Pengaruh Waktu Sferonisasi Terhadap Sifat Fisik Pelet yang Dibuat Menggunakan Metode

Ekstrusi-Sferonisasi (Paradipa, I P.B.M., Wijayanti, N P.A.D., Arisanti, C.I.S)

PENGARUH WAKTU SFERONISASI TERHADAP SIFAT FISIK PELET YANG DIBUAT MENGGUNAKAN METODE EKSTRUSI-SFERONISASI

Paradipa, I P.B.M.1, Wijayanti, N P.A.D.1, Arisanti, C.I.S.1 1Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

Korespondensi: Paradipa, I P.B.M.

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/Fax: 0361-703837

Email: [email protected]

ABSTRAK

Amilum singkong pregelatin dapat digunakan sebagai eksipien pelet karena dapat bersifat sebagai bahan pengikat untuk menghasilkan pelet yang tidak mudah hancur, selain itu amilum singkong pregelatin dapat bersifat sebagai bahan penghancur yang bertujuan untuk melepaskan kandungan bahan obat di dalamnya. Pada tahap sferonisasi, kecepatan putaran sferoniser dan waktu sferonisasi berpengaruh terhadap kualitas pelet yang dihasilkan. Kecepatan sferonisasi yang digunakan adalah 400 rpm dengan lamanya waktu sferonisasi yang bervariasi antara 2 hingga 15 menit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh waktu sferonisasi terhadap sifat fisik pelet yang dibuat menggunakan metode ekstrusi-sferonisasi.

Massa plastis dihasilkan dari perbandingan bahan amilum singkong pregelatin : parasetamol : air (15 : 1 : 10). Semua bahan kemudian diekstrusi, ekstrudat yang terbentuk dikeringkan dalam oven 50ºC selama 20 menit lalu disferonisasi menggunakan kecepatan 400 rpm dengan variasi waktu 5, 10, dan 15 menit. Pelet dikeringkan dalam oven 50ºC selama 30 menit. Evaluasi pelet meliputi perhitungan rendemen pelet, ukuran pelet, bentuk pelet, kelembaban pelet, sifat alir pelet, kompresibilitas pelet, dan kerapuhan pelet.

Variasi waktu sferonisasi menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap rendemen dan ukuran pelet (p < 0,05). Semakin lama waktu sferonisasi, rendemen pelet yang dihasilkan semakin sedikit dan ukuran pelet akan semakin besar. Pelet yang dihasilkan dari masing-masing waktu sferonisasi hanya memenuhi kriteria pada penentuan ukuran dan pengujian kompresibilitas pelet, sedangkan pada pengujian sifat fisik lainnya masih belum memenuhi kriteria sifat fisik pada pustaka.

Kata Kunci: Pelet; amilum singkong pregelatin; waktu sferonisasi

  • 1.    PENDAHULUAN

Pelet memiliki beberapa keuntungan farmakologis diantaranya dapat terdispersi bebas dalam saluran pencernaan, memaksimalkan penyerapan obat, mengurangi fluktuasi puncak plasma dan meminimalkan potensi efek samping tanpa menurunkan ketersediaan hayati (Sinha et al., 2005).

Sifat fisik pelet ditentukan oleh formula yang digunakan dan teknik pembuatan. Salah satu eksipien yang dapat digunakan adalah amilum termodifikasi. Amilum pregelatin dapat digunakan sebagai eksipien pelet karena amilum pregelatin dapat bersifat sebagai bahan pengikat maupun penghancur (Sari, 2011).

Teknik ekstrusi-sferonisasi merupakan teknik yang paling umum digunakan dalam pembuatan pelet. Keunggulan teknik ekstrusi-

sferonisasi dibandingkan teknik pembuatan pelet lainnya adalah dapat menghasilkan pelet dalam jumlah banyak, distribusi ukuran pelet yang sempit, bentuk pelet yang sferis, dan tingkat kerapuhan yang rendah (Dukić-Ott, 2008). Variabel penting pada proses sferonisasi yang mempengaruhi karakteristik rendemen pelet, ukuran pelet, bentuk pelet, kelembaban pelet, sifat alir pelet, kompresibilitas pelet, dan kerapuhan pelet adalah kecepatan dan waktu sferonisasi (Parikh, 1997). Kecepatan sferonisasi yang digunakan untuk menghasilkan pelet yang menggunakan amilum termodifikasi dengan kualitas yang baik adalah 400 rpm dengan lamanya waktu sferonisasi yang bervariasi yakni antara 2 menit hingga 15 menit (Dukić-Ott et al., 2007; Swarbrick dan Boylan, 2002).

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu sferonisasi terhadap sifat fisik pelet yang menggunakan amilum singkong pregelatin sebagai eksipien dan dibuat dengan metode ekstrusi-sferonisasi.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

    • 2.1    Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi singkong dari perkebunan singkong Desa Puhu, Kecamatan Payangan, Gianyar-Bali; aquadest dan parasetamol (pro analisis) dari PT. Brataco; dan larutan iodium 0,005 M.

  • 2.2    Metode

    • 2.2.1    Pembuatan Pelet

Pelet dibuat dengan metode granulasi basah dengan mencampurkan zat aktif (parasetamol), eksipien (amilum singkong pregelatin), dan akuades dengan perbandingan 15 : 1 : 10. Massa basah yang terbentuk dilewatkan pada ayakan mesh No. 20 hingga terbentuk ekstrudat. Ekstrudat dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50°C selama 20 menit. Ekstrudat disferonisasi menggunakan kecepatan 400 rpm dengan variasi waktu 5, 10, dan 15 menit. Pelet dikeringkan dalam oven 50ºC selama 30 menit (Vervaet et al., 1995).

  • 2.2.2    Evaluasi Pelet

    • 2.2.2.1    Perhitungan Rendemen Pelet Perhitungan rendemen pelet dilakukan dengan Persamaan 1 (Zeeshan et al., 2009) dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali:

      ¾ Raidauai Feltt =


Bobot Pelet Setelah Dikeringkan BobotMasEa Basah

  • 2.2.2.2    Perhitungan Ukuran Pelet (Diameter Rata-rata)

Ukuran pelet ditentukan dengan mengayak seluruh pelet yang dihasilkan pada masing-masing waktu sferonisasi menggunakan satu seri ayakan yang terdiri dari ayakan dengan ukuran 850, 425, 250, dan 180 µm (Electro Pharma). Ayakan digetarkan dengan getaran 5 mm selama 10 menit, kemudian bobot pelet yang tertahan pada masing-masing ayakan ditimbang (Adam AFP-360L). Perhitungan ukuran pelet ditentukan dengan Persamaan 2 (Kumar et al., 2012) dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali:

.                    Σ

Diameter rata-rata = —

Keterangan : d = diameter rata-rata rentang ayakan; n = bobot pelet yang tertahan pada masing-masing ayakan (%)

  • 2.2.2.3    Bentuk Pelet

Pengujian terhadap bentuk sediaan pelet dilakukan dengan mengambil sebanyak 20 pelet secara acak dari fraksi pelet yang paling banyak, pelet diletakkan di atas kaca objek lalu diamati di bawah mikroskop cahaya (Yazumi XSP-12) dengan perbesaran 400 kali. Hasil pengamatan mikroskop diabadikan dengan kamera dan foto yang diperoleh diplotkan pada aplikasi CorelDRAW X4. Penentuan bentuk pelet ditentukan menggunakan Persamaan 3 (Ma, 2006) dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali:

Da

Keterangan : θ = derajat sferisitas; Da = proyeksi diameter area; Dp = proyeksi diameter perimeter 2.2.2.4 Uji Kelembaban Pelet

Ditimbang (Adam AFP-360L) 5 gram pelet dari fraksi pelet yang paling banyak kemudian dimasukkan ke dalam oven (Binder) pada suhu 105°C selama 15 menit. Lalu berat amilum tersebut diukur dan dihitung kandungan lembabnya yang dinyatakan dalam persen kelembaban. Perhitungan kelembaban pelet dilakukan dengan menggunakan Persamaan 4 (Voigt, 1995) dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali:

, 1 1 bobot awal-bQbQi a

% Kelembaban=----■—:---——

bobot akhir

Sifat alir pelet dapat diketahui dengan cara mengukur waktu alir dan sudut diam (Lachman dkk., 2008). Pada pengujian waktu alir, sebanyak 100 gram pelet dari fraksi pelet yang paling banyak ditimbang. Kemudian, pelet tersebut dituang melalui tepi corong secara perlahan-lahan ke dalam corong yang bagian bawahnya tertutup. Tutup corong bagian bawah dibuka secara perlahan-lahan dan pelet dibiarkan mengalir keluar. Dicatat waktu yang diperlukan (detik) sampai semua pelet melewati corong dengan menggunakan stopwatch (Casio) (Voigt, 1995). Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali.

Pada pengujian sudut diam, sebanyak 100 gram pelet dari fraksi pelet yang paling banyak ditimbang (Adam AFP-360L). Pelet tersebut kemudian dituang melalui tepi corong secara perlahan-lahan ke dalam corong yang bagian bawahnya tertutup. Tutup corong bagian

bawah dibuka secara perlahan-lahan dan pelet dibiarkan mengalir keluar hingga membentuk kerucut. Tinggi pelet yang berbentuk kerucut dan jari-jari pelet lalu diukur. Perhitungan sudut diam pelet dilakukan dengan menggunakan Persamaan 5 (Voigt, 1995) dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali:

h tan oc = — r

Keterangan : h = tinggi kerucut; r = jari-jari kerucut 2.2.2.6 Penentuan Kompresibilitas Pelet Nilai kompresibilitas pelet ditentukan dengan melakukan uji yang meliputi bobot jenis ruahan dan bobot jenis mampat (Electrolab Tap Density Tester EDT-1020). Bobot jenis ruahan ditentukan dengan cara mengukur volume sejumlah tertentu pelet yang dituangkan ke dalam gelas ukur 250 mL tanpa ketukan kemudian dicatat volumenya. Sedangkan bobot jenis mampat diukur dengan cara yang sama dengan bobot jenis ruahan disertai dengan ketukan sebanyak 500 kali. Perhitungan kompresibilitas pelet dilakukan dengan menggunakan Persamaan 6 (Aulton, 1988) dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali:

Pt P

% KQmpresibilitas = — × 100¾ Pt

Keterangan : ρt = bobot jenis mampat; ρo = bobot jenis ruahan

  • 2.2.2.7    Uji Kerapuhan Pelet

Uji kerapuhan pelet dilakukan dengan cara menimbang sebanyak 10 gram pelet tidak bersalut dari fraksi pelet yang paling banyak kemudian dimasukkan ke dalam friabilator (Erweka Tipe TA/TR 120) dan diputar sebanyak 250 putaran. Debu yang dihasilkan setelah putaran selesai dibersihkan kemudian pelet diayak menggunakan ayakan (Electro Pharma) dengan ukuran lubang 250 µm selama 5 menit dengan getaran 5 amplitudo. Jumlah pelet yang lolos dari ayakan ditimbang (Adam AFP-360L) (Banker and Anderson, 1986). Perhitungan kerapuhan pelet dilakukan dengan menggunakan Persamaan 7 (Dukić et al., 2006) dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali:

1 (FsFa)

% Kerapuhan = ——— x 1

Keterangan : Fs = bobot awal pelet; Fa = bobot pelet setelah pengujian

  • 2.2.3    Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengujian pendahuluan, sifat fisik amilum dan sifat fisik pelet kemudian dianalisis secara statistik dengan metode Analysis of Variance (ANOVA) One-Way, dengan taraf kepercayaan 95%. Sebelum data dianalisis menggunakan uji ANOVA, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat One-Way ANOVA. Selanjutnya dilakukan uji LSD (Least Significance Different) untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing waktu sferonisasi.

  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan waktu sferonisasi berpengaruh signifikan terhadap jumlah rendemen pelet (p < 0,05). Rendemen pelet yang dihasilkan paling banyak pada waktu sferonisasi 5 menit sedangkan waktu sferonisasi 15 menit menghasilkan rendemen pelet paling sedikit (Tabel A.1). Semakin lama waktu sferonisasi energi yang dihasilkan untuk memecah ekstrudat menjadi semakin besar, sehingga menyebabkan rendemen pelet yang dihasilkan semakin kecil. Semakin besar energi yang dihasilkan untuk memecah ekstrudat, maka semakin banyak ekstrudat yang terpecah menjadi serbuk halus yang lolos dari plat friksi (Thommes et al., 2007).

Peningkatan waktu sferonisasi berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan ukuran pelet (p < 0,05). Ukuran pelet yang dihasilkan masing-masing waktu sferonisasi menunjukkan hasil yang sama, yaitu lebih dari 90% pelet tertahan pada ayakan mesh no. 20 (Tabel A.1). Waktu sferonisasi yang lebih lama akan menyebabkan gesekan antar partikel pelet pada saat proses sferonisasi berlangsung lebih lama dan interaksi antar partikel pelet di dalam sferonizer semakin meningkat sehingga menyebabkan terjadinya aglomerasi dan peningkatan ukuran partikel pelet (Mallipeddi et al., 2010).

Waktu sferonisasi 5, 10, dan 15 menit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap bentuk pelet (p > 0,05). Sferisitas pelet dapat dilihat dari derajat sferisitasnya. Pelet yang sferis akan memiliki derajat sferisitas 1 (Ma, 2006). Dari masing-masing waktu sferonisasi menunjukkan bahwa pelet yang dihasilkan tidak sferis (Tabel A.1). Semakin lama waktu sferonisasi, pelet yang

dihasilkan akan semakin mendekati sferis. Semakin lama waktu sferonisasi energi yang dihasilkan untuk memecah ekstrudat akan semakin besar, sehingga derajat sferisitas yang dihasilkan akan semakin besar dan pelet yang dihasilkan akan semakin sferis (Sinha et al., 2007).

Waktu sferonisasi 5, 10, dan 15 menit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kelembaban pelet (p > 0,05). Kelembaban yang tinggi dapat memicu pertumbuhan mikroba, memperburuk sifat alir, serta meningkatkan kompresibilitas (Ganesan et al., 2008). Masing-masing waktu sferonisasi menghasilkan pelet dengan nilai persentase kelembaban di luar rentang yang dipersyaratkan, yakni 1 – 5 % (DepKes RI, 1995). Semakin lama waktu sferonisasi dapat meningkatkan hilangnya kelembaban. Hal tersebut dikarenakan panas yang ditimbulkan oleh putaran plat friksi akan meningkat sehingga menyebabkan peningkatan penguapan dan kelembaban akan menurun (Parikh, 1997).

Sifat alir pelet sangat berpengaruh terhadap keseragaman bobot pelet pada saat pengemasan. Dari hasil uji laju alir, pelet yang dihasilkan dari masing-masing kecepatan sferonisasi tidak mampu mengalir (Tabel A.1). Faktor yang menyebabkan pelet tidak dapat mengalir adalah bentuk partikel dan kelembaban. Bentuk partikel yang lebih bulat atau sferis mempunyai sifat aliran yang lebih baik daripada partikel yang berbentuk tidak beraturan (Siregar, 2010). Masing-masing waktu sferonisasi, yaitu 5, 10, dan 15 menit tidak mampu menghasilkan pelet dengan bentuk yang sferis, sehingga pelet yang dihasilkan tidak mampu mengalir. Selain bentuk partikel, kelembaban juga memberikan pengaruh terhadap sifat alir pelet. Masing-masing waktu sferonisasi menghasilkan pelet dengan nilai persentase kelembaban di luar rentang yang diperbolehkan. Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan gaya gesek antar partikel sehingga sulit untuk mengalir (Ganesan et al., 2008). Sudut diam tidak dapat terbentuk karena pelet tidak mampu mengalir. Sifat alir yang baik akan membentuk timbunan yang dapat menghasilkan sudut diam yang rendah (Siregar, 2010).

Waktu sferonisasi 5, 10, dan 15 menit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kompresibilitas pelet (p > 0,05).

Berdasarkan hasil pengujian persentase kompresibilitas dari masing-masing waktu sferonisasi berada di dalam rentang yang dipersyaratkan, yakni 5 – 20 % (Aulton, 1988). Besar kecilnya nilai kompresibilitas dipengaruhi oleh ukuran partikel yang digunakan pada saat pengujian. Pada uji penentuan ukuran partikel, waktu sferonisasi 5 menit menghasilkan pelet dengan ukuran terkecil dibandingkan dengan kecepatan sferonisasi 10 dan 15 menit. Semakin kecil ukuran partikel pelet yang digunakan dalam uji kompresibilitas, maka semakin besar nilai persen kompresibilitas yang terbentuk (Soh et al., 2008).

Waktu sferonisasi 5, 10, dan 15 menit tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kerapuhan pelet (p > 0,05). Uji kerapuhan bertujuan untuk mengetahui kekuatan mekanik pelet saat pengemasan serta pengangkutan (Goel and Aggarwal, 2012). Persentase kerapuhan pelet yang dihasilkan dari masing-masing waktu sferonisasi tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan, yakni < 1% (Banker and Anderson, 1986). Semakin lama waktu sferonisasi, persen kerapuhan akan semakin kecil (Sinha et al., 2007). Pada waktu sferonisasi yang panjang, gesekan yang terjadi antara pelet dengan plat friksi semakin banyak yang menyebabkan terbentuknya massa pelet yang padat atau kompak, sehingga kerapuhan akan semakin kecil. Ketika waktu sferonisasi diperpendek, gaya gesek antara plat friksi dengan pelet tidak cukup untuk membuat massa pelet yang kompak, sehingga mengakibatkan nilai kerapuhan semakin besar (Mallipeddi et al., 2010).

  • 4.    KESIMPULAN

Waktu sferonisasi pelet 5, 10, dan 15 menit menyebabkan perbedaan yang signifikan pada pengujian sifat fisik pelet yang meliputi rendemen pelet dan ukuran pelet. Semakin lama waktu sferonisasi, rendemen pelet yang dihasilkan semakin sedikit dan ukuran pelet akan semakin besar.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak I Gusti Ngurah Agung Dewantara, S.Farm., M.Sc., Apt., dan I Gusti Ngurah Jemmy Anton Prasetia, S.Farm., Apt. sebagai reviewer. Terima kasih kepada Laboratorium Teknologi Non Steril Jurusan Farmasi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana yang telah memfasilitasi penelitian ini, dan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi yang telah mendanai pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aulton, M. E. (1988). Pharmaceutic The Science of Dosage Form Design. Hongkong: ELBS. Hal: 181–183.

Banker, G. S., N. R. Anderson. (1986). The Teory and Practice of Industrial Pharmacy. Philadelpia: Lea and Febiger. Hal: 237.

Dukić, A., R. Mens, P. Adriaensens, P. Foreman, J. Gelan, J. P. Remon, C. Vervaet. (2006). Development of starchbased            pellets             via

extrusion/spheronisation. Eur. J. of Pharm. Biopharm. 66 : 83–94.

Dukić-Ott, A., J. P. Remon, P. Foreman, C. Vervaet. (2007). Immediate release of poorly soluble drugs from starch-based pellets          prepared          via

extrusion/spheronisation. Eur. J. of Pharm. Biopharm. 67 : 715–724.

Dukić-Ott, A. (2008). Modified Starch as an Excipient for Pellets Prepared by Means of Extrusion/Spheronisation. Thesis. Germany: Laboratory of Pharmaceutical Technology, Faculty of Pharmaceutical Sciences, Ghent University.

Ganesan, V., K. A. Rosentrater, K. Muthukumarappan. (2008). Flowability and Handling Characteristics of Bulk Solids and Powders – A Review with Implications for DDGS. Bio. Eng. 101 : 425–435.

Goel, A., and S. Aggarwal. (2012). Special Emphasis Given on Spheronization. Int. J. of Inst. Pharm. Life. Sci 2 (2). 1215– 1226.

Kumar, T. J., D. K. Sharma, and A. Shamim. (2012). Effect of Water Uptake on Particle Size Distribution of Core Pellets of Venlafaxine HCl Prepared by Extrusion and Spheronization Technique. Nov. Sci. Int. J. of Pharm. Sci., 1(6) : 389–394.

Lachman, L., H. A. Lieberman, dan J. L. Kanig. Alih Bahasa: Suyatmi, S. (2008). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press.

Ma, Haiquiu. (2006). The Formulation, Manufacture and Evaluation of Capsules Containing Freeze-Dried Aqueous Extracts of Leonotis leonorus or Mentha longifolia. Thesis. South Africa: The University of the Western Cape.

Mallipeddi, M., K. K. Saripella, S. H. Neau. (2010). Use of Coarse Ethylcellulose and PEO in Beads Produced by Extrusion-Spheronization. Int. J. of Pharm. 385 : 53–65.

Parikh, D. M. (1997). Handbook of Pharmaceutical          Granulation

Technology. New York: Marcel Dekker, Inc. Hal: 334–365.

Sari, K. L. K. (2011). Pengaruh Rasio Amilum : Air dan Suhu Pemanasan Terhadap Sifat Fisik Amilum Singkong Pregelatin yang Ditujukan Sebagai Eksipien Tablet. Skripsi. Denpasar: Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.

Sinha, V. R., M. K. Agrawal, and R. Kumria. (2005). Influence of Formulation and Excipient Variables on the Pellet Properties Prepared by Extrusion Spheronization. Cur. Drug. Del., Vol. 2, No. 1.

Sinha, V. R., M. K. Agrawal, R. Kumria, and J. R. Bhinge. (2007). Influence of Operational Variables on Properties of Piroxicam Pellets Prepared by Extrusion-Spheronization: A Technical Note. AAPS PhamSciTech ; 8 (1) Article 20.

Siregar, C. J. P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hal: 256–262.

Soh, J. L. P., L. Yang, C. V. Liew, F. D. Cui, and P. W. S. Heng. (2008). Importance of Small Pores in Mycrocrystalline Cellulose for Controlling Water Distribution during Extrusion-Spheronization. AAPS PharmSciTech, Vol. 9, No. 3.

Swarbrick, J., dan J. C. Boylan. (2002). Encyclopedia of Pharmaceutical Technology Second Edition Volume 3. Marcel Dekker, Inc: New York. Hal: 2067.

Thommes, M., W. Blaschek, P. Kleinebudde. (2007). Effect of Drying on Extruded

Pellets Based on κ-carrageenan. Eur. J. of Pharm. Sci. 31 : 112–118.

Vervaet, C., L. Baert, J. P. Remon. (1995). Extrusion-spheronisation A literature review. Int. J. of Pharm. 116 : 131–146.

Voigt, R. Alih Bahasa: Noerono, S. (1995). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal: 397, 483–495, 517.

Zeeshan, F., K. K. Peh, and Y. T. F. Tan. (2009). Exploring the Potential of A Highly Compressible Microcrystalline Cellulose as Novel Tabletting Excipient in the Compaction of Extended-Release Coated Pellets Containing an Extremely Water-Soluble Model Drug. AAPS PharmSciTech, Vol. 10, No. 3.

APENDIKS A.

Tabel A.1. Hasil Pengujian Pelet Masing-masing Waktu Sferonisasi

Pengujian Pelet

5 Menit

Waktu Sferonisasi

10 Menit

15 Menit

Perhitungan Rendemen Pelet

78,52 ± 0,28 %

70,74 ± 0,11 %

59,17 ± 0,18 %

Penentuan Ukuran Pelet

829,50 ± 0,53 µm

831,76 ± 0,46 µm

835,90 ± 0,4 µm

Bentuk Pelet (derajat sferisitas)

0,66 ± 0,04

0,69 ± 0,06

0,7 ± 0,03

Uji Kelembaban Pelet

8,81 ± 0,49 %

8,66 ± 1,03 %

8,17 ± 0,69 %

Uji Sifat Alir Pelet

- Waktu alir: tidak mampu mengalir - Sudut diam: tidak terbentuk sudut diam

- Waktu alir: tidak mampu mengalir - Sudut diam: tidak terbentuk sudut diam

- Waktu alir: tidak mampu mengalir - Sudut diam: tidak terbentuk sudut diam

Uji Kompresibilitas Pelet

12,01 ± 1,74 %

10,55 ± 0,81 %

10,48 ± 0,96 %

Uji Kerapuhan Pelet

4,81 ± 0,22 %

4,52 ± 0,43 %

4,5 ± 0,31 %

Dear reviewer,

Untuk pustaka

Lachman, L., H. A. Lieberman, dan J. L. Kanig. Alih Bahasa: Suyatmi, S. (2008). Teori dan

Praktek Farmasi Industri. Edisi Ketiga. Jakarta: UI Press.

Saya menggunakannya pada Pengujian Sifat Alir Pelet yang terdapat pada halaman 3

Sekian yang dapat saya sampaikan

Terima kasih.

69