Kajian Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Inap di RSUP Sanglah

Denpasar Periode Januari 2009 - Desember 2011 (Lisniawati, N.L.G., Febryana, L.P., Astuti,

K. W.)

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN

HIPERTENSI GESTASIONAL RAWAT INAP DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2009 – DESEMBER 2011

Ni Luh Gede Lisniawati, Luh Putu Febryana L., Ketut Widyani Astuti

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364

Telp/Fax: 0361-703837

*Corresponding author : [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian kajian penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi gestasional di RSUP Sanglah Denpasar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis obat, profil terapi, dan luaran terapi antihipertensi pada pasien hipertensi gestasional rawat inap di RSUP Sanglah Denpasar.

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif retrospektif. Data diperoleh dari rekam medik pasien hipertensi gestasional yang menjalani rawat inap selama periode Januari 2009 sampai Desember 2011. Subjek penelitian adalah 75 pasien hipertensi gestasional yang memenuhi kriteria inklusi. Data rekam medik yang diperoleh, dianalisis untuk mengetahui profil dan luaran terapi antihipertensi. Luaran terapi pasien meliputi, rata-rata tekanan darah sistolik, rata-rata tekanan darah diastolik, dan rata-rata tekanan darah keluar rumah sakit.

Hasil penelitian menunjukkan terapi obat pada pasien hipertensi gestasional sebelum melahirkan selain metildopa atau nifedipin adalah oksitosisn, sintosinon, atau misoprostol, dan MgSO4. Sedangkan, terapi obat pada pasien hipertensi gestasional setelah melahirkan selain metildopa atau nifedipin adalah antibiotika, metilergometrin, asam mefenamat, dan sulfas ferosus. Sebanyak 6 orang pasien dengan kategori hipertensi sedang, diberikan terapi antihipertensi yaitu metildopa (16,67%) dan nifedipin (83,33%) dengan dosis masing-masing yaitu 3 x 250 mg per hari dan 3 x 10 mg per hari. Lama terapi pasien hipertensi gestasional selama perawatan berkisar antara 1 sampai dengan 2 hari. Terapi antihipertensi pada pasien hipertensi gestasional berhasil mencapai target terapi yaitu <150/80-100 mmHg. Rata-rata tekanan darah postpartum pasien dengan terapi antihipertensi adalah 125/85 mmHg, sedangkan tanpa terapi antihipertensi adalah 129,09/81,81 mmHg. Pasien dengan terapi antihipertensi mengalami penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik dari 150/100 mmHg menjadi 118,33/75,00 mmHg, sedangkan rata-rata tekanan darah pasien tanpa terapi antihipertensi adalah 118,33/74,54 mmHg.

Kata kunci : Hipertensi pada Kehamilan, Hipertensi Gestasional, Antihipertensi

  • 1.    PENDAHULUAN

Hipertensi gestasional merupakan jenis hipertensi yang paling beresiko pada kehamilan. Angka kejadian hipertensi gestasional pada wanita primigravida adalah 617% sedangkan pada wanita multigravida angka kejadian hipertensi gestasional adalah 24%. Hipertensi gestasional apabila tidak ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi preeklamsia yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin (Sibai, 2010).

Terapi obat antihipertensi pada kasus hipertensi gestasional bertujuan untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu, menurunkan angka prematuritas, serta menjaga tekanan darah sistolik kurang dari 150 mmHg dan tekanan darah diastolik 80-100 mmHg (Barry et al., 2010). Berdasarkan tatalaksana terapinya hipertensi gestasional dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi berat. Hipertensi ringan dalam tatalaksana terapinya tidak memerlukan terapi antihipertensi sedangkan untuk hipertensi

sedang dan berat dalam tatalaksana terapinya memerlukan terapi antihipertensi lini pertama yaitu labetalol. Alternatif pengobatan yang dapat diberikan adalah metildopa atau nifedipin (Barry et al., 2010). Berdasarkan hal tersebut(?) maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai kajian penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi gestasional rawat inap, yaitu untuk mengetahui profil terapi obat antihipertensi yang digunakan pada pasien hipertensi gestasional dan mengetahui rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik pasien hipertensi gestasional rawat inap di RSUP Sanglah Denpasar.

  • 2.    METODE PENELITIAN

    • 2.1.    Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan menggunakan data rekam medik pasien hipertensi gestasional rawat inap di RSUP Sanglah periode Januari 2009-Desember 2011 yang dilaksanakan dari bulan Agustus sampai September 2012. Subjek penelitian yang digunakan adalah 75 rekam medik pasien hipertensi gestasional rawat inap.

  • 2.2.    Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan adalah rekam medik pasien hipertensi gestasional rawat inap di RSUP Sanglah yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Kriteria inklusi :

  • 1.    Pasien dengan diagnosa mengalami hipertensi gestasional.

  • 2.    Rentang usia ibu pada saat mengandung antara 20-40 tahun.

  • 3.    Pasien hamil G1, G2, atau G3 (kehamilan pertama, kehamilan kedua, atau kehamilan ketiga).

Kriteria eksklusi :

  • 1.    Pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap.

  • 2.    Pasien hipertensi gestasional yang disertai dengan komplikasi penyakit lain yang serius.

  • 3.    Pasien pernah mengalami hipertensi gestasional sebelumnya untuk ibu multigravida.

  • 4.    Pasien pernah menjalani rawat inap untuk kondisi yang sama sebelumnya.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa lembar pengumpulan data.

  • 2.3.    Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dikerjakan dari proses pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu pendataan rekam medik pasien hipertensi gestasional, pencarian rekam medik pasien hipertensi gestasional di RSUP Sanglah dibantu oleh Sub Bagian Rekam Medik RSUP Sanglah, dan pencatatan data rekam medik pasien hipertensi gestasional yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi pada lembar pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini.

  • 2.4.    Pengolahan dan Analisis Data

Dari data rekam medik pasien hipertensi gestasional yang diperoleh pada lembar pengumpulan data kemudian dilakukan pengolahan data dan analisis data. Berdasarkan data demografi pasien, dibuat suatu tabel yang berisi karakteristik pasien. Berdasarkan data obat yang digunakan dibuat pengelompokan obat antihipertensi dan tanpa pemberian terapi antihipertensi. Profil terapi obat antihipertensi yaitu meliputi dosis obat, frekuensi pemberian obat, dan lama terapi pengobatan. Luaran klinik meliputi rata-rata tekanan darah sistolik, rata-rata tekanan darah diastolik, dan rata-rata tekanan darah ibu saat keluar dari rumah sakit.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Karakteristik Pasien

Tiga faktor karakteristik subyek penelitian yang mempengaruhi tekanan darah adalah usia ibu, gravida, dan tekanan darah. Sedangkan usia kehamilan berpengaruh terhadap pemilihan terapi antihipertensi. Berdasarkan usia ibu, hasil penelitian menunjukkan hipertensi gestasional lebih banyak terjadi pada usia 20-35 tahun yaitu sebesar 84% dibandingkan angka kejadian pada usia 36-40 tahun yaitu sebesar 16%. Balafair (2010) menyatakan bahwa angka kejadian hipertensi pada kehamilan paling banyak terjadi pada usia 20-35 tahun yaitu sebesar 72,29%. Usia 20-35 tahun merupakan usia produktif untuk kehamilan dan persalinan sehingga resiko terjadinya penyakit yang diinduksi oleh kehamilan cenderung juga akan meningkat (Supriatiningsih, 2009).

Pada penelitian ini, hipertensi gestasional ditemukan pada 46 orang pasien (61,33%) multigravida, sedangkan 38,67% lainnya ditemukan pada pasien primigravida. Chichel et al (2007) menyatakan bahwa primigravida merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi gestasional. Salah satu kemungkinan penyebab

lebih banyak ditemukannya kasus hipertensi gestasional pada ibu multigravida dalam penelitian ini adalah dari usia ibu yang lebih dari 35 tahun. Usia ibu 35 tahun atau lebih dapat meningkatkan resiko komplikasi kehamilan menjadi empat kali lebih besar dibandingkan ibu dengan usia <35 tahun, termasuk didalamnya resiko mengalami hipertensi gestasional (Supriatiningsih, 2009).

Hipertensi gestasional kategori hipertensi ringan (140/90 mmHg) dalam penelitian ini paling banyak menjalani rawat inap di rumah sakit dibandingkan dengan hipertensi sedang (150/100 mmHg) dan hipertensi berat (≥160/100 mmHg). Hal ini kemungkinan terjadi karena pada sebagian besar kasus hipertensi gestasional merupakan hipertensi ringan dan terjadi sekitar 90% pada usia kehamilan ≥36 minggu (Sibai, 2010).

Usia kehamilan pada seluruh kasus hipertensi gestasional adalah ≥37 minggu yang termasuk usia kehamilan aterm. Tidak terdapat komplikasi kelahiran preterm pada hasil penelitian ini. Pada kasus kehamilan dengan hipertensi gestasional, apabila kondisi ibu dan bayi yang dikandungnya dinilai tidak beresiko tinggi, umumnya induksi persalinan akan menunggu usia kehamilan menginjak ≥37 minggu. Pada usia kehamilan ≥37 minggu, sudah terjadi pematangan organ-organ vital pada bayi (Ramos, 2005). Dengan demikian diharapkan akan menurunkan komplikasi pada bayi baru lahir.

  • 3.2.    Profil Terapi Obat pada Pasien Hipertensi Gestasional

    • 3.2.1.    Sebelum Melahirkan

Tabel A.1. menunjukkan profil terapi obat antihipertensi dan non antihipertensi pada pasien hipertensi gestasional sebelum melahirkan yaitu oksitosin, sintosinon atau misoprostol, magnesium sulfat, dan antihipertensi yaitu nifedipin atau metildopa .

Pada penelitian ini, oksitosin dan sintosinon lebih dipilih digunakan sebagai penginduksi persalinan dibandingkan misoprostol. Misoprostol biasanya digunakan hanya apabila serviks ibu dalam kondisi tidak baik. Ditemukan 1 orang pasien (1,78%) dengan penggunaan misoprostol sebagai induksi persalinan. Hal ini dikarenakan usia kehamilan pasien tersebut saat masuk rumah sakit adalah 46 minggu dan belum terjadi pematangan serviks sehingga perlu

dilakukan induksi persalinan dengan misoprostol. Ditemukan sebanyak 18 orang pasien tidak diberikan terapi penginduksi persalinan. Hal ini dikarenakan pasien tersebut pada saat masuk rumah sakit sudah dalam kondisi akan melahirkan

Penggunaan MgSO4 40% intra vena (i.v) pada pasien hipertensi gestasional sebelum melahirkan adalah sebanyak 1 orang pasien (1,78%). Barry et al (2010) menyatakan bahwa MgSO4 dapat diberikan pada ibu dalam pengaturan perawatan kritis dengan hipertensi berat atau preeklamsia berat dan eklamsia.

Pemberian terapi antihipertensi pada pasien hipertensi gestasional selain melihat kategori hipertensi juga berdasarkan perhitungan nilai Mean Arterial Pressure (MAP). Pengobatan antihipertensi diberikan pada pasien hipertensi gestasional dengan nilai MAP ≥125 mmHg (Bansode, 2012). Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 6 orang pasien dengan kategori hipertensi sedang diberikan terapi antihipertensi. Pemberian terapi antihipertensi pada kehamilan harus mempertimbangkan rasio resiko manfaat pemberian antihipertensi harus lebih besar dari resiko yang ditimbulkannya. Kemungkinan 6 orang pasien tersebut memiliki resiko tinggi seperti usia diatas 35 tahun, didiagnosis dengan adanya edema pada ekstremitas serta tanda-tanda perubahan klinis dan neurologis atau memiliki faktor komorbid dapat diberikan nifedipin atau metildopa (Magee et al., 2008). Hasil penelitian menunjukkan nifedipin lebih banyak digunakan sebagai antihipertensi dibandingkan dengan metildopa. Hal ini dikarenakan telah dilaporkan metildopa dapat menyebabkan hipotensi pada bayi baru lahir dan pemberian nifedipin secara oral efek samping yang muncul lebih sedikit dibandingkan dengan metildopa (Rezaei et al., 2010).

Tabel A.2. menunjukkan profil terapi antihipertensi sebelum melahirkan meliputi dosis, frekuensi, dan lama terapi. Dosis metildopa yang digunakan adalah 3 x 250 mg sehari sedangkan dosis nifedipin adalah 3 x 10 mg sehari. Pada rekam medik tidak tercatat adanya pergantian dosis terapi antihipertensi. Penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi gestasional selama perawatan di rumah sakit pada penelitian ini berkisar antara 1 sampai dengan 2 hari. Lama terapi 1 sampai

dengan 2 hari di rumah sakit menunjukkan terjadinya penurunan tekanan darah pasien pada saat pulang.

  • 3.2.2.    Setelah Melahirkan

Tabel A.3. menunjukkan profil terapi obat setelah melahirkan yaitu terdapat 5 golongan obat yang digunakan untuk terapi pasien setelah melahirkan antara lain golongan antibiotika (amoksisilin, ampisilin, eritromisin, dan cefotaxim), golongan alkaloid ergot (metilergometrin), analgetika (asam mefenamat), vitamin preparat besi (sulfas ferosus), dan antihipertensi (metildopa dan nifedipin).

Antibiotika spektrum luas sering diperlukan untuk mengatasi infeksi pada ibu setelah melahirkan. Pada penelitian ini antibiotika yang digunakan adalah golongan penisilin (amoksisilin 3 x 500 mg sehari dan ampisilin 4 x 500 mg sehari), golongan makrolida (eritromisin 3 x 500 mg sehari), dan golongan sefalosforin (cefotaxim 3 x 500 mg sehari). Penggunaan antibiotika eritromisin dan cefotaxim diberikan pada pasien yang alergi terhadap golongan penisilin. Pemberian antibiotika pada pasien hipertensi gestasional umumnya digunakan untuk pencegahan infeksi postpartum.

Penggunaan metilergometrin, analgetika dan zat besi merupakan prosedur lazim dalam penanganan pasien postpartum. Perdarahan postpartum dapat disebabkan karena rahim gagal berkontraksi secara memadai setelah melahirkan (atonia uteri), atau sisa-sisa plasenta masih tertahan dapat mencegah terjadinya retraksi ditempat plasenta. Metilergometrin digunakan dalam pengobatan pendarahan setelah persalinan (Sweetman, 2009).

Nyeri pada persalinan, termasuk nyeri pada kontraksi uterus yang merupakan proses kompleks (Khaskheli dan Shahla, 2010). Pada tabel A.3 diperlihatkan seluruh kasus hipertensi gestasional (100%) diterapi dengan asam mefenamat (3 x 500 mg sehari). Asam mefenamat sering diberikan untuk mengurangi nyeri setelah melahirkan.

Pendarahan kronis dan pendarahan akut terutama selama periode postpartum yang disebabkan oleh rahim yang lemah, luka jaringan, gangguan koagulasi, dan cedera pada pembuluh darah dapat menyebabkan terjadinya anemia. Sulfas ferosus merupakan zat besi yang

secara efektif dapat mencegah terjadinya anemia (Cavill et al., 2005).

Terapi antihipertensi pada 6 orang pasien sebelum melahirkan tetap dilanjutkan pada sebanyak 4 orang pasien. Sebanyak tiga orang pasien (75%) diterapi dengan nifedipin dan satu orang pasien (25%) diterapi dengan metildopa. Keempat orang pasien tersebut tetap mendapatkan terapi antihipertensi karena dapat saja terjadi peningkatan tekanan darah setelah melahirkan serta untuk mempertahankan tekanan darah sistolik <155 mmHg atau tekanan darah diastolik <105 mmHg atau nilai MAP <125 mmHg.

Tabel A.4. menunjukkan profil terapi antihipertensi pasca rawat inap. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 2 orang pasien tetap mendapatkan terapi antihipertensi setelah menjalani rawat inap di rumah sakit. Hal ini dikarenakan pasien hipertensi gestasional dapat kemungkinan mengalami peningkatan tekanan darah kembali pada minggu pertama sampai dengan 42 hari setelah melahirkan (Zagrozek et al., 2011). Tidak ada pergantian dosis untuk nifedipin sedangkan untuk metildopa terdapat perubahan pendosisan obat. Dosis metildopa pada pasien hipertensi gestasional pada saat rawat inap di rumah sakit adalah 3 x 250 mg sehari diganti menjadi 2 x 250 mg sehari pada saat keluar dari rumah sakit. Penyesuaian dosis pada terapi antihipertensi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan tekanan darah pada masing-masing pasien, dimana pengobatan antihipertensi pada pasien hipertensi gestasional setelah melahirkan dapat dikurangi apabila terjadi penurunan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg (Barry et al., 2010). Lama terapi penggunaan metildopa dan nifedipin pasca rawat inap tidak diketahui pada penelitian ini, karena pada rekam medik tidak tercatat jumlah obat antihipertensi yang dibawa pulang.

  • 3.3.    Luaran Terapi Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Gestasional

    • 3.3.1.    Perubahan Tekanan Darah

Luaran terapi pada pasien hipertensi gestasional kategori hipertensi ringan, sedang, dan berat yang menjalani rawat inap di RSUP Sanglah dapat dilihat pada tabel A.5.

  • A.    Hipertensi Ringan

Hipertensi ringan pada hipertensi gestasional adalah tekanan darah 140/90 mmHg sampai dengan 149/99 mmHg. Pada seluruh

kasus hipertensi ringan rata-rata tekanan darah awal pasien saat masuk rumah sakit adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. Pada penelitian ini, pasien hipertensi ringan tidak diberikan terapi antihipertensi. Pemberian terapi antihipertensi pada pasien hipertensi ringan dapat saja menyebabkan hipotensi pada ibu dan fetal distress (Podymow dan Phyllis, 2008). Terjadi perubahan tekanan darah postpartum pada pasien hipertensi ringan yaitu dengan rata-rata tekanan darah sistolik 121,78 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik 77,67 mmHg. Hal ini dikarenakan tingkat tekanan darah pada pasien hipertensi gestasional kemungkinan kembali normal setelah melahirkan. Dimana pasien akan sembuh dalam kurun waktu 42 hari postpartum dengan atau tanpa disertai proteinuria (Chichel et al., 2007). Tekanan darah pasien saat keluar rumah sakit mengalami perubahan dengan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 113,75 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolik sebesar 73,57 mmHg. Pasien diberikan pulang atas ijin dokter dengan keterangan kondisi pasien telah sembuh.

  • B.    Hipertensi Sedang

Hipertensi sedang pada hipertensi gestasional adalah tekanan darah 150/100 mmHg sampai dengan 159/109 mmHg. Barry et al (2010) menyatakan hipertensi gestasional kategori hipertensi sedang dalam tatalaksana terapinya perlu diberikan terapi antihipertensi. Jika dilihat dari perhitungan nilai mean arterial pressure (MAP) hipertensi gestasional kategori hipertensi sedang (tekanan darah 150/100 mmHg) tidak perlu diberikan terapi antihipertensi karena nilai MAP dibawah 125 mmHg (Bansode, 2012).

  • 1.    Hipertensi sedang dengan terapi antihipertensi

Sebanyak 6 orang pasien diberikan terapi antihipertensi, yaitu 1 orang pasien diterapi dengan metildopa dan sebanyak 5 orang pasien diterapi dengan nifedipin. Nilai rata-rata tekanan darah awal saat masuk rumah sakit adalah tekanan darah sistolik 150 mmHg dan tekanan darah diastolik 100 mmHg. Rata-rata tekanan darah pasien saat postpartum yaitu tekanan darah sistolik 125 mmHg dan tekanan darah diastolik 85 mmHg. Pada penelitian ini diketahui pasien dengan terapi nifedipin rata-rata penurunan tekanan darah lebih besar dibandingkan dengan metildopa. Pasien dengan terapi antihipertensi keseluruhan baik sebelum

dan sesudah melahirkan telah mencapai target tekanan darah. Dimana rata-rata tekanan darah pasien saat pulang yaitu tekanan darah sistolik 118,33 mmHg dan tekanan darah diastolik 75,00 mmHg.

  • 2.    Hipertensi sedang tanpa terapi antihipertensi

Berdasarkan hasil penelitian pasien hipertensi sedang tanpa terapi antihipertensi, menunjukkan terjadinya perubahan tekanan darah sistolik dan diastolik. Rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik pasien tanpa terapi antihipertensi saat postpartum adalah 129,09/81,81 mmHg. Luaran terapi pada pasien hipertensi sedang baik dengan terapi atau tanpa terapi antihipertensi sama-sama berhasil mencapai target tekanan darah, yaitu tekanan darah sistolik < 150 mmHg dan tekanan darah diastolik 80-100 mmHg. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan antihipertensi pengaruhnya terhadap tekanan darah tidak terlalu jauh berbeda dengan atau tanpa penggunggan antihipertensi. Dimana pada pasien dengan terapi antihipertensi rata-rata tekanan darah saat keluar rumah sakit adalah tekanan darah sistolik 118,33 mmHg dan tekanan darah diastolik 75 mmHg, sedangkan pada pasien tanpa terapi antihipertensi rata-rata tekanan darah saat keluar rumah sakit adalah tekanan darah sistolik 118,33 mmHg dan tekanan darah diastolik 74,54 mmHg. C. Hipertensi Berat

Hipertensi berat pada hipertensi gestasional adalah tekanan darah ≥160/110 mmHg. Pada seluruh kasus hipertensi gestasional ditemukan sebanyak 2 orang pasien mengalami hipertensi berat dengan rata-rata tekanan darah awal saat masuk rumah sakit adalah 160/110 mmHg. Pada penelitian ini diketahui pasien hipertensi berat tidak diberikan terapi antihipertensi. Apabila dinilai dari faktor usia ibu, salah satu orang pasien berusia diatas 35 tahun yang merupakan salah satu faktor resiko, sehingga seharusnya menjadi kandidat kuat untuk memperoleh terapi antihipertensi (Barry et al., 2010). Salah satu kemungkinan mengapa kedua pasien tersebut tidak mendapat terapi antihipertensi adalah pertimbangan bahwa kedua pasien tersebut didiagnosis tekanan darahnya akan turun secara spontan pasca persalinan, sehingga penanganannya adalah dengan menginduksi persalinan (Magee et al., 2008). Rata-rata tekanan darah postpartum yaitu 135/85 mmHg. Pasien

diberikan pulang oleh dokter dengan keterangan pasien telah sembuh, dimana nilai rata-rata tekanan darah pasien saat keluar dari rumah sakit yaitu tekanan darah sistolik 110 mmHg dan tekanan darah diastolik 70 mmHg.

  • 4.    KESIMPULAN

Oksitosin, sintosinon, atau misoprostol (penginduksi persalinan), MgSO4 (antikonvulsan), dan metildopa atau nifedifin (antihipertensi) adalah terapi obat yang diberikan pada pasien hipertensi gestasional sebelum melahirkan, sedangkan setelah melahirkan selain pemberian metildopa atau nifedipin adalah antibiotika, metilergometrin, asam mefenamat, dan sulfas ferosus.

Antihipertensi diberikan pada 6 orang pasien hipertensi sedang yaitu terdiri dari 2 jenis obat yaitu metildopa (16,67%) dan nifedipin (83,33%). Dosis metildopa yang digunakan adalah 3 x 250 mg sehari sedangkan dosis nifedipin adalah 3 x 10 mg sehari. Lama terapi pasien hipertensi gestasional berkisar antara 1 sampai dengan 2 hari. Terapi antihipertensi pada pasien hipertensi gestasional baik metildopa atau nifedipin telah berhasil mencapai target terapi. Rata-rata tekanan darah postpartum pasien hipertensi gestasional kategori hipertensi sedang dengan terapi antihipertensi adalah 125/85 mmHg, sedangkan rata-rata tekanan darah pada pasien hipertensi gestasional tanpa terapi antihipertensi adalah 129,09/81,81 mmHg. Rata-rata tekanan darah pasien saat keluar rumah sakit dengan terapi antihipertensi adalah 118,33/75,00 mmHg, sedangkan tanpa terapi antihipertensi adalah 118,33/74,54 mmHg.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

  • 1.    Ibu Dr. Sagung Chandra Yowani, S.Si., M.Si., Apt., dan Ibu Ibu Rini Noviyani, S.Si., M.Si., Apt. sebagai reviewer.

  • 2.    Pembimbing yang telah memberikan saran, nasihat, membantu segenap tenaga, dan memberi motivasi dari awal sampai akhir penelitian.

  • 3.    Pihak instalansi rekam medik RSUP Sanglah yang telah membantu dalam memperlancar jalannya penelitian.

  • 4.    Seluruh keluarga dan teman-teman penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Balafair, Amer S. (2010). Risk Factors Of Pregnancy Induced Hypertension In AL_Mukalla Maternity Child Health Hospital (MCH). Alandalus for Social and Applied Sciences, Vol. 3 (5): 7-16.

Bansode, B.R. (2012). Managing Hypertension in Pregnancy. Medicine update, Vol. 22: 150-156.

Barry, Chris., et al. (2010). The Management of Hypertensive Disorders During Pregnancy. London : National Institute for Health and Clinical Excellence. p. 1-46.

Cavill, Ivor.,   Christian Breymann, and

Catherine Gay.     (2005).     Iron

Supplementation In Pregnancy And The Postpartum. European: European Society of Gunecology. p. 2-10.

Chichel, Ludwina S., Grzegorz H. Breborowicz, and Andrzej Tykarski. (2007). Treatment of Arterial Hypertension in Pregnancy. Poland : Depatement of Hypertensiology, Aniologi and Internal Disease, Medical University in Poznan. p. 7-16.

Magee, Laura A., et al. (2008). Diagnosis, Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada, Vol. 30 (3): 1-48.

Podymow, Tiina & Phyllis August. (2008). Update on the Use of Antihypertension Drugs in Pregnancy. Journal of the American Heart Association, Vol. 51: 960969.

Rezaei, Zahra., et al. (2011). Comparison of Efficacy of Nifedipine and Hydralazine in Hypertensive Crisis in Pregnancy. Acta Medica Iranica, Vol. 47 (11): 701-706

Sibai, Baha M. (2010). Induction Of Labour Improves Maternal Outcome Compared With Expectant Monitoring In Women With Gestational Hypertension Or Mild Pre-Eclampsia. Evidence Based Medicine, Vol. 15 (1): 11-12.

Supriatiningsih. (2009). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Komplikasi Kehamilan Pada Ibu Hamil. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai, Vol. II (1): 1-10.

Sweetman, Sean C. (2009). Martindale The Complete Drug Reference. London : Pharmaceutical Press. p. 2002.

The Seventh Report of The Joint National Committee. (2004). Prevention, Detection,

Evaluation, and Treatment of Hight Blood Pressure. USA : Depatment of Health And Human Services. p. 50-51.

APENDIKS A.

Tabel A.1. Profil terapi obat pasien hipertensi gestasional sebelum melahirkan

Hipertensi Ringan Hipertensi Sedang         Hipertensi Berat

Nama Obat (140/90-149/99 mmHg) (150/100-159/109        (≥160/110 mmHg)

mmHg)

Oksitosin

22

39,28%

9

52,94%         1

50%

Sintosinon

21

37,50%

2

11,76%         1

50%

Misoprostol

1

1,78%

-

--

-

MgSO4

1

1,78%

-

--

-

Nifedipin

-

-

5

83,33%         -

-

Metildopa

-

-

1

16,67%         -

-

Tabel A.2. Profil terapi antihipertensi pada pasien hipertensi gestasional selama rawat inap No Usia Gravida Umur       Nama            Hipertensi Sedang

Ibu             Kehamilan     Obat          (150/100-159/109 mmHg)

1

30 th

Kedua

37 minggu

Metildopa

250 mg

3 x sehari

2 hari

2

31 th

Pertama

39 minggu

Nifedipin

10 mg

3 x sehari

2 hari

3

37th

Ketiga

37 minggu

Nifedipin

10 mg

3 x sehari

2 hari

4

23 th

Pertama

38 minggu

Nifedipin

10 mg

3 x sehari

1 hari

5

40th

Pertama

40 minggu

Nifedipin

10 mg

3 x sehari

1 hari

6

30 th

Kedua

39 minggu

Nifedipin

10 mg

3 x sehari

2 hari

Tabel A.3. Profil terapi obat pasien hipertensi gestasional setelah melahirkan

Nama Obat

Hipertensi Ringan (140/90-149-99 mmHg)

Hipertensi Sedang (150/100-159/109 mmHg)

Hipertensi Berat (≥160/110 mmHg)

Amoksisilin

46

82,14%

12

70,59%

1

50%

Ampisilin

9

16,07%

4

23,53%

1

50%

Eritromisin

1

1,78%

-

-

-

-

Cefotaxim

-

-

1

5,88%

-

-

Metilergometrin

4

7,14%

2

11,76%

-

-

Asam Mefenamat

56

100%

17

100%

2

100%

Sulfas ferosus

55

98,21%

17

100%

2

100%

Nifedipin

-

-

3

75%

-

-

Metildopa

-

-

1

25%

-

-

Tabel A.4. Profil terapi antihipertensi pada pasien hipertensi gestasional meliputi pasca rawat inap

No Obat Hipertensi Yang Dosis           Frekuensi Lama Terapi di

Dibawa Pulang                                         Rumah

  • 1     Metildopa                250 mg            2 x sehari           tidak diketahui

  • 2     Nifedipin                  10 mg              3 x sehari            tidak diketahui

Tabel A.5. Luaran terapi pasien hipertensi gestasional

Jenis Hipertensi Gestasional

Dengan/Tanpa Terapi Antihipertensi

Rata-rata Tekanan Darah (mmHg)

Hipertensi Ringan

Tanpa Terapi Antihipertensi

Masuk Rumah      Sistolik : 140,00

Sakit                 Diastolik : 90,00

Postpartum          Sistolik : 121,78

Diastolik : 77,67

Keluar Rumah       Sistolik : 113,75

Sakit                 Diastolik : 73,57

Hipertensi Sedang

Dengan Terapi Antihipertensi

Masuk Rumah      Sistolik : 150,00

Sakit                 Diastolik : 100,00

Postpartum          Sistolik : 125,00

Diastolik : 85,00

Keluar Rumah       Sistolik : 118,33

Sakit                 Diastolik : 75,00

Tanpa Terapi Antihipertensi

Masuk Rumah      Sistolik : 150,00

Sakit                 Diastolik : 100,00

Postpartum          Sistolik : 129,09

Diastolik : 81,81

Keluar Rumah       Sistolik : 118,33

Sakit                 Diastolik : 74,54

Hipertensi Berat

Tanpa Terapi Antihipertensi

Masuk Rumah      Sistolik : 160,00

Sakit                 Diastolik : 110,00

Postpartum          Sistolik : 135,00

Diastolik : 85,00

Keluar Rumah       Sistolik : 110,00

Sakit                 Diastolik : 70,00

90