PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY PADA KINERJA AUDITOR KANTOR AKUNTAN PUBLIK PROVINSI BALI
on
I Gusti Ayu Agung Pradnya Dewi, Pengaruh Big Five Personality..... 19
PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY PADA KINERJA AUDITOR KANTOR AKUNTAN PUBLIK PROVINSI BALI
I Gusti Ayu Agung Pradnya Dewi1
I Made Sadha Suardikha2
I Gusti Ayu Nyoman Budiasih3
1Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia e-mail: [email protected]
2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia
3Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dimensi kepribadian dalam model Big Five Personality yang terdiri atas extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan openness to experience berpengaruh pada kinerja auditor kantor akuntan publik di Provinsi Bali. Berbagai hasil penelitian sebelumnya telah menunjukan bahwa dimensi kepribadian dalam model ini berhubungan dengan kinerja (Barrick dan Mount, 1991; Barrick dkk, 2001; Rothmann dan Coetzer, 2003). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik kuesioner. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 56 auditor yang dipilih berdasarkan metode purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil yang diperoleh adalah hanya variabel extraversion dan agreeableness yang berpengaruh positif pada kinerja auditor, sedangkan variabel conscientiousness, emotional stability, dan openness to experience tidak berpengaruh pada kinerja auditor.
Kata kunci: kinerja auditor, big five personality, kantor akuntan publik
ABSTRACT
This study aimed to determine whether personality dimensions in Big Five Personality model that consist of extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, and openness to experience will be able to influence auditor performance in public accounting firms in Bali. Previous studies have shown that personality dimensions in this model related to performance (Barrick dan Mount, 1991; Barrick dkk, 2001; Rothmann dan Coetzer, 2003). The data was collected using survey method with questionnaire. Samples that used in this study were 56 auditors and selected by purposive sampling method. The analysis technique used is multiple linear reggression. The result showed that only extraversion and agreeableness had positive effect on auditor performance, but conscientiousness, emotional stability, and openness to experience did not have any effect on auditor performance.
Keywords: auditor performance, big five personality, public accounting firms
PENDAHULUAN
Pelaksanaan audit oleh profesi akuntan publik atau auditor independen tidak hanya berorientasi pada pembayaran fee dari klien, tetapi juga untuk kepentingan bagi pihak ketiga, yaitu masyarakat maupun berbagai pihak yang memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan yang sedang diaudit atau stakeholder. Melalui jasa audit, perusahaan klien ingin meyakinkan para stakeholder, seperti investor, kreditur,
maupun pemerintah dan masyarakat bahwa laporan keuangan yang disajikan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipercaya. Dalam hal ini, kinerja auditor memegang peranan yang penting dalam pelaksanaan audit agar mampu memberikan penilaian yang netral dan reliable pada laporan keuangan perusahaan klien sehingga dapat digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan bagi para stakeholder.
Berbagai kasus audit yang terjadi, salah satunya yang paling terkenal dan cukup memberi dampak signifikan pada kepercayaan publik terhadap profesi akuntan publik adalah kasus Enron yang melibatkan Kantor Akuntan Publik Arthur Anderson. Publik mulai mempertanyakan perihal kinerja auditor dalam mengaudit laporan keuangan perusahaan kliennya. Kinerja auditor merupakan hasil dari pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor pada periode waktu tertentu (Siahaan, 2010). Wright (1986) menyatakan bahwa terdapat beberapa dimensi yang menunjukkan bahwa seorang auditor memiliki kinerja yang tinggi, yaitu melalui kemampuan teknis dan analitis, kemampuan interpersonal, kemampuan komunikasi, dan karakteristik profesional yang dimiliki oleh auditor.
Beberapa peneliti mencoba menguji pengaruh berbagai macam variabel pada kinerja auditor. Agustina (2009) menemukan bahwa konflik peran, ketidakjelasan peran, dan kelebihan peran berpengaruh pada kinerja auditor. Wulandari dan Tjahjono (2011) menemukan bahwa kompetensi dan independensi auditor berpengaruh signifikan pada kinerja auditor. Julianingtyas (2012) menemukan bahwa locus of control, gaya kepemimpinan, dan komitmen organisasi berpengaruh positif pada kinerja auditor.
Kepribadian merupakan salah satu variabel yang dapat menjadi indikator penentu kinerja individu, di mana teori kepribadian menyatakan bahwa perilaku dapat ditentukan oleh kepribadian seseorang (Feist dan Feist, 2009:430). Viswesvaran dan Ones (2000) menyatakan bahwa kinerja merupakan cerminan dari perilaku seseorang, di mana kinerja yang baik akan dihasilkan dari individu yang berperilaku selaras dengan tujuan perusahaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kinerja seseorang dapat ditentukan oleh kepribadian seseorang.
Terdapat ribuan karakteristik maupun kepribadian yang melekat pada individu, sehingga beberapa peneliti berupaya untuk mengidentifikasi kepribadian-kepribadian utama yang mengatur perilaku individu (Robbins dan Judge, 2008:130). Dua jenis model kepribadian yang biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan serta mengidentifikasi kepribadian individu adalah
Myers-Briggs Type Indicator dan Big Five Personality (Robbins dan Judge, 2008:130).
Myers-Briggs Type Indicator telah dipraktikkan secara luas di dunia, namun tidak ada bukti yang jelas apakah model ini merupakan ukuran kepribadian yang valid dan berhubungan dengan kinerja (Robbins dan Judge, 2008:132). Sifat kepribadian dalam model Myers-Briggs Type Indicator memang belum terbukti dengan valid sebagai ukuran kepribadian serta tidak berhubungan dengan kinerja, tetapi hal tersebut tidak berlaku pada model Big Five Personality (Robbins dan Judge, 2008:132). Big Five Personality atau model lima besar merupakan sebuah model kepribadian yang merangkum sifat-sifat kepribadian utama manusia (Barrick dan Mount, 2005) dan relevan pada budaya yang berbeda (McCrae dan Costa, 1997). Pemilihan nama Big Five Personality bukan berarti kepribadian itu hanya ada lima, melainkan pengelompokkan dari ribuan karakteristik individu ke dalam lima himpunan besar yang disebut dengan dimensi kepribadian (Ramdhani, 2012). Dimensi kepribadian yang terdapat dalam model Big Five Personality antara lain extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan openness to experience (Robbins dan Judge, 2008:132).
Robbins dan Judge (2008:132) menyatakan bahwa extraversion merupakan kepribadian yang menggambarkan seseorang yang supel dan suka bergaul dan tegas. Agreeableness merupakan kepribadian yang menggambarkan kepribadian seseorang yang bersifat baik, senang bekerjasama, serta penuh kepercayaan. Conscientiousness merupakan kepribadian yang menggambarkan seseorang yang bisa dipercaya, gigih, teratur, serta bertanggung jawab. Emotional Stability adalah kepribadian yang menggambarkan seseorang yang tenang dan tidak mudah gugup. Openness to experience mendeskripsikan seseorang yang menyukai hal-hal yang baru.
Model Big Five Personality mencakup sebagian besar variasi signifikan dalam kehidupan manusia serta menyediakan kerangka kerja kepribadian yang menyatu (Robbins dan Judge, 2008:133). Berbagai hasil penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa dimensi kepribadian dalam model ini berhubungan dengan kinerja, di
mana conscientiousness dan emotional stability berhubungan dengan kinerja di seluruh bidang pekerjaan, sedangkan extraversion, agreeableness, dan openness to experience mampu menjadi prediktor kinerja pada pekerjaan yang berkaitan dengan interaksi sosial (Barrick dan Mount, 1991; Barrick dkk, 2001; Rothmann dan Coetzer, 2003). Menurut Rustiarini (2013) dewasa ini para praktisi maupun akademisi dalam bidang akuntansi semakin memfokuskan perhatiannya pada sifat kepribadian auditor, namun tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah penelitian yang membahas mengenai hal tersebut, sehingga topik kepribadian ini menjadi penting dan menarik untuk diteliti secara lebih mendalam.
Fitriany dkk (2010) menyatakan bahwa masalah yang lazim dihadapi oleh Kantor Akuntan Publik adalah tingkat turnover auditor yang tinggi, di mana sudah menjadi hal yang umum apabila auditor hanya bertahan 1 sampai 2 tahun bekerja di KAP. Salah satu penyebab tingginya tingkat turnover tersebut adalah perbedaan kepribadian yang dimiliki oleh manajer, partner, auditor senior, dan auditor junior (Rhode dkk, 1976). Dengan demikian sifat kepribadian auditor merupakan hal yang penting diteliti karena menurut Robbins dan Judge (2008:130) dengan memahami berbagai sifat kepribadian individu akan berguna dalam proses seleksi karyawan, memandu keputusan pengembangan karir, serta menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu di mana hal tersebut dapat menurunkan tingkat turnover karyawan serta akan menyebabkan peningkatan kinerja karyawan.
Berdasarkan latar belakang serta kajian empiris yang digunakan dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H1: Extraversion berpengaruh positif pada kinerja auditor Kantor Akuntan Publik.
H2: Agreeableness berpengaruh positif pada kinerja auditor Kantor Akuntan Publik.
H3: Conscientiousness berpengaruh positif pada kinerja auditor Kantor Akuntan Publik.
H4: Emotional stability berpengaruh positif pada kinerja auditor Kantor Akuntan Publik.
H5: Openness to experience berpengaruh positif pada kinerja auditor Kantor Akuntan Publik.
METODE PENELITIAN
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik Provinsi Bali yang terdaftar dalam Direktori yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) tahun 2013. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode probability sampling dengan teknik purposive sampling, di mana kriteria yang digunakan antara lain auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik yang terdaftar pada Direktori IAPI 2013 dan masih aktif di tahun 2014 serta auditor yang memiliki masa kerja atau pengalaman audit minimal 1 tahun karena menurut Dwilita (2008) auditor yang telah bekerja minimal 1 tahun di KAP telah memiliki pemahaman yang cukup berkaitan dengan profesi auditor serta mampu menyesuaikan atau beradaptasi dengan budaya perusahaannya. Berdasarkan kriteria di atas, dari 93 auditor yang merupakan populasi pada penelitian ini, terdapat 1 auditor pada KAP yang sudah tidak aktif di tahun 2014, serta 25 auditor yang memiliki masa kerja kurang dari 1 tahun sehingga diperoleh 67 auditor yang memenuhi kriteria sebagai sampel.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei, yaitu teknik kuesioner. Kuesioner yang digunakan diadaptasi dari kuesioner John dan Srivastava (1999) yang diterjemahkan oleh Ramdhani (2012) serta Fisher (2001) yang dimodifikasi menjadi 4 skala likert. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data berupa analisis regresi linear berganda, di mana data yang digunakan sebelumnya telah diintervalisasi terlebih dahulu, lolos uji instrumen penelitian dan uji asumsi klasik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kuesioner disebarkan kepada 67 auditor, namun yang kembali hanya sebesar 56 kuesioner. Dengan demikian tingkat pengembalian kuesioner dalam penelitian ini sebesar 83,7%. Selain itu, berdasarkan kuesioner yang kembali, diperoleh data mengenai karakteristik responden di mana responden dalam penelitian ini sebagian besar terdiri atas auditor yang berusia kurang dari 30 Tahun sebesar 82,1% atau 46 orang, memiliki
masa kerja selama 1 sampai 3 Tahun sebesar 76,8% atau 43 orang, dengan tingkat pendidikan S1 sebesar 73,1% atau 41 orang. Selain itu, responden sebagian besar tidak pernah mengikuti pelatihan audit dengan persentase sebesar 58,9% atau 23 orang dan pernah menjadi ketua tim audit dengan persentase sebesar 55,4% atau 31 orang.
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian terhadap instrumen penelitian yang meliputi pengujian validitas, reliabilitas, dan analisis faktor konfirmatori. 1) Uji Validitas
Suatu kuesioner dinyatakan valid apabila r bernilai ≥ 0,3 (Sugiyono, 2009:178). Hasil untuk pengujian validitas dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Hasil pengujian validitas instrument
Instrumen |
Nilai Pearson Correlation |
X1.1-X1.8 X2.1-X2.9 X3.1-X3.9 X4.1-X4.8 X5.1-X5.10 Y1-Y8 |
0,773, 0,783, 0,803, 0,782, 0,708, 0,783, 0,800, 0759 0,753, 0,738, 0,527, 0,806, 0,797, 0,654, 0,529, 0,381, 0,625 0,514, 0,811, 0,537, 0,814, 0,571, 0,771, 0,777, 0,533, 0,563 0,531, 0,814, 0,795, 0,846, 0,730, 0,882, 0,618, 0,819 0,645, 0,579, 0,575, 0,688, 0,878, 0,893, 0,519, 0,666, 0,771, 0,839 0,809, 0,868, 0,966, 0,966, 0,825, 0,910, 0,374, 0,924 |
Sumber: Data Diolah (2014)
-
1) Uji Reliabilitas
Nunnally (1967) dalam Ghozali (2009: 46) menyebutkan bahwa suatu dinyatakan lolos uji reliabilitas apabila memiliki nilai Cronbach Alpha ≥ 0,60. Nilai cronbach alpha untuk variabel X1 sampai Y berturut-turut adalah 0,903, 0,822, 0,820, 0,888, 0,876, 0,945 sehingga variabel yang digunakan dalam penelitian ini telah lolos uji reliabilitas.
-
2) Analisis faktor konfirmatori
Analisis ini berfungsi untuk mengkonfirmasi berbagai faktor yang membentuk suatu variabel (Ghozali, 2009:55). Dalam analisis faktor konfirmatori, hal-hal yang diperhatikan antara lain korelasi matriks, Kaiser Meyer Olkin (KMO), Measures of Sampling Adequancy (MSA), Percentage of Variance, Komponen Faktor, dan Ketepatan Model.
Matriks korelasi harus memiliki determinan mendekati nol. Nilai matriks korelasi untuk variabel X1 sampai Y berturut-turut adalah 0,028, 0,042, 0,024, 0,010, 0,005, dan 0,007 sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen untuk masing-masing variabel telah memiliki korelasi yang kuat. Uji Kaiser Meyer Olkin (KMO) digunakan untuk mengetahui kecukupan sampel yang digunakan, dimana dianggap layak jika besaran KMO ≥ 0,5 (Ghozali, 2009: 394). Nilai KMO untuk variabel X1 sampai Y berturut-turut adalah 0,661, 0,514, 0,717, 0,751, 0,651, dan 0,797 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel yang digunakan telah memiliki sampel yang cukup untuk melakukan analisis faktor.
Measures of sampling Adequancy (MSA) digunakan untuk mengukur tingkat korelasi antar variabel, dimana nilai MSA adalah minimal 0,5 (Ghozali, 2009:58). Tabel 2 menyajikan nilai MSA untuk masing-masing variabel.
Tabel 2. Nilai Measures of Sampling Adequancy (MSA) | |
Instrumen |
Nilai MSA |
X1.1-X1.8 X2.1-X2.9 X3.1-X3.9 X4.1-X4.8 X5.1-X5.10 Y1-Y8 |
0,605, 0,744, 0,700, 0,622, 0,618, 0,543, 0,726, 0,722 0,539, 0,503, 0,468, 0,521, 0,456, 0,685, 0,509, 0,634, 0,408 0,629, 0,611, 0,543, 0,681, 0,826, 0,785, 0,751, 0,784, 0,744 0,595, 0,860, 0,356, 0,859, 0,676, 0,800, 0,716, 0,772 0,643, 0,669, 0,687, 0,577, 0,697, 0,789, 0,647, 0,685, 0,547, 0,606 0,910, 0,679, 0,797, 0,741, 0,786, 0,909, 0,697, 0,832 |
Sumber: Data Diolah (2014)
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa hampir seluruh instrumen yang digunakan telah memberikan nilai MSA > 0,5. Namun, beberapa instrumen masih memiliki nilai MSA < 0,5, yaitu X2.3, X2.5, X2.9, serta X4.3.
Percentage of variance menjelaskan kemampuan dari masing-masing faktor untuk menjelaskan variasinya. Nilai Percentage of variance untuk masing-masing variabel minimal 60 persen. Nilai Percentage of variance untuk variabel X1 sampai Y berturut-turut adalah 65,200%, 66,792%, 73,992%, 68,036%,
Tabel 3.
Komponen Faktor
Instrumen |
Nilai Faktor |
X1.1-X1.8 X2.1-X2.9 X3.1-X3.9 X4.1-X4.8 X5.1-X5.10 Y1-Y8 |
0,764, 0,757, 0,764, 0,678, 0,863, 0,842, 0,863, 0,759 0,865, 0,790, 0,826, 0,745, 0,805, 0,716, 0,740, 0,736, 0,800 0,873, 0,765, 0,884, 0, 842, 0,767, 0,709, 0,789, 0,813, 0,837 0,475, 0,859, 0,899, 0,877, 0,609, 0,878, 0,823, 0,635 0,865, 0,637, 0,728, 0,936, 0,646, 0,629, 0,612, 0,874, 0,877, 0,885 0,719, 0,864, 0,773, 0,827, 0,623, 0,636, 0,859, 0,762 |
Sumber: Data Diolah (2014)
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa hampir seluruh instrumen telah memiliki nilai faktor > 0,6 sehingga disimpulkan memiliki korelasi yang kuat. Namun, masih terdapat instrumen yang memiliki korelasi yang lemah, yaitu X4.1 dengan nilai faktor kurang dari 0,6.
Tahap terakhir dari teknik analisis faktor adalah mengetahui apakah model mampu menjelaskan dengan baik, di mana untuk mengetahui hal tersebut
data akan diuji dengan teknik Principal Component Analysis. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh ketepatan model untuk masing-masing variabel X1 hingga Y berturut-turut adalah 60%, 61%, 41%, 53%, 53%, dan 50%.
Setelah uji instrumen penelitian, selanjutnya dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri atas pengujian normalitas data, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Hasil pengujian asumsi klasik tersaji dalam Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Asumsi Klasik | |
Variabel |
Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji Multikolinearitas Uji Heteroskedastisitas Sig. 2 Tailed Tolerance VIF Signifikansi |
X1 X2 X3 X4 X5 |
0,465 2,152 0,823 0,359 2,783 0,355 0,505 0,419 2,384 0,384 0,468 2,136 0,235 0,383 2,613 0,415 |
Sumber: Data Diolah (2014)
Melihat Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini lolos uji asumsi klasik, di mana nilai signifikansi pada uji normalitas sebesar 0,505 (0,505 > 0,05). Hal ini berarti model regresi berdistribusi normal. Selain itu, seluruh variabel bebas memberikan nilai tolerance > 10% dengan VIF < 10, sehingga dapat dinyatakan bahwa model regresi bebas dari persoalan multikolinearitas. Model regresi juga terbebas dari masalah heteroskedastisitas variabel bebas memiliki signifikansi lebih besar dari á (0,05). Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, di mana hasilnya disajikan dalam Tabel 5.
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai Adjusted (R2) sebesar 0,259. Hal ini mengandung pengertian bahwa 25,9 persen variabel kinerja auditor mampu dijelaskan oleh variabel extraversion, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan openness to experience, dan sisanya sebesar 74,1 persen dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya yang
tidak terdapat dalam model. Selain itu, signifikansi F sebesar 0,001 < alpha = 0,05 yang berarti model yang digunakan pada penelitian ini telah layak (fit).
Hasil pengujian untuk masing-masing hipotesis (Uji t) akan dijelaskan sebagai berikut.
-
1) Pengaruh extraversion pada kinerja auditor
Hasil pengujian atas hipotesis pertama (H1) dalam penelitian ini menemukan bahwa extraversion berpengaruh pada kinerja auditor. Koefisien regresi bernilai 0,452 menunjukkan bahwa kepribadian extraversion berpengaruh positif pada kinerja auditor. Hasil penelitian ini mendukung atau konsisten dengan hasil dari beberapa penelitian sebelumnya. Barrick, dkk (2001) serta Rothmann dan Coetzer (2003) menemukan bahwa extraversion berpengaruh positif pada kinerja untuk pekerjaan yang menuntut adanya interaksi sosial. Individu dengan karakateristik ekstraver menggambarkan kepribadian individu yang suka bergaul dan tegas (Robbins dan Judge, 2008:131). Auditor merupakan salah satu profesi yang mengharuskan adanya interaksi dengan individu lain,
Tabel 5.
Hasil analisis regresi linear berganda
Model |
Unstandardized Coeficients |
Standardized |
T |
Sig. | ||
B |
Std.Error |
Beta | ||||
1 |
(Constant) |
0,423 |
3,678 |
0,115 |
0,909 | |
Extraversion |
0,452 |
0,179 |
0,430 |
2,527 |
0,015 | |
Agreeableness |
0,437 |
0,208 |
0,406 |
2,098 |
0,041 | |
Conscientiousness |
0,186 |
0,183 |
0,182 |
1,013 |
0,316 | |
Emotional stability |
-0,245 |
0,153 |
-0,272 |
-1,605 |
0,115 | |
Openness to |
-0,206 |
0,161 |
-0,240 |
-1,278 |
0,207 | |
experience | ||||||
Adjusted (R2) |
0,259 | |||||
F Hitung |
4,848 | |||||
Signifikansi F |
0,001 |
Sumber: Data Diolah (2014)
di mana apabila terjalin hubungan yang baik dengan klien (namun masih dalam batasan tidak mengganggu independensi auditor), maupun rekan dalam tim audit akan menghasilkan emosi positif yang dapat meningkatkan kinerja auditor.
-
2) Pengaruh agreeableness pada kinerja auditor
Hasil pengujian atas hipotesis kedua (H2) dalam penelitian ini menemukan bahwa agreeableness berpengaruh pada kinerja auditor. Koefisien regresi bernilai 0,437 menunjukkan bahwa kepribadian agreeableness berpengaruh positif pada kinerja auditor. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini konsisten atau mendukung penelitian Helliar dkk (2006) yang menyatakan bahwa kerjasama merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh auditor untuk menunjang kesuksesan dalam hal pengauditan karena proses audit memerlukan kerjasama tim dalam mengambil keputusan maupun pertimbangan audit. Menurut Marberry (2007:93) individu yang memiliki kepribadian agreeableness akan menunjukkan sikap yang kooperatif dengan rekan timnya sehingga mampu memecahkan suatu masalah yang dihadapi timnya dengan efektif.
Selain dengan tim audit, auditor juga harus bekerja sama yang baik terhadap klien. Apabila hal tersebut tercapai, auditor akan lebih mudah menggali informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pemeriksaan karena klien secara kooperatif akan menyampaikan seluruh informasi yang diperlukan (Badjuri, 2008). Agreeableness merupakan kepribadian yang menunjukkan kesenangan untuk bekerja sama dengan orang lain, berkaitan dengan aspek kepercayaan, fleksibilitas, kooperatif, dan toleransi (Neuman dan Wright, 1999). Auditor harus mampu bekerja sama yang baik dengan rekan dalam tim audit maupun klien sehingga mampu melaksanakan penugasan audit dengan efektif, di mana hal ini tentu menunjang peningkatan kinerja auditor yang bersangkutan.
-
3) Pengaruh conscientiousness pada kinerja auditor
Hipotesis ketiga (H3) penelitian ini adalah conscientiousness berpengaruh positif pada kinerja auditor Kantor Akuntan Publik. Penelitian ini menghasilkan penemuan bahwa conscientiousness tidak berpengaruh pada kinerja auditor. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Jaffar dkk (2011) yang menemukan bahwa kepribadian conscientiousness tidak berpengaruh pada kinerja auditor dalam hal mendeteksi kecurangan dan hasil penelitian Barry dan Stewart (1997) yang menemukan bahwa conscientiousness tidak berpengaruh pada kinerja untuk pekerjaan yang berbasis tim karena dengan kerjasama yang baik, tim akan mampu mengimbangi walaupun tidak seluruh individunya memiliki kepribadian conscientiousness. Dengan demikian, kepribadian conscientiousness tidak memengaruhi kinerja auditor karena kerjasama yang baik antar sesama tim audit akan mampu mengimbangi walaupun tidak seluruh anggotanya memiliki kepribadian conscientiousness.
-
4) Pengaruh emotional stability pada kinerja auditor
Hipotesis keempat (H4) penelitian ini adalah emotional stability berpengaruh positif pada kinerja auditor Kantor Akuntan Publik. Hasil penelitian ini menemukan bahwa emotional stability tidak berpengaruh pada kinerja auditor, di mana konsisten dengan hasil penelitian Jaffar dkk (2011) yang menemukan bahwa emotional stability tidak berpengaruh pada kinerja auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini disebabkan oleh sekalipun seorang auditor memiliki stabilitas emosi yang rendah, untuk menunjukkan profesionalismenya mereka akan tetap mampu mengontrol emosinya ketika menghadapi situasi yang menegangkan pada saat melaksanakan penugasan sehingga hal tersebut tidak akan memengaruhi kinerjanya (Jaffar dkk, 2011).
Menurut Robbins dan Judge (2008:133) stabilitas emosi yang positif tidak berkaitan dengan kinerja, justru beberapa aspek dari stabilitas emosi yang
negatif, misalnya rasa gugup dapat membantu prestasi kerja. Slaughter dan Kausel (2009) menyatakan bahwa rasa gugup dapat menyebabkan seseorang mempersiapkan sesuatu dengan sebaik-baiknya karena mereka akan memikirkan segala sesuatu yang dapat terjadi pada kinerja mereka, termasuk yang paling buruk.
Berdasarkan karakteristik responden diketahui responden dalam penelitian ini didominasi oleh auditor yang sudah pernah menjadi ketua tim audit yaitu sebesar 55,4%, dimana hal tersebut mengindikasikan bahwa auditor tersebut telah berpengalaman. Sehingga walaupun auditor memiliki stabilitas emosi yang rendah, dengan profesionalisme dan pengalaman yang dimiliki akan menyebabkan auditor tersebut mampu mengontrol emosi dan sikapnya saat menghadapi permasalahan dalam melaksanakan penugasan audit, di mana hal tersebut tidak akan mengganggu kinerja auditor yang bersangkutan.
-
5) Pengaruh openness to experience pada kinerja auditor
Hipotesis kelima (H5) penelitian ini adalah openness to experience berpengaruh positif pada kinerja auditor Kantor Akuntan Publik. Hasil penelitian ini menemukan bahwa openness to experience tidak berpengaruh pada kinerja auditor, di mana konsisten dengan penelitian Jaffar dkk (2011) yang menemukan bahwa openness to experience tidak berpengaruh pada kinerja auditor dalam hal mendeteksi kecurangan.
Barrick dan Mount (1991) menemukan bahwa di antara tiga kriteria kinerja yang digunakan, antara lain kecakapan saat melaksanakan tugas, kecakapan saat pelatihan kerja, dan personnel data, kepribadian openness to experience hanya berhubungan dengan kinerja individu dalam hal kecakapan pelatihan kerja karena individu dengan kepribadian ini memiliki sikap positif untuk mempelajari hal-hal yang baru. Namun, berdasarkan karakteristik responden dalam penelitian ini, dapat dilihat bahwa sebagian besar auditor, yaitu sebesar 58,9% tidak pernah mengikuti pelatihan audit sehingga kepribadian ini tidak memengaruhi kinerja auditor yang bersangkutan.
Openness to experience merupakan kepribadian yang mengklasifikasikan seseorang berdasarkan lingkup minat serta ketertarikannya pada berbagai hal yang baru dan tantangan (Robbins dan Judge, 2008:135). Lingkup pekerjaan audit untuk Kantor Akuntan Publik di Provinsi Bali yang sederhana dan kurang kompleks (Widyastari dkk, 2014) menyebabkan tidak terlalu penting untuk auditor memiliki kepribadian openness to experience mengingat pekerjaan auditor yang tidak terlalu mengalami fluktuasi atau perubahan dan tantangan yang signifikan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh Big Five Personality pada kinerja auditor Kantor Akuntan Publik di Provinsi Bali dapat disimpulkan bahwa:
-
1) Extraversion berpengaruh positif pada kinerja auditor Kantor Akuntan Publik di Provinsi Bali. Dengan terjalinnya hubungan yang baik dengan klien (namun masih dalam batasan tidak mengganggu independensi auditor), maupun rekan dalam tim audit akan menghasilkan emosi positif yang dapat meningkatkan kinerja auditor.
-
2) Agreeableness berpengaruh positif pada kinerja auditor KAP di Provinsi Bali. Auditor harus mampu bekerja sama yang baik dengan rekan dalam tim audit maupun klien sehingga mampu melaksanakan penugasan audit dengan efektif, di mana hal ini tentu menunjang peningkatan kinerja auditor yang bersangkutan.
-
3) Conscientiousness tidak berpengaruh pada kinerja auditor KAP di Provinsi Bali. Kepribadian conscientiousness tidak mempengaruhi kinerja auditor karena kerjasama yang baik antar sesama tim audit akan mampu mengimbangi walaupun tidak seluruh anggotanya memiliki kepribadian conscientiousness.
-
4) Emotional stability tidak berpengaruh pada kinerja auditor KAP di Provinsi Bali. Sekalipun seorang auditor memiliki stabilitas emosi yang rendah, untuk menunjukkan profesionalismenya mereka akan tetap mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi situasi yang menegangkan pada saat melaksanakan penugasan sehingga hal tersebut tidak akan memengaruhi kinerjanya.
-
5) Openness to experience tidak berpengaruh pada kinerja auditor KAP di Provinsi Bali. Lingkup pekerjaan audit untuk Kantor Akuntan Publik di Provinsi Bali yang cenderung stabil dan konsisten menyebabkan tidak terlalu penting untuk auditor memiliki kepribadian openness to experience mengingat pekerjaan auditor yang tidak terlalu mengalami fluktuasi atau perubahan dan tantangan yang signifikan.
REFERENSI
Agustina, Lidya. 2009. Pengaruh Konflik Peran, Ketidakjelasan Peran, dan Kelebihan Peran Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Auditor. Jurnal Akuntansi, Vol.1: 40-69.
Badjuri, Achmad. 2008. Pendekatan Psikologi dan Komunikasi Audit dalam Mendukung Penugasan Profesional Audit. Fokus Ekonomi, Vol. 7: 164-172.
Barrick, R Murray dan Mount, Michael K. 1991. The Big Five Personality Dimensions and Job Performance: A Meta-Analysis. Personnel Psychology, Vol. 44: 1-26.
Barrick, R M., Mount, M. K., dan Judge, T. A. 2001. Personality and performance at the beginning of the new millennium: What do we know and where do we go next? International Journal of Selection and Assessment, Vol. 9: 9-30.
Barrick, R Murray. dan Mount, Michael K. 2005. Yes, Personality Matters: Moving on to More Important Matters. Human Performance, Vol. 18: 359-372.
Barry, B. dan Stewart, G. L. 1997. Composition, Process, and Performance in Self-Managed Groups: The Role of Personality. Journal of Applied Psychology, Vol. 82: 62-78.
Dwilita, Handriyani. 2008. “Analisis Pengaruh Motivasi, Stres, dan Rekan Kerja Terhadap Kinerja Auditor di Kantor Akuntan Publik di Kota Medan” (tesis). Medan: Universitas Sumatera Utara.
Feist, Jess dan Feist, Gregory J. 2009. Theories of Personality. Amerika Serikat: McGraw Hill.
Fisher, Richard T. 1995. “Role Stress, The Type A Behavior Pattern, and External Auditor Job Satisfaction and Performance” (tesis). New Zealand: Lincoln University.
Fitriany, Lindawati, G., Sylvia, V.N.P.S., Marganingsih, A., Anggrahita, V. 2010. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Job Satisfaction Auditor dan Hubungannya dengan Performance dan Keinginan Berpindah Kerja Auditor (Perbandingan pada KAP Besar, KAP Menengah, dan KAP Kecil). Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto, 13-14 Oktober.
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Kedua. Semarang: Universitas Diponegoro.
Helliar, C. V. Monk, E. A., dan Stevenson, L. A. 2006. The Skill-Set of Trainee Auditors. National Auditing Conference. United Kingdom 31 Maret-1 April.
Jaffar, N., Haron, H., Iskandar, T. M., dan Salleh, A. 2011. Fraud Risk Assessment and Detection of Fraud: The Moderating Effect of Personality. International Journal of Business and Management, Vol. 6: 40-50.
John, O. P. dan Srivastava, S. 1999. The Big-Five Trait Taxonomy: History, Measurement, and
Theoretical Perspectives. Handbook of Personality: Theory and Research, Vol. 2: 102-138.
Julianingtyas, Bunga Nur. 2012. Pengaruh Locus of Control, Gaya Kepemimpinan, dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Auditor. Accounting Analysis Journal, Vol. 1: 7-14.
Marberry, Stephanie Jean. 2007. Predicting Individual and Team Performance Through Personality Traits, Cohesion, and Mental Models. United States: Northern Illinois University.
McCrae, R. R. dan Costa, P. T. 1997. Personality Trait Structure as Human Universal. American Psychologist, Vol. 52: 509-516.
Neuman, G. A. dan Wright, J. 1999. Team Effectiveness: Beyond Skills and Cognitive Ability. Journal of Applied Psychology, Vol. 84: 376-389.
Ramdhani, Neila. 2012. Adaptasi Bahasa dan Budaya Inventori Big Five. Jurnal Psikologi, Vol. 39: 189-207.
Robbins, S. P. dan Judge, T. A. 2008. Perilaku Organisasi. (Diana Angelica, Ria Cahyani, dan Abdul Rosyid, Pentj). Jakarta: Salemba Empat.
Rodhe, J.G., Sorensen, J.E., dan Lawler, E.E. 1976. An Analysis of Personal Characteristics Related to Professional Staff Turnover in Public Accounting Firms. Decision Sciences, 771-800.
Rothmann, S dan Coetzer, E P. 2003. The Big Five Dimensions and Job Performance. Journal of Industrial Psychology, Vol. 29: 68-74.
Rustiarini, Ni Wayan. 2013. Sifat Kepribadian dan Locus of Control Sebagai Pemoderasi Hubungan Stres Kerja dan Perilaku Disfungsional Audit. Simposium Nasional Akuntansi XVI. Manado, 25-28 September.
Slaughter, J.E. dan Kausel E.E. 2009. The Neurotic Employee: Theoretical Analysis of the Influence of Narrow Facets of Neuroticism on Cognitive, Social, and Behavioral Processes Relevant to Job Performance. Research in Personnel and Human Resources Management, Vol. 28: 265-341.
Siahaan, Victor D. 2010. Pengaruh Profesionalisme Terhadap Komitmen Organisasi dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Auditor (Studi pada kantor Perwakilan BPK-RI Provinsi Aceh). Jurnal Telaah & Riset Akuntansi, Vol. 3: 10-28.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Viswesvaran, C. dan Ones, D.S. 2000. Perspectives on Models of Job Performance. International Journal of Selection and Assessment, Vol. 8: 216-226.
Widyastary, I.A. Paramita, Yasa, Gerianta W., dan Wirakusuma, Made Gede. 2014. Pengaruh Konflik Peran, Ketidakjelasan Peran, dan Kelebihan Peran pada Kinerja Auditor dengan Kecerdasan Emosional sebagai variabel Pemoderasi (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik Se-Provinsi Bali). Simposium Nasional Akuntansi XVII. Mataram, 24-27 September.
Wright, Arnold. 1986. Performance Evaluation of Staff Auditors: A Behaviorally Anchored Rating Scales. Auditing: A Journal of Practice and Theory, 104-105.
Wulandari, Endah dan Tjahjono, Heru Kurnianto. 2011. Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Auditor BPKP Perwakilan DIY. Jurnal Bisnis: Teori dan Implementasi, Vol. 1: 27-43.
Discussion and feedback