Fortifikasi Antioksidan Beras Analog Kombinasi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dan Kelor (Moringa oleifera) sebagai Upaya Diversifikasi Pangan Penderita Diabetes Melitus
on
Nugraha, dkk
DOI : https://doi.org/10.24843/JFU.2021.v10.i01.p08
pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607
Jurnal Farmasi Udayana, Vol 10, No 1, Tahun 2021, 68 - 78
Fortifikasi Antioksidan Beras Analog Kombinasi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dan Kelor (Moringa oleifera) sebagai Upaya Diversifikasi Pangan Penderita Diabetes Melitus
Nugraha IMADP1, Dwidhananta IMS1, Dewi IKDP1, Wirasuta IMAG1* 1Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Jalan Kampus Unud, Jimbaran, 80364
Riwayat artikel: Dikirim: 29/09/2020; Diterima: 18/11/2020, Diterbitkan: 1/07/2021
ABSTRACT
Introduction: Diabetes mellitus (DM) is classified as a silent killer in society. Insulin therapy is generally the management of DM, morever there is a side effect of weight gain from hypoglicemic effects. Another solution is a low glycemic index food diet in analogue rice form. The materials constructed as analogue rice are sweet potato tubers (Ipomoea batatas L.), with high dietary fiber and low glycemic index, as well as antioxidant fortification of Moringa oleifera leaves. Objectives: Updating the latest knowledge on the chemical composition of raw materials and health benefits for people with diabetes, along with analogue rice making technology in order to get the best results. Discussion: Various studies have shown that both raw materials are reported to have various chemical compounds and nutritional components, low glycemic index, antioxidant activity, and anti-DM. Hot extrusion technology provides the best results in making analogue rice. Conclusion: The analogue rice production made from sweet potato tubers and antioxidant fortification of moringa leaves by hot extrusion are used to produce functional herbal products as a result to diversify the food for DM sufferers.
Keywords: Ipomoea batatas L., Moringa oleifera, analog rice, fortification, and diabetes mellitus
ABSTRAK
Latar Belakang Penelitian: Diabetes melitus (DM) tergolong sebagai silent killer di masyarakat. Terapi insulin umumnya menjadi solusi penanganan DM, namun terdapat efek samping kenaikan berat badan akibat dampak hipoglikemik. Solusi lain yang diterapkan yaitu diet makanan berindeks glikemik rendah berupa beras analog. Bahan yang berpotensi dikembangkan sebagai beras analog yaitu umbi ubi jalar (Ipomoea batatas L.), dengan dietary fiber tinggi dan indeks glikemik rendah, serta fortifikasi antioksidan daun kelor (Moringa oleifera). Tujuan: Untuk memperbaharui pengetahuan terkini masyarakat terkait komposisi kimia bahan baku dan manfaat kesehatan untuk penderita DM, beserta teknologi pembuatan beras analog guna memperoleh hasil terbaik. Pembahasan: Berbagai penelitian menunjukkan kedua bahan baku dilaporkan memiliki beragam senyawa kimia dan komponen nutrisi, indeks glikemik rendah, aktivitas antioksidan, serta anti-DM. Teknologi ekstrusi panas memberikan hasil terbaik dalam pembuatan beras analog. Kesimpulan: Produksi beras analog berbahan dasar umbi ubi jalar dan fortifikasi antioksidan daun kelor dengan ekstrusi panas berpotensi dikembangkan guna menghasilkan produk herbal fungsional sebagai upaya diversifikasi pangan penderita DM.
Kata kunci: Ipomoea batatas L., Moringa oleifera, beras analog, fortifikasi, dan diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) tergolong sebagai silent killer yang sering tidak disadari oleh masyarakat. Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia dalam aspek jumlah penderita DM, yaitu sebesar 8.4 juta orang. Prevalensi penderita DM di Indonesia pada tahun 2030 diperkirakan berkisar 21.3 juta orang (Jayaningrum, 2016). Mengingat tingginya penderita DM di Indonesia, maka DM tergolong penyakit tidak menular serius dan harus ditangani segera.
Di masa kini, penanganan penderita DM secara umum menggunakan terapi insulin. Faktanya, terdapat efek samping terapi insulin yaitu kenaikan berat badan akibat dampak hipoglikemik sehingga penderita DM mengonsumsi kalori ekstra sebagai respon lapar. Solusi lain yang dapat digunakan yaitu diet, dengan mengonsumsi bahan makanan berindeks glikemik rendah sehingga menurunkan risiko penyakit kronis dan resistensi insulin. Salah satu produk makanan berindeks glikemik rendah yaitu beras analog (Bahado-Singh, Riley, Wheatley, & Lowe, 2011).
Beras analog saat ini dilirik sebagai produk pangan fungsional. Bahan yang berpotensi dikembangkan sebagai beras analog yaitu ubi jalar (Ipomoea batatas L.), dengan kandungan dietary fiber tinggi dan indeks glikemik rendah, serta penambahan mikronutrien melalui fortifikasi antioksidan daun kelor (Moringa oleifera). Berdasarkan penelitian terkait bahan baku umbi ubi jalar dan daun kelor, hal ini mampu mendukung pengembangan pembuatan beras analog sebagai upaya diversifikasi pangan penderita DM. Berfokus pada berbagai publikasi 10 tahun terakhir, review ini berupaya memperbaharui pengetahuan terkini masyarakat terkait komposisi kimia bahan baku dan manfaat
kesehatan untuk penderita DM, beserta teknologi pembuatan beras analog guna memperoleh hasil terbaik.
-
2. PEMBAHASAN
Analisis Proksimat Umbi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
Rodrigues, Barbosa and Barbosa (2016) melaporkan parameter analisis proksimat tertinggi dalam tepung umbi ubi jalar dibandingkan penelitian lain, yaitu kadar air, abu, protein, lemak, serat, serta karbohidrat masing-masing sebesar 6.91– 10.97, 2.11– 3.07, 4.80– 5.82, 0.39, 2.57, serta 88.15 – 90.13 g/100 g BK. Kadar abu merepresentasikan kandungan mineral dalam ubi jalar, yang berperan menginduksi depolarisasi sel dan sekresi insulin. Kandungan protein dalam umbi ubi jalar memiliki aktivitas biologis dalam metabolisme glukosa. Serat memperlambat reabsorpsi karbohidrat sehingga peningkatan glukosa post prandial lebih rendah (Lattimer & Haub, 2010). Kandungan karbohidrat dalam ubi jalar tergolong sebagai karbohidrat kompleks sehingga mampu menurunkan kadar glukosa darah postprandial (Bahado-Singh et al., 2011).
Komposisi Kimia Umbi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
Sendangratri, Handayani and Elya (2019) melaporkan bahwa skrining fitokimia ekstrak etanol umbi ubi jalar (Ipomoea batatas L.) positif mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, saponoin, dan glikosida. Pada pelarut berbeda, Margaret (2013) melaporkan ekstrak berair umbi ubi jalar positif mengandung senyawa fenol, flavonoid, dan tanin.
Umbi ubi jalar (Ipomoea batatas L.) dilaporkan mengandung Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B6, serta Vitamin C (Barrera & Picha, 2014; Ooko Abong’ et al., 2020). Park et al. (2016) melaporkan
kandungan karotenoid dalam umbi ubi jalar meliputi lutein, zeaxanthin, α-Karoten, dan β-Karoten. Hasil serupa ditemukan oleh Ooko Abong’ et al. (2020), yang melaporkan kandungan golongan karotenoid lain meliputi β-xantin dan β-karoten. β-karoten sebagai komponen mayor umbi ubi jalar dilaporkan pula dalam penelitian Kuan, Thoo and Siow (2016), dengan kadar 13.4 -127.2 mg/100 g BK.
Kandungan senyawa golongan polifenol, asam fenolat, dan flavonoid dalam umbi ubi jalar (Ipomoea batatas L.) telah dilaporkan dalam beberapa penelitian. Polifenol dalam umbi ubi jalar berada pada kisaran 41.14 – 348.7 mg GAE/100 g BK (Kuan et al., 2016; Ooko Abong’ et al., 2020; Shaari, Shamsudin, Mohd Nor, & Hashim, 2020). Sun et al. (2019) melaporkan kandungan asam fenolat umbi ubi jalar berupa asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat. Kandungan flavonoid umbi ubi jalar tergolong tinggi dan berada pada kisaran 1.03 – 25.85 mg QE/100 g BK (Ooko Abong’ et al., 2020). Park et al. (2016) melaporkan bahwa umbi ubi jalar mengandung senyawa kuersetin, sianidin, peonidin, myrisetin, serta luteolin. Kandungan antosianin umbi ubi jalar telah dilaporkan pula dalam penelitian Shaari et al. (2020).
Komposisi Kimia Daun Kelor (Moringa oleifera)
Sankhalkar and Vernekar (2016) melakukan studi skrining fitokimia terhadap ekstrak berair daun kelor (Moringa oleifera), hasil penelitian menunjukkan hasil positif kandungan tanin, saponin, flavonoid, terpenoid, gula pereduksi, alkaloid, dan antrakuinon. Selain itu, Patel et al. (2014) melakukan penelitian terhadap ekstrak berair daun kelor, menunjukkan hasil positif
kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, dan minyak atsiri.
Daun kelor (Moringa oleifera) ditemukan mengandung vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B5, vitamin C, dan vitamin E (Chelliah, Ramakrishnan, & Antony, 2017; Fejer et al., 2019). Daun kelor dilaporkan mengandung β-Karoten dan lutein dengan kadar sebesar 10.01 - 28.53 mg/100 g BK dan 17.60 - 41.16 mg/100 g BB (Leone et al., 2015; Saini, Shetty, & Giridhar, 2014). Castillo-López et al. (2017) melaporkan bahwa daun kelor mengandung fenolik total sebesar 71.08 -76.63 mg GAE/g BK. Kandungan flavonoid total ditemukan oleh Sulastri et al. (2018), dengan kadar 81 - 96 mg QE/g BK.
Daun kelor (Moringa oleifera) ditemukan mengandung beberapa senyawa spesifik asam fenolat, seperti asam kafeat, asam klorogenat, asam kumarat, asam elagat, asam ferulat, asam galat, asam sinapik, dan asam vanilat (Castillo-López et al., 2017; Cuellar-Nuñez et al., 2018; Zhu, Yin, & Yang, 2020). Beragam senyawa flavonoid pada daun kelor telah dilaporkan, seperti apigenin, kaempferol, luteolin, kuersetin, dan rutin (Valdez-Solana et al., 2015).
Indeks Glikemik Umbi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
Harleli, Ruwiah and Sueratman AR (2019) melaporkan bahwa umbi ubi jalar memiliki nilai indeks glikemik rendah yaitu 51. Hasil berbeda dilaporkan oleh Ebere, Imungi and Kimani (2017), yang melaporkan indeks glikemik umbi ubi jalar sebesar 64.54 (medium), sedangkan ketela pohon sebesar 74.10 (tinggi). Variasi indeks glikemik ubi jalar disebabkan adanya perbedaan komposisi berupa pati resisten, terfosforilasi, fitonutrien, serat, protein, dan lemak. Perlakuan panas pada umbi ubi jalar dapat
menyebabkan peningkatan indeks glikemik. Panas mampu memecah pati sehingga memfasilitasi reaksi hidrolisis enzim α-amilase. Bahado-Singh et al. (2011) melaporkan indeks glikemik umbi ubi jalar dengan perlakuan kukus, goreng, oven, dan panggang, yaitu sebesar 41-50, 63-77, 82-94, dan 79-93.
Berdasarkan pemaparan di atas, indeks glikemik umbi ubi jalar yang rendah disebabkan kandungan serat dan peristiwa gelatinasi. Kandungan serat memperlambat penyerapan glukosa dan meningkatkan viskositas isi usus (Harleli et al., 2019). Peristiwa gelatinisasi yang diinduksi oleh perebusan mampu mengganggu struktur amilosa-amilopektin kompleks pada pati (Bahado-Singh et al., 2011). Hal tersebut mengakibatkan penyerapan glukosa di usus dapat diperlambat sehingga peningkatan kadar glukosa darah dapat dicegah.
Aktivitas Antioksidan Daun Kelor (Moringa oleifera)
Aktivitas antioksidan daun kelor (Moringa oleifera) dilaporkan dalam beragam penelitian melalui studi in vitro. Hamed et al. (2017) melaporkan aktivitas antioksidan daya reduksi ekstrak berair daun kelor sebesar 0.149 OD. Di samping itu, ekstrak berair daun kelor memberikan total antioxidant capacity (TAC) yang tinggi, yaitu sebesar 86.70 mg asam askorbat ekuivalen/g ekstrak kering. Aktivitas antioksidan dilaporkan pula oleh Baldisserotto et al. (2018), dimana ekstrak berair daun kelor memiliki aktivitas antioksidan paling baik dibandingkan berbagai pelarut lainnya (etanol dan metanol), ataupun tanaman lainnya. Hasil penelitian menunjukkan nilai IC50 uji DPPH dari ekstrak berair daun kelor sebesar 232.8 µg/mL, hasil uji PCL sebesar 512.1 µmol TE/g, hasil uji FRAP
sebesar 369.24 µmol TE/g, serta hasil uji ORAC sebesar 2345.2 µmol TE/g.
Pengujian aktivitas antioksidan secara enzimatis terhadap ekstrak berair daun kelor (Moringa oleifera) telah dilaporkan. Moyo et al. (2012) melaporkan dalam studi in vitro diperoleh persentase penghambatan ABTS untuk ekstrak berair daun kelor sebesar 72.89%, terhadap radikal DPPH sebesar 83.56%, serta terhadap radikal oksida nitrat (NO) sebesar 59.4%. Dalam uji enzimatis, ekstrak berair daun kelor juga meningkatkan kadar GSH (glutathione) sebesar 86.0 %, SOD (superoxide dismutase) sebesar 97.80 %, dan katalase sebesar 0,177 %. Selain itu, dalam uji peroksidasi lipid menunjukkan ekstrak berair daun kelor menyebabkan penurunan signifikan sebesar 81.33 %. Hasil pengujian aktivitas antioksidan secara enzimatis tersebut bernilai lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Aktivitas Farmakologi Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) sebagai Anti Diabetes Melitus
Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa umbi ubi jalar (Ipomoea batatas L.) memiliki aktivitas antidiabetes, baik dalam studi in vivo ataupun in vitro. Dalam studi in vitro, Nurdjanah et al. (2019) melaporkan persentase inhibisi α-glucosidase yaitu 37.61 – 65.59%. Esatbeyoglu et al. (2017) melaporkan bahwa fraksi copigments umbi ubi jalar memiliki aktivitas inhibitor α-amylase 40% lebih kuat dibandingkan fraksi antosianin dan ekstrak berair ubi jalar. Amin, Saputri and Mun’im (2019) melaporkan pula bahwa ekstrak etanol umbi ubi jalar memiliki persentase inhibisi DPP (dipeptidyl peptidase) IV tertinggi dibandingkan berbagai tanaman lain. Aktivitas inhibitor enzim α-glucosidase, α-amylase, dan DPP IV yang telah dilaporkan disebabkan adanya
kandungan antosianin dan asam fenolat, baik melalui mekanisme kompetitif ataupun non kompetitif terhadap enzim tersebut.
Jawi et al. (2016) melaporkan studi in vivo ekstrak berair umbi ubi jalar varietas ungu mampu memberikan aktivitas hipoglikemik serta perlindungan sel β-pankreas pada tikus galur Wistar. Ekstrak dengan dosis 4 mL/hari selama 2 minggu mampu memberikan penurunan signifikan glukosa darah sebesar 152 mg/dL. Pengamatan terhadap histologi sel β-pankreas menunjukkan peningkatan signifikan jumlah sel β-pankreas sebesar 50 ± 2.5 sel/5 area pengamatan. Kamal et al. (2018) melaporkan hasil serupa, yang mana pemberian ekstrak berair umbi ubi jalar dengan dosis 4 g/kg BB selama 2 minggu mampu menghasilkan penurunan kadar glukosa darah sebesar 152.80 ± 23.52 mg/dL.
Jawi et al. (2016) melaporkan adanya kandungan senyawa aktif dalam ekstrak berair umbi ubi jalar (Ipomoea batatas L.) yang berkontribusi dalam sifat antihiperglikemik yaitu antosianin. Antosianin mencegah apoptosis yang diinduksi streptozotosin pada sel β-pankreas tikus galur Wistar melalui regulasi protein caspase-3, Bax, dan Bcl-2. (Sivamaruthi, Kesika, Subasankari, & Chaiyasut, 2018) melaporkan mekanisme berbeda dari antosianin, yang mana antosianin menginduksi glikogenesis dengan mengaktifkan glycogen synthase kinase-3 β sehingga menstimulasi pembentukan glikogen dan menyebabkan penurunan kadar glukosa darah.
Aktivitas Farmakologi Daun Kelor (Moringa oleifera) sebagai Anti Diabetes Melitus
Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa daun kelor (Moringa oleifera) memiliki aktivitas antidiabetes, baik dalam studi in vivo ataupun in vitro.
(Manohar, Jayasree, Kishore, Rupa, & Dixit, 2012) melaporkan studi in vivo pada tikus diabetes yang diberi ekstrak berair daun kelor dengan dosis 100, 200, dan 300 mg/kg BB, menunjukkan aktivitas hipoglikemia sebesar 14.03 %, 15.2 % dan 14.22 %. Hasil menarik dilaporkan oleh Khan et al. (2017) yang mana pemberian ekstrak berair daun kelor dengan dosis 100 mg/kg BB pada tikus diabetes mampu menurunkan gula darah puasa sebesar 42,4%.
Khan et al. (2017) melaporkan studi in vitro adanya aktivitas inhibitor α-amylase dan α-glucosidase ekstrak berair daun kelor (Moringa oleifera) pada dosis 200 mg/mL, dengan persentase inhibisi α-amylase sebesar 80.5% dan α-glucosidase sebesar 75.65%. Magaji, Sacan and Yanardag (2020) melaporkan pada konsentrasi 10 mg/mL ekstrak berair daun kelor mampu menginhibisi α-amylase sebesar 32.15%. Penghambatan α-amylase dan α-glucosidase disebabkan oleh gugus OH dari flavonoid membentuk ikatan hidrogen dengan asam amino spesifik pada sisi aktif enzim sehingga mampu menurunkan glukosa darah post prandial.
Manohar et al. (2012) melaporkan adanya kandungan senyawa aktif dalam ekstrak berair daun kelor (Moringa oleifera) yang berkontribusi dalam sifat antihiperglikemik, yaitu terpenoid, polifenol, dan kuersetin. Terpenoid menstimulasi sekresi insulin sehingga kadar glukosa darah terkontrol. Polifenol menurunkan konsentrasi gula darah post prandial pada tikus diabetes sebesar 25 %. Kuersetin menginduksi sekresi insulin melalui fosforilasi jalur ERK1/2 bersama-sama dengan perlindungan sel β-pankreas akibat stres oksidatif (Youl et al., 2010).
Pembuatan Beras Analog Guna Menghasilkan Produk yang Baik
Fortifikasi beras analog dilakukan dengan menambahkan berbagai bahan sesuai kandungan gizi yang diharapkan. Villarruel-López et al. (2018) menyatakan fortifikasi daun kelor (Moringa oleifera) pada pangan penderita diabetes melitus dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa. Fortifikasi biji kelor ke dalam tepung umbi ubi jalar akan menurunkan kadar karbohidrat dan meningkatkan kadar protein dan lemak sehingga energi yang dihasilkan lebih besar (Lola, Adebanke, & Olamide, 2017). Karakteristik fisik, kimia, dan organoleptis beras analog yang dihasilkan diharapkan menyerupai beras umumnya. Teknologi fortifikasi makanan yang umum digunakan adalah ekstrusi. Beras analog hasil ekstrusi panas paling menyerupai visual beras umumnya. Dengan kelebihan tersebut, ekstrusi panas sering digunakan untuk produksi beras analog (Steiger, Müller-Fischer, Cori, & Conde-Petit, 2014).
Proses yang harus dilewati dalam pembuatan beras analog dengan ekstruder, yaitu formulasi, pembuatan adonan, pre conditioning, ekstrusi, dan pengeringan. (Handayani et al., 2017), perbandingan komposisi air dan tepung (tepung + pati) untuk menghasilkan rasa, tekstur, dan visual paling mirip dengan beras umumnya adalah 1 : 1, sedangkan perbandingan tepung dan pati ubi jalar adalah 80% : 20%. Pre-conditioning penting untuk meratakan ukuran dan kandungan adonan dengan cara diuleni. Suhu pre-conditioning yaitu 80-90°C (Mishra, Mishra, & Srinivasa Rao, 2012). Fortifikasi bahan seperti vitamin dan antioksidan dilakukan setelah preconditioning (Mishra, Mishra and Srinivasa Rao, 2012). Lola, Adebanke and Olamide (2017) melaporkan fortifikasi dengan perbandingan 80% : 20% untuk tepung ubi jalar dan biji kelor
menghasilkan karakteristik fisik dan kimia terbaik. Pati akan mengalami proses gelatinisasi dalam ekstruder. Suhu gelatinisasi bervariasi untuk berbagai pati, sehingga mempengaruhi durasi memasak. Gelatinisasi pati tepung ubi jalar yang difortifikasi dengan tepung biji kelor dilaporkan terjadi pada suhu 82.8-85.9oC. Beras analog hasil ekstrusi harus melalui proses pengeringan untuk mengurangi kadar air hingga 4-15% guna memperpanjang masa penyimpanan. Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari maupun mesin pengering (Mishra, Mishra and Srinivasa Rao, 2012).
Ekstrusi panas pada pembuatan beras analog umumnya menyebabkan penguraian senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan serta antihiperglikemik sehingga mengakibatkan penurunan reaktivitas kimiawinya. Ti et al. (2015) melaporkan efek ekstrusi terhadap kadar fenolik yang menyebabkan penurunan sebesar 46.5%. Sarawong et al. (2014) melaporkan ekstrusi panas menyebabkan penurunan kadar fenolik bebas sebesar 60.0-79.1%, sedangkan fenolik terikat meningkat sebesar 6.8-28.2%. Lopez et al. (2016) melaporkan hal menarik bahwa kandungan fenolik total pada sorgum meningkat signifikan akibat ekstrusi panas, yaitu sebesar 52%. Maka dari itu, ekstrusi panas dalam pembuatan beras analog berbahan umbi ubi jalar dengan fortifikasi antioksidan dari daun kelor memiliki potensi besar sebagai pangan fungsional dalam upaya diversifikasi pangan penderita diabetes melitus. Hal ini diperkuat oleh Anggraeni, Darmanto and Riyadi (2016), yang melaporkan bahwa beras analog umbi ubi jalar memiliki indeks glikemik rendah sehingga ideal untuk dikonsumsi pasien diabetes melitus.
-
3. KESIMPULAN
Umbi ubi jalar (Ipomoea batatas L.) dan daun kelor (Moringa oleifera) dilaporkan mengandung beragam konstituen kimiawi serta nutrisi. Umbi ubi jalar beserta daun kelor telah dilaporkan memiliki indeks glikemik rendah, aktivitas antioksidan, serta anti diabetes. Pemanfaatan teknologi ekstrusi panas dalam pembuatan beras analog memberikan hasil paling baik. Maka dari itu, produksi beras analog berbahan dasar umbi ubi jalar dan fortifikasi antioksidan daun kelor melalui ekstrusi panas berpotensi dikembangkan untuk menghasilkan produk herbal fungsional sebagai upaya diversifikasi pangan penderita diabetes melitus.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada segenap pihak Universitas Udayana, serta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI yang memberikan bantuan dalam penyusunan narrative review ini.
Amin, M. S., Saputri, F. C., & Mun’im, A. (2019). Inhibition of dipeptidyl peptidase 4 (DPP IV) activity by some Indonesia edible plants. Pharmacognosy Journal, 11(2),
231–236.
Anggraeni, N., Darmanto, Y. S., & Riyadi, P. H. (2016). Pemanfaatan Nanokalsium Tulang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Beras Analog dari Berbagai Macam Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 5(4),
114–122.
Bahado-Singh, P. S., Riley, C. K., Wheatley, A. O., & Lowe, H. I. C.
-
(2011) . Relationship between processing method and the glycemic indices of ten sweet potato (Ipomoea batatas) cultivars commonly consumed in Jamaica. Journal of Nutrition and Metabolism, 2011.
Baldisserotto, A., Buso, P., Radice, M., Dissette, V., Lampronti, I., Gambari, R., … Vertuani, S. (2018). Moringa oleifera leaf extracts as
multifunctional ingredients for “natural and organic” sunscreens and photoprotective preparations.
Molecules, 23(3), 1–16.
Barrera, W. A., & Picha, D. H. (2014). Ascorbic acid, thiamin, riboflavin, and vitamin B6 contents vary between sweetpotato tissue types. HortScience, 49(11), 1470–1475.
Castillo-López, R. I., León-Félix, J., Angulo-Escalante, M. Á., Gutiérrez-Dorado, R., Muy-Rangel, M. D., & Heredia, J. B. (2017). Nutritional and phenolic characterization of moringa Oleifera leaves grown in Sinaloa, México. Pakistan Journal of Botany, 49(1), 161–168.
Chelliah, R., Ramakrishnan, S., &
Antony, U. (2017). Nutritional
quality of Moringa oleifera for its bioactivity and antibacterial
properties. International Food Research Journal, 24(2), 825–833.
Cuellar-Nuñez, M. L., Luzardo-Ocampo, I., Campos-Vega, R., Gallegos-Corona, M. A., González de Mejía, E., & Loarca-Piña, G. (2018).
Physicochemical and nutraceutical properties of moringa (Moringa oleifera) leaves and their effects in an in vivo AOM/DSS-induced
colorectal carcinogenesis model. Food Research International, 105(1), 159–168.
Ebere, R. A., Imungi, J. K., & Kimani, V.
N. (2017). Glycemic Indices of
Cassava and Sweet Potatoes Consumed in Western Kenya. Food Science and Quality Management, 63, 7–12.
Esatbeyoglu, T., Rodríguez-Werner, M., Schlösser, A., Winterhalter, P., & Rimbach, G. (2017). Fractionation, enzyme inhibitory and cellular antioxidant activity of bioactives from purple sweet potato (Ipomoea batatas). Food Chemistry, 221, 447– 456.
Fejer, J., Kron, I., Pellizzeri, V., Eliašov, A., Campone, L., Gervasi, T., … Babejov, A. (2019). Antioxidant Properties of Moringa Oleifera Lam . from Caribbean Island of Saint Lucia. Plants, 2019(8), 1–15.
Hamed, M. M., Abdalla, A. M., Ghareeb, M. A., & Saleh, S. A. (2017).
Chemical Constituents, in Vitro Antioxidant Activity, Oral Acute Toxicity and Ld50 Determination of Moringa Oleifera Leaves.
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 9(5), 240–247.
Handayani, N. A., Cahyono, H., Arum, W., Sumantri, I., Purwanto, & Soetrisnanto, D. (2017). Kajian Karakteristik Beras Analog
Berbahan Dasar Tepung Dan Pati Ubi Ungu (Ipomea Batatas). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 6(1), 23– 30.
Harleli, Ruwiah, & Sueratman AR, N. E. (2019). Some glycemic carbohydrate indices as alternative foods for people with diabetes mellitus (dm). IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 382(1).
Jawi, I. M., Arijana, I. G. K. N., Subawa, A., & Wirasuta, I. M. A. G. (2016). The Pharmacological Mechanisms of Anthocyanin in Aqueous Extract of Purple Sweet Potato as
Antihyperglycemic Herbal Remedy. Global Journal of Medical Research: B Pharma, Drug Discovery, Toxicology & Medicine, 16(2), 1–6.
Jayaningrum, F. (2016). Aktivitas Media Smart Book dalam Meningkatkan Pengetahuan Tentang
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Kedungmundu Kota
Semarang. Journal of Health
Education, 1(2), 8–13.
Kamal, S., Akhter, N., Khan, S. G., Kiran, S., Farooq, T., Akram, M., …
Zaheer, J. (2018). Anti-diabetic activity of aqueous extract of Ipomoea batatas L. in alloxan induced diabetic Wistar rats and its effects on biochemical parameters in diabetic rats. Pakistan Journal of Pharmaceutical Sciences, 31(4),
1539–1548.
Khan, W., Parveen, R., Chester, K., Parveen, S., & Ahmad, S. (2017). Hypoglycemic potential of aqueous extract of Moringa oleifera leaf and in vivo GC-MS metabolomics. Frontiers in Pharmacology, 8(1), 1– 16.
Kuan, L. Y., Thoo, Y. Y., & Siow, L. F. (2016). Bioactive components, ABTS radical scavenging capacity and physical stability of orange, yellow and purple sweet potato (Ipomoea batatas) powder processed by convection- or vacuum-drying methods. International Journal of Food Science and Technology, 51(3), 700–709.
Lattimer, J. M., & Haub, M. D. (2010). Effects of dietary fiber and its components on metabolic health. Nutrients, 2(12), 1266–1289.
Leone, A., Fiorillo, G., Criscuoli, F., Ravasenghi, S., Santagostini, L., Fico, G., … Bertoli, S. (2015).
Nutritional characterization and phenolic profiling of moringa oleifera leaves grown in chad, sahrawi refugee camps, and Haiti. International Journal of Molecular Sciences, 16(8), 18923–18937.
Lola, K. F., Adebanke, B. M., & Olamide, S.-O. H. (2017). Physical and chemical characteristics of moringa -fortified orange sweet potato flour for complementary food. Croatian Journal of Food Technology, Biotechnology and Nutrition, 12(1), 37–43.
Lopez, N. J. S., Loarca-Pina, G., CamposVega, R., Martinez, M. G., Sanchez, E. M., Esquerra-Brauer, J. M., … Sanchez, M. R. (2016). The Extrusion Process as an Alternative for Improving the Biological Potential of Sorghum Bran: Phenolic Compounds and Antiradical and Anti-Inflammatory Capacity.
Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 2016(1), 1–8.
Magaji, U. F., Sacan, O., & Yanardag, R.
(2020). Alpha amylase, alpha glucosidase and glycation inhibitory activity of Moringa oleifera extracts. South African Journal of Botany, 128(1), 225–230.
Manohar, V. S., Jayasree, T., Kishore, K. K., Rupa, L. M., & Dixit, R. (2012). Evaluation of hypoglycemic and antihyperglycemic effect of freshly prepared aqueous extract of Moringa oleifera leaves in normal and diabetic rabbits. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 4(1),
249–253.
Margaret, T. M. (2013). Assessment Of In Vitro Anti Inflammatory Activity Of Aqueous Extract Of Ipomoea Batatas Tubers. Asian Journal of Research in Biological and Pharmaceutical Sciences, 1(1), 47–53.
Mishra, A., Mishra, H. N., & Srinivasa Rao, P. (2012). Preparation of rice analogues using extrusion
technology. International Journal of Food Science and Technology, 47(9), 1789–1797.
Moyo, B., Oyedemi, S., Masika, P. J., & Muchenje, V. (2012). Polyphenolic content and antioxidant properties of Moringa oleifera leaf extracts and enzymatic activity of liver from goats supplemented with Moringa oleifera leaves/sunflower seed cake. Meat Science, 91(4), 441–447.
Nurdjanah, S., Yuliana, N., Aprisia, D., & Rangga, A. (2019). Penghambatan Aktivitas Enzim Α -Glukosidase. Biopropal Industri, 10(2), 83–94.
Ooko Abong’, G., Muzhingi, T., Wandayi Okoth, M., Ng’Ang’A, F., Ochieng’, P. E., Mahuga Mbogo, D., …
Ghimire, S. (2020). Phytochemicals in Leaves and Roots of Selected Kenyan Orange Fleshed Sweet Potato (OFSP) Varieties.
International Journal of Food Science, 2020(1), 1–11.
Park, S. Y., Lee, S. Y., Yang, J. W., Lee, J. S., Oh, S. D., Oh, S., … Yeo, Y. (2016). Comparative analysis of phytochemicals and polar
metabolites from colored sweet potato (Ipomoea batatas L.) tubers. Food Science and Biotechnology, 25(1), 283–291.
Patel, P., Patel, N., Patel, D., Desai, S., & Meshram, D. (2014). Phytochemical analysis and antifungal activity of moringa oleifera. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6(5), 144– 147.
Rodrigues, N. da R., Barbosa, J. L., & Barbosa, M. I. M. J. (2016). Determination of physico-chemical composition, nutritional facts and
technological quality of organic orange and purple-fleshed sweet potatoes and its flours. International Food Research Journal, 23(5), 2071–2078.
Saini, R. K., Shetty, N. P., & Giridhar, P. (2014). Carotenoid content in vegetative and reproductive parts of commercially grown Moringa
oleifera Lam. cultivars from India by LC-APCI-MS. European Food
Research and Technology, 238(6), 971–978.
Sankhalkar, S., & Vernekar, V. (2016). Quantitative and Qualitative analysis of Phenolic and Flavonoid content in Moringa oleifera Lam and Ocimum tenuiflorum L. Pharmacognosy Research, 8(1), 16–21.
Sarawong, C., Schoenlechner, R., Sekiguchi, K., Berghofer, E., & Ng, P. K. W. (2014). Effect of extrusion cooking on the physicochemical properties, resistant starch, phenolic content and antioxidant capacities of green banana flour. Food Chemistry, 143(1), 33–39.
Sendangratri, Handayani, R., & Elya, B. (2019). Inhibitory effects of different varieties of sweet potato (Ipomoea batatas L.) tubers extracts on lipoxygenase activity.
Pharmacognosy Journal, 11(6),
1195–1198.
Shaari, N., Shamsudin, R., Mohd Nor, M. Z., & Hashim, N. (2020). Phenolic, flavonoid and anthocyanin contents of local sweet potato (Ipomoea batatas). Food Research, 4(1), 74– 77.
Sivamaruthi, B., Kesika, P., Subasankari, K., & Chaiyasut, C. (2018).
Beneficial effects of anthocyanins against diabetes mellitus associated consequences-A mini review. Asian Pacific Journal of Tropical
Biomedicine, 8(10), 471–477.
Steiger, G., Müller-Fischer, N., Cori, H., & Conde-Petit, B. (2014). Fortification of rice: Technologies and nutrients. Annals of the New York Academy of Sciences, 1324(1), 29– 39.
Sulastri, E., Zubair, M. S., Anas, N. I., Abidin, S., Hardani, R., Yulianti, R., & Aliyah. (2018). Total phenolic, total flavonoid, quercetin content and antioxidant activity of standardized extract of moringa oleifera leaf from regions with different elevation. Pharmacognosy Journal, 10(6),
104–108.
Sun, Y., Pan, Z., Yang, C., Jia, Z., & Guo, X. (2019). Comparative assessment of phenolic profiles, cellular antioxidant and antiproliferative activities in ten varieties of sweet potato (ipomoea batatas) storage roots. Molecules, 24(1), 1–13.
Ti, H., Zhang, R., Zhang, M., Wei, Z., Chi, J., Deng, Y., & Zhang, Y. (2015). Effect of extrusion on phytochemical profiles in milled fractions of black rice. Food Chemistry, 178(1), 186– 194.
Valdez-Solana, M. A., Mejía-García, V. Y., Téllez-Valencia, A., García-Arenas, G., Salas-Pacheco, J., Alba-Romero, J. J., & Sierra-Campos, E. (2015). Nutritional content and elemental and phytochemical analyses of moringa oleifera grown in Mexico. Journal of Chemistry, 2015(1), 1–9.
Villarruel-López, A., López-de la Mora, D. A., Vázquez-Paulino, O. D., Puebla-Mora, A. G., Torres-Vitela, M. R., Guerrero-Quiroz, L. A., & Nuño, K. (2018). Effect of Moringa oleifera consumption on diabetic rats. BMC Complementary and Alternative Medicine, 18(1), 1–10.
Youl, E., Bardy, G., Magous, R., Cros, G., Sejalon, F., Virsolvy, a., … Oiry, C. (2010). Quercetin potentiates insulin secretion and protects INS-1 pancreatic -cells against oxidative damage via the ERK1/2 pathway. British Journal of Pharmacology,
161(4), 799–814.
Zhu, Y., Yin, Q., & Yang, Y. (2020). Comprehensive Investigation of Moringa oleifera from Di ff erent Regions by Simultaneous.
Molecules, 25(1), 676690.
78
Discussion and feedback