Modelling Demand Side Kelas Menengah Pemuda Kota Surabaya
on
JEKT ♦ 7 [1] : 16 - 23
ISSN : 2301 - 8968
Modelling Demand Side Kelas Menengah Pemuda Kota Surabaya
Achmadi
Gigih Prihantono )
Magister Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
ABSTRAK
Kelas menengah merupakan salah satu topik dari kajian kelas sosial yang menarik untuk dilakukan penelitian. Hasil kajian dari Mckenzie memperlihatkan bahwa saat ini terdapat 45 Juta penduduk Indonesia yang dapat dikategorikan sebagai kelas menengah dan pada tahun 2030 akan meningkat menjadi 135 juta jiwa. Kelas menengah merupakan penopang terbesar dari drive pertumbuhan ekonomi dari sisi demand side. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan modeling sederhana dari perilaku berkonsumsi kelas menengah dengan mengambil studi kasus subculture kelas menengah di kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan alat ekonometrika yang dinamakan dengan regresi logistik dengan mengambil dua keputusan pembelian yaitu impulse buying dan planned buying untuk dijadikan variabel dependen didalam model. Hasil penelitian ini ternyata menunjukkan bahwa variabel income effect, variabel motivasi berkonsumsi dan variabel materialistic value berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan pembelian impulse buying. Sedangkan variabel product involvement ternyata berpengaruh positif terhadap perilaku pembelian planned buying.
Kata kunci: modeling, demand side, kelas menengah, pemuda
Modelling Demand Side, Of Middle Class Youth in Surabaya City
ABSTRACT
Middle class is an interesting topic in social studies to do a research. Based on Mckenzie, there are currently 45 million people in Indonesia can be categorized as middle class, and in 2030 will reach 135 million people. The middle class is the biggest support of drive economic growth from the demand side. This study aims to perform a simple modeling of middle-class’s cuncumption behavior, which study middle-class subculture in the city of Surabaya. This study uses an econometric tool called the logistic regression with two purchases decision, impulse buying and planned buying, as dependent variables in the model. Results of this study also show that the income effect variables, motivational variables and variable materialistic values consume has a significant and positive effect on impulse buying purchasing decisions. While product involvement variable have positive influence on planned purchases buying behavior.
Keywords: modeling, demand side, middle class, youth
PENDAHULUAN
Salah satu negara sedang berkembang yang sekarang menjadi perhatian para investor adalah Indonesia yang sedang tumbuh kelas menengahnya. Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara di dunia yang mampu mencatat angka pertumbuhan ekonomi yang konsisten relatif tinggi sejak dunia dilanda krisis keuangan global dan mempunyai peningkatan konsumsi domestik yang kuat. Dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 240 juta jiwa, sekitar 90 juta jiwa dapat dikategorikan sebagai kelas menengah atau sekitar 40% konsumsi di Indonesia
) E-mail: gigih.prihantono@yahoo.co.id
dipengaruhi oleh kelas menengah.
Foster dan Wolfson (1992) dari Oxford University menyatakan bahwa keberadaan kelas menengah merupakan salah satu faktor penting untuk menjadi negara industri yang maju. Kelas menengah yang bagus memberikan supply tenagakerja dan merupakan key market demand bagi produk industri nasional. Selain itu dari sisi pemerintah, adanya kelas menengah yang bagus akan menambah pemasukan pajak, baik pajak yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Ⅾеfinisi kelas menengah sendiri dalam penelitian ini mengambil dari definisi Banarjee dan Duflо (2008) yang mendefinisikan kelas menengah sebagai orang
atau individu yang pengeluaran rata-ratanya per hari berkisar antara $ 2 sampai $ 20 atau kami konversikan ke dalam kurs rupiah dengan asumsi $ 1 sama dengan Rp. 10.000 menjadi Rp. 20.000 sampai Rp. 200.000 per hari.
Lebih jauh tentang perilaku berkonsumsi kelas menengah Indonesia, kajian Mckenzie menunjukkan bahwa kelas menengah Indonesia, lebih banyak menjadi price hunter dalam membeli suatu barang atau jasa. Hasil penelitian yang lebih mendalam tentang perilaku konsumsi kelas menengah yang dilakukan oleh markplus pada tahun 2012 dan menemukan sebuah kesimpulan yang cukup menarik, meskipun sebagian besar kelas menengah termasuk price hunter namun bukan berarti mereka tidak menyukai barang branded, justru dua hal ini berjalan bersamaan. Dalam bahasa yang sederhana meskipun barang atau jasa yang dikonsumsi berharga murah namun bukan berarti “murahan”.
Dari sisi geografi, salah satu kota di Indonesia yang memiliki jumlah middle class tinggi adalah kota Surabaya. Separuh (50 persen) warga Surabaya dapat digolongkan ke dalam kelas menengah. Dari sisi PDRB per kapita Kota Surabaya pada tahun 2012 adalah sekitar Rp. 32.725.000 per tahun atau Rp 2.727.000 per bulan. Pertumbuhan ekonomi kota Surabaya dalam lima tahun terakhir (2007-2012) relatif stabil di kisaran angka 7 persen per tahun. Laju inflasi kota Surabaya juga termasuk dalam taraf relatif tinggi dalam lima tahun terakhir (2007-2008) berada pada kisaran 5 persen. Salah satu segmen kelas menengah yang akan terus berkembang di kota Surabaya adalah segmen penduduk muda yang mencapai proporsi 37 persen dari total penduduk Surabaya pada tahun 2012 (Surabaya dalam angka, 2012). Segmen pemuda kelas menengah diakui memiliki karakterstik yang dinamis di mana ciri umumnya adalah ukuran pasar yang terus tumbuh, peran menjadi tren satter, memiliki kecenderungan terhadap loyalitas produk yang singkat dan mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi sebuah proses pembelian (Wolburg and Pokrywczynski, 2001).
Di dalam teori ekonomi mikro konsumen memiliki sebuah set (bundle) komoditas secara acak dari yang didasarkan pada budget constraint mereka namun tetap saja kondisi tersebut akan menghasilkan kurva permintaan yang miring (MasCollel, Whinston dan Green, 1994:31). Kondisi tersebut kemudian agak bertentangan dengan konsep psikologis, harga tidak harus selalu menjadi drive di dalam menentukan nilai fundamental individu melakukan konsumsi (Ariely, dkk: 2003). Ternyata bukti psikologi membuktikan bahwa preferensi individu dapat dimanipulasi
sedemikian rupa, sehingga individu tersebut memutuskan dengan rasional untuk membeli suatu barang. Di dalam teori perilaku konsumen ekonomi mikro jawabannya mudah bahwa konsumen tidak berperilaku rasional dalam melakukan pembelian dengan pilihan yang komplek, sehingga akan memberikan tingkat indifference optimum atau malah minimum. Ternyata hal tersebut dipatahkan oleh hasil eksperimen dari penelitian Ariely, dkk (2003) yang menunjukkan bahwa konsumen secara rasional tahu akan hal tersebut. Secara teoritis penelitian tersebut dapat dioperasionalkan kedalam konsep impulse buying behavior dan planning buying behavior. Impulse buying behavior merupakan perilaku berkonsumsi dimana individu melakukan konsumsi dikarenakan terdapat faktor penarik (pull factor) dari barang dan jasa (Ying, 2012). Sedangkan planning buying behavior merupakan perilaku berkonsumsi di mana individu melakukan konsumsi dikarenakan didorong oleh suatu kebutuhan (push factor) dari barang dan jasa (Donthu dan Gillilan, 1996). Berdasarkan uraian diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami perilaku berkonsumsi pemuda kelas menengah kota Surabaya dan juga untuk melihat pengaruh variabel efek pendapatan, variabel motivasi berkonsumsi, variabel product involvement dan variabel materialistic value.
DATA DAN METODOLOGI
Penelitian ini difokuskan kepada empat variabel bebas. Variabel bebas pertama adalah efek pendapatan yang diterima konsumen, di mana efek pendapatan merupakan nilai valuasi dasar yang mendorong individu untuk melakukan konsumsi (Goldfarb and Prince,2008). Variabel bebas kedua adalah terkait dengan motivasi berkonsumsi, dimana motivasi berkonsumsi dapat berhubungan dengan dua hal pertama berorientasi pada kebutuhan dan kedua berorientasi pada rekreasi bagi individu (Westbrook and Black, 1985). Variabel bebas ketiga adalah pengetahuan akan produk. Pengetahuan akan produk sendiri didefinisikan sebagai tingkat pengetahuan dan kepedulian terhadap produk bagi konsumen . Variabel bebas keempat adalah materialistic value yang didefiniskan sebagai pernyataan penting terhadap kecenderungan secara sosial menilai kesuksesan orang lain dengan hal-hal materi yang diakuisisi. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah cara berkonsumsi kelas menengah kota Surabaya apakah termasuk planned consumption ataukah impulse buying consumption.
Gambar 1. Identifikasi Variabel Penelitian

Model analisis dalam penelitian ini menggunakan model ekonometri melalui metode pendekatan regresi logistic model. Pemilihan metode pendekatan perhitungan regresi dengan menggunakan logistic model dikarenakan untuk melihat distribusi respon atas variable terikat (planned buying/impulsive buying) yang bersifat non linear (Kuncoro, 2001:217). Model ekonometri dalam penelitian ini dapat dituliskan seperti pada Persamaan (1).
-
. /Pr(l' = φ∖ _ _ _ _ _ _ _ .
Γj = In -------— = «o + Piie + PiMB + β3 PI + βi MV
..(1)
Pada persamaan (1), variabel Vi adalah variabel dependen kualitatif yang menggambarkan; jika 0 adalah Planned Buying dan jika 1 adalah Impulsive Buying. IE adalah variabel independen yang menggambarkan income effect. MB adalah variabel independen yang menggambarkan motivasi Berkonsumsi. PI adalah variabel independen yang menggambarkan product involvement dan MV adalah variabel independen yang menggambarkan materialistic value.
Pola dari sebuah variabel dependen yang bersifat binari atau dikotomis dapat dijelaskan melalui sebuah cummulative distribution function (CDF) atau fungsi distribusi kumulatif. Fungsi distribusi kumulatif adalah sebuah fungsi yang memberikan probabilitas dari suatu variabel acak (random) yang nilainya kurang dari atau sama dengan bilangan real tertentu, sehingga dapat digunakan untuk model regresi dengan variabel dependen yang bersifat dikotomi (Gujarati, 2009b:187). Dalam penelitian ini, tujuan dari model logit yang digunakan adalah untuk mencari kemungkinan/probabilitas seseorang untuk melakukan pembelian. Bila dituliskan secara matematis, kemungkinan individu untuk melakuka
pembelian secara planned atau impulse adalah sebagai berikut:
1
1- e~HPi
-HPi
1 - e™
Jika Pi adalah kemungkinan terjadinya suatu peristiwa (impulse buying) maka kemungkinan terjadinya suatu peristiwa planned buying adalah 1-Pi sehingga:
1
I-P = ----- [ 1-e→m
Dan:
eHPi
-
f⅛ _ 2Ξ≡2Ξ. = e^≈
-
1^ jpi Z7⅛ ^
Persamaan Pi / 1 – Pi disebut dengan odds suatu peristiwa, yaitu rasio kemungkinan terjadinya suatu peristiwa terhadap kemungkinan tidak terjadinya suatu peristiwa.
Teknik penentuan anggota sampel dilakukan dengan menggunakan teknik random age-stratived, yaitu teknik sampel yang karakteristiknya sudah ditentukan dan diketahui lebih dulu berdasarkan ciri dan sifat populasinya. Dikarenakan penelitian ini difokuskan pada pemuda dengan rentang usia 18 tahun sampai 30 tahun, sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah random age-stratived dengan jumlah sampel yang diambil berjumlah total 301 orang. Terdapat tiga alasan mengapa menggunakan random age stratived berdasrkan penelitian Ferber (1977). Pertama adalah rentang usia cohort
Tabel 1. Lokasi Penelitian dan Distribusi Sampel
No |
Area Riset |
Jumlah Sampel |
1 |
Tunjungan Plaza |
43 Orang |
2 |
Sutos |
43 Orang |
3 |
Royal Plaza |
43 Orang |
4 |
Unair |
43 Orang |
5 |
ITS |
43 Orang |
6 |
Petra |
43 Orang |
7 |
Ubaya |
43 Orang |
Jumlah |
301 Orang |
Tabel 2. Statisitik Deskriptif Dimensi Motivasi Berkonsumsi
Statistik Deskriptif |
Purpose Specific |
Activity Spesific |
Demands Spesific |
Mean |
18,5430 |
19,9603 |
17,6159 |
Std. Error of Mean |
0,42147 |
0,78731 |
0,35508 |
Median |
16,00 |
17,00 |
17,00 |
Std. Deviation |
5,179 |
9,674 |
4,36 |
Variance |
16,82 |
15,59 |
16,03 |
Minimum |
12,00 |
13,00 |
12,00 |
Maximum |
22,00 |
21,00 |
23,00 |
Sumber: (Hasil Survei, Data Diolah)
Tabel 3. Standar Penormaan
Rumusan |
Kategori |
X ≤ MEAN - 1 SD |
Rendah |
MEAN -1SD≤X≤ MEAN + 1SD≤X |
Sedang |
MEAN +1 SD ≤ X |
Tinggi |
Tabel 4 Statisitik Deskriptif Dimensi Product Involvement
Statistik Deskriptif |
Product Knowledge |
Brand Knowledge |
Purchasing Involvement |
Mean |
6,88 |
8,53 |
7,615 |
Std. Error of Mean |
0,555 |
0,698 |
0,432 |
Median |
5,00 |
5,00 |
6,00 |
Std. Deviation |
6,809 |
5,588 |
5,318 |
Variance |
6,372 |
3,758 |
6,291 |
Minimum |
4,00 |
5,00 |
5,00 |
Maximum |
9,00 |
10,00 |
10,00 |
Sumber (Hasil Survei Diolah)
penelitian termasuk lebar meskipun sama-sama dapat digolongkan sebagai pemuda. Alasan kedua sampel harus cukup representatif, sehingga hasilnya dapat ditarik ke populasi dalam hal ini populasi kelas menengah. Ketiga adalah subyek harus mewakili populasi yang sedang dipelajari. Berdasarkan hal tersebut dan agar sampel yang didapat mewakili populasi yang dipelajari, maka penelitian ini membagi dua tempat secara garis besar untuk lokasi penelitian. Lokasi penelitian pertama adalah beberapa universitas di Surabaya dan lokasi penelitian kedua adalah beberapa pusat perbelanjaan yang sering dijadikan tempat tujuan berbelanja pemuda kelas menengah kota Surabaya. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
HASIL DAN PEMABAHASAN
Motivasi Berkonsumsi Pemuda
Sesuai dengan metodologi penelitian dan penjabaran pada landasan teori bahwa motivasi berkonsumsi memiliki 3 dimensi yaitu purpose specific, activity specific dan demand-spesific, maka pada bagian ini akan diperlihatkan data statistik atas masing-masing dimensi motivasi berkonsumsi yang disebutkan di atas disajikan pada Tabel 2.
Pada penelitian ini, akan dilakukan penormaan atas pengkategorian berdasarkan norma kelompok untuk variabel motivasi berkonsumsi dengan tujuan melihat level motivasi berkonsumsi individu. Penormaan yang dilakukan mengikuti saran dari Kaltcheva dan Weitz (2006). Adapun dasar penormaan dikategorikan
Tabel 5. Statisitik Deskriptif Dimensi Materialistic Value
Statistik Deskriptif |
Success Orientation |
Centra lity |
Hedonic Happines |
Mean |
14,44 |
10,26 |
12, 35 |
Std. Error of Mean |
0,412 |
0,378 |
0,531 |
Median |
10,00 |
6,00 |
9,00 |
Std. Deviation |
4,372 |
6,241 |
3,512 |
Variance |
4,384 |
7,267 |
5,348 |
Minimum |
7,00 |
5,00 |
7,00 |
Maximum |
16,00 |
12,00 |
15,00 |
Sumber (Hasil Survei Diolah)
Gambar 2. Motivasi Berkomsumsi Pemuda Kelas Menengah Kota Surabaya
Motivasi Berkonsumsi Pemuda
Sumber: Hasil Survei, data diolah
menjadi 3 sesuai pada rumus pada Tabel 3.
Kemudian hasil penorm aan tersebut akan digambarkan atau divisualisasikan berupa diagram pie-chart (Gambar 2).
Pada Gambar 2 tampak bahwa 42 persen pemuda kelas menengah kota Surabaya mempunyai motivasi berkonsumsi yang tinggi. Kondisi ini konsisten dengan hasil beberapa penelitian seperti Mckenzie (2011), Markplus (2012) dan Wong, dkk (2012). Bahwa kelas menengah mempunyai kecenderungan mempunyai motivasi konsumsi yang tinggi, dimana pemuda mempunyai dimensi motivasi yang dinamis. Kondisi tersebut berguna bagi para pedagang untuk mengidektifikasi alasan-alasan utama pemuda berbelanja ditinjau dari motivasinya untuk melakukan konsumsi.
Product Involvement
S esuai dengan m etodologi penelitian dan penjambaran pada landasan teori bahwa motivasi berkonsumsi memiliki 3 dimensi yaitu product knowledge, brand knowledge dan purchasing involvement, maka pada bagian ini akan diperlihatkan
data statistik atas masing-masing dimensi motivasi berkonsumsi yang disebutkan diatas seperti dijabarkan pada Tabel 4.
Tabel 4 memperlihatkan bahwa nilai pengetahuan produk dapat dibilang yang paling kecil, diantara konstruk yang lain. Sedangkan brand knowledge merupakan konstruk yang mempunyai nilai tertinggi diantara rata-rata konstruk yang lain. Kondisi tersebut memberikan gambaran awal bahwa pemuda kelas menengah kota Surabaya dalam melakukan pembelian memang lebih banyak membeli barang berdasarkan sebuah brand. Sebuah brand yang dibeli oleh pemuda memiliki karakter yang mirip dengan mereka. Dalam penelitian ini setidaknya ditemukan tiga barang penting yang dicari pemuda kelas menengah tanpa memandang gender; yang menempati urutan pertama barang wajib punya adalah handphone, urutan kedua adalah sepatu dan urutan ketiga kosmetik (parfurm, deodorant, sabun).
Materialistic Value
S esuai dengan m etodologi penelitian dan penjambaran pada landasan teori bahwa motivasi berkonsumsi memiliki 3 dimensi yaitu success orientation, centrality dan purchasing involvement maka pada bagian ini akan diperlihatkan data statistik atas masing-masing dimensi motivasi berkonsumsi yang disebutkan dijabarkan pada Tabel 5.
Pada Tabel 5 dijelaskan bahwa dari ketiga konstruk materialistic value, rata-rata nilai yang paling besar diurutan pertama adalah pandangan hidup tentang sebuah kesuksesan, kedua adalah hedonic happiness dan ketiga adalah centrality. Tabel 5 juga memperlihatkan bahwa mayoritas pemuda kelas menengah kota Surabaya memandang kesuksesan diukur dengan hal yang bersifat materi. Hasil tersebut sejalan dengan jawaban dari pertanyaan kami tentang “apa definisi sukses menurut saudara?” dan jawaban dari responden dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 6. Hasil Estimasi Model Logistic | |||
Variabel |
Nilai |
Odds Ratio |
Probabilitas |
Income Effect (X1) Koefisien |
0,372 |
1.1728 |
0.00234 |
SE |
0.01328 |
0.00719 | |
Zstat |
7.28 |
7.26 | |
Z(prob) |
0.000 |
0.000 | |
Motivasi Berkonsumsi (X2) Koefisien |
0.1123 |
1.0333 |
0.0037 |
SE |
0.0091 |
0.0047 | |
Zstat |
4.72 |
4.68 | |
Z(prob) |
0.000 |
0.000 | |
Product Involvement (X3) Koefisien |
0.00372 |
1.084 |
0.0414 |
SE |
0.2487 |
0.2473 | |
Zstat |
1.69 |
1.52 | |
Z(prob) |
0.128 |
0.128 | |
Materialistic Value (X4) Koefisien |
0.137 |
1.024 |
0.0017 |
SE |
0.0954 |
0.000793 | |
Zstat |
5.49 |
5.37 | |
Z(prob) |
0.0013 |
0.0018 | |
Koefisien |
0.53938 |
0.5831 |
0.9228 |
Konstanta SE |
0.2669 |
0.137 | |
Zstat |
4.21 |
4.29 | |
Z(prob) |
0.004 |
0.004 | |
Jumlah Observasi 300 | |||
Likelihood Ratio 689.32 |
692.14 | ||
LR (Probability) 0.000 |
0.000 | ||
Pseudo R2 0.0428 |
0.043 |
Keterangan: * signifikan
Gambar 3. Definisi Sukses Menurut Pemuda
Definisi Sukses Menurut Pemuda
Sumber: Hasil Survei, data diolah
Analisis Model Regresi Logistik
Model ekonometri logistik merupakan model regresi dengan variabel dependen yang bersifat kualitatif binari, yaitu variabel dependen yang terdiri dari dua kategori. Dimana dalam penelitian ini variabel dependennya memiliki dua kategori sehingga untuk kebutu-
han estimasi serta analisis menggunakan model logit. Variabel buying decision diukur dengan dua indikator yaitu compulsive buying dan planned buying. Hasil estimasi model dapat dilihat pada Tabel 6.
Hal pertama yang harus dilakukan sebelum menginterpretasi hasil estimasi Tabel 6 adalah memastikan bahwa nilai dari parameter-parameter tersebut signifikan secara statistik atau dapat diestimasi secara statistik. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui apakah masing-masing model tersebut dapat digunakan sebagai estimator. Berikut ini adalah beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk masing-masing model diatas.
Sesuai dengan Tabel 6 dari 4 variabel independen, terdapat satu variabel yang tidak signifikan yaitu variable product involvement. Sehingga keputusan membeli konsumen antara impulse buying dan planned buying hanya dipengaruhi oleh tiga variabel saja yaitu, variabel income effect, motivasi berkonsumsi dan materialistic value.
Besarnya nilai probabilitas z-statistic dari variabel income effect adalah 0,00. Dengan batasan tingkat signifikansi 1%, maka nilai probabilitas dari variabel tersebut berada di area H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa parameter dari variabel income effect tersebut dapat dijadikan estimator dan variabel tersebut
signifikan secara statistik dalam mempengaruhi keputusan membeli individu secara parsial. Besarnya nilai probabilitas z-statistic dari variabel motivasi berkonsumsi adalah 0,00. Dengan batasan tingkat signifikansi 5 persen, maka nilai probabilitas dari variabel tersebut berada di area H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa parameter dari variabel motivasi berkonsumsi tersebut dapat dijadikan estimator dan variabel tersebut signifikan secara statistik dalam mempengaruhi kebahagiaan individu secara parsial.
Besarnya nilai probabilitas z-statistic dari variabel product involvement adalah 0,0128. Dengan batasan tingkat signifikansi 10 persen, maka nilai probabilitas dari variabel tersebut berada di area H0 diterima. Hal ini berarti bahwa parameter dari variabel product involvement tersebut belum dapat dijadikan estimator dan variabel tersebut tidak signifikan secara statistik dalam mempengaruhi keputusan membeli individu secara parsial. Besarnya nilai probabilitas z-statistic dari variabel materialistc value adalah 0,001. Dengan batasan tingkat signifikansi 5 persen, maka nilai probabilitas dari variabel tersebut berada di area H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa parameter dari variabel materialistic value tersebut dapat dijadikan estimator dan variabel tersebut signifikan secara statistik dalam mempengaruhi keputusan membeli individu secara parsial.
Uji Likelihood Ratio ini mirip dengan uji f-statistic pada model regresi ordinary least square. Dari hasil estimasi model pada Tabel 6 di atas memperlihatkan bahwa probabilitas Likelihood Ratio signifikan secara statistik. Hal ini berarti bahwa seluruh variabel bebas dalam masing-masing model tersebut secara bersama-sama (simultan) signifikan secara statistik dalam mempengaruhi variabel keputusan membeli individu.
Pseudo R2 merupakan indikator dari uji Goodness of fit yaitu uji yang dilakukan untuk melihat seberapa baik variasi dari suatu variabel independen mampu menjelaskan variasi dari variabel dependennya dalam suatu model. Pada tabel 6 tampak bahwa seluruh model memiliki nilai Pseudo R2 yang rendah, yaitu kurang dari 5 persen. Hal ini berarti tidak lebih dari 5 persen dari variasi-variasi variabel terikat (dependen) yang mampu dijelaskan oleh variasi-variasi dari variabel bebas (independen) pada masing-masing model. Berdasarkan hasil uji statistik diatas baik uji Z-statistic, uji likelihood ratio maupun uji Pseudo R2 membuktikan bahwa variabel pendapatan, motivasi berkonsumsi, product involvement dan materialistic value berpengaruh secara simultan terhadap cara berkonsumsi pemuda kelas menengah kota Surabaya. Sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima.
SIMPULAN
Kelas menengah subculture pemuda dapat menjadi salah satu kekuatan tersendiri dalam menopang perekonomian kota Surabaya. Sampai saat ini penyumbang PDRB terbesar kota Surabaya dari sisi demand side masih didominasi oleh faktor konsumsi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subculture pemuda kelas menengah kota Surabaya rata-rata mempunyai hasrat untuk melakukan konsumsi atau pembelian barang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemuda kelas menengah kota Surabaya dalam berkonsumsi cenderung bertipe planned consumption. Hal ini dapat dilihat bahwa seluruh koefisien pada variabel indenpenden (income effect, motivasi berkonsumsi, product involvement dan materialistic value) bernilai positif. Kondisi tersebut tanpaknya dipengaruh oleh variabel income effect yang memiliki nilai positif paling besar diantara variabel-variabel independen lain. Selanjutnya variabel motivasi memiliki pengaruh positif kedua paling besar. Sedangkan dua variabel lain (product involvement dan materialistic value) memberikan dampak positif namun kecil terhadap pengambilan keputusan planned consumption pemuda kelas menengah kota Surabaya.
SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemuda kelas menengah kota Surabaya termasuk kedalam konsumen yang melakukan perencanaan sebelum melakukan pembelian. Hasrat berkonsumsi mereka tinggi tetapi kondisi tersebut dibatasi dengan budget constrain/income effect yang mempunyai pengaruh lebih besar dari pada motivasi berkonsumsinya. Untuk itu unit usaha yang ingin memenangkan persaingan dalam merebut market share pemuda kelas menengah perlu memperhatikan teknik pemberian harga pada barang yang dijualnya. Label harga haruslah dapat memberikan kesan antara benefit yang didapat jika pemuda membeli barang tersebut dan biaya yang cukup bagi budget mereka. Bagi penelitian selanjutnya kami menyarankan untuk lebih mengexplore subculture kelas menengah lainnya seperti subculture kelas menengah netizen (Internet citizhenship). Penelitian ini menemukan hasil bahwa sebagian besar pemuda kelas menengah kota Surabaya mempunyai nilai materialistic value yang tinggi. Saran bagi penelitian selanjutnya hendaknya dapat melihat hubungan antara aspek materialistic value dengan perilaku alturisme.
REFERENSI
Banerjee, Abhijit dan Esther Dufflo. 2008. What is Middle Class About Middle Classes Around The World?. Working Paper: Massachusetts Institute of Technology Department of Economics.
Dan Ariely, George Loewenstein, dan Deazen Prelec. 2003. Cohenrent Arbitrariness: Stable Demand Curves Without Stable Preferences. Quartely Journal of Economics . Vol 121 (3): 432-448.
Donthu, Robert J dan Gillian Marsland. 1996. The Mystery of Consumer Behavior. Journal of Retailing, Vol 58, 123-142.
Foster, James E dan Michael C. Wolfson. 1992. Polarization and the Decline of the middle class: Canada and United State. Working Paper: University of Oxford.
Gujarati, Damodar N. dan Dawn C. Porter. 2009. Dasar-dasar Ekonometrika Buku 2 Edisi 5. Terjemahan oleh Raden Carlos Mangunsong. 2012 Jakarta:Salemba Empat.
Goldfarb, R Snstein dan Prince R Pieters. 2008. The Effectts Of Price Relationship On Consumer Attitudes and Behavior. Journal Of Economic Behavior, Vol 75, 387-398.
Hardle, Wofgang dan Leopold Simar. 2007. Applied Mul-tivariad Statistical Analysis Second Edition. Berlin: Springer.Inc
Mas-Collel, Andreu, Michael D Whinston dan Jerry R Green. 1995. Microeconomics Theory. New York: Oxford University Press.
McKinsey Global Institute. 2012. The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential. McKinsey & Company.
McKinsey Global Institute. 2012. The New Indonesian Consumer. McKinsey & Company.
Murphy, K., Schleifer A. dan Vishny, R. 1989. Industrialization and the big push. Journal of Political Economy. Vol 97(5), 1003–1026.
Thompson, William, dan Hickey, Joseph. (2010). Society in focus an introduction to sociology: sevent edition. Boston: Pearson, Allyn & Bacon.
Sciffman, Leon G, dan Leslie Lazar Kanuk. 2007. Consumer Behavior. New York: Pearson International Edition.
Sivadas, Eugane, George Mathew dan David J Curry. 1997. A Preliminary Examination of The Continued Significance of Social Class to Marketing: A Geodemographic Replication. Journal of Consumer Marketing, vol 14 no 6, 469-482.
Westbrook, R.A dan Black, W.C. 1985. A Motivation-Based Shopper Typology. Journal of Retailling, Vol 61 (1), 78.103.
Wolburg, R.A dan Pokrywczynski M Tatzel. 2001. Ho Buyer Percive Savings In A Bundle Price: A Motivation Based Shopper Typology. Journal of Retailing, 86 (1), 43 – 57.
Ying-Fah, B.C. 2011. An Exploratory Study of The Relationships Beetwen Advertaising Appelas, Spending Tendency and Social Status. Journal of Advertaising Research, Vol 41 (3), 167-179.
23
Discussion and feedback