Uji Aktivitas Vermisidal Ekstrak Etanol Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) Pada Cacing Gelang Babi (Ascaris suum Goeze) Secara In Vitro
on
Uji Aktivitas Vermisidal Ekstrak Etanol Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) Pada
Cacing Gelang Babi (Ascaris suum Goeze) Secara In Vitro (Ariani, N. K. M., Astuti, K.W., Yadnya-
Putra, A.A. G. R.)
Uji Aktivitas Vermisidal Ekstrak Etanol Biji Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) Pada Cacing Gelang Babi (Ascaris suum Goeze) Secara In Vitro
Ariani, N. K. M. 1, Astuti, K.W. 1, Yadnya-Putra, A.A. G. R.1
1Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana
Korespondensi: Ni Kadek Meta Ariani
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalam Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/Fax: 703837
Email: [email protected]
ABSTRAK
Askariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing Ascaris suum Goeze. Penanggulangan askariasis pada babi dilakukan dengan memberikan antelmintik. Albendazole merupakan antelmintik spektrum luas, tetapi mudah menimbulkan resisten dan harga yang relatif mahal. Oleh sebab itu, diperlukan pengembangan potensi tanaman obat tradisional sebagai antelmintik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ekstrak etanol biji lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) memiliki aktivitas sebagai vermisidal terhadap cacing Ascaris suum Goeze secara in vitro serta menentukan LC100 dan LT100.
Penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu ekstraksi, uji aktivitas vermisidal, dan analisis data. Uji aktivitas vermisidal dilakukan pada 7 kelompok perlakuan yaitu, kelompok kontrol negatif (suspensi CMC-Na 0,5% b/v); kelompok kontrol positif (suspensi albendazole 0,025% b/v); serta kelompok yang diberikan suspensi ekstrak etanol biji lamtoro 0,25% b/v; 0,5% b/v; 1% b/v; 2% b/v; dan 4% b/v secara berturut-turut. Semua perlakuan diinkubasi pada suhu 37°C, diamati setiap 2 jam selama 40 jam. Data persentase mortalitas cacing dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis diikuti uji Mann-Whitney. Untuk mengetahui nilai LC100 dan LT100 ekstrak etanol biji lamtoro dilakukan analisis probit.
Ekstrak etanol biji lamtoro konsentrasi 1%b/v; 2%b/v; dan 4%b/v dapat menyebabkan kematian terhadap cacing Ascaris suum Goeze secara bermakna dibandingkan dengan kontrol negatif (p<0,05). Berdasarkan analisis probit ekstrak etanol biji lamtoro memiliki nilai LC100 sebesar 4,24% b/v dan nilai LT100 sebesar 34,7 jam.
Kata kunci: Vermisidal, Lamtoro, LC100, LT100
-
1. PENDAHULUAN
Peternakan babi di daerah Bali memegang peranan yang sangat penting, terutama dalam hubungannya dengan kebiasaan masyarakat serta adat istiadat di Bali (Agustina, 2013). Berdasarkan statistik peternakan, Bali merupakan daerah dengan populasi babi tertinggi kedua di Indonesia setelah Nusa Tenggara Timur, populasi babi di Bali pada tahun 2013 tercatat sebanyak 860.117 ekor (Badan Pusat Statistik, 2013), sehingga perlu pencegahan penyakit pada babi agar penyakit tidak menular secara luas.
Parasit cacing merupakan penyakit yang banyak menyerang babi. Parasit cacing dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak babi. Cacing pada babi akan menurunkan kesehatan tubuh dengan menyerap bahan nutrisi penting dan mengganggu berbagai organ vital sehingga babi akan lebih peka terhadap berbagai penyakit (Agustina, 2013). Parasit cacing yang banyak ditemukan pada ternak babi adalah cacing gelang (Ascaris suum Goeze), cacing nodul (Oesophagostomum spp.), cacing cambuk (Trichuris suis), cacing Strongyloides
ransomi, dan cacing paru-paru (Metastrongylus spp.) (Zajac and Conboy, 2006).
Askariasis merupakan infeksi oleh cacing Ascaris spp. Pada babi, Ascaris suum Goeze merupakan penyebab terjadinya askariasis terutama pada babi muda, yang hidup di usus halus sebagai parasit (Soulsby, 1982). Infeksi parasit cacing pada babi yang berumur 1-2 bulan dan induk babi bali umur 12 tahun masing-masing 60% dan 50%, dengan cacing yang mendominasi masing-masing Ascaris sp. dan Hyostrongylus sp. (Yasa et al., 2010). Hal ini menunjukkan bahwa askariasis yang terjadi cukup tinggi, untuk mengurangi kerugian yang ditimbulkan maka diperlukan pengendalian lebih lanjut (Ardana, 2012).
Penanggulangan askariasis yang menyerang saluran pencernaan hewan ternak babi dilakukan dengan cara memberi obat cacing. Albendazole merupakan salah satu antelmintik modern yang bersifat vermisidal, larvasidal, dan ovisidal (Boes et al., 1998). Pengobatan secara rutin menggunakan antelmintik yang sama dapat menyebabkan risiko terjadinya resistensi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan efikasi dan efektifitas obat sebagai antelmintik semakin menurun. Selain itu, pemberian albendazole dapat berdampak negatif bagi kesehatan manusia terutama yang memakan daging ternak yang telah diberi albendazole. Albendazole memiliki harga yang relatif mahal (Ardana dkk., 2012).
Pengobatan dengan menggunakan tanaman herbal menjadi salah satu alternatif untuk mencegah terjadinya askariasis. Hal ini sebagai upaya mendapatkan pengobatan yang mudah didapat, harga yang lebih murah, dan apabila digunakan secara tepat maka efek samping yang ditimbukan lebih kecil. Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas sebagai antelmintik adalah tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam) de Wit). Dengan demikian uji aktivitas vermisidal ekstrak etanol biji lamtoro pada cacing gelang babi perlu dilakukan untuk mengetahui aktivitas biji lamtoro sebagai vermisidal.
-
2. BAHAN DAN METODE
-
2.1 Bahan penelitian
-
Terdiri dari biji lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) yang diperoleh
dari kawasan Bukit Jimbaran, bahan dasar dibuat ekstrak sebagai sediaan uji. Bahan habis pakai yang digunakan adalah etanol 96% (teknis, Brataco), akuades (Brataco), NaCl fisiologis 0,9% v/v (Otsu), CMC-Na (teknis, Brataco), dan Albendazole (Albenmer C.12 Oral Suspension ®).
-
2.2 Alat penelitian
Digunakan alat seperti toples, kain flannel, kain kasa, vaccum rotary evaporator (Eyela), neraca analitik (AND), cawan Petri, inkubator (JISICO), botol timbang, penangas air (IKA C-MAG HS 7), desikator, oven, beaker glass, tabung reaksi, pipet ukur, ballfiller, pinset, batang pengaduk, corong, kertas saring, serta pipet tetes.
-
2.3 Metode
-
2.3.1 Pembuatan Ekstrak
-
Ditimbang 500 gram serbuk simplisia biji lamtoro dan dimaserasi dengan etanol 96% v/v sebanyak 5 L, diaduk, dan dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar, kemudian disaring hingga menghasilkan filtrat dan ampas. Ampas dimaserasi kembali dengan pelarut etanol 96% sebanyak 3,75 L dan perlakuan perendaman kembali ini diulang sebanyak 2 kali. Diuapkan filtrat yang didapat dengan kecepatan 70 rpm, tekanan 0,6 psi menggunakan vaccum rotary evaporator suhu 50°C, sehingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental ditimbang dan ditentukan rendemennya.
-
2.3.2 Uji Aktivitas Vermisidal
Uji aktivitas vermisidal secara in vitro menggunakan 7 perlakuan yaitu, kelompok kontrol negatif (suspensi CMC-Na 0,5% b/v); kelompok kontrol positif (suspensi albendazole 0,025% b/v); serta kelompok yang diberikan suspensi ekstrak etanol biji lamtoro 0,25% b/v; 0,5% b/v; 1% b/v; 2% b/v; dan 4% b/v secara berturut-turut. Sebanyak 20 mL larutan uji dipipet dan dimasukkan ke dalam cawan Petri dan diisi cacing sebanyak 5 ekor. Semua perlakuan diinkubasi pada suhu 37°C, diamati setiap 2 jam apakah cacing mati, paralisis atau masih normal. Pengamatan dilakukan selama 40 jam.
Berdasarkan hasil uji aktivitas vermisidal ekstrak etanol biji lamtoro diperoleh data mortalitas cacing Ascaris suum Goeze. Data persentase mortalitas cacing Ascaris suum Goeze dianalisis secara statistik
menggunakan perangkat lunak SPSS dengan uji nonparametrik yaitu Kruskal-Wallis dan uji Mann Whitney. Apabila p<0,05 maka dikatakan berbeda bermakna dan apabila berbeda bermakna dengan kontrol negatif maka dikatan memiliki aktivitas vermisidal. Data persentase mortalitas cacing juga dianalisis dengan analisis probit untuk mengetahui Lethal Concentration (LC100) dan Lethal Time (LT100).
-
3. HASIL
-
3.1 Ekstraksi
-
Hasil dari ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 96% v/v memperoleh ekstrak kental sebanyak 19,6275 gram. Rendemen ekstrak kental yang diperoleh adalah 6,5425%.
-
3.2 Uji Aktivitas Vermisidal
Hasil uji aktivitas vermisidal ekstrak etanol biji lamtoro tersaji pada tabel 1.
Hasil analisis data secara statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa terdapat kelompok yang berbeda secara bermakna (p<0,05), selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dengan.
Uji Mann-Whitney menyatakan bahwa ekstrak etanol biji lamtoro 1% b/v; 2% b/v; dan 4% b/v dapat menyebabkan kematian cacing Ascaris suum Goeze secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol negatif. Pada kelompok suspensi ekstrak etanol biji lamtoro konsentrasi 0,25%b/v dan 0,5%b/v tidak memberikan aktivitas sebagai vermisidal yang signifikan. Jadi, konsentrasi ekstrak etanol biji lamtoro 1%b/v; 2%b/v; dan 4% b/v memiliki aktivitas vermisidal Ascaris suum Goeze. Aktivitas ekstrak etanol biji lamtoro konsentrasi 0,025% b/v dan 4% b/v tidak sebanding dengan albendazole 0,025% b/v. Hal ini ditunjukkan dengan persentase mortalitas cacing yang berbeda bermakna terhadap kontrol positif (p<0,05). Ekstrak etanol biji lamtoro konsentrasi 0,25% b/v memiliki aktivitas vermisidal yang lebih rendah daripada albendazole 0,025% b/v, sedangkan konsentrasi 4% b/v memiliki aktivitas vermisidal yang lebih besar daripada albendazole 0,025% b/v.
Tabel 1. Persen mortalitas cacing Ascaris suum Goeze pada uji aktivitas vermisidal ekstrak etanol biji lamtoro pada jam ke-30.
No |
Perlakuan |
Mortalitas ± SD (%) |
1 |
Kontrol negatif (CMC-Na 0,5% b/v) |
0 ± 0a |
2 |
Kontrol positif |
13,33 ± 11,50cd |
(Albendazole 0,025%b/v) | ||
3 |
Ekstrak etanol biji |
20,00 ± 11,50ab |
lamtoro 0,25% b/v | ||
4 |
Ekstrak etanol biji |
26,67 ± 20,00ab |
lamtoro 0,5% b/v | ||
5 |
Ekstrak etanol biji |
46,67 ± 11,50bc |
lamtoro 1% b/v | ||
6 |
Ekstrak etanol biji |
60,00 ±23,10d |
lamtoro 2% b/v | ||
7 |
Ekstrak etanol biji |
100,00 ± 0e |
lamtoro 4% b/v |
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf
berbeda, menunjukkan berbeda bermakna (p<0,05) pada uji Mann-Whitney.
Berdasarkan perhitungan, ekstrak etanol biji lamtoro memiliki nilai LC100 sebesar 4,24% b/v. Nilai LT100 ditentukan menggunakan data persentase mortalitas cacing dari ekstrak etanol biji lamtoro konsentrasi 4% b/v karena nilai LC100 yang didapat mendekati konsentrasi 4% b/v. Hasil perhitungan LT100, menunjukkan ekstrak etanol biji lamtoro dapat menyebabkan kematian 100% cacing Ascaris suum Goeze dalam waktu 34,7 jam.
-
4. PEMBAHASAN
Ekstrak dari biji lamtoro telah dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antelmintik. Ekstrak etanol biji lamtoro (Leucaena leucocephala) menunjukkan aktivitas antelmintik pada larva infektif Haemonchus contortus (Ademola and Idowu, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Amanullah (2008) menunjukkan bahwa infusa biji lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) memiliki aktivitas antelmintik pada cacing gelang ayam (Ascaridia galli). Pada penelitian tersebut diperoleh hasil LC100 dan LT100 infusa biji lamtoro adalah 65,061 gram/100 mL dan 29,750 jam.
Data yang digunakan dalam analisis data adalah data persentase mortalitas rata-rata cacing Ascaris suum Goeze pada jam ke-30. Data tersebut digunakan karena pada jam ke-30 terjadi kematian cacing sebanyak 100% pertama kali. Waktu pengamatan untuk uji aktivitas vermisidal dilakukan maksimal selama 40 jam, karena merupakan waktu bertahan hidup cacing di luar tubuh inangnya hanya bertahan hingga 40 jam (Faradila dkk., 2013).
Mortalitas cacing Ascaris suum Goeze dalam ekstrak etanol biji lamtoro diduga disebabkan oleh kandungan metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya seperti flavonoid, saponin (Amanullah, 2008), triterpenoid dan tanin (Ademola and Idowu, 2013).
Senyawa flavonoid memiliki efek farmakologi pada pembuluh darah melalui terjadinya vasokontriksi kapiler dan menurunkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan adanya gangguan pembuluh darah sehingga aliran oksigen dan zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup cacing terganggu dan dapat mempercepat kematian cacing. Saponin dapat mengiritasi membran mukosa dan dapat menyebabkan terhambatnya asupan makanan sehingga cacing akan kekurangan energi dan mengakibatkan kematian (Faradila dkk., 2013). Triterpenoid dilaporkan memiliki efek antelmintik yaitu meningkatkan depolarisasi pada otot cacing dan impuls saraf yang berlebihan, sehingga menyebabkan kelumpuhan cacing (Peter, 2008). Senyawa tanin dapat mengikat enzim-enzim yang dihasilkan oleh cacing yang berfungsi untuk penyerapan nutrisi. Terikatnya enzim tersebut menyebabkan penyerapan nutrisi oleh cacing akan terganggu dan dapat menimbulkan defisiensi nutrisi. Akibatnya cacing akan kekurangan nutrisi sehingga cacing tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya akan terhambat dan mengalami kematian (Faradila dkk., 2013).
-
5. KESIMPULAN
Ekstrak etanol biji lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.) yang memiliki aktivitas vermisidal adalah konsentrasi 1%
b/v; 2% b/v; dan 4% b/v. Nilai LC100 sebesar 4,24% b/v dan nilai LC100 yaitu 34,7 jam.
DAFTAR PUSTAKA
Ademola, I. O. and S. O. Idowu. (2013). Anthelmintic Activity of Leucaena leucocephala Seed Extract on Haemonchus contorts Infective Larvae. Veterinary record. Vol. 158: 485-486.
Amanullah, A. (2008). Uji Daya Anthelmintik Infus Biji dan Infus Daun Petai Cina (Leucanea leucocephala) Terhadap Cacing Gelang Ayam (Ascaridia galli) Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
Agustina, K. K. (2013). Identifikasi dan Prevalensi Cacing Tipe Strongyle pada Babi di Bali. Buletin Veteriner Udayana. Vol. 6, No. 2: 131-138.
Ardana, I. B. K., I. M. Bakta, dan I. M. Damriyasa. (2012). Peran Ovisidal Herbal Serbuk Biji Pepaya Matang dan Albendazole terhadap Daya Berembrio Telur Cacing Ascaris suum secara In Vivo. Jurnal Kedokteran Hewan. Vol. 6, No. 1: 52-53.
Boes, J., L. Eriksen, and P. Nansen. (1998). Embryonisation and Infectivity of Ascaris suum Eggs Isolated from Worms expelled by Pigs Treated with Albendazole, Pyrantel Pamoat, Ivermectin or Piperazine Dihydro Chloride. Veterinary Parasitology. Vol. 75: 181-190.
Badan Pusat Statistik. (2013). Populasi Ternak di Indonesia Tahun 2000-2013. Available from: http://www.bps.go.id/ [Accessed 20th Januari 2015].
Faradila, A. T. E. Agustina, dan D. B. Aswin. (2013). Uji Daya Anthelmintik Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica Less.) terhadap Cacing Gelang (Ascaris suum) secara In Vitro. Malang: Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Hal. 8.
Peter, F. (2008). Plant Systematics : A Phylogenetic Approach. Sunderland: Sinauer Associates Inc. pp. 128.
Soulsby, E. J. L. (1982). Helminths, Arthrophods and Protoza of Domesticated Animals 7th Ed. London: Bailliere Tindall, pp. 145-148.
Yasa, R., A. K. Wirawan dan I.N. Suyasa. (2010). Prevalensi Infeksi Parasit Cacing dan Eimeria sp pada Babi Bali Desa Sanggalangit Kecamatan Gerogak
Buleleng Bali: Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Bali.
Zajac, A. M. and G. A. Conboy. (2006). Veterinary Clinical Parasitology 7th Edition. Oxford: Blackwell Publising. pp: 108-111.
37
Discussion and feedback