Efektivitas Ondansetron dalam Menangani Mual dan Muntah Pasca Kemoterapi

Metotreksat Dosis Tinggi Pada Pasien Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut di Rumah

Sakit Umum Pusat Sanglah (Dewi, N.L.P.R., Ariawati, K., Niruri, R.)

Efektivitas Ondansetron dalam Menangani Mual dan Muntah Pasca Kemoterapi Metotreksat Dosis Tinggi Pada Pasien Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah

Dewi, N.L.P.R.1, Ariawati, K.2, Niruri, R.1

1Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana 2SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unud/RSUP Sanglah

Korespondensi: Ni Luh Putu Risna Dewi

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/Fax: 0361-703837

Email : [email protected]

ABSTRAK

Metotreksat dosis tinggi merupakan salah satu obat yang digunakan untuk kemoterapi leukemia pada fase konsolidasi. Metotreksat dosis tinggi termasuk emetogenik kategori moderat yang dapat menyebabkan mual dan muntah akut. Ondansetron adalah salah satu obat golongan antagonis reseptor serotonin (5-HT3) danmerupakan obat premedikasi untuk mencegah kejadian mual dan muntah pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Namun di RSUP Sanglah ondansetron tidak digunakan sebagai obat premedikasi, melainkan digunakan sebagai pengobatan kepada pasien LLA anak yang mengalami mual dan muntah setelah menjalani kemoterapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efek samping ondansetron dalam menangani mual dan muntah pada pasien LLA anak yang mendapatkan kemoterapi metotreksat dosis tinggi.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross-sectional. Pasien anak (0-12 tahun) dengan LLA mengalami mual dan muntah pasca kemoterapi dengan metotreksat dosis tinggi di RSUP Sanglah periode Januari 2012 – Mei 2014 dijadikan sampel dalam penelitian ini. Dari 25 pasien yang menjalani kemoterapi pada fase konsolidasi, diperoleh 6 pasien yang mengalami mual dan muntah setelah mendapatkan kemoterapi metotreksat dosis tinggi serta mendapatkan ondansetron. Keenam pasien tersebut mengalami complete control, 5 pasien mengalami complete control setelah pemberian ondansetron pertama dan 1 pasien mengalami complete control setelah pemberian ondansetron kedua. Selain itu tidak ada efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan ondansetron tersebut. Disimpulkan bahwa penggunaan ondansetron efektif dalam menangani mual dan muntah yang dialami oleh pasien LLA anak setelah mendapatkan kemoterapi metotreksat dosis tinggi.

Kata Kunci: LLA, Mual, Muntah, Metotreksat, Ondansetron.

  • 1.    PENDAHULUAN

Leukemia LimfoblastikAkut (LLA) merupakan keganasan sel darah yang terjadi akibat proliferasi sel limfoid yang diblokir pada tahap awal deferensiasinya (Conter et al., 2004). LLA terjadi lima kali lebih sering pada anak daripada Leukemia Mieloblastik Akut(LMA). Tujuh puluh delapan persen anak yang menderita

leukemia merupakan LLA (Belson et al., 2007). Pengobatan dengan kemoterapi merupakan terapi kuratif utama pada leukemia(Dipiro et al., 2005). Kemoterapi pada LLA dibedakan berdasarkan tiga fase yaitu fase induksi, konsolidasi, dan rumatan (maintenance) (Walter, 2010). Penanganan LLA di Indonesia menggunakan Protokol Nasional 2006. Metotreksat dosis tinggi

(1g/m2) merupakan salah satu obat yang digunakan untuk kemoterapi leukemia pada fase konsolidasi berdasarkan Protokol Nasional 2006, demikian pula di RSUP Sanglah.Menurut penelitian yang dilakukan oleh Schnell, selain memberikan efek terapi, metotreksat dengan dosis 1g/m2 dapat menyebabkan beberapa kejadian merugikan, salah satunya adalah mual dan muntah dengan angka kejadian 60-90% pasien. Metotreksat dosis tinggi termasuk emetogenik kategori moderat yang dapat menyebabkan mual dan muntah akut (Schnell, 2003). Ondansetron adalah salah satu obat golongan antagonis reseptor serotonin (5-HT3) danmerupakan obat premedikasi yang digunakan untuk mencegah mual dan muntah pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Namun di RSUP Sanglah, ondansetron tidak digunakan sebagai obat premedikasi melainkan digunakan sebagai pengobatan pada pasien LLA anak yang mengalami mual dan muntah setelah menjalani kemoterapi.

Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efek samping dari penggunaan ondansetron dalam menangani mual dan muntah yang dialami oleh pasien LLA anak setelah mendapatkan kemoterapi metotreksat dosis tinggi.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

    • 2.1    Bahan Penelitian

Bahan dalam penelitian ini berupa data rekam medis pasien anak dengan LLA yang menjalani kemoterapi di RSUP Sanglah periode bulan Januari 2012- Mei 2014.

  • 2.2    Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien anak dengan LLA yang menjalani kemoterapi pada fase konsolidasi. Protokol yang digunakan di RSUP Sanglah ini adalah Indonesian Protocol 2006. Kriteria inklusi dalam penelitian yaitu: pasien anak penderita LLA yang berusia 0 hingga 12 tahun dan mengalami mual dan muntah serta

mendapatkan ondansetron pasca kemoterapi dengan metotreksat dosis tinggi di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah pasien anak penderita LLAyang belum mendapatkan kemoterapi pada fase konsolidasi serta memiliki keganasan lain seperti penderita Retinoblastoma, Neuroblastoma, Ewing Sarkoma, Meduloblastoma, dan Rabdomyosarkoma.Pasien anak yang telah memenuhi kriteria tersebut merupakan subyek dalam penelitian ini. Kemudian data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.

Tingkat keberhasilan penggunaan ondansetron dikategorikan menjadi complete control yaitu apabila pasien tidak mengalami muntah, hanya mengalami mual ringan (kehilangan nafsu makan tanpa mengubah kebiasaan makan) dalam waktu 24 jam setelah pemberian ondansetron. Sedangkan failure apabila pasien mengalami muntah dan/atau mual sedang (jumlah makanan yang masuk berkurang tanpa penurunan berat badan, dehidrasi, dan malnutrisi yang signifikan) dan mual berat (tidak bisa makan selama 1 hari, Total Parenteral Nutrition (TPN), Feeding Tube) serta memerlukan pertolongan medis dalam waktu 24 jam setelah pemberian ondansetron.Efek samping ondansetron yang dianalisa dalam penelitian ini adalah sakit kepala, konstipasi, dan diare.

  • 3.    HASIL

Dalam periode penelitian dari bulan Januari 2012-Mei 2014, dari 25 pasien yang menjalani kemoterapi pada fase konsolidasi diperoleh 6 pasien yang memenuhi kriteria sampel, dengan karakteristik pasien yang dapat dilihat pada Tabel 1. Dari 6 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi sebagian besar pasien berusia 1-10 tahun. Pasien laki-laki lebih banyak (83,3%) dibandingkan dengan pasien perempuan (16,7%) dan mayoritas pasien berasal dari Bali (83,3%).

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa dari 6 pasien yang mengalami mual ringan dan muntah serta mendapatkan ondansetron, semua pasien mengalami complete control.

Dimana sebanyak 5 pasien mengalami complete control setelah pemberian ondansetron pertama dan 1 orang pasien mengalami complete control setelah pemberian ondansetron kedua.

  • 4.    PEMBAHASAN

Ondansetron termasuk kelompok obat antagonis serotonin 5-HT3, yang bekerja dengan menghambat secara selektif serotonin 5-hydroxytriptamine berikatan pada reseptornya yang ada di chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan di saluran cerna (Chen, et.al., 2011). Ondansetron selektif dan kompetitif untuk

mencegah mual dan muntah setelah operasi, kemoterapi, dan radioterapi. Obat ini memblok reseptor di gastrointestinal dan area postrema di CNS (Central Nervous System) (Nisita, 2010).Hasil analisa tingkat keberhasilan ondansetron dilihat dari ada atau tidaknya muntah yang dialami oleh pasien dalam waktu 24 jam setelah pemberian ondansetron. Adapun hasil analisa tingkat keberhasilan penggunaan ondansetron dalam menangani mual dan muntah pada pasien LLA anak setelah mendapatkan kemoterapi metotreksat dosis tinggi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1.Karakteristik Pasien yang Mengalami Mual dan Muntah (n Total=6 Pasien)

Karakteristik

Jumlah Pasien (n)

Persentase (%)

Asal Daerah

Bali

5

(83,3%)

Nusa Tenggara Barat

1

(16,7%)

Risiko LLA

Risiko Tinggi

4

(66,6%)

Risiko Biasa

2

(33,4%)

Usia

≤ 1 tahun

0

(0,0%)

1-5 tahun

4

(66,6%)

5-10 tahun

1

(16,7%)

≥ 10 tahun

1

(16,7%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

5

(83,3%)

Perempuan

1

(16,7%)

Pengalaman Mual dan Muntah

Sebelumnya

Ada

6

(100%)

Tidak

0

(0,0%)

Status Nutrisi

Gizi Buruk

0

(0,0%)

Gizi Kurang

1

(16,7%)

Gizi Normal

3

(50,0%)

Gizi Lebih

1

(16,7%)

Obesitas

1

(16,7%)

Tabel 2. Hasil Tingkat Keberhasilan Penggunaan Ondansetron dalam Menangani Mual dan Muntah Setelah Kemoterapi Metotreksat Dosis Tinggi

Inisial Pasien

Mual dan Muntah Minggu ke-

Tingkat Keberhasilan

Pasien 1

8 dan 12

Complete Control setelah pemberian ondansetron kedua

Pasien 2

8

Complete Control setelah pemberian ondansetron pertama

Pasien 3

10

Complete Control setelah pemberian ondansetron pertama

Pasien 4

8

Complete Control setelah pemberian ondansetron pertama

Pasien 5

12

Complete Control setelah pemberian ondansetron pertama

Pasien 6

8

Complete Control setelah pemberian ondansetron pertama

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa terdapat 4 orang pasien yang mengalami mual dan muntah pada fase konsolidasi minggu ke-8, dimana 3 pasien mengalami complete control setelah pemberian ondansetron pertama dan 1 pasien mengalami complete control setelah pemberian ondansetron kedua. Pada fase konsolidasi minggu ke-10 terdapat 1 pasien yang mengalami mual dan muntah dan mengalami complete control setelah pemberian ondansetron pertama. Dua orang pasien mengalami mual dan muntah pada fase konsolidasi minggu ke-12, dimana 1 pasien mengalami complete control setelah pemberian ondansetron pertama dan 1 pasien lainnya mengalami complete control setelah pemberian ondansetron kedua. Jadi secara keseluruhan dapat dilihat bahwa terdapat 6 pasien yang mengalami mual ringandan muntah dan mendapatkan ondansetron pada fase konsolidasi setelah mendapatkan kemoterapi metotreksat dosis tinggi.

Keenam pasien mengalami complete control, sebanyak 5 pasien mengalami complete control setelah pemberian ondansetron pertama dan 1 pasien (pasien nomor 1) mengalami complete control setelah pemberian ondansetron kedua. Pasien tersebut tidak mengalami mual dan muntah lagi dalam waktu 24 jam setelah

pemberian ondansetron kedua atau 36 jam setelah pemberian ondansetron pertama. Selain itu tidak ada efek samping yang terjadi pada pasien setelah mendapatkan ondansetron.

Pasien yang mengalami complete control setelah pemberian ondansetron keduaberusia lebih dewasa (10 tahun) dibandingkan dengan pasien lain yang mengalami complete control setelah pemberian ondansetron pertama kali. Menurut penelitian Holdsworth, et al., mengenai efektivitas penggunaan ondansetron dalam mengontrol mual dan muntah akut serta tertunda pada pasien kanker anak menyatakan bahwa pasien anak yang berusia lebih muda mengalami complete protection (tidak ada mual dan muntah) yang lebih signifikan setelah pemberian ondansetron dibandingkan pasien anak yang berusia lebih dewasa. Hal ini dapat disebabkan karena kecemasan dan persepsi pasien memiliki kontribusi penting dalam terjadinya mual dan muntah pada pasien anak yang berusia lebih dewasa (Holdsworth et al., 2006). Pasien yang berusia lebih dewasa memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami mual dan muntah (Doherty, 1999).

Ondansetron yang merupakan salah satu antiemetik golongan antagonis

serotonin 5-HT3 menjadi obat pilihan untuk mencegah terjadinya mual dan muntah akut setelah pemberian agen kemoterapi yang memiliki potensi emetogenik kategori moderat dan tinggi. Setelah pemberian ondansetron diperoleh hasil, sebanyak 60%-80% pasien mengalami complete response dan total control (tidak ada mual, muntah, serta penggunaan antiemetik) (Schnell, 2003).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pasien anak yang mendapatkan kemoterapi oleh Stevens, diperoleh hasil bahwa 42%-87% anak mengalami complete control setelah mendapatkan ondansetron (Stevens, 1991). Menurut salah satu penelitian mengenai efikasi dan keamanan ondansetron pada pasien kanker anak, diperoleh hasil bahwa tingkat efikasi ondansetron dalam mencegah terjadinya mual dan muntah sebesar 60% sampai 93% (Buck, 1997).

Pada anak ondansetron dapat menimbulkan efek samping seperti sakit kepala (10 sampai 20%), konstipasi atau diare (5 sampai 18%) (Buck, 1997). Namun pada penelitian ini tidak ditemukan adanya efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan ondansetron pada pasien LLA yang mengalami mual dan muntah setelah mendapatkan kemoterapi metotreksat dosis tinggi.

  • 5.    KESIMPULAN

Ondansetron efektif dalam menangani mual dan muntah. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keberhasilan serta tidak adanya efek samping dari penggunaan ondansetron dalam menangani mual dan muntah yang dialami oleh pasien LLA anak setelah mendapatkan kemoterapi metotreksat dosis tinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kepada I Ketut Sudiartana dan Ni Nyoman Suartini. Dan I Made Dwi Kurnia. Bapak Kadek, Bapak Nyoman, Bapak Roni, Ibu Giri selaku staf SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unud/RSUP Sanglah. Ibu Agung, Ibu Jero,

Ibu Giri selaku staf Rekam Medis RSUP Sanglah.

DAFTAR PUSTAKA

Aapro, M.S., Grunberg, S. M., Manikhas, G. M., Olivares, G., Suarez, T., Tjulandin, S. A., et al. (2006). A phase III, double-blind, randomized trial of palonosetron compared with ondansetron in preventing chemotherapy-induced nausea and vomiting following highly emetogenic chemotherapy. Annals of Oncology. 17, 1441–1449

Belson, M., Kingsley, B., and Holme, A.(2007). Risk Factors for Acute Leukemia in Children: A Review. Environmental Health Perspectives. 115(1), 138-145

Buck, M. L. (1997). The Use of 5-HT3 Antagonists in the Prevention of Nausea and Vomiting in Children. Pediatric Pharmacotherapy. 3(9), 1-5

Chen, Y.F. and Yeh, W. L.(2011). Intravenous     Ondansetron     as

Antiemetic     Prophylaxis     for

Postoperative Nausea and Vomiting after Shoulder Arthroscopy. Chang Gung Med J. 34(2), 205-211

Conter, R. C., Sala, A., Chiesa, R., Citterio, M., and Biondi, A.(2004). Acute Lymphoblastic Leukemia.Orphanet Encyclopedia. (cited : 2013 October 21th).         Available from:

https://www.orpha.net/data/patho/GB /uk-ALL.pdf.

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Wells, B.G., and Posey, L. M. (2005). Pharmacotherapy: Pathophysiologic Approach. Sixth Edition. United Stated on America: McGraw-Hill Companies Inc

Doherty, K. M. (1999). Closing the gap in prophylactic antiemetic therapy: patient factors in calculating the emetogenic       potential of

chemotherapy.   Clin J   Oncol

Nurs.3(3), 113-122

Holdsworth, M. T., Raisch, D. W. and Frost, J. (2006). Acute and Delayed Nausea and Emesis Control in

Pediatric Oncology Patients. American Cancer Society.106(4), 931-940

Nisita, Kenya. (2010). Perbandingan Efektifitas              Ondansetron

DanMetoklopramid Dalam Menekan Mual Dan Muntah Paska Laparatomi.      Skripsi.Universitas

Sebelas Maret.Surakarta.

Schnell, F. M. (2003). Chemotherapy-Induce Nausea and Vomiting: The

Importance of Acute Antiemetic Control. The Oncologist. 3,187-198.

Stevens, R.F. (1991). The Role of Ondansetron in Pediatric Patients: a Review of Three Studies. Eur J Cancer. Pages: 120-122

Walter, J. (2010). Acute Lymphoblastic Leukemia. USA: Leukemia and Lymphoma Society

76