif pada perilaku under reporting of time. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil analisis denganl p-value sebesar 0,001 yang berarti lebih kecil dari tingkat signifikansi sebesar 5% atau 0,05, ini berarti bahwa Waktu Audit berpengaruh positif pada perilaku underreporting of time. Dengan demikian hasil uji hipotesis ini menerima hipotesis H4.

Hipotesis pertama memprediksi bahwa intellegence quotient berpengaruh negatif pada

perilaku underreporting of time. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan hipotesis pertama diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang auditor yang memiliki intellegence quotient yang tinggi cenderung tidak melakukan perilaku underreporting of time. Mereka yang memiliki intellegence quotient tinggi cenderung memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah serta memiliki kemampuan dalam pengambilan keputusan yang tepat dan tidak akan melakukan underreporting of time yang merupakan perilaku disfungsional audit.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Araminta (2011) dan Amerita (2008) yang membuktikan bahwa emotional spiritual quotient (ESQ) berpengaruh negatif pada perilaku disfungsional auditor, dikarenakan auditor yang memiliki emotional spiritual quotient (ESQ) tinggi cenderung menolak perilaku distungsional audit. Hasil ini juga mendukung teori perubahan sikap, bahwa seseorang akan mengalami ketidak-nyamanan didalam dirinya bila dihadapkan hal-hal yang bertentangan dengan keyakinannya. Keadaan tidak nyaman disebut dengan istilah disonansi, yang berasal dari kata dissonance, yang berarti ketidakcocokan atau ketidaksesuaian sehingga disebut juga dengan teori disonansi. Orang akan berupaya secara sadar atau tidak untuk membatasi atau mengurangi ketidaknyamanannya. Penelitian serupa oleh Provita (2007) juga memberikan bukti empiris bahwa karakteristik individu auditor berdampak pada disfungsional auditor, karena auditor yang memiliki kecerdasan yang tinggi akan lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya dan lebih mempertimbangkan akibat yang terjadi, sehingga cenderung tidak melakukan perilaku disfungsional.

Hipotesis kedua memprediksi bahwa emotional quotient berpengaruh negatif pada perilaku underreporting of time. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan hipotesis kedua diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang auditor yang memiliki Emotional Quotient tinggi cenderung kurang menerima perilaku underreporting of time. Seseorang dengan emotional quotient yang tinggi cenderung dapat mengontrol emosinya dan lebih dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungannya serta auditor dengan emotional quotient yang tinggi akan menjalankan auditnya sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan dan tidak akan melakukan sesuatu yang membuatnya tidak nyaman yaitu perilaku underreporting of time yang dimana termasuk dalam perilaku disfungsional audit.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Araminta (2011) dan Amerita (2008)

yang membuktikan bahwa emotional spiritual quotient berpengaruh negatif pada perilaku disfungsional auditor, dikarenakan auditor yang memiliki emotional spiritual quotient tinggi cenderung menolak perilaku distungsional audit. Hasil ini juga mendukung teori perubahan sikap, bahwa seseorang akan mengalami ketidaknyamanan didalam dirinya bila dihadapkan hal-hal yang bertentangan dengan keyakinannya. Keadaan tidak nyaman disebut dengan istilah disonansi, yang berasal dari kata dissonance, yang berarti ketidakcocokan atau ketidaksesuaian sehingga disebut juga dengan teori disonansi. Orang akan berupaya secara sadar atau tidak untuk membatasi atau mengurangi ketidaknyamanannya. Penelitian serupa Provita (2007) juga memberikan bukti bahwa karakteristik individu auditor berdampak pada disfungsional auditor, karena auditor yang memiliki kecerdasan yang tinggi akan lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya dan lebih mempertimbangkan akibat yang terjadi, sehingga cenderung tidak melakukan perilaku disfungsional.

Hipotesis ketiga memprediksi bahwa Spiritual Quotient berpengaruh negatif pada perilaku underreporting of time. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan hipotesis ketiga diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang auditor yang memiliki spiritual quotient tinggi cenderung menghindari perilaku underreporting of time. Seseorang dengan spiritual quotient yang tinggi dapat bersikap fleksibel, memiliki kesadaran yang tinggi, kemampuan menghadapi dan memanfaatkan penderitaan serta kemampuan untuk menghadapi dan melampau rasa sakit sehingga auditor cenderung dapat mengatasi masalah-masalah yang ada dan tidak akan melakukan perilaku underreporting of time yang merupakan perilaku menyimpang.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Araminta (2011) dan Amerita (2008) yang membuktikan bahwa emotional spiritual quotient berpengaruh negatif pada perilaku disfungsional auditor, dikarenakan auditor yang memiliki emotional spiritual quotient tinggi cenderung menolak perilaku distungsional audit. Hasil ini juga mendukung teori perubahan sikap, bahwa seseorang akan mengalami ketidak nyamanan didalam dirinya bila ia dihadapkan hal-hal yang bertentangan dengan keyakinannya. Keadaan tidak nyaman disebut dengan istilah disonansi, yang berasal dari kata dissonance, yang berarti ketidakcocokan atau ketidaksesuaian sehingga disebut juga dengan teori disonansi. Orang akan berupaya secara sadar atau tidak untuk membatasi atau mengurangi ketidaknyamanannya. Penelitian serupa Provita

(2007) juga memberikan bukti bahwa karakteristik auditor berdampak pada disfungsional auditor, karena auditor yang memiliki kecerdasan yang tinggi akan lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya dan lebih mempertimbangkan akibat yang terjadi, sehingga cenderung menjauhi perilaku disfungsional.

Hipotesis keempat memprediksi bahwa waktu audit berpengaruh positif pada perilaku underreporting of time. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan hipotesis keempat diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin meningkat waktu audit yang dirasakan pada pelaksanaan program audit, maka semakin meningkat kecenderungan auditor melakukan perilaku underreporting of time. Setiap pengerjaan audit telah ditetapkan anggaran waktunya dan pengerjaan audit tersebut dan setiap auditor tidak boleh melebihi batas anggaran waktu yang telah ditetapkan. Bila anggaran yang ditetapkan terlalu ketat dan auditor menganggap bahwa waktu yang ditetapkan tidak cukup maka untuk mencukupi anggaran waktu tersebut maka auditor akan melakukan perilaku underreporting of time.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Basuki dan Mahardani (2006) yang menunjukkan tekanan anggaran waktu berpengaruh positif pada perilaku underreporting of time. Supriyanto (2009) juga menyatakan bahwa tekanan anggaran waktu audit berpengaruh positif pada perilaku disfungsional auditor yaitu audit quality reduction behaviour dan underreporting of time. Hasil ini juga mendukung teori model stres kerja yang menyatakan bahwa stres yang dialami seseorang dalam lingkungan kerja dapat memengaruhi sikap, intensi dan perilaku seseorang. Auditor yang tidak menganggap sempitnya anggaran waktu audit sebagai suatu kendala, maka cenderung kurang menerima perilaku underreporting of time. Sebaliknya, auditor yang menganggap sebagai suatu kendala, maka cenderung lebih menerima perilaku underreporting of time. Kendala tersebut dianggap sebagai faktor utama yang menimbulkan terjadinya stress, sehingga auditor lebih melakukan perilaku underreporting of time untuk menanggulangi prosedur audit yang belum dijalankan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan analisis data maka simpulan yang dapat diambil adalah intellegence quotient berpengaruh negatif terhadap perilaku underreporting of time. Semakin tinggi intellegence quotient maka auditor cenderung tidak

melakukan perilaku underrepoting of time. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intellegence quotient yang tinggi didapat dari hasil jawaban responden yang diukur dengan skala Likert memberikan hasil yang cenderung setuju. Emotional quotient berpengaruh negatif terhadap perilaku underreporting of time. Semakin tinggi emotional quotient maka auditor cenderung tidak melakukan perilaku underrepoting of time. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa emotional quotient yang tinggi didapat dari hasil jawaban responden yang diukur dengan skala Likert memberikan hasil yang cenderung setuju.

Hasil penelitian spiritual quotient berpengaruh negatif terhadap perilaku underreporting of time. Semakin tinggi spiritual quotient maka auditor cenderung tidak melakukan perilaku underrepoting of time. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spiritual quotient yang tinggi didapat dari hasil jawaban responden yang diukur dengan skala Likert memberikan hasil yang cenderung setuju. Waktu audit berpengaruh positif pada perilaku underreporting of time. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tekanan anggaran waktu audit maka semakin tinggi perilaku underreporting of time. Semakin tinggi tekanan anggaran waktu audit yang dirasakan oleh seorang auditor maka perilaku underreporting of time cenderung akan dilakukan oleh seorang auditor.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat memberikan saran dan kontribusi bagi pimpinan KAP yaitu Pimpinan KAP untuk dapat meningkatkan kemampuan auditor didalam pengambilan keputusan, memecahkan masalah serta agar dapat bersikap fleksibel dalam menerima pendapat orang lain. Hasil ini didapat dari rata-rata jawaban yang didapat didalam Kuesioner penelitian. Untuk penelitian berikutnya kuesioner spiritual quotient dapat menggunakan Filosofi Hindu didalam pembuatannya. Penelitian ini menunjukkan nilai adjusted R2 sebesar 50,3% yang memiliki arti bahwa variabel bebas yang digunakan didalam penellitian ini memiliki pengaruh pada variabel tetap sebesar 50,3 persen. Peneliti berikutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan menguji karakteristik individu lainnya yang berpengaruh terhadap perilaku disfungsional audit dapat menggunakan faktor situasional lainnya seperti kontrol mutu di KAP (Malone dan Robert, 1996) dan gaya kepemimpinan (Kelly dan Margheim, 1990; pierce dan Sweeny, 2004).

REFERENSI

Araminta, Safrinda, R., & Dul Muid. (2011).

Emotional Spiritual Qoutient dan Locus of Control sebagai Anteseden Hubungan Kinerja Pegawai dan Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit (Studi Pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah). E-Journal Universitas Dipenogoro.

Azwar, S. (2007). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (edisi 2), Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Basuki dan Krisna, Yunika Mahardani. (2006). Pengaruh Tekanan Anggaran Waktu terhadap Perilaku Disfungsional Auditor dan Kualitas Audit pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya. Jurnal Maksi, 6(2). 203-221.

Cooper, D.R., & Schindler, P.S. (2003). Business Research Methods (edisi 8), McGraw Hill, New York.

Cooper, Donald, & Schindler, Pamela. (2008). “Business Research Methods” (edisi 10). Singapura: McGraw-Hill International.

Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19 (edisi kelima). Semarang. Universitas Dipenogoro.

Goleman, Daniel. (2005). Kecerdasan Emosi: Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Terjemahan Alex Tri Kantjono. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Hidayat, Widi. (2012). ESQ dan Locus of Control sebagai Anteseden Hubungan Kinerja Pegawai dan Penerimaan Perilaku Disfungsional Audit pada Badan Pengawas Daerah (BAWASDA) Jawa Timur. Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, 3(1), 50-74.

Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI). (2012). Directory Kantor Akuntan Publik dan Akuntan Publik 2015. Jakarta.

Kurnia. (2009). Pengaruh Tekanan Waktu Audit dan Locus of Control Terhadap Tindakan yang Menurunkan Kualitas Audit. Ekuitas, 15(4), 456 – 476. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Surabaya.

Manullang, Asna. (2010). Pengaruh Tekanan Anggaran Waktu dan Resiko Kesalahan Terhadap Penurunan Kualitas Audit (The Influence of Time Budget Pressure and Risk of Error to Reduced Audit Quality. Fokus Ekonomi, 5(1), 81 – 94.

Nadirsyah, & Intan Maulida Zuhra. (2009). Locus Of Control, Time Budget Pressure dan Penyimpangan Perilaku dalam Audit. Jurnal Telaah & Riset Akuntansi, 7(2),104-116.

Otley, D.T., & Pierce, B.J. (1996). The Operations of Control Systems in Large Audit Firmas: an Empirical Investigation. Auditing: A Journal of Practice & Theory. 15, 65-84.

Otley, D.T., & Pierce, B.J. (1996). Auditor Time Budget Pressure: Consequences and Antecedents. Accounting, Auditing and Accountability, (9), 31-58.

Pierce, B., & Sweeney, B. (2004). Cost-Quality Conflict in Audit Firms: An Empirical Investigation. Europan Accounting Review. 13(1), 415-441.

Robbins, S. P. (2003). Organizational Behavior: Concept, Controversies, Application. Seventh Edition. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Robbins, Stephen P., & Marry Coulter. (1996). Manajemen. (judul asli: Management 6th edition). Jilid 1. Penerjemah T. Hermaya. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Ruslan, Rosady. (2008). Manajemen Public Relatoins & Media Komunikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Silaban, Adanan. (2009). Perilaku Disfungsional Auditor dalam Pelaksanaan Program Audit (Studi Empiris di Kantor Akuntan Publik). Disertasi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Simanjuntak, Piter. (2008). Pengaruh Time Budget Pressure dan Risiko Kesalahan Terhadap Penurunan Kualitas Audit (Reduced Audit Quality) (Studi Empiris pada Auditor KAP di Jakarta). E-Journal Universitas Dipenogoro.

Smith, W. R., Hutton, M. R., & Jordan, C. E. (1996). Underreporting of Time: Accountants are Doing It More and Enjoying It Less. The CPA Journal, 66(10), 67-70.

Stein, Steven J., & Howard E. Book. (2003). Ledakan EQ, 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional dalam Meraih Sukses, Bandung: Kaifa, cet. IV.

Suartana, I Wayan. (2010). Akuntansi Keperilakuan, Teori dan Implementasi. Denpasar: Andi Yogyakarta.

Sudirjo, Frans. (2013). Perilaku Auditor Dalam Pelaksanaan Program Audit (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Semarang). Serat Acitya – Jurnal Ilmiah. Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG). Semarang.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&B. Cetakan ke-21 Desember 2014. Bandung: CV Alfabeta.

Supriyanto, Edy. (2009). Pengaruh Time Budget Pressure terhadap Perilaku Disfungsional Auditor (Audit Quality Reduction Behavior & Underreporting of Time) (Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Jurnal Akuntansi Indonesia, 5(1), 57-65.

Tanjung, Roni. (2013). Pengaruh Karakteristik Personal Auditor dan Time Budget Pressure Terhadap Perilaku Disfungsional Auditor (Studi Empiris pada KAP di Kota Padang dan Pekanbaru). Artikel. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.

Thoha, Miftah. (2000). Peran Ilmu Administrasi Publik dalam Mewujudkan Tata Kepemerintahan yang Baik. Makalah, Yogyakarta: Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada.

Vendy, Tri Leo. (2010). Brilliant @work for leader menjadi pemimpin brilian dalam pekerjaan dan kehidupan anda. Yogyakarta: Pohon Cahaya.

Zohar, Danah, & Ian, Marshall. (2000). Spiritual Intelligence, The Ultimate Intellegen. London: Bloomsbury Publishing.