PET-CT SCAN DALAM MENENTUKAN DERAJAT KANKER PARU JENIS KARSINOMA BUKAN SEL KECIL

I Made Ngurah Agus Surya Negara S

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Jalan P.B. Sudirman

ABSTRAK

Kanker paru merupakan penyakit umum dan penyebab terbanyak kematian terkait kanker pada beberapa negara. Jenis kanker paru terbanyak terkait kasus tersebut adalah kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil. Penanganan kanker paru ditentukan secara langsung oleh penentuan derajat yang optimal. Pada tahun 1998, mesin PET-CT diperkenalkan dalam praktek klinik. PET-CT merupakan modalitas imaging anato-metabolic yang mengkombinasikan dua teknik yang berbeda: CT, yang memberikan informasi anatomis yang sangat detail; dan PET, yang memberikan informasi metabolis, sehingga interpretasi gambar dapat ditingkatkan. Dalam menentukan derajat kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil, PET-CT memiliki keunggulan dibandingkan penggunaan CT maupun PET sendiri

Kata kunci: positron emission tomography – computed tomography, kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil, ,penentuan derajat

INTEGRATED PET-CT SCAN IN THE STAGING OF NON SMALL CELL LUNG CANCER

ABSTRACT

Lung cancer is a common disease and is a leading cause of death in many countries. The most kind of lung cancer was Non Small Cell Lung Cancer. The management of lung cancer is directed by an optimal staging of the tumour. On 1998, integrated positron emission tomography (PET)-computed tomography (CT) was published. PET-CT is an anatomo-metabolic imaging modality that has recently been introduced to clinical practice and combines two different techniques: CT, which provides very detailed anatomic information; and PET, which provides metabolic information. One of the advantages of PET/CT is the improved image interpretation. There wasbetter results for PET/CT in the staging of non small cell lung cancer in comparison with CT nor PET alone.

Keywords: positron emission tomography – computed tomography, non small cell lung cancer, staging

PENDAHULUAN

Kanker paru merupakan penyebab terbanyak dari kematian terkait kanker di dunia. Di UK pada tahun 2005, tercatat ± 39.000 kasus baru kanker paru dan ± 34.000 meninggal karena kondisi tersebut. Di Skotlandia, khususnya daerah urban, angka kematiannya jauh lebih tinggi dari daerah lainnya. Sebagian besar dari kasus kanker paru merupakan kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (75-80% dari keseluruhan kasus kanker paru).1, 2

Menentukan derajat secara optimal penting untuk menentukan pilihan terapi terbaik, mengklarifikasi tindakan yang dilakukan, dan memperkirakan hasil (outcome) yang diperoleh pasien. Penderajatan kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil didasarkan pada ukuran dan lokasi tumor (T-stage), keterlibatan nodus (N-stage) dan ada atau tidaknya proses metastase (M-stage). Computed Tomography (CT) merupakan teknik imaging standar sebagai pemeriksaan penunjang kanker paru disebagian besar tempat pelayanan kesehatan. Multidetector CT (MDCT) merupakan teknik teknologi standar saat ini yang dapat memberikan informasi yang lebih baik tentang pertumbuhan tumor transfissural, keterlibatan pleural dan invasi dinding dada dan mediastinum. Melewati dekade sebelumnya, 18fluorodeoxyglucose (18F-FDG)-positron emission tomography (PET) telah dibuktikan sebagai teknik imaging noninvasif untuk menilai nodul dan penyakit ekstratorakal. Keterbatasan utamanya adalah kurangnya resolusi spasial.1, 2, 3

Pada tahun 1998, mesin PET-CT diperkenalkan dalam praktek klinik. Alat ini merupakan hasil integrasi antara CT scan dan PET scan, dimana hasil yang diperoleh antara lain: dapat mendeteksi lesi yang awalnya tidak terdeteksi oleh CT atau PET,

dapat menentukan lokasi lesi lebih tepat dan memberikan gambaran yang lebih baik dari

jaringan yang mengelilingi, dan dapat memberikan karakteristik yang lebih baik dari lesi yang bersifat benigna atau maligna.4

COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN (CT SCAN)

Computed Tomography (CT) scan merupakan suatu perangkat imaging standar yang dapat mengidentifikasi tampilan spesifik dari nodul paru yang terdiagnosis, seperti arteriovenous fistulae, rounded atelectasis, fumgus balls, mucoid impaction dan infarct. Kemampuan CT scan untuk mengevaluasi seluruh rongga dada pada saat penilaian nodul memiliki manfaat lebih lanjut. Saat ini alat konvensional tersebut telah dikembangkan menjadi suatu multidetector CT (MDCT) yang dapat memberikan gambaran dengan pemotongan lebih banyak dibandingkan CT scan sebelumnya yang hanya dapat melakukan satu pemotongan. MDCT saat ini biasanya berupa spiral atau helical CT (Gambar 1). Spiral atau Helical CT memiliki keuntungan dalam pemeriksaan pada nodul-nodul yang kecil, dimana nodul-nodul tersebut tidak akan terlewatkan seperti bila menggunakan mesin nonspiral. Mesin spiral dan helical ini memiliki tingkat deteksi nodul sampai pada nodul dengan diameter <5 mm, khususnya ketika dilihat dalam cine-format pada stasiun kerja.1, 2

Spiral CT dengan injeksi intravena bolus kontras medium teriodinasi menghasilkan “dynamic scanning”. Studi terkini pada 84 pasien dengan kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil menemukan tidak ada perbedaan dalam derajat radiologis ketika peningkatan peninjauan tanpa kontras dibandingkan dengan peningkatan peninjauan dengan kontras pada 80 pasien (95%), merekomendasikan bahwa CT tanpa peningkatan melalui rongga dada dan kelenjar adrenal cukup untuk

menentukan derajat pada pasien yang baru terdiagnosa kanker paru jenis karsinoma

bukan sel kecil. Studi lain pada 50 pasien yang membandingkan kedua teknik tersebut menemukan tingkat deteksi yang lebih tinggi 11% pada nodes mediastinum yang membesar setalah kontras ditingkatkan dan direkomendasikan diberikan secara rutin.2, 3

Tebal pemotongan dan intervalnya harus ≤10 mm dan diperpanjang dari apeks paru sampai kelenjar adrenal. Penerapan yang biasa dilakukan saat ini adalah pemotongan 5mm melalui hilum dan daerah aortopulmonary untuk meningkatkan penggambaran nodes limfa lokal dan berasal dari lobus bronki. Lapang pandangnya sebaiknya meliputi dinding data yang bersebelahan.2

Dalam menentukan derajat kanker paru, keunggulan MDCT adalah dapat digunakan untuk menentukan lokasi anatomis dari tumor yang ada (T-stage), namun alat ini memiliki kekurangan dalam menentukan N-stage dan metastase intratorakal (Gambar 2). 4

POSITRON EMMISION TOMOGRAPHY (PET)

Positron Emission Tomography (PET) merupakan salah satu modalitas kedokteran nuklir yang sangat baik untuk mencitrakan gambaran fungsional aliran darah atau proses metabolik dibandingkan pemeriksaan radiologik lainnya seperti foto rontgen, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI) dan single photon emission computerized tomography (SPECT). Fungsi utama PET adalah mengetahui kejadian di tingkat sel yang tidak didapatkan dengan alat pencitraan konvensional lainnya (Gambar 3).1, 2

PET merupakan peralatan penunjang mutakhir yang penting dalam upaya

menegakkan diagnosis kanker paru. Indikasi PET pada penyakit paru terutama untuk deteksi keganasan. Bila ditemukan nodul soliter paru (NSP) pada foto toraks perlu dibedakan apakah nodul tersebut bersifat jinak atau ganas. Penggunaan PET untuk kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil antara lain untuk menentukan derajat, restaging, penilaian rekurensi pasca-pengobatan saat modalitas pencitraan lain tidak membantu dan evaluasi respons terapi. PET bekerja berdasarkan deteksi radioaktif yang dipancarkan sesudah sejumlah kecil zat radioaktif pelacak disuntikkan ke vena perifer. Analog glukosa radioaktif yang biasa digunakan adalah 18F-2-deoxy-2-fluoro-D-glucose (18F-FDG) untuk mendeteksi kanker di berbagai organ. Pemeriksaan PET dengan 18F-FDG mempunyai akurasi tinggi dalam membedakan lesi ganas dengan sensitivitas 97 dan spesifisitas 78%. Spesifisitas yang kurang ini disebabkan karena 18F-FDG juga akan terakumulasi pada proses peradangan, seperti infeksi bakterial paru, tuberkulosis, dan penyakit granulomatosa lain. Pat et al melaporkan sensitivitasnya mencapai 100% dan spesifisitasnya mencapai 89%.2, 6

Sensitivitas PET yang tinggi menyebabkan ada proporsi kecil lesi paru yang menghasilkan positif palsu. Lesi infeksi aktif atau inflamasi mungkin menghasilkan positif palsu, begitu juga granuloma tuberkulosis, koksidiomikosis, aspergillosis dan histoplasmosis.6

Hasil negatif palsu dapat terjadi pada tiga kondisi yaitu tumor tersembunyi dengan aktivitas metabolik yang relatif rendah, dan kedua, ukuran nodul yang kecil. PET efektif hanya untuk nodul dengan ukuran ≥6 mm dan tidak banyak membantu untuk nodul yang sangat kecil. Ketiga, negatif palsu dapat terjadi pada pasien hiperglikemia. Kondisi

tersebut memang mengurangi kemampuan PET dalam menegakkan diagnosis kanker

paru (Gambar 4).6

Selain sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tinggi, kelebihan PET adalah akurasi dibandingkan CT dalam deteksi atau eksklusi metastasis nodul mediastinum, kemampuan membedakan maligna dengan benigna. Lebih jauh, PET mampu mendeteksi perubahan signifikan yang tidak tampak dengan pemeriksaan pencitraan lain. Kekurangan PET adalah akurasi dalam menentukan lokasi anatomis yang pasti dari suatu tumor serta menentukan metastase di otak.4, 6

POSITRON EMISSION TOMOGRAPHY – COMPUTED TOMOGRAPHY (PET-CT)

Positron Emission Tomography – Computed Tomography (PET-CT) merupakan alat imaging medis yang mengkombinasikan Positron Emission Tomography (PET) dan sebuah x-ray Computed Tomography, sehingga gambaran yang diperoleh dari kedua alat tersebut dapat diambil berturut-turut, pada sesi yang sama dari pasien dan dikombinasikan menjadi sebuah gambar terintegrasi. Gambaran fungsional didapatkan dengan PET, yang menggambarkan ruangan distribusi dari aktivitas biokimia atau metabolik dalam tubuh dapat lebih tepat dihubungkan atau dikorelasikan dengan gambaran anatomis yang diperoleh dengan CT scan (Gambar 5).1, 4, 7

PET-CT telah memberikan perkembangan besar dalam diagnosis medis, dengan menambahkan lokalisasi anatomis yang lebih teliti ke gambaran fungsional, yang sebelumnya kurang pada gambaran PET murni. Sebagai contoh, dalam onkologi, rencana pembedahan, terapi radiasi dan penentuan derajat kanker mengalami perubahan secara cepat karena pengaruh keberadaan PET-CT.1, 4, 7

PROSEDUR PET-CT

Untuk prosedur pemeriksaan dengan menggunakan PET-CT sendiri adalah sebagai berikut:4, 8

  • 1.    Sebelum pemeriksaan, pasien sebaiknya puasa selama ≥ 4 jam,

  • 2.    Pada hari pemeriksaan, pasien berada dalam posisi terlentang selama ≥ 15 menit agar meminimalkan aktivitas otot, yang kemungkinan dapat terlihat sebagai metabolisme abnormal,

  • 3.    Pasien diinjeksi dengan bolus 18F-FDG secara intravena, biasanya dilakukan pada vena disalah satu lengan pasien. Dosis yang diberikan berkisar 0.1-0.2 mCi per kg berat badan,

  • 4.    Setelah satu atau dua jam, pasien diletakkan di dalam alat PET-CT, biasanya terlentang dalam posisi supinasi dengan lengan berada pada posisi anatomis atau dengan memposisikan kedua lengan diatas kepala, tergantung daerah utama yang akan diperiksa,

  • 5.    Automatic bed akan menggerakkan kepala pertama kali ke dalam gantry, pertama kali dapatkan topogram, biasanya disebut scout view, suatu jenis potongan sagital datar dari seluruh tubuh, didapatkan dengan tabung X-ray terfiksasi diposisi atas,

  • 6.    Operator menggunakan komputer PET-CT untuk mengidentifikasi pasien dan pemeriksaan, membatasi bagian caudal dan rostral menuju scout view, memilih parameter peninjauan dan memulai tahap penerimaan gambar,

  • 7.    Pasien secara otomatis digerakkan kepalanya pertama kali ke dalam CT

gantry, dan tomogram X-ray diperoleh,

  • 8.    Kemudian pasien secara otomatis digerakkan menuju PET gantry, yang dipasang paralel dengan CT gantry, dan potongan-potongan PET diperoleh,

  • 9.    Setelah pasien meninggalkan alat, PET-CT software mulai merekonstruksi dan menggabungkan gambar-gambar dari CT dan PET.

Pemeriksaan seluruh tubuh ini biasanya dimulai dari mid-thighs menuju puncak kepala, berlangsung sekitar 5-40 menit, tergantung pada protokol pancaran dan teknologi dari peralatan yang digunakan. Gambar yang dihasilkan merupakan potongan-potongan dengan ketebalan 2-3 mm (Gambar 6).4

PET-CT DALAM MENENTUKAN DERAJAT KANKER PARU JENIS KARSINOMA BUKAN SEL KECIL

Penilaian Tumor (T)

CT memiliki peran penting dalam T-staging pada pasien dengan kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil. Sesuai kualitas gambar yang meningkat, MDCT scanners dapat menggambarkan dengan lebih pasti suatu invasi tumor dalam jaringan yang mengelilinginya dan dapat mendeteksi lesi yang lebih banyak dan lebih kecil. Dari beberapa literatur didapatkan angka sensitivitas dan spesifisitas yang bervariasi. Pada parietal pleural atau invasi dinding dada (Penyakit T3) didapatkan angka sensitivitas berkisar 38-90% dan spesifisitas berkisar 40-90%, sementara pada invasi tumor ke mediastinum (penyakit T4) didapatkan angka sensitivitas 40-84% dan spesifisitas 57-94%.4, 7, 9

FDG-PET memberikan lebih banyak informasi tentang perubahan metabolik

dari tumor tetapi PET hanya memberikan sedikit keuntungan tambahan dalam T-staging dari kanker paru, sesuai dengan terbatasnya kemampuan dalam menentukan lokasi anatomis secara teliti dan pengukuran ukuran.4

Keuntungan utama dari PET-CT adalah terbentuknya hubungan antara informasi perubahan metabolisme dan informasi yang lebih detail mengenai lokasi anatomisnya. Salah satu atribut yang paling penting dari PET-CT adalah kemampuan membedakan antara tumor dan atelektasis distal. Pauls et al. menemukan keuntungan dari PET-CT juga bergantung pada derajat T melalui pemeriksaan histologi dari tumor primer. Perubahan strategi terapi berdasarkan PET-CT biasanya dilakukan pada tumor dengan derajat T3-T4. Studi terkini menemukan bahwa PET-CT adalah teknik imaging noninvasif terbaik untuk prediksi tepat dari T-stage: PET-CT memprediksi secara tepat -T-stage pada 82% kasus, dibandingkan pada penggunaan PET hanya 55% kasus, pada penggunaan CT dan koreksi visual dari PET hanya 68% kasus, dan pada penggunaan CT hanya 76% kasus (Tabel 1).4, 7, 9

Penilaian Nodul (N)

Akurasi CT untuk memprediksi penyebaran nodul intratorakal masih terbatas, dan pengembangan sistem CT-pun tidak merubah kondisi tersebut, karena nodal staging dengan CT berdasarkan pada karakteristik morfologis. Ukuran nodus limfe digunakan hanya untuk menentukan metastase penyakit. Konsensus saat ini mempertimbangkan nodus dengan diameter axis pendek >10 mm adalah suspek untuk metastase nodus limfe. Studi CT lainnya menunjukkan heterogenitas yang jelas dari hasilnya, berkisar antara 69-82% untuk spesifisitasnya dan dari 52-69% untuk sensitifitasnya.4, 7, 9

Melewati tahun sebelumnya, beberapa studi menemukan bahwa FDG-PET

memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan CT dalam mendeteksi keterlibatan tumor terhadap nodus limfe mediastinum. Meta-analysis menetapkan sensitivitasnya berkisar 79-85% dan spesifisitasnya berkisar 89-92%.4, 7

Hasil false-negative dapat terjadi ketika keterlibatan kanker terhadap nodusnodus mediastinum rendah (metastase mikro). Karena keterbatasan dalam resolusi spasial dari PET, sering tidak memungkinkan untuk membedakan antara tumor primer dan nodus hilum dari nodus limfe mediastinum yang berdekatan. Oleh karena itu mediastinoskopi tetap dipergunakan sebagai standar diagnosa mediastinal staging.4, 9

Perbandingan visual dari gambaran-gambaran FDG-PET dengan gambaran-gambaran CT meningkatkan hasil dari lymph node staging, jadi diagnosis yang lebih baik akan didapatkan dengan mengintegrasikannya, yaitu dengan menggunakan PET-CT.Studi awal mendemonstrasikan nilai rerata dari sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi postif, nilai prediksi negatif, serta akurasi dari PET-CT adalah sebagai berikut: 73%, 80%, 78%, 91%, dan 87% (Tabel 2).4, 7, 9

Penilaian Metastase Distal (M)

Observasi dari metastase pada pasien dengan kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil memiliki implikasi mayor terhadap penanganan dan prognosis. Secara keseluruhan, 40% pasien dengan kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil telah mengalami metastase jauh, umumnya pada kelenjar adrenal, tulang, hati, atau otak.4, 7, 9

Umumnya, pencarian rutin untuk penyakit melewati dada dan bagian atas abdomen pada pasien tanpa gejala tidak dilakukan dengan CT. Menentukan derajat kanker paru dengan CT biasanya dilakukan secara kaudal dari thoracic inlet menuju tepi inferior hati, termasuk kelenjar adrenal. Banyak laporan menyebutkan bahwa FDG-PET lebih sensitif dibandingkan CT dalam mendiagnosa metastase ekstratorakal. Tetapi, PET kurang dapat digunakan untuk mengenali metastase otak karena pada jaringan otak yang normal memiliki uptake glukosa yang tinggi.4, 7

Keuntungan PET-CT adalah kemampuan untuk memperkirakan lokasi yang tepat dari abnormalitas fokal pada gambaran-gambaran PET. PET-CT merupakan teknik imaging noninvasif yang terbaik dalam mengevaluasi metastase jauh pada beberapa studi. Cerfolio et al. membuktikan bahwa PET-CT memprediksikan penyakit dengan metastase lebih baik dari PET sendiri: 92% versus 87% terprediksi secara tepat. PET-CT dan PET, secara berurutan, terprediksi secara tepat 100% versus 86% pada metastase tulang, 80% versus 100% pada metastase dinding dada atau ruang pleura, 100% versus 100% pada metastase hati, 66% versus 66% pada metastase kelenjar adrenal dan 100% versus 50% pada metastase gastrointestinal. PET-CT mengidentifikasi suatu metastase otak ketika PET melewatkan metastase ini (Gambar 7).4, 9

IMPLEMENTASI PET-CT PADA PRAKTEK KLINIK

Studi pertama menggunakan PET-CT telah menunjukkan bahwa teknik ini meningkatkan akurasi diagnosis saat ketika dibandingkan dengan PET dan CT sendiri. Peningkatan akurasi diagnosis tersebut terkait hal berikut: 1) deteksi dari lesi yang pada awalnya tidak terlihat pada CT atau PET; 2) lokasi lesi yang lebih tepat dan

penggambaran yang lebih baik dari struktur-struktur yang mengelilingi; 3) kasakterisasi

lesi yang lebih baik sebagai benigna atau maligna.1,4, 10

Pada desain awal, penerimaan data dan rekonstruksi gambar CT dan PET dilakukan pada mesin yang terpisah yang diakses ke database. Setelah ditingkatkan, fungsi tersebut dikombinasikan untuk mengurangi biaya dan kompleksitas, serta untuk meningkatkan reliabilitas. Implementasi PET-CT untuk penentuan derajat pasien dengan kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil ditunjukkan pada bagan berikut (Bagan 1).4, 10

Hambatan dalam memperluas penggunaan PET-CT sendiri adalah kesulitan dan biaya untuk memproduksi dan memindahkan radiofarmaka yang digunakan dalam PET imaging, dimana zat radioaktif yang biasanya digunakan memiliki waktu paruh yang sangat singkat. Banyak centres di negara yang berbeda belum memiliki alat ini, ataupun PET. Di Indonesia sendiri rumah sakit yang telah memiliki alat PET-CT ini adalah Rumah Sakit Gading Pluit Jakarta.10

RINGKASAN

Keunggulan Multi Detector Computed Tomography (MDCT) adalah dapat digunakan untuk menentukan lokasi anatomis dari tumor yang ada (T-stage), namun alat ini memiliki kekurangan dalam menentukan N-stage dan metastase intratorakal. Keunggulan Positron Emission Tomography (PET) adalah akurasi dibandingkan CT dalam deteksi atau eksklusi metastasis nodul mediastinum, kemampuan membedakan maligna dengan benigna. Lebih jauh, PET mampu mendeteksi perubahan signifikan yang tidak tampak dengan pemeriksaan pencitraan lain. Kekurangan PET adalah akurasi

dalam menentukan lokasi anatomis yang pasti dari suatu tumor serta menentukan metastase di otak.

Dalam T-staging, Positron Emission Tomography – Computed Tomography (PET-CT) memiliki keunggulan untuk menggambarkan tumor dengan lebih jelas dari struktur yang mengelilinginya, seperti dinding dada, mediastinum, atau surrounding atelectasis, yang penting untuk mengeksklusi derajat T3 atau T4. Untuk N-staging, PET-CT meningkatkan spesifisitas dan nilai prediksi positif, berdasarkan penggabungan informasi metabolik dan anatomis. Untuk M-staging, keuntungan PET-CT adalah kemampuan untuk memperkirakan lokasi yang tepat dari abnormalitas fokal pada gambaran-gambaran PET.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Currie GP, Kennedy AM, Denison AR. Tools used in the diagnosis and staging of lung cancer: what’s old and what’s new?. Q J Med 2009; 102:443–448.

  • 2.    Hollings N, Shaw P. Diagnostic imaging of lung cancer. Eur Respir J 2002; 19: 722–742.

  • 3.    Hirsch FR, Franklin WA, Gazdar AF, et al. Early Detection of Lung Cancer: Clinical Perspectives of Recent Advances in Biology and Radiology. Clinical Cancer Research; vol 7. 2001; 5-22.

  • 4.    De Wever W, Stroobants S, Coolen J, Verschakelen JA. Integrated PET/CT in the staging of nonsmall cell lung cancer: technical aspects and clinical integration. Eur Respir J 2009; 33: 201–212.

  • 5.    Van Klaveren RJ, Habbema JDF, Pedersen JH, et al. Lung cancer screening by low-dose spiral computed tomography. Eur Respir J 2001; 18: 857–866.

  • 6.    Amin Z, Kadarsan D, Ayudyasari W, Meccarania. Peran Positron Emission Tomography dalam Diagnosis dan Evaluasi Kanker Paru. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4. 2007.

  • 7.    Beyer T, Townsend DW, Brun T, et al. A combined PET/CT scanner for clinical oncology. J Nucl Med 2000; 41: 1369-1379.

  • 8.    Gilman MD, Fischman AJ, Krishnasety V, Halpen EF, Aquino SL. Optimal CT breathing protocol for combined thoracic PET/CT. AJR Am J Roentgenol 2006; 187: 1357-1360.

  • 9.    Antoch G, Stattaus J, Nemal AT, et al. Non-small cell lung cancer: dualmodality PET/CT in preoperative staging. Radiology 2003; 229: 526-533.

  • 10.    Bar-Shalom R, Yefremov N, Guralnik L, et al. Clinical performance of PET/CT in evaluation of cancer: additional value for diagnostic imaging and patient management. J Nucl Med 2003; 44: 1200-1209.

14