PENGUJIAN VALIDITAS EMPIRIS CAPITAL ASSET PRICING MODEL DI PASAR MODAL INDONESIA
on
Yolanda Marsyella Simangunsong, Pengujian Validitas Empiris ... 57
PENGUJIAN VALIDITAS EMPIRIS CAPITAL ASSET PRICING MODEL DI PASAR MODAL INDONESIA
Yolanda Marsyella Simangunsong1
Dewa Gede Wirama2
1Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia e-mail: [email protected]
2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia
ABSTRAK
Analisis perdagangan sekuritas yang cermat, teliti serta didukung dengan data-data yang akurat diperlukan untuk mengetahui tingkat keuntungan serta risiko dalam berinvestasi. Krisis keuangan global menyebabkan banyak akademisi mempertanyakan validitas efisiensi pasar dan Capital Asset Pricing Model yang merupakan salah satu model estimasi yang dapat menentukan hubungan return dan risiko. Penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas empiris Capital Asset Pricing Modeldi pasar modal Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jumlah sampel 45 perusahan (270 amatan) yang tergabung dalam LQ45 periode Agustus 2012 sampai Januari 2013. Teknik analisis regresi linear sederhana dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara beta dan return. Hasil analisis menunjukkan bahwa beta tidak menjelaskan return. Selain itu, empat prediksi lainnya yang digunakan untuk menguji Capital Asset Pricing Model secara empiris tidak dapat terpenuhi. Hal ini berarti bahwa Capital Asset Pricing Model tidak valid di pasar modal Indonesia.
Kata kunci: beta,CAPM, LQ45, return
ABSTRACT
A careful analysis of securities trading, supported by thorough and accurate data needed to determine the level of returns and risks in investing. The global financial crisis led many academics to question the validity of market efficiency and the Capital Asset Pricing Model which is one of the estimation model that can determine the return and risk relationship. This study aimed to test the empirical validity of Capital Asset Pricing Model in Indonesian capital market. This study used a quantitative approach with 45 firms as sample (270 observations) which were incorporated on LQ45 stock index in the period of August 2012 until January 2013. Simple linear regression analysis was conducted to obtain an overview of the relationship between beta and return. The analysis showed that beta did not explain return. In addition, four other predictions that were used to empirically test the Capital Asset Pricing Model could not be fulfilled. This meant that the Capital Asset Pricing Model was not valid in the Indonesian capital market.
Keywords: beta,CAPM, LQ45, return
PENDAHULUAN
Investasi merupakan salah satu aktivitas pendanaan yang terdapat pada sebuah perusahaan. Aktivitas pendanaan atau investasi ini biasanya dilakukan melalui pasar modal. Kinerja pasar modal serta minat masyarakat terhadap kegiatan investasi pada pasar modal yang semakin meningkat mengakibatkan kebutuhan akan analisis perdagangan sekuritas yang cermat, teliti serta didukung dengan data-data yang akurat. Analisis tersebut diperlukan untuk mengetahui tingkat keuntungan dalam berinvestasi. Pada umumnya, investor ingin meminimalkan risiko (minimize risk) tersebut dan meningkatkan perolehan (maximize return). Hal lain
yang biasanya dilakukan oleh investor dengan tujuan untuk meminimalkan risiko yang mungkin terjadi atas modal yang telah ditanamkan pada kegiatan investasi ialah melakukan portofolio atau diversifikasi saham.
Return suatu sekuritas dapat diestimasi dengan baik dan mudah dengan suatu model estimasi. Salah satu model estimasi yang dapat menentukan hubungan risiko dan return ialah Capital Asset Pricing Model (CAPM). Model estimasi yang dibangun atas teori portofolio Markowitz ini pertama kali diperkenalkan oleh Jack Treynor (1961-1962), William Forsyth Sharpe (1964), John Lintner (1965a,b) dan Jan Mossin (1966) secara terpisah. Keseimbangan
pasar memiliki peran penting dalam CAPM. Pada keadaan pasar seimbang atau ekuilibrium, tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal untuk suatu saham akan dipengaruhi oleh risiko saham tersebut (Husnan, 2005:177).
Krisis keuangan global telah menyebabkan banyak akademisi mempertanyakan validitas dari efisiensi pasar dan CAPM (Smith dan Walsh, 2013). Hingga saat ini, perdebatan mengenai hubungan return dan beta dalam CAPM masih terus berlanjut, namun demikian CAPM masih tetap digunakan.
Fama yang sebelumnya antusias terhadap CAPM bersama MacBeth, pada tahun 1992 bersama French menunjukkan bahwa beta sudah tidak dapat lagi memprediksi return. Kasus melawan beta dan/atau CAPM telah secara tegas disampaikan oleh beberapa orang lainnya termasuk Grinold pada tahun 1993, Davis dan He dan Ng pada tahun 1994 serta Fama dan French dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 1993, 1995, 1996, dan 1998, mengikuti langkah yang telah dikemukakan oleh Fama dan French pada tahun 1992 (Karen dan Faff, 2013). Kemudian pada tahun 2013, Dempsey berpendapat bahwa sebagai sebuah paradigma untuk penentuan harga pasar, CAPM telah gagal. Menurut Brown dan Walter (2013), perdebatan mengenai validitas CAPM yang masih terus terjadi hingga saat ini kemungkinan sebagiannya dikarenakan oleh asal-usul intelektualnya (yakni Harry Markowitz, 1952, 1959 – yang kemudian menerima penghargaan Nobel di bidang Ekonomi tahun 1990).
Pada model CAPM, terdapat asumsi-asumsi model CAPM yang digunakan dengan tujuan untuk menyederhanakan model CAPM, (Hartono 2010:488) yaitu: 1) Seluruh investor memiliki cakrawala waktu satu periode yang sama. Kekayaan investor dapat dimaksimumkan dengan memaksimumkan utiliti harapan dalam satu periode waktu yang sama. 2) Seluruh investor mengambil keputusan investasi yang didasarkan atas pertimbangan antara nilai return ekspektasian dan deviasi standar return dari portofolionya. 3) Seluruh investor memiliki harapan yang seragam (homogeneous expectation) terhadap faktor-faktor input, seperti return ekspektasian (expected return), varian dari return dan kovarian antara return-return sekuritas yang digunakan untuk keputusan portofolio. Asumsi ini berimplikasi bahwa dengan harga-harga sekuritas, tingkat bunga bebas risiko tertentu dan dengan menggunakan input-input portofolio yang sama, maka setiap investor akan
menghasilkan efficient frontier yang sama. 4) Seluruh investor diperbolehkan untuk meminjamkan sejumlah dananya atau meminjam sejumlah dana pada tingkat suku bunga bebas risiko dalam jumlah yang tidak terbatas. 5) Investor individual diijinkan untuk melakukan penjualan pendek (short sale) berapapun yang dikehendaki. 6) Seluruh aset dapat dipecah-pecah menjadi bagian yang lebih kecil tanpa batas. Investor tetap dapat melakukan investasi dengan nilai yang terkecil serta melakukan transaksi penjualan dan pembelian aset dengan harga yang berlaku setiap saat. 7) Seluruh aset dapat dipasarkan secara likuid sempurna atau secara cepat dengan harga yang berlaku. 8) Tidak diberlakukannya biaya transaksi sehingga penjualan atau pembelian aset tidak dikenai biaya transaksi. 9) Tidak terjadi inflasi. 10) Tidak diberlakukannya pajak pendapatan pribadi sehingga investor memiliki pilihan yang sama untuk mendapatkan capital gain atau dividen. 11) Investor sebagai penerima harga (price-takers). Harga dari suatu asset tidak dapat dipengaruhi oleh investor individual dengan melakukan kegiatan pembelian dan penjualan aset tersebut. Harga dari aset ditentukan oleh investor secara keseluruhan bukan investor secara individual dan 12) Pasar modal dalam kondisi seimbang (ekuilibrium). Implikasi dari asumsi ini ialah semua investor akan memilih portofolio pasar, yaitu portofolio yang berisi dengan semua aset yang ada di pasar dan Portofolio pasar ini merupakan portofolio aset berisiko yang optimal, yaitu yang berada di efficient frontier menurut Markowitz.
CAPM merupakan sebuah model yang kuat (a) karena CAPM terkait return ekspektasi sebuah aset hanya pada return ekspektasi pasar dan tingkat bebas risiko dan (b) karena CAPM menghasilkan sebuah persamaan linear yang sangat sederhana (Adcock dan Clark, 1999). Yohantin (2008) mengungkapkan bahwa berdasarkan CAPM, tingkat risiko dan tingkat return yang layak dinyatakan memiliki hubungan positif dan linier. Model dari CAPM adalah sebagai berikut:
E(Ri) = RBR + βi . [E(RM) - RBR] ...........(1)
Keterangan:
E(Ri) = Tingkat return ekspektasi untuk sekuritas ke-i RBR = Tingkat return dari investasi bebas risiko βi = Kovarian return sekuritas ke-i
E(RM) = Return ekspektasian dari portofolio pasar
Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2011:162), pada model CAPM dapat dipahami bahwa investor ingin memperoleh kompensasi atas dua hal, yaitu nilai waktu uang yang dapat digambarkan melalui tingkat bunga bebas risiko dan risiko atas investasi yang tergambar melalui beta yang dibandingkan dengan tingkat return aset terhadap return pasar selama periode tertentu. Risiko merupakan penyimpangan tingkat keuntungan yang diperoleh dari nilai yang diharapkan oleh seorang investor (Supriyadi, 2009). Risiko investasi dapat berupa kerugian penurunan kurs saham dan kurs obligasi, gagal menerima dividen tunai dan kupon obligasi, gagal menerima kembali pokok obligasi karena emiten dinyatakan pailit, dan gagal menerima kembali modal karena emiten saham dinyatakan pailit atau sahamnya tidak laku dijual karena emiten bersangkutan telah dikeluarkan dari pencatatan di Bursa Efek (Samsul 2006:285). Dalam konteks portofolio pasar, risiko investasi terdiri dari 2 (dua) komponen, yaitu risiko tidak sistematis (unsystematic risk) dan risiko sistematis (systematic risk). (Sunariyah 2003:180).
Kedua jenis risiko ini harus dikenal oleh investor untuk mengurangi risiko investasi. Namun, risiko yang diperhitungkan dalam CAPM hanyalah risiko sistematis (systematic risk) yang merupakan risiko yang tidak dapat didiversifikasi atau dihindarkan. Risiko sistematis ini juga disebut sebagai risiko pasar. Risiko sistematis merupakan risiko yang berkaitan dengan kondisi yang terjadi di pasar secara umum, misalnya perubahan dalam perekonomian secara makro, risiko tingkat bunga, risiko politik, risiko inflasi, risiko nilai tukar dan risiko pasar (Suharli, 2005). Beta digunakan dalam CAPM sebagai pengukur risiko sistematis dari suatu sekuritas maupun portofolio relatif terhadap risiko pasar.
Suatu sekuritas yang memiliki beta sama dengan beta portofolio pasar atau sama dengan 1, diharapkan memiliki return ekspektasian yang sama dengan return ekspektasian portofolio pasar yaitu E(RM) Risiko sistematis dari sekuritas yang memiliki beta lebih besar dari 1 akan lebih besar dari risiko pasar dan diharapkan akan mendapatkan return ekspektasian yang lebih besar dari return ekspektasian portofolio pasar. Namun apabila sekuritas memiliki beta lebih kecil dari 1, maka risiko sitematisnya lebih kecil dari risiko pasar dan diharapkan akan mendapatkan return ekspektasian yang lebih kecil dari return ekspektasian portofolio pasar.
Estimasi beta dapat dilakukan dengan mengumpulkan nilai-nilai historis return dari sekuritas serta return dari pasar dalam periode tertentu, misalnya selama 60 bulan untuk return bulanan atau 200 hari untuk return harian (Hartono 2010:377). Jagannathan dan Wang (1996) dan Akdeniz et al. (2002) menyatakan bahwa beta bervariasi dari waktu ke waktu. Berubahnya kondisi pasar dari waktu ke waktu menjadi penyebab berubahnya risiko yang terdapat di pasar dari waktu ke waktu. Perubahan risiko juga telah ditunjukkan pada sebuah situs berita bisinis, www.reuters.com, yang menampilkan beta yang berubah-ubah.
Mengacu pada terjadinya perbedaan hasil dari berbagai penelitian (research gap) yang telah dilakukan sebelumnya dalam pengujian validitas empiris CAPM, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah CAPM memiliki validitas empiris di pasar modal Indonesia? Penelitian ini bertujuan menguji validitas empiris Capital Asset Pricing Model (CAPM) di pasar modal Indonesia.
Penelitian mengenai hubungan return dan risiko dilakukan oleh Black, Jensen dan Scholes (1972) dan memberikan indikasi bahwa terdapat hubungan yang linier antara return dan risiko/beta. Pada tahun 1973, Fama dan MacBeth juga menemukan hasil yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Fama dan MacBeth tersebut memberikan hasil bahwa koefisien dan residual dari regresi return dan risiko konsisten dengan pasar modal yang efisien.
Penelitian yang dilakukan oleh Kothari et al. pada tahun 1995,menunjukkan bahwa estimasi beta yang menggunakan data tahunan menghasilkan hubungan yang positif antara return rata-rata dan beta, signifikan baik secara ekonomi dan statistik. Hasil yang positif juga ditemukan oleh Brav, Lehavy, dan Michaely (2005), dimana terdapat hubungan yang kuat antara return ekspektasi dan beta pasar. Dari uraian tersebut maka pengujian empiris Capital Asset Pricing Model (CAPM) akan dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
Ha : Beta (β) mempengaruhi return
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menjadikan data beta dan return saham dari perusahaan yang tergabung dalam LQ45 sebagai objek dalam penelitian. Jenis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa: 1) Daftar perusahaan LQ45 periode
Agustus 2012 sampai Januari 2013 yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia yang dapat diakses dari situs www.idx.co.id. 2) Data historis seperti data harga saham dan dividen, digunakan untuk menentukan return sekuritas, yang diterbitkan oleh perusahaan yang masuk dalam daftar LQ45 periode Agustus 2012 sampai Januari 2013, maupun data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencerminkan return portofolio pasar, di website Yahoo Finance dengan alamat www.finance.yahoo.com dan 3) Data suku bunga BI (BI rate) yang mencerminkan return aset bebas risiko. Data ini dapat diperoleh dari Bank Indonesia melalui situs resminya, www.bi.go.id.
Terdapat dua jenis variabel dalam penelitian ini, yaitu: Variabel dependen atau variabel terikat yang merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam penelitian ini adalah return yang diproksikan dengan risk premium (R'lt). Risk premium (R'it) didefinisikan sebagal rata-rata tlngkat keuntungan setelah dikoreksi oleh tingkat keuntungan aset bebas risiko. Risk premium ni dapat diperoleh dengan cara:
R∖t = R,t — RBR,t .......................................... (2)
Notasi:.
Ri,t = return sekuritas ke-i periode ke-t
RBR,t = return aset bebas risiko periode ke-t
Variabel independen atau variabel bebas yang merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lainnya dalam penelitian ini adalah risiko sistematis/ beta (βi). Risiko sistematis/beta (βi) didefinisikan sebagai risiko yang berkaitan dengan keadaan pasar yang tidak terhindarkan dengan diversifikasi. Time varying-betas menjadi perbedaan dengan pengujian empiris CAPM yang dilakukan oleh Fama dan MacBeth pada tahun 1973. Peneliti melakukan estimasi beta dengan menggunakan nilai historis return dari sekuritas serta return dari pasar selama 60 bulan. Risiko sistematis/beta ini dapat diperoleh dengan cara:
_ ∑n=ι(Ri,t - Ru) . ‰ - Rw ) (βi) = ∑n=ι (RM,t - RMt )2
............... (3)
Keterangan:
Ri,t = Return sekuritas ke-i periode ke-t
Ri,t = Rata-rata return sekuritas ke-i periode ke-t
RM,t = Return portofolio pasar periode ke-t
RM,t = Rata-rata return portofolio pasar periode ke-t
Untuk memperoleh hasil penelitian yang di harapkan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan dokumenter. Peneliti melakukan penelusuran dan pencatatan informasi yang berupa data harga saham perusahaan LQ45 periode Agustus 2012 sampai Januari 2013, data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) serta data suku bunga BI (BI rate).
Penyelesaian penelitian ini menggunakan metode analisis data yang dilakukan secara kuantitatif (analisis kuantitatif) menggunakan alat statistik yaitu program SPSS (Statistical Product and Service Solution). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi sederhana. Beta (βι) pada penelitian ini diregresi pada risk premium (R'i-t )untuk membuktikan pengaruh beta (βι) pada risk premium (R'i-t ) dengan dasar persamaan yang umumnya digunakan untuk menguji CAPM secara empiris (Hartono, 2010: 506):
R'i,t = δ0 + δ1 . βi + ev ..............................(4)
Keterangan:
R\t = Rt- RBR-t
δ1 = (RM,t - RBR,t)
Berikut ini merupakan prediksi dari pengujian tersebut: 1) Intercept δ0 diharapkan secara signifikan tidak berbeda dengan nol. Intercept δ0 merupakan intercept baru yang ditambahkan karena intercept asli sebesar RBR dipindahkan dari sisi sebelah kiri sama dengan dari persamaan asal, CAPM model ex post, yakni Rt = RBRt + β . [Rm + RBRt] + ei,t . Jika intercept sama dengan nol, ini berarti bahwa return bebas risiko adalah sama dengan RBR. 2) Beta harus signifikan dan merupakan satu-satunya faktor yang menerangkan return sekuritas berisiko. Ini berarti bahwa jika variabel-variabel lain yang dimasukkan ke dalam model, seperti variabel dividend yield, P/E ratio, besarnya perusahaan (size) dan lain sebagainya, maka variabel-variabel ini tidak signifikan di dalam menjelaskan return dari sekuritas berisiko. 3) Koefisien dari Beta, yaitu δ1 seharusnya sama dengan nilai (RM,t - R BRt). Hal ini dikarenakan notasi δ1 dalam, persamaan R'it = δ0 + δ1 . βi + eit merupakan notasi yang berasal dari penulisan ulang (RM,t - RBR,t) dalam persamaan CAPM model ex post R = RBRt + βi . [E(Rm,t)+ RBR,t ] + ei,t . 4) Hubungan dari return dan risiko harus linier. dan 5) Dalam jangka panjang, nilai δ1 harus positif. Hal ini berarti return dari portofolio
pasar lebih dari tingkat return bebas risiko. Portofolio pasar lebih berisiko dengan aset tidak berisiko, maka harus dikompensasi dengan return yang lebih besar dari return aset bebas risiko.
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, beta dan risk premium dibagi menjadi enam periode perhitungan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah return sekuritas ke-i periode ke-t yang dihitung dengan menggunakan data harga saham perusahaan yang masuk dalam daftar LQ45 pada periode Agustus 2012 sampai Januari 2013, return aset bebas risiko periode ke-t yang dihitung dengan menggunakan data BI rate pada periode Agustus 2012 sampai Januari 2013 dan return portofolio pasar periode ke-t) yang dihitung dengan menggunakan data harga saham pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Pada penelitian ini dilakukan statistik deskriptif untuk mengetahui gambaran umum mengenai karakteristik variabel penelitian. Karakteristik pada variabel dalam penelitian ini yang berupa nilai terendah, nilai tertinggi, rata-rata, dan deviasi standar dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1, dapat dijelaskan bahwa jumlah pengamatan (N) dari penelitian ini adalah 270. Pada variabel return, nilai terendah -0,04 dimiliki oleh PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk. pada periode pertama, PT Intraco Penta Tbk. dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk. pada periode kedua, PT XL Axiata Tbk. dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. pada periode ketiga, PT Bhakti Investama Tbk. pada periode keempat, PT BW Plantation Tbk. dan PT Kalbe Farma Tbk. pada periode kelima, dan PT Harum Energy Tbk. pada periode keenam. Pada variabel return, nilai tertinggi 0,28 dimiliki oleh PT Sentul City Tbk. pada periode keenam. Pada variabel beta, nilai terendah 0,13 dimiliki oleh PT Unilever
Indonesia Tbk. pada periode kedua, sedangkan nilai tertinggi 2,61 dimiliki oleh PT Energi Mega Persada Tbk.
Mean variabel return adalah -0,0457 berarti rata-rata return seluruh perusahaan sampel adalah sebesar -0,0457. Standar deviasi sebesar 0,09514 berarti terjadi penyimpangan nilai return terhadap nilai rata-ratanya sebesar 0,09514. Mean variabel beta adalah 1,2985 berarti rata-rata beta seluruh perusahaan sampel adalah sebesar 1,2985. Standar deviasi sebesar 0,44487 berarti terjadi penyimpangan nilai beta terhadap nilai rata-ratanya sebesar 0,44487.
Berdasarkan persamaan linier sederhana, maka dapat diketahui bahwa koefisien beta bernilai negatif. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh negatif atau berlawanan arah antara beta dan return.
Berdasarkan prediksi dari pengujian CAPM secara empiris, hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Intercept δ0 secara signifikan berbeda dengan nol. Hal ini tidak sesuai dengan prediksi yang menyatakan bahwa intercept δ0 diharapkan secara signifikan tidak berbeda dengan nol. 2) Nilai signifikansi beta sebesar 0,745 atau lebih dari α = 0,05, menunjukkan bahwa beta tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa beta tidak mempengaruhi return. Selain itu, nilai R Square sebesar 0,000 yang memiliki arti bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel beta terhadap return adalah sebesar 0,000 atau sebesar 0% (0,000 x 100%). Ini berarti bahwa persentase sebesar 100% dipengaruhi oleh faktor-faktor atau variabel lain diluar model ini. Hal ini tidak sesuai dengan prediksi yang menyatakan bahwa beta harus signifikan dan merupakan satu-satunya faktor yang menerangkan return sekuritas berisiko, yang berarti jika variabel-variabel lain yang dimasukkan ke dalam model, seperti variabel dividend yield, P/E ratio, besarnya perusahaan (size) dan lain sebagainya, maka variabel-variabel ini tidak signifikan di dalam menjelaskan return dari sekuritas berisiko.
Tabel 1.
Statistik Deskriptif
N |
Minimum |
Maximum |
Mean |
Std. Deviation | |
Return |
270 |
-0,40 |
0,28 |
-0,0457 |
0,09514 |
Beta |
270 |
0,13 |
2,61 |
1,2985 |
0,44487 |
Valid N (listwise) |
270 |
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2013
Tabel 2. Hasil Uji Regresi Model Summaryb | |
Model |
R R Square Adjusted R Std. Error of DurbinSquare the Estimate Watson |
1 |
0,020a 0,000 -0,003 0,09530 1,607 |
ANOVAa | ||||||
Model |
Sum of Squares |
df |
Mean Square |
F |
Sig. | |
Regression |
0,001 |
1 |
0,001 |
0,106 |
0,745b | |
1 |
Residual |
2,434 |
268 |
0,009 | ||
Total |
2,435 |
269 | ||||
COEFFICIENTSa | ||||||
Model |
Unstandardized |
Standardized | ||||
Coefficients |
Coefficients |
t |
Sig. | |||
B |
Std. |
Beta | ||||
Error | ||||||
1 |
(Constant) |
-0,040 |
0,018 |
-2,240 |
0,026 | |
Beta |
-0,004 |
0,013 |
-0,020 |
-0,326 |
0,745 | |
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2013 |
3) Koefisien dari Beta, yaitu δ1 memiliki nilai signifikansi sebesar 0,745 atau lebih dari α = 0,05, menunjukkan bahwa beta tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa δ1tidak dapat diuji berdasarkan prediksi yang menyatakan bahwa koefisien dari Beta, yaitu δ1 seharusnya sama dengan nilai (RMt - RBRt). 4) Nilai signifikansi sebesar 0,745 atau lebih dari α = 0,05 menunjukkan bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak linier. Hal ini tidak sesuai dengan prediksi yang menyatakan bahwa hubungan dari return dan risiko harus linier dan 5) Koefisien dari Beta, yaitu δ1 memiliki nilai signifikansi sebesar 0,745 atau lebih dari α = 0,05, menunjukkan bahwa beta tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa δ1 tidak dapat diuji dalam jangka panjang seperti yang dinyatakan dalam prediksi bahwa dalam jangka panjang, nilai δ1 harus positif.
Hipotesis dalam penelitian yang menyebutkan bahwa beta mempengaruhi return tidak dapat diterima. Hal ini didasari oleh hasil penelitian yang berdasarkan prediksi CAPM yang keempat, bahwa nilai signifikansi sebesar 0,745 > 0,05 menunjukkan bahwa model regresi dalam penelitian ini tidak linier.
CAPM sebenarnya memiliki konsep yang bagus. Namun, hasil penelitian yang didasari oleh prediksi CAPM di atas menunjukkan bahwa CAPM kurang
tepat digunakan sebagai model untuk memprediksi return di tataran aplikasi. Hal ini dikarenakan oleh keadaan pasar modal Indonesia yang tidak memenuhi seluruh asumsi dasar CAPM. Salah satu asumsi dasar CAPM adalah tidak adanya biaya transaksi. Asumsi tersebut merupakan asumsi yang kurang realistis dan tidak diterapkan dalam kegiatan investasi di pasar modal Indonesia. Asumsi lain yang terdapat pada asumsi dasar CAPM adalah tidak adanya pajak pendapatan pribadi. Asumsi tersebut tidak berlaku bagi investor di Indonesia karena di Indonesia diberlakukan Pajak Penghasilan Orang Pribadi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah Capital Asset Pricing Model tidak valid digunakan di pasar modal Indonesia. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fama dan French (1993 dan 1996) yang menemukan bahwa beta tidak dapat menjelaskan perbedaan cross-sectional dalam return saham, serta hasil penelitian lainnya yang melawan beta dan/atau CAPM oleh Grinold (1993), Davis (1994) dan He dan Ng (1994).
DAFTAR REFERENSI
Adcock, C.J. dan Clark, E.A. 1999. Beta Lives – Some Statistical Perspectives on the Capital Asset Pricing Model. European Journal of Finance, 5 (3), pp: 213-224.
Andri. 2010. Perbandingan Keakuratan CAPM dan APT dalam Memprediksi Tingkat Pendapatan Saham LQ 45. Skripsi Sarjana Jurusan Manajemen Keuangan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Akdeniz, L., Salih, A.A., dan Caner, M. 2002. TimeVarying Betas Help in Asset Pricing: The Threshold CAPM. Studies in Nonlinear Dynamics and Econometrics, 6.
Benson, K. dan Faff, R. 2013. Β. Abacus, 49, Supplement, pp: 24-31.
Berkman, H. 2013. The Capital Asset Pricing Model: A Revolutionary Idea in Finance! Abacus, 49, Supplement, pp: 32-35.
Black, F., Jensen, M. C. dan Scholes, M. 1972. The Capital Asset Pricing Model: Some Empirical Tests. Studies in the Theory of Capital Markets, M. C. Jensen edition, Praeger Publishers.
Brav, A., Lehavy, R. dan Michaely R. 2005. Using Expectations to Test Asset Pricing Models. Financial Management, 34 (3), pp: 5-37.
Brown, P. dan Walter, T. 2013. The CAPM: Theoretical Validity, Empirical Intractability and Practical Applications. Abacus, 49, Supplement, pp: 45-50.
Darmadji, T. dan Hendy M. Fakhruddin. 2010. Pasar Modal di Indonesia. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.
Dempsey, M. 2013.The Capital Asset Pricing Model (CAPM): The History of a Failed Revolutionary Idea in Finance? Abacus,49, Supplement, pp:7-23.
Fama, E. F. dan MacBeth, J. D. 1973. Risk, Return and Equilibrium: Empirical Tests, Journal of Political Economy, 81 (3), pp: 607-636.
Fama, E.F. dan French, K. R. 1992. The Cross-Section of Expected Stock Returns, Journal of Finance,47 (2), pp: 427-465.
———. 1993. Common Risk Factors in the Returns on Stocks and Bonds, Journal of Financial Economics, 33 (1), pp: 3-56.
———. 1995. Size and Book-to-Market Factors in Earnings and Return, Journal of Finance, 50 (1), pp: 131-155.
Ghozali, I. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20. Edisi Keenam. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gunawan, H. 2010. Kinerja Reksa Dana Indonesia pada saat Bullish Market, Crash Market, dan Rebound
Market. Tesis Magister Manajemen Kekhususan Pasar Modal Universitas Indonesia, Jakarta.
Hartono, J. 2010. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Keenam. Yogyakarta: BPFE.
Hermuningsih, S. 2012. Pengantar Pasar Modal Indonesia. Edisi Pertama. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Husnan, S. 2009. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Ismanto, H. 2011. Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Book-to-Market Value, dan Beta terhadap Return Saham di BEI. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, 8 (2), hal: 186-205.
Jagannathan, R. dan Wang, Z. 1996.The Conditional CAPM and the Cross-Section of Expected Returns. Journal of Finance, 51 (1), pp: 3-53.
Johnstone, J. D. 2013. The CAPM Debate and the Logic and Philosophy in Finance. Abacus, 49, Supplement, pp: 1-6.
Kothari, S., Shanken, J. dan Sloan, R.G. 1995.Another Look at the Cross-Section of Expected Stock Returns. The Journal of Finance, 1 (1), pp: 185-224.
Moosa, I. A. 2013. The Capital Asset Pricing Model (CAPM): The History of a Failed Revolutionary Idea in Finance? Comments and Extentions. Abacus, 49, Supplement, pp: 62-68.
Perold, A. F. 2004. The Capital Asset Pricing Model. Journal of Economic Perspectives, 18 (3), pp: 3-24.
Prakosa, A. B. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Beta Saham Perusahaan. Skripsi Sarjana Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.
Ramdhani, A. A. dan Rahardjo T. H. 2012. Pengujian Validitas CAPM Berorientasi Konsumsi (CCAPM) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Journal of Capital Market and Banking, 1 (2), pp: 53-79.
Rohandi. 2009. Conditional Relationship antara Beta dan Return Menggunakan Indeks BISNIS-27 di Pasar Modal Indonesia. Skripsi Sarjana Jurusan Manajemen Kekhususan Keuangan pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok.
Saleh, D. Z. 2010. Expected Return dan Risiko: Pengujian Consumption-Based Capital Asset Pricing Model (CCAPM) Pasar Saham Indonesia. Jurnal Manajemen Bisnis, 3(1), pp: 33-52.
Samsul. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga.
Sekaran, U. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Buku 1 Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Smith, T. dan Walsh, K. 2013. Why the CAPM is HalfRight and Everything Else is Wrong. Abacus, 49, Supplement, pp: 73-78.
Sudarsono, R., Husnan, S., Tandelilin, E., dan Ekawati, E. 2012. Time Varying Beta (Dual Beta): Conditional Market Timing CAPM. Manajemen dan Bisnis, 11 (2).
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Suharli, M. 2005. Studi Empiris terhadap Dua Faktor yang Mempengaruhi Return Saham pada Industri Food & Beverages Bursa Efek Jakarta. Jurnal Akuntansi & Keuangan, 7 (2), pp: 99-116.
Sulistyorini, A. 2009. Analisis Kinerja Portofolio Saham dengan Metode Sharpe, Treynor dan Jensen. Tesis Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Sunariyah. 2003. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi ke 3. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.
Supriyadi, M. 2009. Analisis Pembentukan Portofolio yang Efisien pada Perusahaan Industri Tobacco Manufacturers dengan Model Markowitz. http:// www.gunadarma. ac. id/library/articles/graduate/ economy/2009/Artikel_10205771.pdf. Diunduh tanggal 5, bulan Juni, tahun 2013.
Tandelilin, E. 2010. Portofolio dan Investasi – Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Kanisius.
Utama, Suyana M. 2008. Buku Ajar: Aplikasi Analisis Kuantitatif. Denpasar: Sastra Utama.
Vanny, D. M. 2011. Menguji Pengaruh Beta Saham Terhadap Return Saham dengan Unconditional dan Conditional Approach. Skripsi Sarjana Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.
Warsono. 2000. Penerapan CAPM dalam Pengambilan Keputusan Investasi di Pasar Modal. Usahawan, No. 09 Tahun XXIX, pp: 35-43.
Yohantin, Y. 2012. Penggunaan Metode CAPM dalam Menilai Risiko dan Return Saham untuk Menentukan Pilihan Berinvestasi pada Saham Jakarta Islamic Index Periode Januari 2004 -Desember 2008 di Bursa Efek Indonesia. http:// repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/ 1451/1/21205328.pdf. Diunduh tanggal 6, Bulan Mei, tahun 2013.
Discussion and feedback