Standarisasi Simplisia Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) (Indrasuari, A. A. A..,

Wijayanti, N.P.A.D., Dewantara, I G.N.A.)

STANDARISASI MUTU SIMPLISIA KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) Indrasuari, A. A. A..1, Wijayanti, N.P.A.D.1, Dewantara, I G.N.A.1

1Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

Korespondensi: Anak Agung Ayu Indrasuari

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/Fax: 0361-703837 Email: [email protected]

ABSTRAK

Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) diketahui memiliki banyak aktivitas farmakologi sehingga seringdiformulasi dalam suatu sediaan farmasi yang digunakan untuk pengobatan. Penggunaan bahan alam dalam suatu formulasi sediaan farmasi memerlukan proses standarisasi bahan baku untuk menjamin keseragaman mutu produk tersebut. Pada penelitian ini dilakukan standarisasi terhadap simplisia kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.)dari Desa Luwus, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan yang bertujuan untuk mengetahui mutu simplisia tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa simplisia kulit buah manggis memiliki susut pengeringan sebesar 9,47 ± 0,01 %; kadar abu total sebesar 2,77 ± 0,03%; kadar abu tidak larut asam 0,03 ± 0,00%; kadar sari larut air 25,11 ± 0,33%; kadar sari larut etanol 27,64 ± 0,35%.

Kata kunci: standarisasi simplisia,kulit buah manggis, dan Garcinia mangostana L.

  • 1.    PENDAHULUAN

Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.)diketahui memiliki aktivitas antioksidan, antitumor, antiinflamasi, antialergi, antibakteri, dan antimalaria (Chaverri, et al., 2008). Berdasarkan aktivitas yang dimiliki, kulit buah manggis ini banyak diformulasikan menjadi suatu sediaan farmasi untuk mempermudah penggunaannya dalam pengobatan.

Untuk menjamin keseragaman mutu dari bahan alam yang diformulasikan dalam suatu sediaan farmasi maka diperlukan suatu proses standarisasi untuk menjamin keseragaman mutu produk (Depkes RI, 2000). Standarisasi simplisia merupakan salah satu tahapan penting dalam pengembangan obat bahan alam yang berasal dari tanaman.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 261/MENKES/SK/IV/2009 tentang Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama menyebutkan bahwa persyaratan standarisasi simplisia harus memenuhi persyaratan dari Farmakope Herbal Indonesia (FHI).

Berdasarkan hal tersebut, kulit buah manggis ini sering diformulasikan dalam suatu sediaan farmasi. Untuk menjamin keseragaman mutu dari

produk farmasi yang menggunakan kulit buah manggis maka perlu dilakukan proses standarisasi.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

    • 2.1    Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang diperoleh dari Desa Luwus, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Pada standarisasi simplisia digunakan bahan-bahan sebagai berikut yaituHCl,etanol 70% (Bratachem), toluen, aquadest, dan kloroform.

  • 2.2    Prosedur Penelitian

    • 2.2.1    Penyiapan Simplisia Kulit Buah

Manggis

Kulit buah manggis yang telah dikumpulkan, dicuci, dan dipotong-potong kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 65°C selama 40 menit. Simplisia kering yang diperoleh selanjutnya diserbukan menggunakan blender. Serbuk simplisia kemudian diayak dengan mesh 20. Serbuk hasil ayakan disimpan dalam toples, terlindung dari cahaya, dan disimpan pada suhu ruangan (Satongaun et al., 2011).

  • 2.2.2    Standarisasi Simplisia

  • A.    Penetapan Susut Pengeringan

Botol timbang disiapkan, dipanaskan pada suhu 105°C selama 30 menit, lalu ditimbang. Hal tersebut dilakukan sampai memperoleh bobot botol timbang yang konstan atau perbedaan hasil antara 2 penimbangan tidak melebihi 0,005 g. Sebanyak 1 g bahan uji ditimbang, dimasukkan ke dalam botol timbang. Bahan uji kemudian dikeringkan pada suhu 105°C selama 5 jam dan ditimbang kembali. Proses pengeringan dilanjutkan dan timbang kembali selama 1 jam hingga perbedaan antara penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Depkes RI, 2000). Susut pengeringan dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini.

a - b

Susut pengeringan (%) =--- ×100%

a

Keterangan : a = berat awal simplisia (g); b = berat akhir simplisia (g).

  • B.    Penetapan Kadar Abu Total

Bahan uji ditimbang dan dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara. Krus porselin dipijar pada suhu 600°C kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).

  • C.    Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh dari hasil penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 mL asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijar sampai bobot tetap, kemudiaan didinginkan dan ditimbang. Kadar abu

yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).

  • D.    Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air

Bahan uji dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air-kloroform (2,5 mL kloroform dalam akuades sampai 100 mL) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Filtrat sebanyak 20 mL diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).

  • E.    Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

Bahan uji dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL etanol 95% dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Filtrat diuapkan sebanyak 20 mL sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105°C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari larut dalam etanol 95% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).

  • 3.    HASIL

      • 3.1.1    Standarisasi Simplisia Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

Hasil standarisasi simplisia kulit buah manggis dapat dilihat pada tabel A.1.

Tabel A.1. Hasil Standarisasi Simplisia Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

No.         Jenis Penetapan          Data Penelitian Syarat Keterangan

( ± SD)         FHI

1.

Susut pengeringan

9,47 ± 0,01

<10%

2.

Kadar abu total

2,77 ± 0,03

<2,9%

3.

Kadar abu tidak larut asam

0,03 ± 0,00

<0,04%

4.

Kadar sari larut air

25,11 ± 0,33

>24,6%

5.

Kadar sari larut etanol

27,64 ± 0,35

>24,3%

Keterangan : √ : memenuhi persyaratan.

  • 4.    PEMBAHASAN

Standarisasi merupakan proses penjaminan produk akhir (obat) agar mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu. Untuk menjamin mutu dari

simplisia tanaman obat, perlu dilakukan penetapan standar mutu spesifik dan non spesifik agar nantinya simplisia terstandar dapat digunakan sebagai obat yang mengandung kadar

senyawa aktif yang konstan dan dapat dipertanggungjawabkan (Depkes RI, 2000).

Hasil yang diperoleh susut pengeringan 9,47 ± 0,01 %; kadar abu total 2,77 ± 0,03%; kadar abu tidak larut asam 0,03 ± 0,00%; kadar sari larut air 25,11 ±0,33%; dan kadar sari larut etanol 27,64±0,35%. Keseluruhan pengujian standarisasi telah memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia. Namun, untuk penetapan kadar α-mangostin tidak dilakukan karena keterbatasan larutan standar yang dimiliki.

Adapun tujuan dari penentuan kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertentu bertujuan untuk memberikan gambaran awal jumlah kandungan senyawa yang dapat diekstraksi (Depkes RI, 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa simplisia kulit buah manggis memiliki kandungan senyawa yang lebih banyak larut dalam etanol yaitu 27,64 ±0,35% sedangkan senyawa larut air yaitu 25,11 ± 0,33%. Sedangkan untuk penentuan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu pengelolahan danmemberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang terkandung dalam simplisia (Depkes RI, 2000).

Berdasarkan penelitian ini simplisia kulit buah manggis yang digunakan memenuhi persyaratan standarisasi simplisia dalam Farmakope Herbal Indonesia yaitu susut pengeringan, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, dan kadar sari larut etanol.

  • 5.    KESIMPULAN

Simplisia kulit buah manggis yang digunakan telah memenuhi persyaratan standarisasi simplisia dari persyaratan Farmakope Herbal Indonesia yaitu memiliki susut pengeringan 9,47 ± 0,01%; kadar abu total 2,77 ± 0,03%; kadar abu tidak larut asam 0,03 ± 0,00%; kadar sari larut air 25,11 ± 0,33%, kadar sari larut etanol 27,64 ±0,35%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada I Gede Pasek Budiyasa, Anggi Heru Pradipta, dan Surya Wedana JS atas dukungan dan semangatnya, serta pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian jurnal penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Keputusan Mentri Kesehatan Republik                         Indonesia

Nomor:261/MENKES/SK/IV/2009 tentang Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Chaverri, J.P., N.C. Rodriguez, M.O. Ibarra, J.M.P. Rojas. 2008. Medical properties of mangosteen (Garcinia mangostana). Food and Chemical Toxixology. 46:3227-3239.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 3-30.

Depkes RI. 2010. Farmakope Herbal Indonesia. Suplemen I. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Hal. 64-67.

Satongaun, W., R. Assawarachan, and A. Noomhorm.2011. The Influence of Drying Temperature and Extraction Methods on α-Mangostin in Mangosteen Pericarp. J Food Sci Eng. 1:85-92.

101