Efektivitas Penggunaan Captopril Dalam Penanganan Hipertensi Pada Pasien Stroke Iskemik

Di Instalasi Rawat Inap Rsup Sanglah Denpasar (Wijaya, N.D., Udayani, N.W., Larasanty, L.P.F)

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN CAPTOPRIL

DALAM PENANGANAN HIPERTENSI PADA PASIEN STROKE ISKEMIK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP SANGLAH DENPASAR

Wijaya, N. D.1, Udayani, N. N. W.2, Larasanty, L. P. F.1 1Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana 2Akademi Farmasi Saraswati Denpasar

Alamat korespondensi: Wijaya, N. D.

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/fax: 0361-703837

Email: [email protected]

ABSTRAK

Antihipertensi yang dominan digunakan dalam penanganan hipertensi pada pasien stroke iskemik di RSUP Sanglah adalah golongan ACEI yaitu captopril tunggal. Banyak diskusi telah difokuskan pada peran antihipertensi golongan ACEI dalam terapi stroke dimana tidak ada hasil signifikan yang terlihat dari penggunaan ACEI tunggal. Dengan demikian dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui regimen terapi captopril tunggal yang meliputi dosis dan aturan pakai yang digunakan dalam penanganan hipertensi pada pasien stroke iskemik serta untuk melihat efektivitas terapi antihipertensi tersebut berdasarkan pencapaian target penurunan tekanan darah sistolik pasien sebesar 10 mmHg dalam 48 jam terapi.

Penelitian ini bersifat observasional deskriptif dengan metode cross sectional. Subjek penelitian akan dikelompokkan berdasarkan regimen terapi captopril yang didapat. Pengolahan data dilakukan dengan uji one way ANOVA dan fisher test menggunakan program SPSS.

Terdapat 36 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 7 regimen captopril tunggal yang digunakan dalam penanganan hipertensi pada pasien stroke iskemik yaitu regimen 3x6,25 mg (2 pasien), regimen 2x12,5 mg (7 pasien), regimen 3x12,5 mg (2 pasien), regimen 2x25 mg (15 pasien), regimen 3x25 mg (8 pasien), regimen 2x50 mg (1 pasien) dan regimen 3x50 mg (1 pasien) yang diberikan per oral. Penilaian efektivitas terhadap 3 regimen terapi captopril yang dominan digunakan yaitu regimen 2x12,5 mg, 2x25 mg dan 3x25 mg menunjukkan bahwa regimen terapi captopril dengan dosis 2x25 mg memiliki efektivitas yang lebih baik dibandingkan 2 regimen lainnya dimana pencapaian target penurunan tekanan darah sistoliknya mencapai 33,33%. Namun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pencapaian target terapi dengan perbedaan regimen tersebut (p=1,00) sehingga efektivitasnya dianggap sama.

Kata kunci: efektivitas terapi, captopril, hipertensi, stroke iskemik

  • 1.    PENDAHULUAN

Stroke iskemik merupakan jenis stroke dengan angka kejadian yang paling besar yaitu mencapai 88% dari seluruh kasus stroke (Fagan dan Hess, 2008). Serangan stroke iskemik dapat menyebabkan berbagai luaran terhadap pasien yang mengalaminya. Sepertiga dari jumlah pasien stroke iskemik dapat kembali pulih setelah serangan. Secara umum, sepertiga bagian lagi bersifat fatal dan sepertiga sisanya dapat menyebabkan kecacatan jangka panjang. Apabila pasien mendapatkan terapi yang tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33% diantaranya

diperkirakan akan pulih dalam waktu 3 bulan (Ikawati, 2011).

Salah satu faktor risiko stroke adalah hipertensi (Straka et al, 2008). Sebagian besar stroke iskemik terjadi pada individu dengan prehipertensi maupun hipertensi stage I (Chobanian et al, 2004). Penderita tekanan darah tinggi (hipertensi) berisiko terkena stroke empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal (Pudiastuti, 2011). Risiko kejadian stroke iskemik pertama umumnya sebanding dengan tingkat tekanan darah sistolik (Schwenk, 2011). Walaupun tidak ada nilai pasti korelasi antara

peningkatan tekanan darah dengan risiko stroke, diperkirakan risiko stroke meningkat 1,6 kali setiap peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik (Gofir, 2009).

Terapi antihipertensi pada pasien stroke iskemik direkomendasikan sebagai terapi sekunder untuk pencegahan terhadap terjadinya stroke ulang (Fagan dan Hess, 2008) dimana lima puluh persen kejadian stroke dapat dicegah dengan pengendalian tekanan darah (Gofir, 2009). Insiden dari stroke iskemik maupun hemoragik menurun dengan pengobatan hipertensi (Chobanian et al, 2004). Regimen obat antihipertensi yang optimal untuk mencapai tingkat reduksi yang direkomendasikan belum jelas karena perbandingan langsung antar regimen sangat terbatas (Furie et al, 2011).

Banyak diskusi telah difokuskan pada peran antihipertensi golongan AngiotensinConverting Enzyme Inhibitor (ACEI) dalam terapi stroke. Sebuah penelitian yang membandingkan efek ramipril dengan plasebo pada individu dengan risiko tinggi menemukan penurunan risiko stroke, infark miokard atau kematian vaskular sebesar 24% pada 1013 pasien dengan riwayat stoke atau Transient Ischemic Attack (TIA) (Sacco et al, 2006). Protection Against Reccurent Stroke Study (PROGRESS) menunjukkan bahwa penambahan diuretik indapamide dengan ACEI perindopril menyebabkan penurunan kejadian stroke sebesar 43%. Namun, tidak ada penurunan signifikan yang dihasilkan dari terapi perindopril tunggal dimana tekanan darah hanya 5/3 mmHg lebih rendah daripada kelompok kontrol (Chobanian et al, 2004).

Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, didapatkan data bahwa antihipertensi yang dominan digunakan pada pasien stroke iskemik di RSUP Sanglah adalah golongan ACEI yaitu captopril tunggal. Hasil penelitian dari The Captopril Prevention Project (CAPPP) Randomised Trial menyatakan bahwa captopril efektif digunakan dalam pencegahan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular, namun mungkin kurang efektif dalam pencegahan stroke jika dibandingkan dengan terapi konvensional menggunakan diuretik, β-blocker, atau keduanya (Hansson et al, 1999). Sehingga penggunaan ACEI dalam penanganan stroke iskemik direkomendasikan

dalam bentuk kombinasi dengan diuretik untuk memberikan hasil yang optimal dalam pencegahan stroke iskemik ulang (Fagan dan Hess, 2008; Furie et al, 2011). Dengan demikian perlu dilakukan suatu penelitian untuk melihat efektivitas terapi captopril tunggal dalam penanganan hipertensi pada pasien stroke iskemik.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

    • 2.1.    Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan metode cross sectional untuk melihat efektivitas terapi antihipertensi captopril dalam penanganan hipertensi pada pasien stroke iskemik.

  • 2.2.    Alat dan Bahan

Alat penelitian yang digunakan berupa lembar pengumpul data dan bahan penelitian adalah data tekanan darah pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUP Sanglah pada periode waktu Januari 2011 hingga April 2013 dengan proses pemilihan melalui inklusi dan eksklusi dalam penentuan sampel.

  • 2.3.    Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah pasien dengan diagnosa stroke iskemik yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah usia > 50 tahun dan diagnosa klinis stroke iskemik dengan hipertensi yang mendapatkan terapi captopril sebagai penanganan hipertensi yang dialaminya, merupakan kejadian stroke iskemik yang pertama (bukan stroke ulang) serta mendapatkan terapi captopril minimal 3 hari selama menjalani rawat inap. Sedangkan kriteria eksklusi meliputi pasien dengan gangguan ginjal, pasien dengan gagal jantung, pasien dengan riwayat TIA serta wanita hamil dan menyusui.

  • 2.4.    Pengolahan Data

Subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi diambil datanya dan dikelompokkan berdasarkan regimen terapi captopril yang didapatkan. Data dari tiap kelompok tersebut kemudian dinilai efektivitasnya berdasarkan pencapaian target penurunan tekanan darah sistolik pasien sebesar 10 mmHg dalam 48 jam terapi. Data akan diolah menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS) 16.0 for Windows. Dilakukan uji one way ANOVA

untuk mengetahui signifikansi perbedaan penurunan tekanan darah yang dihasilkan oleh tiap regimen. Interpretasi data dilakukan dengan melihat nilai p dan interval kepercayaan pada output SPSS. Jika hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p < 0,05) dari regimen-regimen terapi captopril, maka dilakukan uji post-hoc atau uji lanjutan LSD + Duncan untuk melihat variabel mana yang paling berpengaruh. Uji nonparametrik dengan fisher test dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perbedaan regimen dengan pencapaian target terapi captopril. Adanya hubungan yang bermakna antara kedua variabel yang diteliti ditunjukkan dengan nilai p < 0,05.

  • 3.    HASIL

    • 3.1.    Karakteristik Pasien

Karakteristik pasien menggambarkan data demografi 36 pasien stroke iskemik dengan hipertensi yang menjalani rawat inap di RSUP Sanglah. Data tersebut meliputi usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi, komplikasi penyakit lain serta tekanan darah pada saat masuk rumah sakit (tabel A.1). Hasil penelitian menunjukkan stroke iskemik paling banyak terjadi pada rentang usia >55-65 tahun. Penyakit stroke iskemik dengan hipertensi di instalasi rawat inap RSUP Sanglah sebagian besar terjadi pada laki-laki dengan persentase sebesar 61,11%. Tujuh puluh tujuh koma tujuh delapan persen pasien tercatat mengalami riwayat hipertensi sebelumnya dan 55,56% pasien mengalami komplikasi hipertensi dengan diabetes, dislipidemia maupun kombinasi ketiganya. Hampir 90% pasien tercatat mengalami tekanan darah tinggi saat pertama kali masuk rumah sakit.

  • 3.2.    Regimen Terapi

Terdapat 7 regimen terapi captopril yang digunakan dalam penanganan hipertensi pada pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUP Sanglah, yaitu captopril dengan dosis 3 x 6,25 mg, dosis 2 x 12,5 mg, dosis 3 x 12,5 mg, dosis 2 x 25 mg, dosis 3 x 25 mg, dosis 2 x 50 mg dan dosis 3 x 50 mg yang diberikan per oral. Data regimen dan persentase pasien dapat dilihat pada tabel A.2. 3.3. Penilaian Efektivitas Terapi Pasien

Dari total 7 regimen yang tercatat dalam penelitian, hanya ada 3 regimen yang dapat memberikan pencapaian target terapi berupa penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10

mmHg dalam 48 jam yaitu pada regimen 2 x 25 mg (33,33%), regimen 3 x 25 mg (25,00%) dan regimen 2 x 50 mg (100%). Regimen 2 x 50 mg yang pencapaian target terapinya mencapai 100% belum dapat dikatakan memiliki efektivitas yang paling baik karena hanya terdapat 1 pasien yang mendapatkan regimen terapi tersebut sehingga hasilnya tidak dapat dibandingkan. Uji statistik untuk menilai pencapaian target terapi pasien hanya dilakukan terhadap 3 regimen terapi captopril yang dominan digunakan yaitu regimen 2 x 12,5 mg, 2 x 25 mg dan 3 x 25 mg. Meskipun secara klinis regimen terapi captopril dengan dosis 2 x 25 mg memiliki efektivitas yang lebih baik dibandingkan 2 regimen lainnya dimana pencapaian target penurunan tekanan darah sistoliknya mencapai 33,33%, namun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pencapaian target terapi dengan perbedaan regimen tersebut (p=1,00) sehingga efektivitasnya dianggap sama.

  • 4.    PEMBAHASAN

Usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi dan penyakit komplikasi merupakan faktor risiko terjadinya stroke iskemik. Prevalensi faktor risiko utama stroke yaitu hipertensi sistolik meningkat seiring dengan bertambahnya usia terutama pada usia di atas 50 tahun dan risiko stroke akan meningkat dua kali lipat setiap dekadenya setelah usia 55 tahun (Chobanian et al, 2004; Goldstein et al, 2006). Hasil penelitian menunjukkan stroke iskemik paling banyak terjadi pada rentang usia >55-65 tahun yaitu sebanyak 17 pasien. Penurunan jumlah pasien usia di atas 65 tahun pada penelitian ini dapat disebabkan oleh meningkatnya komplikasi penyakit pasien terutama gangguan ginjal dan penyakit jantung yang menjadi kriteria eksklusi pada penelitian ini. Fibrilasi atrium, infark miokard dan penyakit jantung lainnya berpengaruh terhadap risiko stroke tromboemboli dan prevalensinya meningkat seiring dengan meningkatnya usia (Goldstein et al, 2006). Hal ini juga dipengaruhi oleh rata-rata angka harapan hidup di Indonesia yang menurut versi Central Intelligence Agency (CIA) hanya mencapai 71,62 tahun (Anonim a, 2013).

Penyakit stroke iskemik dengan hipertensi di instalasi rawat inap RSUP Sanglah sebagian besar terjadi pada laki-laki dengan persentase sebesar 61,11%. Menurut

Goldstein et al (2006), stroke lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Laki-laki secara umum juga memiliki umur spesifik kejadian stroke yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Kecuali pada usia 35-44 tahun dan 85 tahun ke atas dimana perempuan memiliki umur spesifik kejadian stroke yang agak lebih besar daripada laki-laki.

Hipertensi merupakan faktor risiko stroke dimana semakin tinggi tekanan darah maka risiko stroke akan semakin besar (Lewington et al, 2002). Hal ini juga terlihat pada pasien stroke iskemik di RSUP Sanglah dimana 77,78% tercatat memiliki riwayat hipertensi sebelumnya. Lima puluh lima koma lima enam persen pasien stroke iskemik pada penelitian ini mengalami komplikasi hipertensi dengan diabetes, dislipidemia maupun kombinasi ketiganya. Hipertensi, diabetes dan dislipidemia merupakan 3 faktor risiko utama stroke iskemik yang saling berkaitan dan seringkali tidak dapat dipisahkan. Prevalensi diabetes mencapai 15%-33% pada pasien stroke iskemik (Furie et al, 2011) dan sekitar 20% pasien stroke iskemik akut memiliki diabetes yang tidak terdiagnosa (Zahra et al, 2012). Penelitian epidemiologi menunjukkan hubungan antara peningkatan total kolesterol atau Low Density Lipoprotein Cholesterol (LDL-C) dengan peningkatan risiko stroke iskemik (Furie et al, 2011). Ditemukan bahwa kejadian stroke iskemik meningkat 25% setiap peningkatan 1-mmol (38,7 mg/dL) kolesterol total (Goldstein et al, 2006).

Hampir 90% pasien tercatat mengalami tekanan darah tinggi saat pertama kali masuk rumah sakit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tomii et al (2011) bahwa respon hipertensi akut terjadi pada sampai dengan 80% pasien dengan stroke akut. Terdapat 4 pasien yang memiliki tekanan darah normal pada saat masuk rumah sakit. Keempat pasien ini mengalami peningkatan tekanan darah dalam beberapa hari setelah masuk rumah sakit sehingga memerlukan terapi antihipertensi. Peningkatan tekanan darah dalam beberapa hari pertama setelah onset gejala pada pasien stroke iskemik dapat terjadi akibat stress, rasa nyeri, maupun kompensasi fisiologis dari iskemia otak yang terjadi (Caulfield dan Wijman, 2008). Nilai tekanan darah pada awal masuk rumah sakit ini merupakan indikator yang berguna dari outcome stroke dan dapat

dijadikan acuan dalam pemilihan terapi selanjutnya. Adams et al (2007) menyatakan bahwa tekanan darah awal yang tinggi dapat meningkatkan risiko kematian akibat cedera otak dan udema otak. Tekanan darah yang lebih rendah berhubungan dengan luaran klinis yang lebih baik.

Terdapat 2 pasien yang mendapatkan dosis terkecil yaitu 3 x 6,25 mg. Regimen dosis captopril 6,25 mg yang diberikan setiap 8 jam direkomendasikan dalam guidelines stroke dari perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia tahun 2004. Alasan pemilihan regimen ini pada pasien pertama kemungkinan karena tekanan darah saat dimulainya terapi tidak terlalu tinggi yaitu hanya 145/60 mmHg, meskipun pasien tercatat memiliki riwayat hipertensi sebelumnya. Sedangkan tekanan darah awal pasien kedua adalah 160/100 mmHg namun tidak ada riwayat hipertensi sehingga dipilih regimen dosis captopril terkecil untuk terapi awal. Selain itu, pasien ini berusia 69 tahun dimana Sweetman (2009) menyatakan bahwa dosis awal 6,25 mg dapat direkomendasikan jika captopril diberikan dalam kombinasi dengan diuretik atau diberikan pada pasien usia lanjut. Namun perlu juga dilihat kemungkinan adanya indikasi lain dari terapi regimen captopril 3 x 6,25 mg yang datanya tidak tercantum dalam rekam medis pasien seperti riwayat penyakit jantung. Beberapa sumber menyatakan bahwa regimen captopril 3 x 6,25 mg diindikasikan untuk terapi gagal jantung dan disfungsi ventrikel kiri setelah infark miokardium (Remme dan Swedberg, 2001; Anonim b, 2013).

Pasien yang mendapatkan regimen terapi captopril 3 x 12,5 mg memiliki riwayat hipertensi sebelumnya dan riwayat penggunaan antihipertensi captopril 3 x 25 mg dan amlodipin 1 x 10 mg. Belum ada data yang tersedia mengenai apakah pasien yang mendapatkan terapi antihipertensi sebelum terserang stroke harus melanjutkan terapinya atau memulai terapi dengan agen antihipertensi yang baru (Adams et al, 2007). Karena tidak mengalami komplikasi penyakit lain dan tekanan darahnya hanya berkisar 150160 mmHg maka pasien ini diberikan terapi captopril dengan dosis yang lebih kecil (3 x 12,5 mg) untuk mencegah terjadinya hipoperfusi akibat tekanan darah yang terlalu rendah.

Satu pasien dengan tekanan darah sistolik awal sebelum terapi sebesar 160 mmHg diberikan terapi captopril 2 x 50 mg dan satu pasien lain dengan tekanan darah sistolik 210 mmHg diberikan captopril 3 x 50 mg. Kedua pasien ini sama-sama terdiagnosa mengalami diabetes. Adanya komorbid penyakit diabetes pada pasien stroke iskemik dengan hipertensi dapat memperburuk kondisi klinis pasien. Pasien diberikan dosis tinggi kemungkinan untuk memperkecil risiko mortalitas akibat komplikasi ini. Chobanian et al (2004) menyatakan bahwa setiap 10 mmHg penurunan tekanan darah sistolik berhubungan dengan rata-rata penurunan tingkat mortalitas yang berkaitan dengan diabetes. Kontrol tekanan darah yang memadai dapat meningkatkan luaran klinis penyakit-penyakit kardiovaskular terutama stroke.

Dari total 7 regimen yang tercatat dalam penelitian, hanya ada 3 regimen yang dapat memberikan pencapaian target terapi berupa penurunan TD sistolik sebesar 10 mmHg dalam 48 jam yaitu pada regimen 2 x 25 mg (33,33%), regimen 3 x 25 mg (25,00%) dan regimen 2 x 50 mg (100%). Penilaian terhadap regimen 2 x 12,5 mg tidak menunjukkan tercapainya target penurunan tekanan darah sistolik, bahkan cenderung terjadi peningkatan tekanan darah dengan rata-rata sebesar 5,71 + 21,49 mmHg (tabel A.3). Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya komplikasi penyakit dimana 5 dari 7 pasien yang menerima regimen 2 x 12,5 mg ini tercatat mengalami komplikasi diabetes dan dislipidemia. Hipertensi sangat berhubungan dengan dislipidemia dan resistensi insulin (Julius, 1991). Adanya kedua komorbid penyakit ini dianggap bertanggung jawab terhadap buruknya prognosis pasien. (Grundy et al, 2002; Garg et al, 2006). Pasien diabetes mengalami penurunan nitric oxyde yang merupakan mediator CO2 untuk menginduksi vasodilatasi serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak (Garg et al, 2006). Sedangkan pada pasien dislipidemia terjadi peningkatan risiko terjadinya ateroma atau deposit lemak yang mengakibatkan penyempitan dan pengerasan dinding arteri (Gofir, 2009). Kedua hal ini sama-sama berakibat pada meningkatnya tahanan vaskular sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah.

Delapan puluh tujuh koma lima persen pasien yang mendapatkan regimen terapi captopril 3 x 25 mg mengalami penurunan tekanan darah sistolik, namun hanya 25% yang mencapai target penurunan tekanan darah sebesar 10 mmHg. Rata-rata penurunan tekanan darah yang dicapai sangat besar yaitu mencapai 23,75 + 22,64 mmHg. Kanji et al (2002) menyatakan bahwa penurunan tekanan yang berlebihan dapat menimbulkan berkurangnya aliran darah otak pada daerah infark sehingga pada akhirnya akan memperparah infark yang terjadi.

Pencapaian target penurunan tekanan darah sistolik yang paling besar dihasilkan oleh regimen terapi captopril 2 x 25 mg PO dimana persentasenya adalah sebesar 33,33% dengan rata-rata penurunan tekanan darah yang dihasilkan dalam 48 jam terapi adalah sebesar 6,67 + 19,88 mmHg. Terdapat 1 regimen yang pencapaian target terapinya 100% yaitu regimen 2 x 50 mg PO. Namun belum dapat dikatakan bahwa regimen tersebut memiliki efektivitas yang paling baik karena hanya terdapat 1 pasien yang mendapatkan regimen terapi tersebut sehingga hasilnya tidak dapat dibandingkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat luaran klinis yang sangat beragam terhadap penggunaan captopril sebagai antihipertensi pada pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUP Sanglah. Dalam parameter pencapaian target terapi, penggunaan regimen captopril maksimal hanya dapat memberikan 33,33% pencapaian target penurunan tekanan darah 10 mmHg dalam 48 jam pertama setelah terapi.

Hasil uji statistik dengan fisher test memberikan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pencapaian target terapi dengan adanya perbedaan regimen captopril 2 x 12,5 mg, 2 x 25 mg dan regimen 3 x 25 mg (p = 1,00). Hal ini berarti bahwa adanya perbedaan regimen tidak dapat memberikan pengaruh terhadap pencapaian target terapi pasien.

Data total penurunan tekanan darah sistolik pasien dalam 48 jam untuk regimen terapi 2 x 12,5 mg; 2 x 25 mg dan 3 x 25 mg menunjukkan data yang terdistribusi normal, sehingga dapat dilakukan uji statistik parametrik dengan ANOVA. Uji dengan one way ANOVA menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,036 (P < 0,05), dimana berarti paling

tidak terdapat 2 kelompok data yang mempunyai perbedaan rata-rata yang bermakna. Dari uji lanjutan dengan LSD dan Duncan, disimpulkan bahwa perubahan tekanan darah yang dihasilkan oleh regimen terapi captopril 2 x 12,5 mg dan 3 x 25 mg memiliki perbedaan rata-rata yang signifikan. Sedangkan penurunan tekanan darah yang dihasilkan oleh regimen 2 x 25 mg tidak berbeda secara bermakna jika dibandingkan dengan dua regimen lainnya.

Walaupun terdapat perbedaan rata–rata penurunan tekanan darah dalam penggunaan captopril pada pasien stroke iskemik dengan hipertensi secara statistik dan klinis, namun penurunan tekanan darah tersebut tidak dapat menjamin bahwa target terapi antihipertensi dapat tercapai. Hal ini dapat disebabkan karena berdasarkan hasil penelitian terbaru captopril yang termasuk golongan ACEI dalam pemberian tunggal bukan merupakan terapi lini pertama dalam penanganan hipertensi pada pasien stroke iskemik. Sejumlah penelitian menyatakan bahwa tidak ada manfaat yang signifikan yang dihasilkan oleh penggunaan terapi antihipertensi golongan ACEI tunggal dalam penanganan hipertensi pada pasien stroke iskemik. Rekomendasi farmakoterapi hipertensi pada stroke iskemik dalam Fagan dan Hess (2008) untuk pasien yang sebelumnya normotensi maupun hipertensi adalah kombinasi ACEI dan diuretik. Selanjutnya dijelaskan pula dalam Furie et al (2011) bahwa hasil signifikan terlihat dengan penggunaan diuretik tunggal dan kombinasi diuretik dengan ACEI, namun tidak dengan penggunaan ACEI tunggal. The JNC 7 report menyimpulkan bahwa kombinasi ACEI dengan diuretik thiazide dapat menurunkan risiko kejadian stroke ulang.

Alasan pemilihan terapi kombinasi antihipetensi secara umum adalah mengontrol tekanan darah dalam proporsi pasien yang lebih besar dan memungkinkan penggunaan dosis obat individual yang lebih rendah sehingga kemungkinan terjadinya efek merugikan lebih kecil (Skolnik et al, 2000; Sweetman, 2009). Pada kombinasi ACEI dengan diuretik, pertimbangan dititik beratkan pada sistem renin-angiotensin-aldosteron. Diuretik menyebabkan deplesi cairan dan natrium yang berlawanan dengan beberapa efek antihipertensi lain dari diuretik thiazide.

Penggunaan ACEI dapat menurunkan tingkat angiotensin II sehingga retensi natrium menurun dan efek antihipertensi ditingkatkan (Skolnik et al, 2000). Kombinasi ACEI dengan diuretik thiazide juga dapat mencegah diabetes yang diinduksi oleh thiazide (Grossman et al, 2011).

Selain penggunaan antihipertensi captopril, juga terdapat beberapa faktor lain yang juga dapat mempengaruhi pencapaian target terapi pada pasien stroke iskemik. Adams et al (2007) menyatakan bahwa tingkat stres pasien, kandung kemih yang penuh, mual, rasa sakit, respon fisiologis tubuh terhadap keadaan hipoksia atau respon terhadap peningkatan tekanan intrakranial merupakan beberapa hal yang mempengaruhi tekanan darah pasien stroke iskemik akut selain adanya riwayat hipertensi.

Guidelines dari perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia tahun 2011 yang mengacu pada guidelines dari American Heart Association/ American Stroke Association menyatakan bahwa penurunan tekanan darah pada pasien stroke iskemik akut perlu dilakukan hanya apabila tekanan darah sistolik pasien >220 mmHg atau tekanan darah diastolik >120 mmHg. Menurut Grise dan Adeoye (2012) setiap penurunan 10 mmHg tekanan darah sistolik di bawah 150 mmHg, risiko kematian dini akan meningkat sebesar 3,6% dan risiko hidup dengan kecacatan meningkat 17,9%. Hal ini terjadi akibat hipoperfusi serebral juga penyakit jantung yang mungkin terjadi. Kanji et al (2002) menemukan kecenderungan terjadinya terapi hipertensi pada stroke akut yang tidak konsisten dan pendekatan yang tidak terstandarisasi yang mengindikasikan bahwa guidelines yang berlaku hanya memberikan sedikit pengaruh pada pola peresepan sehingga menimbulkan variasi yang besar dalam prakteknya. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian karena kurangnya bukti dari randomised controlled trials. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar pasien mungkin akan mendapatkan perawatan yang tidak tepat. Perlu dilakukan suatu kajian ulang terhadap pedoman terapi hipertensi pada pasien stroke iskemik di RSUP Sanglah Denpasar. Pasien stroke sedapat mungkin di rawat seluruhnya di unit stroke agar dapat meminimalisasi faktor – faktor lain yang dapat pula mempengaruhi

tekanan darah pasien selain hipertensi yang dialaminya.

  • 5.    KESIMPULAN

Regimen terapi captopril yang digunakan dalam penanganan hipertensi pada pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUP Sanglah adalah regimen 3 x 6,25 mg (5,55%), regimen 2 x 12,5 mg (19,44%), regimen 3 x 12,5 mg (5,55%), regimen 2 x 25 mg (41,67%), regimen 3 x 25 mg (22,22%), regimen 2 x 50 mg (2,78%) dan regimen 3 x 50 mg (2,78%) yang diberikan per oral. Terdapat 3 regimen captopril yang dominan digunakan dalam penanganan hipertensi pada pasien stroke iskemik yaitu regimen 2 x 12,5 mg, 2 x 25 mg dan 3 x 25 mg. Penilaian efektivitas terhadap 3 regimen terapi captopril yang dominan digunakan menunjukkan bahwa regimen terapi captopril dengan dosis 2 x 25 mg memiliki efektivitas yang lebih baik dibandingkan 2 regimen lainnya dimana pencapaian target penurunan tekanan darah sistoliknya mencapai 33,33%. Namun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pencapaian target terapi dengan perbedaan regimen tersebut (p=1,00) sehingga efektivitasnya dianggap sama.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, H.P., Zoppo, G., Alberts, M.J., Bhatt, D.L., Brass, L., Furlan, A., et al. (2007). Guidelines for The Early Management of Adults With Ischemic Stroke. Stroke,38:1655-1711.

Anonim a. 2013. Indonesia Life expectancy at birth. (cited 2013 June, 13). Available from:                          URL:

http://www.indexmundi.com/indonesia/lif e_ expectancy_at_birth.html.

Anonim b. 2013. Captopril. (cited 2013 July, 4). Available from:     URL:

http://reference.medscape.com/drug/capot en-captoril-captopril-342315

Caulfield, A.F. dan Wijman, C.A.C. (2008). Management of Acute Ischemic Stroke. Neurol Clin,26:345-371.

Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., Cushman, W.C., Green, L.A., Izzo, J.L., et al. (2004). The Seventh Report of the

Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA, 289:2560 –2572.

Fagan, S.C. dan Hess, D.C. (2008). Cardiovascular Disorders: Stroke. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. 7th Edition (p. 373-384). USA: McGraw Hill Companies.

Furie, K.L., Kasner, S.E., Adams, R.J., Albers, G.W., Bush, R.L., Fagan, S.C., et al. (2011). Guidelines for the Prevention of Stroke in Patients with Stroke or Transient Ischemic Attack: A Guideline for Health Care Professionals from the American Stroke Association. Stroke,42:227-276.

Garg, R., Chaudhuri, A., Munschauer, F., Dandona, P. (2006). Hyperglycemia, Insulin, and Acute Ischemic Stroke: A Mechanistic Justification for a Trial of Insulin Infusion Therapy. Stroke, 37:267273.

Gofir, Abdul. (2009). Manajemen Stroke Evidence Based Medicine. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press.

Goldstein, L.B., Adams, R., Alberts, M.J., Appel, L.J., Brass, L.M., Bushnell, C.D., et al. (2006). Primary Prevention of Ischemic Stroke. Stroke, 37: 1583-1633.

Grise, E.M., dan Adeoye, O. (2012). Blood Pressure Control for Acute Ischemic and Hemorrhagic Stroke. Curr Opin Crlt Care, 18: 132-138.

Grossman, E., Verdecchia, P., Shamiss, A., Angeli, F., dan Reboldi, G. (2011). Diuretic Treatment of Hypertension. Diabetes Care, 34 (suppl.2): 313-319.

Grundy, S.M., Becker, D., Clark, L.T., Cooper, R.S., Denke, M.A., Howard, W.J., et al. (2002). Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood

Cholesterol in Adults. NIH Publication No 02-5215.

Hansson, L., Lindholm, L.H., Niskanen, L., Lanke, J., Hedner, T., Niklason, A., et al. (1999). Effect of Angiotensin-Converting-Enzyme Inhibition Compared with Conventional Therapy on Cardiovascular Morbidity and Mortality in Hypertension: The Captopril Prevention Project (CAPPP) Randomised Trial. The Lancet, 353: 611-616.

Ikawati, Zullies. (2011). Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta: Bursa Ilmu Gejala Stroke.

Julius, S. (1991). Clinical Implications of Pathophysiologic Changes in the Midlife Hypertensive Patients. American Heart Journal, 122: 886-891.

Kanji, S., Corman, C., dan Douen, A.G. (2002). Blood Pressure Management in Acute Stroke: Comparison of Current Guidelines with Prescribing Patterns. Can. J. Neurol. Sci., 29: 125-131.

Lewington, S., Clarke, R., Qizilbash, N., Peto, R., Collins, R. (2002). Age-Specific Relevance of Usual Blood Pressure to Vascular Mortality: A Meta-Analysis of Individual Data for One Million Adults in 61 Prospective Studies. The Lancet, 360: 1903-1913.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. (2004). Guidelines Stroke 2004 Seri Ketiga. Jakarta: Kelompok Studi Serebrovaskuler Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. (2011). Guidelines Stroke Tahun 2011. Jakarta: Kelompok Studi Serebrovaskuler Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Pudiastuti, Ratna Dewi. (2011). Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Nuha Medika.

Remme, W.J. dan Swedberg, K. (2001). Guidelines for the diagnosis and

treatment of chronic heart failure. European Heart Journal,22:1527–1560.

Sacco, R.L., Adams, R., Albers, G., Alberts, M.J., Benavente, O., Furie, K., et al. (2006). Guidelines for Prevention of Stroke in Patients with Ischemic Stroke or Transient Ischemic Attack: A Statement for Healthcare Professionals from the American Heart Association/ American Stroke Association Council on Stroke. Sroke,37:577-617.

Schwenk, T.L. (2011). Poststroke Blood Pressure Affects Risk for Recurrent Stroke.(cited 2013 April,14). Available from:                          URL:

http://www.medscape.com/viewarticle/75 6740

Skolnik, N.S., Beck, J.D., Clark, M. (2000). Combination Antihypertensive Drugs: Recommendations for Use. Am Fam Physician, 61 (suppl.10): 3049-3056.

Straka, R.J., Burkhardt, R.T., Parra, D. (2008). Cardiovascular Disorders: Hypertension. Burns, M.A.C., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Malone, P.M., Kolesar, J.M., Rotschafer, J.C., Dipiro, J.T. Pharmacotherapy Principles and Practice (p.9-31). USA: McGraw Hill Companies.

Sweetman, S.C. (2009). Martindale The Complete Drug Reference. 36th Edition. London: Pharmaceutical Press.

Tomii, Y., Toyoda, K., Suzuki, R. Dan Naganuma, M. (2011). Effects of 24-Hour Blood Pressure and Heart Rate Recorded With Ambulatory Blood Pressure Monitoring on Recovery From Acute Ischemic Stroke. Stroke, 42:3511-3517.

Zahra, F., Kidwai, S.S., Siddiq, S.A., Khan, R.M. (2012). Frequency of Newly Diagnosed Diabetes Mellitus in Acute Ischaemic Stroke Patients. Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan, 22    (4):    226-229.

APENDIK A.

Tabel A.1 Karakteristik pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUP Sanglah

Karakteristik

Kategori

Jumlah Pasien

Persentase

Usia

50-55 tahun

9

25,00%

> 55-65 tahun

17

47,22%

> 65-75 tahun

6

16,67%

> 75 tahun

4

11,11%

Jenis Kelamin

Laki-laki

22

61,11%

Perempuan

14

38,89%

Riwayat Hipertensi

Ada

28

77,78%

Tidak Ada

4

11,11%

Tidak Tercantum Keterangan

4

11,11%

Penyakit Komplikasi

Tanpa Komplikasi

16

44,44%

Dengan Komplikasi (Diabetes, Dislipidemia)

20

55,56%

Tekanan Darah pada

Normotensi

4

11,11%

Saat Masuk Rumah

Hipertensi Stage I

8

22,22%

Sakit

Hipertensi Stage II

24

66,67%

Tabel A.2 Regimen dan pencapaian target terapi captopril pada pasien stroke iskemik dengan hipertensi di RSUP Sanglah.

Jumlah Persentase Pasien Persentase Pencapaian Target

No Regimen Pasien           (%)                 Terapi (%)

1

3 x 6,25 mg

2

5,55

0

2

2 x 12,5 mg

7

19,44

0

3

3 x 12,5 mg

2

5,55

0

4

2 x 25 mg

15

41,67

33,33

5

3 x 25 mg

8

22,22

25,00

6

2 x 50 mg

1

2,78

100,00

7

3 x 50 mg

1

2,78

0

Tabel A.3 Rata-rata perubahan tekanan darah sistolik pasien stroke iskemik dengan hipertensi di RSUP Sanglah

No

Regimen

Persentase Pasien yang Mengalami Perubahan Tekanan Darah (%)

Rata-Rata Perubahan Tekanan Darah (mmHg)

Penurunan Peningkatan Tetap

1

2 x 12,5 mg

28,57

57,14

14,29

5,71 + 21,49

2

2 x 25 mg

60,00

26,67

13,33

- 6,67 + 19,88

3

3 x 25 mg

87,5

12,5

0

- 23,75 + 22,64

+ = Peningkatan tekanan darah sistolik - = Penurunan tekanan darah sistolik

23