JURNAL FARMASI UDAYANA | pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607 | VOL. 12, NO. 1, 2023

https://doi.org/10.24843/JFU.2023.v12.i01.p07

Analisis ABC Dalam Perencanaan Pengadaan Perbekalan

Farmasi di Puskesmas Gamping 1 Yogyakarta

Siti Nurhaliza Nadya Rahayu1 and M Fiqri Zulpadly1

  • 1    Universitas Sebelas Maret, JL. Ir. Sutami No.36, Kentingan, Surakarta, 57126

Reception date of the manuscript: 2023-02-16

Acceptance date of the manuscript: 2023-06-23

Publication date: 2023-08-31

Abstract— In carrying out the task of managing drugs and medical consumables, Primary Health Center has the responsibility to create a management that is done effectively and efficiently. One of them is managing a pharmaceutical inventory. In this study, ABC analysis on the planning of drugs and medical consumables procurement at Yogyakarta Gamping I Public Health Center was carried out with the aim of finding out the ABC grouping of its inventory based on its investment value and also the percentage proportion of each group.This research is a non-experimental study with descriptive analysis using quantitative data which was conducted retrospectively. Primary data was obtained through an interview with the pharmacist in charge at Yogyakarta Gamping I Primary Health Center. The source of the secondary data is the facility’s history of the procurement of drugs and medical consumables based on LPLPO from the period of Januari-Desember 2021. Results showed that among 137 items of drugs, only 0,73 % of them were included in group A. Group B consists of 9 items and group C has 127 items. For medical consumables, 16,67 % of the 54 items were categorized into group A. Group B has the percentage of 22,22 % of items and group C with the remaining 61,11 %.

Keywords—ABC analysis, procurement planning

Abstrak— Dalam pelaksanaan tugas pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai (BMHP), Puskesmas perlu melakukan manajemen Puskesmas secara efektif dan efisien. Salah satu kegiatannya adalah manajemen inventaris farmasi. Pada penelitian ini dilakukan analisis ABC dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi dan BMHP di Puskesmas Gamping I Yogyakarta Periode Januari-Desember 2021. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengelompokkan item secara ABC berdasarkan nilai investasi serta proporsi persentase setiap kelompok sediaan farmasi dan BMHP di Puskesmas. Jenis penelitian ini adalah penelitian non eksperimental dengan analisis secara deskriptif menggunakan data kuantitatif yang dilakukan secara retrospektif. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan apoteker unit farmasi Puskesmas, sedangkan data sekunder bersumber dari riwayat pengadaan sediaan farmasi dan BMHP berdasarkan LPLPO Puskesmas tersebut selama periode Januari-Desember 2021. Hasil menunjukkan bahwa untuk kategori sediaan farmasi, sebesar 0,73 % item dari jumlah keseluruhan termasuk dalam kelompok A. Kelompok B terdiri dari 9 item dan kelompok C 127 item. Untuk BMHP, persentase kelompok A adalah sebesar 16,67 % dari total persediaan yang berjumlah 54 item. Kelompok B dengan persentase 22,22 % dan kelompok C61,11%.

Kata Kunci—Analisis ABC, perencanaan pengadaan

  • 1.    PENDAHULUAN

Demi tercapainya tujuan pembangunan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, telah diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara utuh. Upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan untuk memelihara serta meningkatkan kesehatan agar terealisasinya kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Berdirinya Puskesmas sebagai salah satu bentuk upaya pemerintah dalam merealisasikan hal tersebut (Kemenkes RI, 2016a). Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai merupakan serangkaian kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permin-

Penulis koresponden: M Fiqri Zulpadly, zulpadlyf@staff.uns.ac.id

taan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi (Kemenkes, 2016b). Sehingga dalam pelaksanaan tugas dalam pengelolaan sediaan farmasi, Puskesmas perlu melakukan manajemen Puskesmas secara efektif dan efisien (Ke-menkes RI, 2016b). Manajemen yang efektif akan memastikan ketersediaan sediaan farmasi yang telah terjamin kualitas dan keamanannya. Hal ini dapat dicapai melalui tahapan pemilihan, perencanaan pengadaan, distribusi obat serta identifikasi pola penggunaan obat di daerah cakupan pendistribusian obat secara tepat dengan menggunakan sebuah sistem analisa ABC (Ahmed dkk., 2019). Sistem analisa ABC akan mengelompokkan sediaan farmasi yang ada menjadi kelompok A, B atau C. Melalui pengelompokkan tersebut, maka ia dapat memberikan gambaran mengenai skala priori-

tas dari berbagai jenis sediaan farmasi yang ada (Blackburn, 2010). Pengadaan sediaan farmasi dan BMHP untuk pelayanan kesehatan dasar, termasuk Puskesmas, dibiayai melalui beberapa sumber anggaran antara lain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah I (APBD I), Dana Alokasi Umum (DAU) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah II (APBD II) dan sumber lain (Kemenkes RI, 2008). Oleh karena itu, pentingnya melakukan perencanaan yang tepat sebelum melakukan pengadaan agar dana yang tersedia dapat digunakan seefisien dan seefektif mungkin. Namun dalam praktiknya, Puskesmas Gamping I Yogyakarta bahkan belum pernah melakukan evaluasi perencanaan pengadaan sebagai bentuk kontrol inventaris sama sekali. Hal ini diketahui melalui studi pendahuluan yang telah dilaksanakan oleh peneliti melalui wawancara kepada apoteker unit farmasi Puskesmas Gamping I. Puskesmas Gamping I menggunakan metode konsumsi untuk melakukan pengadaan kepada Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan (UPT POAK) melalui Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Akibat tidak adanya evaluasi pengadaan, unit farmasi mengalami kendala seperti obat kadaluarsa dan beberapa obat rusak saat penyimpanan. Kejadian tersebut tentu merugikan Puskesmas baik dari segi pelayanan maupun segi keuangan. Maka dari itu penting untuk melakukan analisis ABC sebagai bentuk evaluasi pengadaan dan kontrol inventaris dengan harapan dapat meminimalisir kendala yang sering terjadi. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Puskesmas Gamping I Yogyakarta. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Puskesmas tersebut merupakan puskesmas yang berada di tengah Desa Ambarketa-wang dan Desa Balecatur sehingga setiap harinya melayani pasien yang berasal dari banyaknya dusun dua desa terkait. Harapannya pelayanan pasien yang ramai diimbangi dengan pengelolaan obat yang efektif dan efisien. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah melaksanakan evaluasi dengan Analisis ABC dalam Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas Gamping 1 Yogyakarta Periode Januari-Desember 2021.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Jenis bahan yang digunakan berupa data sekunder yang didukung oleh data primer. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan apoteker unit farmasi Puskesmas Gamping I Yogyakarta. Data sekunder diperoleh LPLPO periode tahun 2021 di Puskesmas Gamping I yang tercantum riwayat permintaan sediaan farmasi dan BMHP kepada UPT POAK Kabupaten Sleman. Data item obat, data jumlah usulan permintaan obat kepada UPT POAK berdasarkan LPLPO, harga beli satuan obat yang ditetapkan oleh UPT POAK periode Januari-Desember 2021.

Metode

Pengambilan data dengan metode retrospektif terhadap data sekunder yang didukung data primer. Data primer adalah hasil wawancara dengan apoteker unit farmasi Puskesmas Gamping I Yogyakarta dan data sekunder diperoleh dari LPLPO Puskesmas Gamping I Yogyakarta. Analisis data secara kuantitatif untuk mendapatkan pengelompokkan ABC sediaan farmasi dan BMHP selama periode Januari-

Desember 2021 dengan langkah-langkah sebagai berikut (Holloway dan Green, 2003): 1. Buat daftar persediaan yang dilakukan pengadaan. 2. Catat biaya per satuan serta jumlah itemnya. 3. Hitung nilai investasi setiap item dengan mengalikan biaya per satuan masing-masing item dengan jumlah yang dilakukan pengadaan. Total nilai investasi adalah jumlah keseluruhan nilai investasi dari seluruh item. 4. Hitung persentase nilai investasi masing-masing item dengan membaginya dengan total nilai investasi. 5. Atur ulang daftar persediaan dalam urutan menurun berdasarkan nilai persentase masing-masing item. 6. Hitung persentase kumulatif masing-masing item. 7. Kategorikan persediaan menjadi 3 kelompok berdasarkan persentase kumulatif. Kelompok A dengan kumulatif hingga 80%, Kelompok B dengan kumulatif 80-95 % dan kelompok C dengan kumulatif 95-100 %.

Untuk mengetahui proporsi persentase setiap kelompok sediaan farmasi dan BMHP berdasarkan nilai investasi untuk perencanaan pengadaan sediaan farmasi dan BMHP di Puskesmas Gamping I selama periode Januari-Desember 2021, maka dilakukan analisis data dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Hitung total investasi dari setiap jenis sediaan farmasi dan BMHP. 2. Dari pengelompokkan ABC yang telah diperoleh sebelumnya, hitung total nilai investasi setiap kelompoknya. 3. Hitung persentase total nilai investasi setiap kelompok terhadap total investasi dari seluruh jenis sediaan farmasi dan BMHP.

  • 3.    HASIL

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan apoteker Unit Farmasi Puskesmas Gamping I Yogyakarta, narasumber memberikan penjelasan mengenai alur pengadaan obat di Puskesmas. Untuk perencanaan pengadaan dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu tahunan dan bulanan kepada UPT POAK. Perencanaan pengadaan tahunan adalah dengan menggunakan Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dimana RKO lebih dimaksudkan untuk pengadaan di UPT POAK itu sendiri dan untuk penentuan anggaran bagi Puskesmas untuk periode yang akan datang. Pengadaan rutin dilakukan per bulan dengan mengajukan permintaan kepada UPT POAK melalui LPLPO. Perencanaan perbekalan farmasi di Puskesmas Gamping I Yogyakarta hanya menggunakan metode konsumsi. Puskesmas tersebut kurang memperhatikan pola penyakit sehingga lonjakan penggunaan obat dikarenakan suatu penyakit menjadi sebuah kendala terkait persediaan stok obat. LPLPO menjadi landasan pengadaan obat di Puskesmas Gamping I dimana lembar tersebut memuat nama perbekalan farmasi, stok awal, penerimaan, pemakaian, sisa stok dan jumlah permintaan. Untuk harga perbekalan farmasi ditentukan dari UPT POAK sehingga Puskesmas hanya merencanakan berapa banyak obat yang diperlukan untuk bulan selanjutnya. Dari populasi sebesar 172 barang, sebanyak 137 sediaan farmasi dan 54 BMHP yang dijadikan sampel pada penelitian ini. Barang-barang tersebut adalah sediaan farmasi dan BMHP yang diketahui harganya dan pernah dilakukan permintaan kepada UPT POAK melalui LPLPO selama periode Januari hingga Desember 2021. Nilai investasi untuk perencanaan pengadaan bagi sediaan farmasi adalah sebesar Rp2.454.459.888,41 dan untuk BMHP adalah Rp362.004.769,80. Analisis ABC akan digunakan sebagai bentuk evaluasi dan koreksi manajemen pengadaan dari segi ekonomi dikarenakan suatu item dapat memakan angga-

Tabel 1: HASIL ANALISIS ABC TERHADAP SEDIAAN Farmasi

Item

Jumlah Item (Unit)

Jumlah

Item ( %)

Nilai Investasi (Rp)

Nilai Investasi (%)

A

1

0,73

1.919.116.404,54

78

B

9

6,57

406.892.784,48

17

C

127

92,70

128.450.699,39

5

Total

137

100,00

2.454.459.888,41

100

Tabel 2: HASIL ANALISIS ABC TERHADAP BMHP

Item

Jumlah Item (Unit)

Jumlah

Item ( %)

Nilai Investasi (Rp)

Nilai Investasi (%)

A

9

16.67

288.167.722,75

80

B

12

22.22

55.670.685,75

15

C

33

61.11

18.166.361,30

5

Total

54

100.00

36.004.769,80

100

ran yang besar baik dikarenakan penggunaannya yang banyak maupun disebabkan oleh harganya yang mahal (Abdillah dkk., 2019). Hasil analisis di Puskesmas Gamping I untuk sediaan far

Dari data hasil analisis ABC perencanaan pengadaan sediaan farmasi di Puskesmas Gamping I diketahui selama tahun 2021 Puskesmas melakukan pengadaan untuk 137 item sediaan farmasi dan mengeluarkan biaya sebesar Rp2.454.459.888,41 dimana sebanyak 78% dari nilai tersebut dialokasikan untuk kelompok A. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan farmasi kelompok A memakan anggaran paling tinggi dari total biaya keseluruhan, namun kelompok tersebut memiliki jumlah item yang paling sedikit. Kelompok A hanya terdiri dari 1 item sediaan farmasi yaitu berupa Vaksin-Coronavac dengan harga satuan per dosisnya sebesar Rp146.833,70. Meskipun kelompok ini memiliki jumlah item yang paling sedikit namun Puskesmas perlu memperlakukan persediaan ini dengan hati-hati dikarenakan nilainya yang begitu tinggi. Jumlah item pada kelompok B adalah 9 item atau 6,57 % dari total sediaan farmasi yang terdata. Vaksin Human Papilloma Virus adalah investasi terbesar dari kelompok ini. Kelompok C dengan persentase jumlah item terbesar yaitu 92,7 % namun secara keseluruhan menyerap 5,07 % dari total nilai investasi yaitu sebesar Rp128.450.699,39. Hasil analisis di Puskesmas Gamping I untuk BMHP dapat dilihat pada tabel 2.

Hasil perhitungan analisis ABC untuk BMHP ditunjukkan pada tabel 2. Terlihat bahwa item yang termasuk kelompok A menyerap nilai investasi sebesar 80 % dan hanya terdiri dari 9 item atau 16,67 % dari total persediaan. Alat Tes Antigen dalam Pemeriksaan Virus Corona memiliki nilai investasi paling tinggi yaitu sebesar 40,59 %. Untuk kelompok B memiliki sebanyak 12 item dengan nilai investasi sebesar Rp55.670.685,75 atau 15 %. Sedangkan untuk kelompok C dengan jumlah item tertinggi yaitu 61,11 % dari total jumlah item namun hanya memakan anggaran sebanyak 5 %. Item dengan nilai investasi tertinggi pada kelompok ini adalah Strip Tes Asam Urat dengan persentase sebesar 0,5 %.

  • 4.    PEMBAHASAN

Pernyataan bahwa sebagian besar nilai investasi adalah diperuntukkan untuk sejumlah kecil item merupakan hasil pengamatan yang umum dalam manajemen inventaris. Dalam hal ini, analisis ABC berguna untuk melakukan identifikasi lebih lanjut untuk mengelompokkan barang menjadi 3 kelas berdasarkan nilai investasinya. Analisis ABC menurut nilai investasi mengikuti ketetapan dari Hukum Pareto bahwa kelompok A adalah kelompok dengan nilai rencana pengadaan menyerap dana sekitar 75-80 % dari jumlah dana keseluruhan, kelompok B menyerap dana 15-20 % dan kelompok C adalah sekitar 5-10 % (Holloway dan Green, 2003). Terlihat dari hasil peneltian (tabel 1 dan tabel 2), kelompok A hanya terdiri dari sebagian kecil item akan tetapi memiliki nilai investasi yang begitu tinggi. Hal ini sesuai dengan Hukum Pareto dimana suatu kelompok kecil memiliki nilai yang besar dan kelompok yang besar memiliki nilai yang kecil. Sehingga tujuan dari pengelompokkan item ini agar terciptanya sebuah bentuk pengendalian yang sesuai (Jacobs dan Chase, 2008). Salah satu langkah pengendalian yang dapat diambil adalah saat melakukan pemesanan untuk kegiatan pengadaan. Menurut Satibi (2008), item pada kelompok A perlu dilakukan pengadaan dengan lebih teliti, frekuensi yang lebih banyak dari segi waktu namun lebih sedikit dari segi jumlahnya agar dapat meminimalisir biaya pengadaan. Arnold dkk (2008), juga menyatakan bahwa kelompok A merupakan kelompok dengan prioritas tinggi dan memerlukan kontrol yang ketat seperti catatan riwayat persediaan yang akurat dimana ia sering ditinjau oleh pihak pengelola dan tentunya mengenai perkiraan jumlah permintaan saat melakukan pengadaan. Seiring menurunnya nilai investasi bagi setiap item, tingkat prioritas juga semakin berkurang. Menurut Vret (2014), item di kelompok B tidak memerlukan pengendalian yang begitu ketat. Bentuk kontrol inventaris yang sederhana dan peninjauan yang berkala untuk melakukan pemantauan terkait keadaan stok dan lead time adalah cukup. Abdillah dkk (2019), menambahkan bahwa pengelola tidak perlu melakukan pemantauan kepada seluruh item di kelompok B melainkan hanya kepada beberapa item dengan metode kuantitatif yang sesuai. Sedangkan untuk kelompok C dengan nilai investasi terendah, maka tingkat kontrol inventaris dapat dilakukan serendah mungkin dengan hanya melakukan peninjauan tahunan. Pengadaan dapat dilakukan secara massal per 6 bulan atau per tahun untuk mengambil keuntungan dari diskon serta menyiapkan jumlah safety stock yang tinggi (Reddy, 2008). Dapat dilihat bahwa analisis ABC berdasarkan nilai investasi mampu memberikan gambaran serta evaluasi kepada Puskesmas mengenai kontrol inventaris yang berhubungan langsung dengan anggaran dana. Selain itu, kontrol inventaris juga penting dilakukan agar tidak terjadi kekosongan obat yang akan mempengaruhi kualitas pelayanan. Harapannya, Puskesmas Gamping I Yogyakarta dapat melakukan evaluasi dalam perencanaan pengadaan sebagai bentuk upaya mengoptimalkan persediaan yang ada.

  • 5.    KESIMPULAN

  • a.    Total sediaan farmasi yang berjumlah 137 memiliki nilai investasi sebesar Rp2.454.459.888,41 dengan rincian kelompok A hanya terdiri dari 1 item, kelompok B dengan 9 item dan kelompok C sebanyak 127 item. Komponen BMHP dengan jumlah item sebesar 54 dan total nilai investasi sejumlah

Rp362.004.769,80 , 9 item termasuk dalam kelompok A, 22 item termasuk dalam kelompok B dan kelompok C terdiri dari 33 item.

Vret, P., 2014. Materials Management An Integrated Systems Approach. Springer, India.


  • b.    Komponen sediaan farmasi pada kelompok A berdasarkan jumlah item memiliki persentase sebesar 0,73 % dan menyerap dana sebesar 78 % dari seluruh nilai investasi. Kelompok B dengan persentase jumlah item sebesar 6,57 % memiliki nilai investasi sebesar 17 %. Kelompok C dengan persentase jumlah item tertinggi yaitu 92,7 % hanya menyerap 5 % dari seluruh nilai investasi. Komponen BMHP pula, kelompok A terdiri dari 16,67 % jumlah item dengan nilai investasi tertinggi yaitu 80 %. Kelompok B dengan persentase jumlah item 22,22 % memiliki nilai investasi sebesar 15 % dan kelompok C dengan persentase jumlah item tertinggi yaitu 61,11 % namun hanya menyerap 5 % dari seluruh nilai investasi.

  • 6.    UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah berkontribusai dalam penelitian ini.

  • 7.    DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, A., Budiman, Rahmiyati, A., dan Fitria, I., 2019. Analysis of Medicine Control Based on ABC Medicine Control the Cibereum Puskesmas Hilir,Sukabumi City In 2019. Third International Seminar on Global Health (3rd ISGH). 3(1): 79-82.

Ahmed, A., Kheder, S., dan Awad., 2019. Pharmaceutical Inventory Control in Sudan Central and Hospital Stores using ABC-VEN Analysis. Global Drugs and Therapeutics. 4: 2-6.

Arnold, J., Chapman, S., dan Clive, L., 2008. Introduction to Materials Management 6th Edition., 271-274. Pearson Education Inc, New Jersey. Blackburn, 2010. Fundamentals of Purchasing and Inventory Control for Certified Pharmacy Technicians. JD Educational Services, Inc, Texas.

Holloway, K., dan Green, T., 2003. Drug and Therapeutics Committees. World Health Organization, Geneva.

Jacobs, F., dan Chase, R., 2008. Operations and Supply Management: The Core.

Kemenkes RI, 2008. Keputusan Menteri Kesehatan 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Kemenkes RIa, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Kemenkes RIb, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 tentang Pedoman Manajemen Puskesmas. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

McGraw-Hill Irwin Companies, New York.

Reddy, V., 2008,.Hospital Materials Management in Managing a Modern Hospital 2nd Edition. Response Book, India.

Satibi., 2014. Manajemen Obat di Rumah Sakit. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

RAHAYU DAN ZULPADLY

45