Pengaruh Mutu Pelayanan Terhahap Tingkat Kepuasan Konsumen di Apotek Non Praktek Dokter di Kuta

Utara (Dewi, N. P. A. T., Dewantara, I. G. N. A., Setyawan, E. I.)

Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Tingkat Kepuasan Konsumen Apotek Non Praktek Dokter di Kuta Utara

Dewi, N. P. A. T.1, Dewantara, I. G. N. A.1, Setyawan, E. I.1

1Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

Korespondensi: Ni Putu Ayu Trisiya Dewi

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364 Telp/Fax: 0361-703837

Email : [email protected]

ABSTRAK

Penilaian tingkat kepuasan konsumen terhadap mutu pelayanan dapat dinilai berdasarkan lima dimensi mutu pelayanan seperti dimensi tangible, dimensi reliability, dimensi responsiveness, dimensi assurance dan dimensi empathy. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh mutu pelayanan berdasarkan pelayanan kefarmasian terhadap tingkat kepuasan konsumen di apotek non praktek dokter di Kuta Utara. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling pada seluruh apotek non praktek dokter di Kuta Utara yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Data diperoleh melalui kuisioner yang diberikan kepada 400 konsumen apotek.

Importance Performance Analysis merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen dengan membandingkan harapan pelayanan yang diingingkan konsumen terhadap kenyataan pelayanan yang diberikan apoteker dalam kuadran kartesius. Berdasarkan hasil Importance Performance Analysis, diperoleh hasil bahwa konsumen merasa puas terhadap pelayanan pada dimensi tangible, responsiveness, assurance dan empathy. Sedangkan pada dimensi reliability, perlu dilakukan peningkatan mutu pelayanan khususnya aspek menjelaskan proses terjadinya penyakit dan gejala penyakit pasien untuk mencapai tingkat kepuasan konsumen yang lebih baik lagi.

Kata kunci : mutu pelayanan, kepuasan konsumen, importance performance analysis

  • 1.    PENDAHULUAN

Pengertian apotek menurut PP No. 51 ialah sarana pelayanan kefarmasian yang dijadikan sebagai tempat dilakukannya pelayanan kefarmasian oleh apoteker. Apoteker bertanggung jawab untuk mewujudkan mutu pelayanan yang baik sehingga mampu meningkatkan kepuasan konsumen (Harianto, 2005). Kepuasan konsumen adalah respon yang diberikan konsumen terhadap kesesuain antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaian (Rangkuti, 2006).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Retno (2005), dengan memperhatikan mutu pelayanan yang baik, maka dapat ditingkatkan

kepuasan konsumen terhadap pelayanan yang diberikan. Mutu pelayanan dikatakan baik dan memuaskan konsumen apabila jasa yang diterima sesuai atau melebihi harapan konsumen dan sebaliknya mutu pelayanan dikatakan buruk atau tidak memuaskan konsumen apabila pelayanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan (Kotler, 2000). Persepsi konsumen terhadap mutu pelayanan apotek yang buruk akan merugikan apotek dari aspek bisnis karena menyebabkan konsumen akan beralih ke tempat lain. Dampak yang timbul tidak saja kepada konsumen yang bersangkutan tetapi kesan buruk ini akan diceritakan kepada orang lain sehingga citra

apotek, terutama para petugasnya, termasuk apoteker akan menjadi buruk (Ingerani, 2002).

Menurut Gillies (1994), tercapainya kepuasan konsumen akibat pelayanan yang baik, akan menimbukan beberapa keuntungan yaitu konsumen siap membayar dengan harga tinggi untuk pelayanan yang diterimanya, mengurangi biaya marketing karena dengan sendirinya konsumen akan menjadi tenaga marketing tidak resmi bagi apotek, konsumen akan mengajak orang lain untuk membeli obat di apotek tersebut dan mengurangi biaya operasional.

Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian deskriptif melalui kuisioner untuk mengetahui pengaruh mutu pelayanan yang dinilai dari lima dimensi kepuasan konsumen (tangible, reliability, responsiveness, assurance dan empathy) terhadap kepuasan konsumen apotek non praktek dokter di Kuta Utara.

  • 2.    BAHAN DAN METODE

    • 2.1.    Bahan Penelitian

Hasil atau jawaban dari lembar pengumpulan data atau kuesioner yang telah diisi oleh responden.

  • 2.2.    Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pengumpulan data/kuesioner.

  • 2.3.    Prosedur Penelitian

    • 2.3.1.    Uji Validitas Kuesioner

Uji validitas dapat dilakukan dengan menggunakan 30 responden yang memenuhi persyaratan inklusi (pengunjung apotek yang berbelanja obat atau alat kesehatan, pengunjung apotek yang berumur 25-40 tahun dan pengunjung yang mendatangi apotek ≥ 2 kali) dan tidak memenuhi persyaratan eksklusi (pengunjung mengalami gangguan psikologi, tak dapat membaca dan tidak mengerti bahasa Indonesia). Dalam penelitian ini, uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment secara statistik menggunakan program SPSS (Sugiyono, 2009). Kusioner dikatakan valid ketika diperoleh nilai r hitung > r table (Riwidikdo, 2012).

  • 2.3.2.    Uji Reliabilitas Kuesioner

Uji reliabilitas dilakukan pada kuesioner yang telah dinyatakan valid dengan menggunakan model Cronbach Alpha

(Riwidikdo, 2012). Kuesioner dikatakan reliabel jika memiliki nilai alpha minimal 0,6 (Riwidikdo, 2012).

  • 2.3.3.    Pengumpulan Data

Telah dilakukan perhitungan jumlah responden dan jumlah apotek yang digunakan. Kuesioner diberikan kepada 400 responden yang memenuhi kriteria inklusi (pengunjung apotek yang berbelanja obat atau alat kesehatan, pengunjung apotek yang berumur 25-40 tahun dan pengunjung yang mendatangi apotek ≥ 2 kali) dan tidak memenuhi persyaratan eksklusi (pengunjung mengalami gangguan psikologi, tak dapat membaca dan tidak mengerti bahasa Indonesia) di empat apotek non praktek dokter yang berdiri maksimal 2 tahun dari dimulainya penelitian ini. Empat apotek ditentukan berdasarkan letak lokasi apotek pada tiap-tiap kuadran. Tujuannya agar masing-masing apotek yang digunakan dalam penelitian ini benar-benar mewakilkan populasi apotek non praktek dokter di Kuta Utara.

  • 2.3.4.    Analisis Data

Data dianalisis secara statistik dengan metode Importance Performance analysis dengan taraf kepercayaan 95%.

  • 3.    HASIL

Gambar 3.1. Diagram Kartesius Dimensi Tangible

Keterangan:

Kuadran I : prioritas utama (harapan pelayanan yang diberikan lebih besar dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

Kuadran II : pertahankan prestasi (harapan pelayanan yang diberikan sama besarnya dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

Kuadran III : prioritas rendah (harapan pelayanan yang diberikan sama rendahnya dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

Kuadran IV : berlebihan (harapan pelayanan yang diberikan lebih besar dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

1

4

IcuadnuiI

3 5

kuadon ∏

ImdMilII 2*

ImdmiIV


4.45

4.4

4.35

4.3

4.25

4.2

4 15

4.1

4.05

kuadran I

kuadran ∏

5

♦ 2

kuadran m

kuadran IV

3

8         3.9          4

4.1         4.2         4.3         4.4


Gambar 3.2. Diagram Kartesius Dimensi

Keterangan:

Kuadran I

Kuadran II

Kuadran III

Kuadran IV


Reliability

: prioritas utama (harapan pelayanan yang diberikan lebih besar dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

: pertahankan prestasi (harapan pelayanan yang diberikan sama besarnya dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

: prioritas rendah (harapan pelayanan yang diberikan sama rendahnya dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

: berlebihan (harapan pelayanan yang diberikan lebih besar dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

Gambar 3.3. Diagram Kartesius Dimensi

Keterangan:

Kuadran I

Kuadran II

Kuadran III

Kuadran IV


Responsiveness

: prioritas utama (harapan pelayanan yang diberikan lebih besar dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

: pertahankan prestasi (harapan pelayanan yang diberikan sama besarnya dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

: prioritas rendah (harapan pelayanan yang diberikan sama rendahnya dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

: berlebihan (harapan pelayanan yang diberikan lebih besar dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

Gambar 3.4. Diagram Kartesius Dimensi Assurance

Keterangan:

Kuadran I

Kuadran II

Kuadran III

Kuadran IV


: prioritas utama (harapan pelayanan yang diberikan lebih besar dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

: pertahankan prestasi (harapan pelayanan yang diberikan sama besarnya dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

: prioritas rendah (harapan pelayanan yang diberikan sama rendahnya dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

: berlebihan (harapan pelayanan yang diberikan lebih besar dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

Gambar 3.5. Diagram Kartesius Dimensi Empathy

Keterangan:

Kuadran I        : prioritas utama (harapan pelayanan yang diberikan lebih besar dibandingkan kenyataan

pelayanan yang diberikan)

Kuadran II : pertahankan prestasi (harapan pelayanan yang diberikan sama besarnya dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

Kuadran III : prioritas rendah (harapan pelayanan yang diberikan sama rendahnya dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

Kuadran IV : berlebihan (harapan pelayanan yang diberikan lebih besar dibandingkan kenyataan pelayanan yang diberikan)

  • 4.    PEMBAHASAN

Pengujian pengaruh mutu pelayanan terhadap kepuasan konsumen dengan metode Importance Performance Analysis pada dimensi tangible menunjukkan bahwa tidak terdapat pernyataan pada kuadran satu yang artinya konsumen menilai seluruh aspek dimensi tangible telah memenuhi harapan pelayanan yang diinginkan konsumen. Aspek tangible 1, tangible 3 dan tangible 5 pada kuadran dua menunjukkan responden merasa puas dan menganggap penting pada aspek kelengkapan papan nama apotek, tersediannya tempat untuk mendisplai obat dan adanya tempat penyimpanan obat di Apotek Non Praktek Dokter di Kuta Utara. Responden merasa puas terhadap kelengkapan fasilitas ruang tunggu yang nyaman dan penanda ruang yang jelas walaupun menganggap kedua aspek ini tidak penting.

Berdasarkan gambar 3.2 di kuadran satu, menunjukkan bahwa pada dimensi reliability, diperlukan peningkatan mutu pelayanan terkait kemampuan apoteker untuk menjelaskan proses terjadinya penyakit dan gejala penyakit pasien. Konsumen menilai kenyataan pelayanan terkait aspek tersebut, belum memenuhi harapan yang diinginkannya. Seluruh aspek

pada dimensi responsiveness dinilai telah memberikan rasa puas bagi konsumen. Hal ini dikarenakan, tidak ada satupun aspek yang berada pada kuadran satu. Kuadran satu merupakan batas yang menggambarkan bahwa harapan konsumen terhadap pelayanan yang dberikan tak sebanding dengan kenyataan pelayanan yang diberikan oleh responden sehingga tidak tercapainya kepuasan konsumen. Berdasarkan gambar 4.4 menunjukkan bahwa pada dimensi assurance memiliki hasil Importance Performance Analysis yang sama baiknya seperti pada dimensi responsiveness karena tidak ada satupun aspek pertanyaan yang memasuki daerah kuadran satu.

Pada gambar 4.6, menunjukkan bahwa pada dimensi empathy tidak terdapat pernyataan pada kuadran satu yang artinya konsumen menilai seluruh aspek dimensi empathy telah memenuhi harapan pelayanan yang diinginkan konsumen. Aspek empathy 1 dan empathy 5 pada kuadran dua menunjukkan responden merasa puas dan menganggap penting pada aspek pelayanan petugas yang sopan dan ramah, serta memahami kebutuhan pasien di Apotek Non Praktek Dokter di Kuta Utara. Pada kuadran tiga menunjukkan bahwa aspek terkait pelayanan petugas yang sama kepada setiap pasiennya dan sabar mendengar keluhan pasien tidak menjadi perhatian khusus konsumen sehingga sebanding dengan pelayanan yang diberikan apoteker. Kepuasan konsumen juga dirasakan pada aspek pentingnya menghargai kerahasiaan pasien. Hal ini disebabkan karena kenyataan pelayanan yang diberikan lebih besar dibandingkan harapan konsumen.

  • 5.    KESIMPULAN

Mutu pelayanan yang dinilai berdasarkan lima dimensi (tangible, reliability, responsiveness, assurance dan empathy) mampu menimbulkan kepuasan konsumen. Dimensi

reliability merupakan dimensi yang memiliki tingkat kepuasan paling rendah dibandingkan empat dimensi lainnya. Ketidakpuasan konsumen pada dimensi reliability terletak pada aspek terkait kemampuan apoteker untuk menjelaskan proses dan gejala terjadinya penyakit.

UCAPAN TERIMA KASIH

Para pemilik sarana apotek, apoteker dan beberapa pengunjung apotek yang telah bersedia memberikan informasi dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

DepKes RI. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta:Pemerintah Republik Indonesia.

Gillies, D. A. 1994. Nursing Management: A System Approach. Philadelphia: WB Saunders Company. hal. 123-124.

Harianto. 2005. Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan Resep di Apotek Kopkar Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta. Jakarta: Farmasi FMIPA-UI.

Ingerani, dkk. 2002. Tingkat Kepuasan Pelanggan terhadap Pelayanan Kesehatan di Propinsi DKI Jakarta. Jakarta: Badan Litbangkes.

Kotler, P. 2000. Marketing Management: Edisi Milenium. New Jersey: Prentice Hall. International, Inc. hal. 256-257.

Rangkuti. 2006. Measuring Customer Satisfaction. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hal. 19-20.

Retno. 2005. Analisis Faktor-Faktor Pelayanan Farmasi Yang Memprediksi Keputusan Beli Obat Ulang Dengan Pendekatan Persepsi Pasien Klinik Umum Di Unit Rawat Jalan RS Telogorejo. Semarang: Universitas Diponegoro.

Riwidikdo, H. 2012. Statistik Kesehatan. Yogyakarta. Mitra Cendikia Press. hal. 104.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. hal.37-39.

67