Perbandingan Profil Penggunaan Terapi Kombinasi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Unit

Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah (Kartika, I G.A.A., Lestari, A.A.W., Swastini, D. A.)

PERBANDINGAN PROFIL PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI INSULIN PADA PASIEN

DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH

Kartika, I G. A. A.1, Lestari, A. A. W.2, Swastini, D. A.1

1Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univesitas Udayana 2Bagian / SMF Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat

Sanglah

Korespondensi : I Gusti Agung Ayu Kartika

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/Fax: 0361-703837

Email : [email protected]

ABSTRAK

Kombinasi insulin kerja menengah (Neutral Protamine Hagedorn/NPH) dengan insulin kerja pendek (Regular Human Insulin/RHI) dan kombinasi insulin kerja panjang (insulin glargine) dengan insulin kerja cepat (insulin aspart) adalah jenis kombinasi insulin yang paling sering digunakan untuk mengobati pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat inap di RSUP Sanglah. Namun sampai saat ini belum ada penelitian evidence based di RSUP Sanglah mengenai perbandingan profil penggunaan kedua jenis kombinasi insulin ini. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan profil penggunaan antara kombinasi insulin NPH dengan RHI dan kombinasi insulin glargine dengan insulin aspart.

Profil penggunaan ini akan dinilai dari karateristik pasien berdasarkan jenis kelamin, umur, dan lama rawat inap, serta dinilai dari pola penggunaan insulin. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif.

Pasien DM tipe 2 di unit rawat inap RSUP sanglah lebih didominasi pasien laki-laki sebesar 60%, dengan umur terbanyak > 45 tahun sebesar 80% dan lama rawat inap rata-rata 4-8 hari sebesar 40%. Jenis kombinasi yang paling banyak digunakan yaitu kombinasi insulin glargine dengan insulin aspart yaitu sebesar 53%.

Kata kunci: diabetes melitus tipe 2, profil penggunaan, NPH, RHI, glargine, aspart

  • 1.    PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (PERKENI, 2011). Berdasarkan data diketahui sekitar 90% dari pasien DM menderita DM tipe 2 (AACE, 2011). Tujuan utama terapi pada pasien DM tipe 2, yaitu menurunkan dan mengontrol kadar glukosa darah mendekati rentang normal (Khatib, 2006). Untuk menurunkan dan mengontrol kadar glukosa darah mendekati rentang normal, pasien dapat diberikan terapi antidiabetika oral dan insulin.

Pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan stage yang telah meningkat seperti terjadinya defisiensi insulin yang memburuk dan pasien baru yang terdiagnosis dengan hiperglikemia berat, penatalaksanaan terapi dapat langsung dengan menggunakan kombinasi insulin basal dan insulin

bolus. Penambahan insulin bolus pada insulin basal dapat menghasilkan kontrol glikemia yang lebih baik dan lebih sedikitnya variasi kadar glukosa darah (Hamaty, 2011). Kombinasi insulin basal dan insulin bolus yang digunakan sebagai first line therapy di unit rawat inap RSUP Sanglah adalah kombinasi insulin Neutral Protamine Hagedorn (NPH) dengan Regular Human Insulin (RHI) dan kombinasi insulin glargine dengan insulin aspart.

Kombinasi insulin NPH dengan RHI digunakan apabila harga menjadi pertimbangan utama. Sedangkan penggunaan kombinasi insulin glargine dengan insulin aspart dipilih karena dapat menghasilkan kontrol glikemia yang lebih baik, fluktuasi glukosa darah, kejadian hipoglikemia dan peningkatan berat badan yang lebih rendah (Hamaty, 2011).

Sampai saat ini belum ada penelitian untuk mengetahui bagaimana profil penggunaan kedua

jenis kombinasi insulin ini. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan antara kombinasi insulin NPH dengan RHI dan kombinasi insulin glargine dengan insulin aspart di unit rawat inap RSUP Sanglah. Profil penggunaan kedua jenis kombinasi insulin ini akan dijabarkan secara deskriptif yang meliputi karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin, karakteristik subjek penelitian berdasarkan kelompok umur, karakteristik subjek penelitian berdasarkan lamanya rawat inap, serta pola penggunaan insulin.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

    • 2.1    Bahan

Bahan penelitian adalah seluruh pasien DM tipe 2 yang mendapatkan terapi kombinasi insulin NPH dengan RHI dan kombinasi insulin glargine dengan insulin aspart di unit rawat inap RSUP Sanglah selama kurun waktu 1 Januari–31 Mei 2013 yang telah memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah pasien dengan umur 18-65 tahun.

  • 2.2    Metode

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan menggunakan rancangan prospektif. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik consecutive sampling dengan cara mengambil semua subjek yang memenuhi kriteria inklusi.

Metode analisis deskriptif digunakan untuk menjabarkan karakteristik subjek penelitian serta menggambarkan secara sistematis perbandingan penggunaan terapi dari kombinasi insulin NPH dengan RHI dan kombinasi insulin glargine dengan insulin aspart pada pasien DM tipe 2 di unit rawat inap RSUP Sanglah Denpasar.

  • 3.    HASIL

    • 3.1    Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Perbedaan jenis kelamin termasuk salah satu faktor yang berhubungan dengan DM tipe 2 (Park et al., 2004). Faktor risiko terhadap terjadinya DM tipe 2 yaitu adanya riwayat keluarga dengan penyakit DM tipe 2, peningkatan body mass index (BMI), lingkar pinggang, asam urat, trigliserida, asupan alkohol perhari yang tinggi, kebiasaan merokok, kadar HDL yang rendah, serta ketidakaktifan fisik (Meisinger et al., 2002; Perreault et al., 2008; Kaur et al., 2010). Untuk kasus DM tipe 2 di unit rawat inap

RSUP Sanglah lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan (gambar A.1).

  • 3.2    Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Kelompok Umur

Angka kejadian DM tipe 2 meningkat seiring dengan pertambahan usia. Umumnya risiko penyakit DM tipe 2 akan meningkat saat menginjak usia di atas 45 tahun. Tingginya kasus DM pada usia di atas 45 tahun juga ditemukan pada pasien DM tipe 2 di unit rawat inap RSUP Sanglah (gambar A.2).

  • 3.3    Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Lamanya Rawat Inap

Dari hasil penelitian pasien DM tipe 2 di RSUP Sanglah berdasarkan lama rawat inap, diperoleh rentang waktu perawatan yang bervariasi dari 4 hari hingga yang paling lama yakni 38 hari (gambar A.3).

  • 3.4    Pola Penggunaan Insulin

Penggunaan kombinasi insulin glargine dengan insulin aspart untuk menangani pasien DM tipe 2 di unit rawat inap RSUP Sanglah lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan kombinasi insulin NPH dengan RHI (gambar A.4).

  • 4.    PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian, pasien DM tipe 2 di unit rawat inap RSUP Sanglah dari bulan Januari hingga Mei 2013, diperoleh sebanyak 30 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

  • 4.1    Karakteristik Subjek Penelitian

Berdasarkan Jenis Kelamin

Risiko laki-laki untuk menderita DM tipe 2 lebih besar dikarenakan resiko terhadap obesitas lebih besar dimiliki oleh laki-laki (Pinkney, 2001; Tattarani, 2002; Rana et al., 2007). Selain itu, laki-laki juga memiliki kadar adiponektin yang lebih rendah (Weyer et al., 2001).

Berdasarkan penelitian, obesitas dapat menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia dan resistensi insulin (Tattarani, 2002). Tingginya kadar FFA (Free Fatty Acid) pada keadaan obesitas merupakan penanda resiko perkembangan glukosa intoleran untuk DM tipe 2 (Charles et al., 1997). Obesitas juga memicu peningkatan profil hormon (adipokin) yang disekresikan oleh jaringan adiposa yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi insulin (Hussain et al., 2010). Obesitas juga berasosiasi dengan meningkatnya sekresi kemokin yang

memicu infiltrasi dan aktivasi makrofag. Pengaktivan makrofag akan menyebabkan diproduksinya sitokin yang berdampak negatif pada sensitivitas insulin (Weisberg et al., 2003). Obesitas sentral dimana terjadi penumpukan lemak pada jaringan subkutan perut dapat menyebabkan gangguan metabolisme yang menjadi faktor pencetus terjadinya DM tipe 2. Obesitas viseral pun dapat menyebabkan resistensi insulin karena pada keadaan ini kadar adiponektin akan menurun.

Adiponektin merupakan salah satu substansi adipositokin yang spesifik pada jaringan adiposa yang berperan dalam regulasi glukosa, metabolisme lemak, mengatur stress metabolik, menjaga integritas dinding vaskular serta memperbaiki sensitivitas insulin (Matsuzawa, 2006). Hipoadiponektin dilaporkan dapat menyebabkan hipertrigliserida, rendahnya kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) serta perkembangan DM tipe 2 (Weyer et al., 2001; Diez and Iglesias, 2003; Ouchi et al., 2003; Matsuzawa, 2006).

  • 4.2    Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Kelompok Umur

Peningkatan insidensi DM tipe 2 seiring bertambahnya umur ini disebabkan oleh kombinasi antara peningkatan resistensi insulin dan kerusakan fungsi islet pankreas dengan terjadinya penuaan (Kirkman et al., 2012). Akibat proses penuaan, terjadi penyusutan sel beta pankreas yang progresif serta penumpukan amiloid di sekitarnya. Sel beta pankreas yang tersisa pada umumnya masih aktif namun menyebabkan penurunan sekresi insulin serta penurunan kepekaan reseptor terhadap insulin (Tjay dan Rahardja, 2007).

Resistensi insulin akibat penuaan umumnya berasosiasi dengan terjadinya penumpukan lemak, sarkopenia, dan ketidakaktifan fisik (Amati et al., 2009). Penuaan ini juga menyebabkan penurunan kapasitas proliferasi dari sel islet pankreas (Maedler et al., 2006; Rankin and Kushner, 2009).

Umur 45 tahun ke atas merupakan umur produktif dimana pada umur ini akan sangat rentan mengalami stress. Selain stress juga salah satu faktor risiko terjadinya kenaikan kadar glukosa darah, stress juga berakibat pada pola makan dan aktivitas yang tidak teratur sehingga rentan mengalami obesitas (Epel and Tanja, 2007).

  • 4.3    Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Lamanya Rawat Inap

Untuk menjaga kestabilan dan meminimalkan fluktuasi kadar glukosa darah diperlukan suatu pemantauan kadar glukosa melalui rawat inap selama 5 hari. Pemantauan ini dilakukan agar kadar glukosa darah pasien serta parameter komplikasi yang menyertainya tetap berada dalam rentang normal sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat penyakit DM tipe 2 (Martin, 2006; Fraze et al., 2010).

Diagnosis pasien DM yang dirawat selama 4 hari adalah DM dengan infeksi ringan tanpa komplikasi yang lebih serius. Perbedaan lama rawat inap selain tergantung dari pencapaian target glukosa darah, juga sangat tergantung pada membaik atau tidaknya kondisi pasien akibat komplikasi DM atau penyakit lain yang menjadi keluhan utama saat pasien masuk rumah sakit.

  • 4.4    Pola Penggunaan Insulin

Pemilihan suatu kombinasi insulin didasarkan profil kerjanya untuk dapat meniru pola sekresi insulin normal tubuh (Dipiro et al., 2009; Hamaty, 2011) Apabila dibandingkan, kombinasi insulin glargine dengan insulin aspart memberikan onset kerja yang lebih cepat dengan durasi kerja yang lebih panjang sehingga lebih dapat meniru profil insulin normal tubuh. Hal ini menjadi salah satu dasar petimbangan lebih banyaknya penggunaan jenis kombinasi ini pada pasien DM tipe 2 di RSUP Sanglah.

Lebih banyaknya penggunaan kombinasi insulin glargine dengan insulin aspart dipengaruhi pula oleh bentuk kemasannya. Insulin glargine dan aspart tersedia dalam bentuk pen yang dirancang secara khusus sehingga lebih mudah digunakan bahkan untuk pasien sendiri. Berbeda dengan bentuk sediaan insulin NPH dan RHI yang masih dalam wadah vial dan perlu teknik khusus dalam pengaturan dosis sehingga memerlukan bantuan dan tenaga medis (Kresnasari dkk., tt). Kemudahan penggunaan ini akan sangat menguntungkan bagi pasien yang masih harus meneruskan pengobatan secara rutin di rumah.

Perbedaan jumlah penggunaan kombinasi insulin NPH dan RHI tidak terlampau jauh dari jumlah penggunaan kombinasi insulin glargine dan insulin aspart. Hal ini karena jenis kombinasi ini tersedia dengan harga yang lebih murah. Ketersediaannya dalam bentuk vial juga tidak selalu merugikan. Dengan bentuk vial ini, insulin dapat digunakan bersama dengan pasien lain dan biaya pemakaian insulin hanya akan dihitung

berdasarkan unit yang digunakan sehingga akan menekan biaya rumah sakit pasien. Selain itu, belum adanya penelitian yang membahas perbandingan efektivitas di antara kombinasi insulin membuat penggunaan kombinasi insulin NPH dengan RHI masih banyak digunakan.

  • 5.    KESIMPULAN

Secara keseluruhan subjek penelitian lebih banyak pasien laki-laki, lebih banyak pasien dengan umur >45 tahun dan lebih banyak pasien dengan lama rawat inap 4-8 hari. Pasien DM tipe 2 di unit rawat inap RSUP Sanglah lebih banyak menggunakan kombinasi insulin glargine dengan insulin aspart daripada kombinasi insulin NPH dengan RHI.

UCAPAN TERIMA KASIH

Seluruh dosen pengajar beserta staf pegawai di Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana, orang tua, saudara, serta teman-teman seangkatan penulis atas segala ide, saran, serta dukungannya.

DAFTAR PUSTAKA

AACE. (2011). Medical Guideline for Clinical Practice for Developing A Diabetes Mellitus Comprehensive Care Plan. Amerika: American Association of Clinical Endocrinologists. pp: 6, 11.

Amati, F., Dube J. J., and Coen P. M. (2009). Physical Inactivity and Obesity Underlie The Insulin Resistance of Aging. Diabetes Care, 32, 1547-1549.

Charles, M. A., Eschwege E., Thibult N., Claude J. R., Warnet J. M., and Rosselin. (1997). The Role of Nonesterified Fatty Acids in the Deterioration of Glucose Tolerance in Caucasian Subjects: Results of The Paris Prospective Study. Diabetologia, 40, 11011106.

Diez, J. J. and Iglesias P. (2003). The Role of Novel Adipocyte-Derived Hormone Adiponectin in Human Disease. Eur. J. Endocrinol., 148, 293–300.

Dipiro, J. T., Wells B. G., Schwighammer T., and C. Hamilton. (2009). Pharmacotherapy Handbook A Pathophysiologic Approach 7th edition. New York: McGraw-Hill. p. 210.

Epel, E. S. and Tanja C. A. (2007). Stress, Eating and The Reward System. Physiol. Behav., 91, 449–458.

Fraze, T., J. Jiang and J. Burgess. (2010). Hospital Stays For Patients With Diabetes, 2008. HCUP, 93, 1-11.

Hamaty, Marwan. (2011). Insulin Treatment for Type 2 Diabetes: When to Start, Which to Use. CCJM, 7(5), 333-337.

Hussain, A., Hydrie M. Z. I., Claussen B., and Asghar S. (2010). Type 2 Diabetes and Obesity: A Review. J. Diabetology, 2(1), 1

  • 6.

Kaur, T., Divya B., and Badaruddoza. (2010). Effect of Sex on Prevalence of Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) with Respect to Blood Pressure, BMI and WHR among Punjabi Population. IJMMS, 2(9), 263-270.

Khatib, Oussama. (2006). Guidelines for Prevention, Management and Care of Diabetes Mellitus. Genewa: WHO Regional Office for The Eastern Mediterranian. pp: 18, 24-26, 42-46.

Kresnasari, N. L. P., Budhiarta A. A. G., and Saraswati M. R. (tt). Hambatan Awal Terapi Insulin pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUP Sanglah Denpasar. Skripsi. Universitas Udayana, Denpasar.

Maedler, K., Schumann D. M., and Schulthess F. (2006). Aging Correlates with Decreased Beta-Cell Proliferative   Capacity and

Enhanced   Sensitivity   to Apoptosis.

Diabetes, 55, 2455–2462.

Martin, Donna. (2006). Steps to Improving Inpatient Blood Glucose Control. DMC. Today, 24-26.

Matsuzawa. (2006). The Metabolic Syndrome and Adipocytokines. FEBS., 580, 2917–2921.

Meisinger, C., Thorand B., Schneider A., Stieber J., Doring A., and Lowel H. (2012). Sex Differences in Risk Factor for Incident Type 2 Diabetes Mellitus: The MONICA Augsburg Cohort Study. Inter. Med., 162, 82-89.

Ouchi, N., Ohishi M., Kihara S., Funahashi T., Nakamura T., and Nagaretani H. (2003). Association of Hypoadiponectinemia with Impaired Vasoreactivity. Hypertension, 42, 231–232.

Park, H. S., Yim K. S., and Cho S. I. (2004). Gender Differences in Familial Aggregation of Obesity-Related Phenotypes and Dietary Intake Pattern in Korean Families. Ann. Epidemiol., 14, 486491.

PERKENI. (2011). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta: Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia. Hal. 2, 4, 6-8, 4243.

Perreault, L., Ma Y., Dagogo-Jack S., Horton E., Marerro D., Crandall J., and Barrett-Connor E. (2008). Sex Differences in Diabetes Risk and the Effect of Intensive Lifestyle Modification in The Diabetes Prevention Program. Diabetes Care, 31(7), 1416-1421.

Pinkney, Jonathan. (2001). Implications of Obesity for Diabetes and Coronary Hearth Disease in Clinical Practice. J. Vas. Dis., 1, 103-106.

Rana, J. S., Tricia Y. L., JoAnn E. M., and Frank B. H. (2007). Adiposity Compared with Physical Inactivity and Risk of Type 2 Diabetes in Women. Diabetes Care, 30, 5358.

Rankin, M. M. and Kushner J. A. (2009). Adaptive B-cell Proliferation is Severely Restricted with Advanced Age. Diabetes, 58, 1365–1372.

Tatttarani. (2002). Pathophysiology of Obesity-Induced Insulin Resistance and Type 2 Diabetes Mellitus. Eur. Rev. Med. Phar. Sci., 6, 27-32.

Tjay, T. H. dan Rahardja K. (2007). Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi IV. Jakarta: PT. Elex Media. Hal. 538-568, 738-762.

Weisberg, S. P., McCann D., Desai M., Rosenbaum M., Leibel R. L., and Ferrante A. W. (2003). Obesity is Associated with Macrophage Accumulation in Adipose Tissue. J. Clin. Invest., 112, 1796-1808.

Weyer, C., Bogardus C., Mort D. M., Tataranni P.

A. and Pratley R. E. (2000). Insulin Resistance And Insulin Secretory Dysfunction Are Independent Predictors Of Worsening Of Glucose Tolerance During Each Stage Of Type 2 Diabetes Development. Diabetes Care, 24, 89-94.

APENDIK A

Gambar A.1 Persentase Jumlah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Berdasarkan Jenis Kelamin

Umur (Tahun)

Gambar A.2 Persentase Jumlah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Berdasarkan Kelompok Umur

Lama Rawat Inap (Hari)

Gambar A.3 Persentase Jumlah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Berdasarkan Lama Rawat Inap

Gambar A.4 Persentase Jumlah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Berdasarkan Penggunaan Insulin

JURNAL FARMASI UDAYANA

jurusan Farmasi-Fakultas mipa-universitas udayana

bukit jimbaran-bau

• (0361) 703837                   «Email: [email protected]

Suratpernyataan

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Artikeldenganjiidiil : PEPfcANDIMjAM PPOfclL PENGfiUMAAM TERAPi HOMblMAiI INSULIN PAOA PASlEN OlAfeETES MELTUJ TlPfi 2 pl Un17 RAWAT INAp RUMAH MKlT UMuH YUSAT C R⅛tJ SANfiUWJ)

Disusiinoleli          : I GUSTl AfiUNG Aγ KARTika

NIM             ; Ogo&SOSCW

Emailmahasiswa : ⅞tqrcu⅛. _ 01 & ^qttoo. co. id

Telah kami setujui untuk dipublikasi pada “Jurnal Farmasi Udayana”.

Demikian surat pernyataan ini kami buat, agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

.!£.... Ju.!!....... 20jb

Akliir


BukitJimbaran, ...f PembimbngTuga

NIP. I⅛⅛o5w⅛o⅛ωa

69