Sari, dkk

DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p03

pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607

Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 23-30

Penentuan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Etanol Jamur Susu Harimau (Lignosus rhinocerus)

Sari DY1, Widyasari R1, Taslima AN1

1Program Studi D III Farmasi, Akademi Farmasi Yarsi, Jalan Panglima Aim No. 2, Pontianak,

Indonesia 78232

*E-mail: dinayuspitasari7@gmail.com

Riwayat artikel: Dikirim: 19/11/2020; Diterima: 30/12/2020, Diterbitkan: 1/07/2021

ABSTRACT

Tiger milk mushroom (Lignosus rhinocerus) is a plant that has traditionally been used as a medicine in the interior of West Kalimantan, especially in Kapuas Hulu. One of the phytochemical constituents contained is flavonoids (flavones and flavanones). This study aims to determine the total flavonoid content of ethanol extract of tiger milk mushroom. The simplicia of tiger milk mushroom was macerated using 96% ethanol. Phytochemical screening for the presence of flavonoids the extract using magnesium and amyl alcohol powder. Determination of total flavonoid content in ethanol extract of tiger milk mushrooms was carried out by UV-Vis spectrophotometry using the colorimetric method (AlCl₃) at λ 410 nm and expressed as total flavonoids in quercetin equivalent. The results showed that total flavonoid content of ethanol extract is 33.041 mgEQ/g extract. Ethanol extract of tiger milk mushroom which contains flavonoids is potential as a source of natural antioxidants and potential to be developed in medicinal and cosmetic products.

Keywords: Colorimetry, tiger milk mushroom, total flavonoid content

ABSTRAK

Jamur susu harimau (Lignosus rhinocerus) merupakan tanaman yang digunakan dalam pengobatan tradisional di pedalaman Kalimantan Barat terutama di Kapuas Hulu. Salah satu konstituen fitokimia yang terkandung adalah flavonoid (flavon dan flavanon). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar flavonoid total pada ekstrak etanol jamur susu harimau. Simplisia jamur susu harimau dimaserasi menggunakan etanol 96 %. Skrining fitokima terhadap keberadaan flavonoid dalam ekstrak menggunakan serbuk magnesium dan amil alkohol. Penentuan kadar flavonoid total pada ekstrak etanol jamur susu harimau dilakukan secara spektrofotometri UV-Vis dengan metode kolorimetri (AlCl3) pada λ 410 nm dan dinyatakan sebagai flavonoid total dalam ekuivalen kuersetin (EQ). Kadar flavonoid total pada ekstrak etanol jamur susu harimau adalah sebesar 33,041 mgEQ/g ekstrak. Ekstrak etanol jamur susu harimau yang mengandung flavonoid berpotensi sebagai sumber antiooksidan alami dan potensial untuk dikembangkan dalam produk obat dan kosmetik.

Kata kunci: Jamur susu harimau, kadar flavonoid total, kolorimetri

  • 1.    PENDAHULUAN

Jamur Susu Harimau (Lignosus rhinocerus) merupakan tanaman tradisional yang berasal dari pedalaman Kalimantan Barat terutama di Kapuas Hulu. Tanaman ini hanya dapat ditemukan

di wilayah geografis tertentu yang meliputi Cina Selatan, Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina, Papua Nugini, Selandia Baru, dan Australia. Jamur Susu Harimau merupakan tumbuhan yang dianggap sebagai obat tradisional yang sudah mulai

langka dikarenakan pertumbuhannya memakan waktu yang cukup lama. Menurut Tan et al (2009) bagian jamur yang bermanfaat secara medis adalah sklerotia.

Secara tradisional jamur susu harimau telah digunakan oleh tabib melayu untuk mengobati kanker darah, kanker serviks, penyakit tukak usus, penyakit ginjal, dan pembengkakan di sekitar mata dan tubuh; praktisi pengobatan Tiongkok tradisional juga menggunakannya untuk mengobati kelelahan, asma, meningkatkan kesehatan, memperkuat sistem imunologi tubuh serta sebagai antioksidan (Tan et al., 2015). Berdasarkan penelitian limiah, jamur susu harimau memiliki manfaat dalam bidang farmasi, diantaranya: sebagai penghambat glikasi pada diabetes (Yap et al, 2018), aktivitas antiasma (Jonathan et al., 2016), aktivitas antikoagulan dan fibrinolitik (Lee et al., 2005), antiobesitas dan hepatoprotektif (Hoe, 2014), antiinflamasi (Lee et al., 2012), antimikroba (Moharnaji et al, 2012), aktivitas menghambat human papilloma virus (HPV) (Abdullah et al., 2010), aktivitas sitotoksik (Marzouk, 2016), dan aktivitas immune modulatory (Wong and Cheung, 2009).

Peneltian sebelumnya menunjukkan adanya konstituen fitokimia seperti alkana, asam-asam lemak, benzena, senyawa fenol, asam dekarboksilat, dan flavonoid (Jonathan et al., 2016). Senyawa metabolit sekunder yang menjadi objek utama dalam penelitian ini adalah flavonoid. Flavonoid merupakan sumber antioksidan, memiliki cincin aromatik yang mengandung setidaknya satu gugus hidroksil (Hasmi et al., 2016). Flavonoid merupakan pendonor elektron yang baik karena gugus hidroksilnya yang berperan sebagai antioksidan (Aryal et al., 2019).

Analisis kuantitatif flavonoid total dapat dilakukan dengan menggunakan

metode kolorimetri menggunakan spektrofotometer UV-Visibel. Metode kolorimetri digunakan untuk penetapan kadar flavonoid yaitu dengan menggunakan pereaksi AlCl₃. Terjadi kompleks tahan asam antara gugus hidroksi dan keton yang bertetangga dengan pereaksi AlCl₃ dan membentuk kompleks tidak tahan asam dengan gugus ortohidroksi pada flavonoid. Oleh karena itu, pereaksi AlCl₃ digunakan untuk mendeteksi kedua gugus tersebut (Azizah, 2014). Prinsip penetapan kadar flavonoid dengan metode kolorimetri AlCl₃ adalah terbentuknya kompleks antara AlCl₃dengan gugus keto pada atom C-4 dan juga dengan gugus hidroksil pada atom C-3 atau C-4 yang bertetangga dari flavon dan flavonol (Parthasarathi and Park, 2015).

Penelitian mengenai aktivitas antioksidan jamur susu harimau sebelumnya menggunakan ekstrak air dingin, dan ekstrak metanol, dimana senyawa antioksidan yang diuji adalah komponen metabolit primer asam oleat dan asam linoleat (Nallathamby et al., 2016) dan senyawa metabolit sekuder golongan fenolik (Yap et al., 2018). Oleh karena, peneliti tertarik untuk melakukan penetapan kadar flavonoid total yang terkandung dalam ekstrak etanol jamur susu harimau (Lignosus rhinocerus).

  • 2.    BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jamur susu harimau (Lignosus rhinocerus) yang diperoleh dari Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, etanol 96%, etanol pro analisis (Merck), asam asetat, asam klorida, serbuk magnesium, quersetin, dan AlCl3.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah ayakan, blender, neraca analitik (Sartorius BL 210S), batang pengaduk, gelas ukur, toples kaca bertutup, magnetic stirrer, dry cabinet, rotary evaporator (Dragon LAB RE-10 Pro), gelas beaker, alumunium foil, dan spektrofotometer UV-Visibel (Shimadzu Uv-1700 Pharmaspec).

Metode

Sub Metode 1 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel

Jamur Susu Harimau diambil bagian bawah (sklerotia). Sampel kemudian disortasi basah, dicuci, disortasi kering, dirajang, dikeringkan menggunakan dry cabinet pada suhu 40˚C, dan diblender.

Sub Metode 2 Pembuatan Ekstrak Jamur susu harimau (Lignosus rhinocerus)

Ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan cara serbuk simplisia bagian sclerotium jamur susu harimau (881,31 g) dimaserasi menggunakan etanol 96%. Ekstraksi dilakukan selama 4 x 24 jam pada suhu kamar. Maserat yang didapat dikumpulkan kemudian dipekatkan menggunakan rotary vaccum evaporator (Parthasarathi and Park, 2015). Ekstrak pekat yang diperoleh sebanyak 34,78 g, dengan rendemen sebesar 1,58 %.

Sub Metode 3 Skrining Fitokimia

Sejumlah ekstrak jamur susu harimau ditambahkan serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 mL amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Pembentukan warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan hasil flavonoid (Rebaya et al., 2015).

Sub Metode 4 Penentuan Kadar Flavonoid Total Dengan Metode Kolorimetri

Penentuan kadar flavonoid total pada ekstrak etanol jamur susu harimau dilakukan secara spektrofotometri UV-Vis dengan metode kolorimetri (AlCl3) pada λ 410 nm dan dinyatakan sebagai flavonoid total dalam ekuivalen kuersetin (EQ) (Rebaya et al., 2019).

  • 1.    Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kuersetin.

Sebanyak 10 mg quersetin dilarutkan dalam 10 mL etanol (1000 ppm). Kemudian diencerkan menjadi konsentrasi 60 ppm. Sebanyak 1 mL larutan kuersetin 60 ppm dipipet kemudian ditambahkan 1 mL AlCl3 2% dan 8 mL asam asetat 5%, diinkubasi selama 30 menit. Absorbansi     diukur    panjang

gelombang 400-800 nm (Ipandi, dkk., 2016).

  • 2.    Pembuatan Kurva Standar quersetin. Ditimbang quersetin sebanyak 10 mg dilarutkan dengan etanol 10 mL (1000 ppm). Dibuat variasi konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm dan 100 ppm. dipipet masing-masing sejumlah 1 mL dari larutan standar ditambah dengan 1 mL AlCl3 2%, dan 8 mL asam asetat 5%. Setelah itu diinkubasi selama 30 menit, absorbansi diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ maksimum kuersetin (410 nm), dibuat kurva kalibrasi dengan menghubungkan nilai serapan sebagai koordinat (Y) dan konsentrasi larutan standar absis (X) (Ipandi, dkk., 2016).

  • 3.    Penentuan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Etanol Jamur Susu Harimau. 25 mg ekstrak etanol jamur susu harimau dilarutkan dengan 10 mL etanol.      Kemudian     diaduk

menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 300 rpm, ditambah etanol sampai diperoleh larutan sebanyak 50 mL (500 ppm). Sampel dipipet 1 mL, kemudian ditambahkan 1 mL AlCl3 2%, dan 8 mL asam asetat 5%, Setelah itu diinkubasi selama 30 menit, absorbansi (410 nm) diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ 40 nm. Setelah diperoleh absorbansi ekstrak etanol jamur susu harimau, dihitung kadar flavonoid total (Ipandi, dkk., 2016). Pengujian dilakukan secara triplo. Kadar flavonoid dapat dihitung menggunakan rumus :

c xV x f x IO-6

F =-----------xlOO%

m

Keterangan: F: jumlah flavonoid metode AlCl3; c: kesetaraan quersetin (μg/mL); V: volume total ekstrak; f: faktor pengenceran; dan m: berat sampel (g) (Azizah, dkk., 2014).

  • 3.    HASIL

Pengumpulan dan Pengolahan Sampel

Jamur susu harimau (2.203,275 g) dibersihkan kemudian dikeringkan menggunakan dry cabinet sehingga didapatkan simplisia kering kayu secang dengan kadar air sebesar 40 %. Massa kering serbuk kasar simplisia jamur susu harimau adalah 881,31 g.

Proses Ekstraksi dan Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak Etanol Jamur Susu Harimau

Ekstraksi simplisia jamur susu harimau dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96 %. Ekstrak kental etanol yang diperoleh adalah sebanyak 34,78 g dengan rendemen sebesar 1,58 %.

Skrining Fitokimia

Ekstrak jamur susu harimau ditambahkan serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 mL amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok (Rebaya et al., 2015), menghasilkan warna larutan jingga.

Penetapan Kadar flavonoid Total Ekstrak Etanol Jamur Susu Harimau

Analisis kadar flavonoid total menggunakan metode kolorimetri dan spektrofotometri UV-Vis. Standar yang digunakan adalah quersetin. Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan pada rentang panjang gelombang 400-800 nm. Panjang gelombang maksimum quersetin hasil pengukuran adalah pada panjang gelombang 410 nm. Panjang gelombang maksimum tersebut digunakan untuk menentukan kurva seri quersetin dan kadar flavonoid total pada sampel ekstrak jamur susu harimau. Pada penentuan kurva baku quersetin, dibuat quersetin dengan seri konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 µg/mL.

Hasil yang didapat dari pembuatan kuva kaliberasi adalah persamaan regresi linier y=0,00558x – 0,00765 dengan koefisien determinasi (r²) sebesar 0,99088.

Penetapan kadar flavonoid total dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, dengan memasukkan nilai absorbansi sampel ke dalam persamaan kurva baku quersetin.

Tabel 1. Kadar Flavonoid Total Ekstrak Etanol Jamur Susu Harimau

Sampel        Replikasi

Absorbansi    Konsentrasi      Rata-rata kadar

(mgEQ/g         flavonoid total

ekstrak)       (mgEQ/g ekstrak)

1

Ekstrak etanol        2

3

0,087          33,822

0,083          32,554           33,041 ±0,683

0,084          32,746


  • 4.    PEMBAHASAN

Pengumpulan dan Pengolahan Sampel

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran atau bahan-bahan asing yang menempel. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air sampel. Hal ini dilakukan untuk menghentikan reaksi enzimatis sehingga mengurangi resiko tumbuhnya jamur selama penyimpanan yang dapat menurunkan mutu simplisia. Sampel yang telah kering kemudian dirajang menjadi ukuran yang lebih kecil, setelah itu dilanjutkan dengan penghalusan menggunakan blender sampai didapat serbuk kasar jamur susu harimau, tujuannya adalah untuk memperkecil ukuran partikel simplisia sehingga memperluas kontak simplisia dengan pelarut saat proses ekstraksi agar proses ekstraksi optimal. Massa kering serbuk kasar simplisia jamur susu harimau adalah 881,31 g.

Proses Ekstraksi dan Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak Etanol Jamur Susu Harimau

Hasil ekstraksi simplisia jamur susu harimau dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96 % dan setelah dipekatkan menghasilkan ekstrak dengan karakteristik warna hijau-kecoklatan, berbau khas, dan berbentuk ekstrak pekat.

Skrining Fitokimia

Hasil skrining ekstrak etanol jamur susu harimau memberikan hasil pembentukan warna jingga menunjukkan hasil positif mengandung senyawa flavonoid (Syafitri, dkk., 2014).

Penetapan Kadar flavonoid Total Ekstrak Etanol Jamur Susu Harimau

Analisis kadar flavonoid total merupakan pengukuran total flavonoid yang terkandung di dalam sampel. Metode yang digunakan adalah kolorimetri dan spektrofotometri UV-Vis. Pereaksi AlCl₃ digunakan untuk mendeteksi gugus hidroksi dan keto yang bertetangga dan gugus otro-hidroksi. AlCl₃ menyebabkan terjadinya pergeseran spektrum ultraviolet pada flavonoid. Prinsip penetapan kadar flavonoid metode alumunium klorida adalah terjadinya pembenetukan kompleks antara alumunium klorida dengan gugus keto pada atom C-4 dan gugus hidroksi pada atom C-3 atau C-5 yang bertetangga dari golongan flavon dan flavonol (Sugrani, 2009).

Standar yang digunakan adalah quersetin, karena quersetin merupakan flavonoid golongan flavonol yang memiliki gugus keto pada atom C-4 dan juga gugus hidroksil pada atom C-3 dan C-5 yang bertetangga (Azizah, dkk., 2014). Persyaratan standar flavonoid yang digunakan adalah harus mengandung gugus hidroksi pada posisi karbon ketiga, ikatan rangkap ganda antara karbon posisi dua dan tiga, gugus karbonil pada posisi karbon keempat dan gugus polihidroksi

pada dua cincin aromatik (Sugrani, 2009).

Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan pada rentang panjang gelombang 400-800 nm. Panjang gelombang maksimum quersetin hasil pengukuran adalah pada panjang gelombang 410 nm. Panjang gelombang maksimum tersebut digunakan untuk menentukan kurva seri quersetin dan kadar flavonoid total pada sampel ekstrak jamur susu harimau.

Pada penentuan kurva baku quersetin, dibuat quersetin dengan seri konsentrasi 20, 40, 60, 80, dan 100 µg/mL. kurva kaliberasi digunakan untuk mencapai ketelusuran pengukuran, menentukan kebenaran nilai yang ditunjukkan instrumen dan sampel yang diukur. Kurva kaliberasi diperoleh dengan membuat larutan standar quersetin dengan tujuan untuk mengukur tingkat ketelitian data yang diperoleh (Ahmad, dkk., 2015).

Hasil yang didapat dari pembuatan kuva kaliberasi adalah persamaan regresi linier y=0,00558x – 0,00765 dengan koefisien determinasi (r²) sebesar 0,99088. Besarnya linearitas ini mendekati nilai satu, sehingga dapat dikatakan bahwa absorbansi merupakan fungsi yang besarnya berbanding lurus dengan konsentrasi dan mengikuti persamaan regresi linier.

Penetapan kadar flavonoid total dilakukan terhadap ekstrak etanol jamur susu harimau. Metode yang digunakan adalah metode kolorimetri. AlCl₃ berfungsi membentuk kompleks dengan orto hidroksi maupun hidroksi keton, sementara penambahan asam asetat dimaksudkan untuk menguraikan kembali kompleks karena Al tak stabil pada orto hidroksi dan hidroksi keton (Suhendi, dkk., 2011). Pada penetapan kadar flavonoid, penambahan asam asetat adalah untuk mendeteksi adanya gugus 7-hidroksil sedangkan

perlakuan inkubasi selama 30 menit yang dilakukan     sebelum     pengukuran

dimaksudkan agar reaksi berjalan sempurna, sehingga memberikan intensitas warna yang maksimal (Azizah, dkk., 2014).

Penetapan kadar flavonoid total dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis, dengan memasukkan nilai absorbansi sampel ke dalam persamaan kurva baku quersetin.

  • 5.   KESIMPULAN

Kadar flavonoid total pada sampel ekstrak etanol jamur susu harimau adalah sebesar 33,041 mgEQ/g ekstrak. Penelitian ini     dapat     dilanjutkan     dengan

pengembangan sediaan obat dan kosmetik menggunakan ekstrak etanol jamur susu harimau.

  • 6.   UCAPAN TERIMAKASIH

Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Akademi Farmasi Yarsi Pontianak sebagai pemberi dana penelitian dan atas kontribusinya.

  • 7.   DAFTAR PUSTAKA

Tan, W. C., Kuppusamy, U. R., Phan, C.W., Tan, Y.S., Raman, J., Anuar, A. M. (2015). Ganoderma neojaponicum Imazeki revisited: domestication study and antioxidant properties of its basidiocarps and mycelia. Sci. Rep. 5(12). 515. doi: 10.1038/srep12515.

Yap, H. Y., Tan, N. H, Ng, S. T., Tan, C. S, & Fung, S. Y. (2018) Inhibition of Protein Glycation by Tiger Milk Mushroom [Lignosus rhinocerus (Cooke) Ryvarden] and Search for Potential Anti-diabetic Activity-Related Metabolic Pathways by Genomic and Transcriptomic Data Mining. Front. Pharmacol.  9(103).  103-105. doi:

10.3389/fphar.2018.00103.

Johnathan, M., Gan, S. H., Ezumi, M. F. W., Faezahtul, A. H., and Nurul, A. A. (2016). Phytochemical profiles and inhibitory effects of Tiger Milk mushroom (Lignosus rhinocerus) extract on ovalbumin-induced airway inflammation in a rodent model of asthma. BMC Complement. Alternat. Med.      16(167).      1-3.      doi:

10.1186/s12906-016-1141-x.

Lee, S. Y., Kim, J. S., Kim, J. E., Sapkota, K., Shen, M. H., Kim, S. (2005). Purification and characterization of fibrinolytic enzyme from cultured mycelia of Armillaria mellea. Prot. Expr.    Pur.    43,    10–17. doi:

10.1016/j.pep.2005.05.004.

Hoe, T. L. (2014). Lignosus rhinocerus Attenuated High Fat Diet Induced NonAlcoholic Fatty Liver. National Chung Hsing University.

Lee, S. S., Tan, N. H., Fung, S. Y., Tan, C. S., Ng, S. T., and Sim, S.M. (2012). Antiinflammatory activity of Lignosus rhinocerus (tiger milk mushroom) sclerotia. in Abstracts of the 18th Congress of the International Society for Mushroom Science (Beijing), 150– 151.

Mohanarji, S. Dharmalingam, S., Kalusalingam, A. 2012. Screening of Lignosus rhinocerus Extracts as Antimicrobial Agents Against Selected Human Pathogens. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Sciences (JPBMS). 18(11). 1-3.

Abdullah, N., Wahab, A. I. A., Lau, B. F., Abidin, N. Z., & Aminudin, N. (2010). Anti-cervical cancer activity and SELDI-TOF-MS analysis of proteins from Lignosus rhinocerus (Tiger’s Milk Mushroom) grown in stirred tank reactor.  Proceedings of  the Fifth

International Peptide Symposium.

Marzouk,  M. M. 2016.  Flavonoid

Constituents And Cytotoxic Activity Of Erucaria Hispanica (L.) Druce

Growing Wild In Egypt. Arabian Journal Of Chemistry. 9(1). 411– 415.

Wong, K. H., and Cheung, P. C. K. (2009). Sclerotia: emerging functional food derived from mushrooms in Mushrooms as Functional Foods, ed P. C. K. Cheung (111-146). Hoboken, NJ: JohnWiley & Sons, Inc.

Hasmi, N. A. H., Nordin, N., Kumar, Y., Lani, N., Fazil, F. N. M., Aizad, S., Abidin, N. Z., Zubairi, S. I. 2016. Analysis of Flavonoids in Commercially Available Lignosus Rhinocerus Dried Powder. Extract by Reversed-Phase High Performance Liquid Cromatograph (RP-HPLC). International Future Scientis Conference. Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM).

Aryal, S., Baniya, M. K., Danekhu, K., Kunwar, P., Gurung, R., & Koirala, N. 2019. Total Phenolic Content, Flavonoid Content and Antioxidant Potential of Wild Vegetables from Western Nepal. Jurnal Plants., 8(96). 12-13. doi:10.3390/plants8040096.

Azizah, D. N., Kumolowati, E., Faramayuda, F. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid Metode AlCl3 Pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.). Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi. 2(2). 47.

Parthasarathi, S., and Park, Y. K., 2015. Determination of  total phenolics,

flavonoid contents  and antioxidant

activity of different mBHT fractions: A polyherbal medicine. Pakistan journal

of pharmaceutical  sciences.  28(6).

2162-2164.

Rebaya, A., Belghith, S. I., Baghdikian, B., Leddet, V. M., Mabrouki, F., Olivier, E.,, Cherif, J. K., Ayadi, M. T. 2014. Total Phenolic, Total Flavonoid, Tannin Content, and Antioxidant Capacity of Halimium halimifolium (Cistaceae). Journal of Applied Pharmaceutical

Science.      5(1).      52-57.      doi:

10.7324/JAPS.2015.50110.

Ipandi, I., Triyasmono, L., dan Prayitno, B. 2016. Penentuan Kadar Flavonoid Total dan Aktivitas  Antioksidan Ekstrak

Etanol Daun  Kajajahi (Leucosyke

capitellata Wedd).  Pharmascience,

3(1), 93-100.

Syafitri, N. S., Bintang, M., Falah, S. 2014. Kandungan Fitokimia, Total Fenol, dan Total Flavonoid Ekstrak Buah Harendong (Melastoma affine D. Don). Current Biochemistry. 1(3).

105-115.

Sugrani, A., Wagner, H. 2009. Plant Drug Analysis,     a     Thin     Layer

Chromatography  Atlas,   second

Edition, 1-365. Springer.

Ahmad, A. R., Juwita, Ratulangi, S. A. D., dan Malik, A. 2015. Penetapan Kadar Fenolik dan Flavonoid Total Ekstrak Metanol Buah dan Daun Patikala (Etlingera elatior (Jack) R.M.SM). Pharm Sci Res. 2(1). 1-10.

Nallathambya, N., Serma, L. G., Raman, J., Maleka, S. N. A., Vidyadarana, S.,, Naidua, M., Kuppusamya, U. R., & Sabaratnama, V. 2016. Identification and in vitro Evaluation of Lipids from Sclerotia of Lignosus rhinocerotis for Antioxidant        and        Anti-

neuroinflammatory Activities. Natural Product Communication. 11(10). 14851490.

Suhendi, A., Sjahid, L. A., Hanwar, D. 2011. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid Dari Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L.). Pharmacon, 12(2)

30