Vol. 15 No.1, Februari 2022


ISSN : 2301-8968


EKONOMI

KUANTITATIF

TERAPAN

JEKT

The Effect of Banks and Cooperatives in Improving Welfare Inayati Nuraini Dwiputri, Lustina Fajar Prastiwi, Grisvia Agustin

ISSN 2301-8968

Denpasar

Februari 2022

Halaman

1-161

The Role of Social Capital with Local Wisdom in Household Food Security in Bali Province Putu Ayu Pramitha Purwanti, Ida Ayu Nyoman Saskara

Middle Income Trap In A Macroeconomic Perspective A Case Study In Indoensia Apip Supriadi

Trade-Environment Triangle in Indonesia: Ecological Footprint Approach Kuratul Aini, Djoni Hartono

Social And Financial Efficiency Of Lembaga Perkreditan Desa Kajeng Baskara

The The Relationship Between Fiscal Policy And Civil Liberty On Per Capita GDP In Indonesia During 1980-2018

Vita Kartika Sari, Malik Cahyadin

The Effect Of Fiscal Decentralization On Economic Growth: A Study Of The Province Level In Indonesia Setyo Tri Wahyudi, Lutfi Kurniawati

The United States’ Monetary Policy Spillover Effect Against Rupiah -Us Dollar Exchange During Usa – China Trade War

Andryan Setyadharma, Anisa Rahmawati, Anisa Rahmawati

Affecting FactorsTrans Land Function In Bali

I Wayan Sudemen, I Ketut Darma

The General Allocation Fund (DAU) Formulation Policy: Incentives or Disincentives to the Fiscal Independence of Local Governments Kun Haribowo, Latri Wihastuti

Impact Of Rural Development Program On Agriculture Production and Rural-Urban Migration In Indonesia Murjana Yasa, Wayan Sukadana, Luh Gede Meydianawathi

Volume 15    Nomor 1


pISSN : 2301 – 8968

JEKT ♦ 15 [1] : 37-42


eISSN : 2303 – 0186

PENGARUH DESENTRALISASI FISKAL PADA PERTUMBUHAN EKONOMI: STUDI TINGKAT PROVINSI DI INDONESIA

ABSTRAK

Desentralisasi menjadi topik menarik dalam menganalisa keberhasilan pembangunan daerah. Hal ini karena desentralisasi muncul sebagai arahan tentang penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan secara terpusat pada masa pemerintahan orde baru. Menggunakan data tingkat propinsi periode 2011-2019 dan model regresi panel data, penelitian ini bertujuan menganalisis penerapan desentralisasi fiskal di tingkat propinsi pada pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan desentralisasi fiskal memberikan pengaruh pada pertumbuhan daerah. Hal tersebut ditunjukkan oleh derajat kemandirian daerah yang semakin meningkat setiap tahunnya. Namun demikian, kondisi tersebut tidak terjadi di sebagian besar daerah, ditunjukkan oleh rata-rata tingkat kemandirian provinsi masih menunjukkan tingkat yang rendah. Kemudian, variabel kontrol meliputi Kepadatan Penduduk, Rata-rata Lama Sekolah dan Net Ekspor memberikan pengaruh signifikan dan positif pada pertumbuhan ekonomi.

KATA KUNCI: Decentralization, Regional Economic Growth.

THE EFFECT OF FISCAL DECENTRALIZATION ON ECONOMIC GROWTH: A STUDY OF THE PROVINCE LEVEL IN INDONESIA

ABSTRACT

Decentralization has become an exciting topic in analyzing the success of regional development. This is because decentralization emerged as a direction for centralized governance during the New Order government era. Using provincial-level data for the 2011-2019 period and panel data regression models, this study aims to analyze the application of fiscal decentralization at the provincial level to economic growth. The results showed that the implementation of fiscal decentralization influenced regional growth. This is indicated by the degree of regional independence, which is increasing every year. However, this condition does not occur in most regions, as indicated by the low provincial independence level. The control variables include Population Density, Average Length of Schooling, and Net Exports that significantly affect economic growth.

KATA KUNCI: Decentralization, Regional Economic Growth.

  • 1.    PENDAHULUAN                       mengendalikan pembangunan daerah, menyediakan

    • 1.1.    Latar Belakang

Pada 1999 pemerintah mengesahkan Undang-Undang nomor 22 mengenai pemerintahan daerah, serta Undang-Undang nomor 25 mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Melalui kedua undang-undang tersebut, pemerintah pada tahun 2001 mengimplementasikan pemberlakuan otonomi daerah. Konsekuensi pemberlakuan otonomi daerah, maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah memecah dan membagi peran untuk menetapkan dan menjalankan kebijakan sesuai dengan wewenang masing-masing. Kewenangan pemerintah pusat berkaitan dengan kebijakan dalam skala nasional sedangkan pemerintah daerah berwenang atas segala sesuatu yang berkaitan dengan daerahnya sendiri, seperti merencanakan, melaksanakan, dan

pelayanan publik bagi masyarakat, mengelola sumber daya daerah dan berbagai kepentingan atau permasalahan yang ada di daerah. Konsekuensi otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki hak penuh atas daerahnya sendiri, termasuk dalam mengelola keuangan daerah. Pelimpahan wewenang pengelolaan keuangan oleh daerah dikenal dengan desentralisasi fiskal.

Pada prinsipnya, dalam konteks pengelolaan keuangan di era desentralisasi fiskal, setiap pemerintah daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber pendapatan daerah serta melakukan alokasi belanja dalam proses penetapan skala prioritas pembangunan sesuai kebutuhan daerahnya. Harapannya, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mampu membeerikan pemerataan pembangunan

serta potensi masing-masing daerah dapat dikembangkan secara optimal. Selain itu, pelayanan publik dapat dilakukan secara optimal sehingga meningkatkan daya saing daerah dan kesejahteraan penduduk daerahnya.

Desentralisasi fiskal di Indonesia telah dijalankan selama 19 tahun. Berdasarkan tujuan dari otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, hasil akhir yang ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang lebih cepat. Apabila daerah-daerah memiliki pertumbuhan ekonomi regional yang signifikan setiap tahunnya, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun bukan menjadi satu-satunya faktor penentu pertumbuhan ekonomi regional, namun desentralisasi fiskal menjadi bagian dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi regional. Sehingga apabila tiap daerah memiliki pertumbuhan ekonomi yang signifikan, maka perekonomian nasional juga akan tumbuh signifikan. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi nasional merupakan cerminan pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia.

Beberapa penelitian terkait desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Umumnya penelitian sebelumnya membedakan pengaruh desentralisasi fiskal dari dua sisi yakni sisi pengeluaran dan sisi pendapatan. Penelitian dengan pendekatan sisi pengeluaran misalnya Sabilla dan Jaya (2014) dengan menggunakan sampel 30 propinsi di negara Iran menemukan hasil bahwa desentralisasi fiskal memberikan pengaruh positif pada distribusi pendapatan dan secara tidak langsung juga memiliki pengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, penelitian Nguyen & Sajid A., (2011) di Vietnam menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi justru mengalami penurunan seiring dengan diterapkannya desentralisasi fiskal.

Penelitian menggunakan sisi pendapatan juga memberikan hasil yang berbeda diantara peneliti. Misalnya temuan Zulyanto (2010) dan Risyanto (2015) keduanya menemukan bahwa meningkatnya kemampuan keuangan daerah bergerak sejajar dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, penelitian Agusalim (2015), Dinarjito & Dharmazi (2020), menemukan bukti bahwa ketimpangan pendapatan masih belum dapat diturunkan melalui desentralisasi fiskal. menemukan bahwa desentralisasi fiskal memberikan pengaruh yang positif pada pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan uraian fakta dan penelitian sebelumnya, beragamnya hasil temuan mengenai pengaruh desentralisasi pada pertumbuhan ekonomi, menunjukkan bahwa topik ini masih menarik untuk diteliti kembali. Oleh karena itu, menggunakan data tingkat propinsi, penelitian ini mencoba mengevaluasi kembali apakah kebijakan desentralisasi memberikan pengaruh pada

pertumbuhan ekonomi di tingkat propinsi di Indonesia.

  • 2.    KERANGKA TEORI

Implementasi desentralisasi fiskal merupakan amanah UU No 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Desentralisasi fiskal dimaknai sebagai pelimpahan beberapa kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemberlakuan kebijakan tersebut sebagai upaya untuk memperbaiki sistem sentralistik yang berlaku selama masa orde baru.

Secara konseptual, dampak penerapan desentralisasi pada layanan publik dibagi menjadi tiga, (i) desentralisasi politik, (ii) desentralisasi administrasi, dan (iii) desentralisasi fiskal. Ketiganya saling berkaitan. Alasan mendasar diberlakukannya desentralisasi fiskal karena pemerintah daerah dianggap memiliki pengetahuan lebih dalam mengelola daerahnya, termasuk dalam pengembangan ekonomi potensial yang dimiliki daerah dan pengelolaan keuangan serta permasalahan yang dihadapi oleh daerah tersebut. Dana transfer dari pemerintah pusat akan memacu kegiatan ekonomi masyarakat sehingga ekonomi daerah akan lebih stabil. Pengalokasian anggaran harus didasarkan pada fungsi setiap unit dalam organisasi pemerintah.

Menurut Khusaini (2006), desentralisasi fiskal sering direpresentasikan melalui tiga variabel desentralisasi, yaitu (i) desentralisasi pengeluaran, (ii) desentralisasi pengeluaran pembangunan, dan (iii) desentralisasi penerimaan. Dalam konteks desentralisasi, setiap daerah berupaya memacu dan meningkatkan potensi-potensi pendapatan daerah, yang dapat bersumber dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah serta lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Melalui desentralisasi, setiap daerah terus berupaya meningkatkan pembangunan ekonomi daerah. Selain itu juga diharapkan dapat mencapai pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh, desentralisasi diharapkan memberikan peluang kepada setiap daerah untuk dapat meningkatkan perekonomiannya agar tercapai kesetaraan pembangunan, serta menurunkan ketimpangan. Dalam upaya mewujudkan berbagai tujuan pembangunan daerah, serta berdasarkan berbagai evaluasi terkait pelaksanaan desentralisasi, pemerintah beberapa kali melakukan revisi terkait kedua undang-undang tersebut (UU nomor 22 dan nomor 25 tahun 1999) yang dituangkan dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 mengenai pemerintahan daerah dan Undang-Undang nomor 33tahun 2004 mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemrintah daerah.

  • 3.    METODE PENELITIAN

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menganalisis keterkaitan desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi antar provinsi di Indonesia. Dalam penelitian ini digunakan data sekunder dengan

periode waktu penelitian adalah 2011-2019 menggunakan 33 provinsi di Indonesia yang telah menerapkan desentralisasi fiskal, kecuali Kalimantan Utara.

Tabel 1. Definisi Operasional Variabel

Variabel

Definisi (Satuan)

Kemandirian Daerah

Tingkat ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal.

Ketergantungan Keuangan

Rasio yang menunjukkan besarnya tingkat ketergantungan keuangan suatu daerah terhadap pemerintah pusat.

Rasio Belanja Modal

Proksi dari investasi penanaman modal pemerintah.

PDRB

Nilai barang/jasa yang diproduksi dalam periuode tertentu. Angka ini digunakan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi suatu wilayah/daerah.

Kepadatan Penduduk

Perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayahnya.

Rata-Rata

Lama Sekolah

Nilai rata-rata lama sekolah penduduk

Net Ekspor

Total nilai ekspor suatu wilayah dikurangi dengan total nilai impornya.

Sumber: Penulis, 2020

Metode analisis menggunakan regresi data panel. Beberapa alasan digunakannya data panel adalah kemampuannya dalam menagkap berbagai informasi terkait jumlah data, degree of freedom serta omitted variabel (Widarjono, 2009; Wahyudi, 2020). Model regresi panel dalam penelitian ini:

PDRBit = α + β1KDit + β2KKit + β3BMit + β4KEPENDit + β5SEK4it + β6NETEit + εit

Keterangan :

PDRB

KD

KK

BM

KEPEN


  • : Produk Domestik Regional Bruto

: Rasio Kemandirian Daerah

: Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

: Rasio Belanja Modal

: Kepadatan penduduk

SEK NETE

t


: Rata-rata lama sekolah

: Nilai net ekspor suatu wilayah.

: sampel daerah (propinsi)

: periode waktu

4.


HASIL PENELITIAN

Pengujian data untuk memilih model terbaik

telah dilakukan untuk mendapatkan parameter variabel yang tidak bias. Penelitian ini telah dilakukan pengujian common model, fixed effect model dan uji random effect model. Setelah melakukan pengujian model terbaik, diperoleh bahwa fixed effect model menjadi model terbaik. Model fixed effect yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Uji Model Panel

Koefisien

Probabilitas

Variabel

KD

11682217

0.0003

KK

3677718

0.0254

BM

130795.9

0.9414

KEPEN

1557675

0.0000

SEK

51792927

0.0000

NETE

2.449784

0.0000

C

-1690000000

0.0000

R-Square

0.975792

Prob(F-statistic)

0.0000


Sumber: Olahan Penulis, 2020


Berdasarkan tabel 2, kecuali variabel Belanja Modal (BM), semua variabel penelitian memberikan hasil signifikan dengan nilai R Square 0.9757 atau 97.57 persen, artinya bahwa variasi variabel bebas dalam model mampu menjelaskan sebesar 97.57% variasi PDRB. Relatif besarnya nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel bebas yang digunakan memberikan pengaruh yang kuat pada veriabel terikatnya.

Temuan statistik tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyerahan sebagian wewenang terhadap berbagai sumber-sumber yang merupakan penerimaan negara kepada pemerintah daerah, digunakan dalam rangka pelaksanaan tugas, layanan publik, serta mendorong peningkatan investasi yang produktif bagi daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah dapat berjalan dengan baik jika pendapatan asli daerah mampu mencukupi kebutuhan publik. Nilai yang positif tersebut juga mengindikasikan bahwa pemerintah daerah dalam upaya memenuhi standar pelayanan minimum kepada masyarakat, dapat terselenggara dari pendanaan pendapatan asli daerah.

Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, terdapat perbedaan dengan hasil temuan dalam penelitian ini. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada penelitian Zulyanto (2010), Pradiatmi & Wibowo (2015), Risyanto (2015) dan Putra & Hidayat (2016) yang menemukan bahwa

Gambar 1. Rata-rata Ketergantungan Keuangan Daerah Provinsi Tahun 2011-2019


Sumber: DJPK Kemen Keu Indonesia data diolah, 2020

Semakin besar nilai belanja modal maka nilai produk domestik regional provinsi akan semakin besar pula, namun pada pengujian ini besaran pengaruh kenaikannya tidak signifikan atau bisa dikatakan tidak berpengaruh. Hal ini menunjukan ketidaksesuaian dengan teori pertumbuhan ekonomi, bahwa salah satu faktor penentu pertumbuhan ekonomi adalah kualitas belanja modal daerah. Provinsi yang melakukan belanja modal yang besar adalah daerah-daerah yang masih memiliki infrastruktur yang rendah dan belum merata, sebaliknya daerah provinsi yang memiliki anggaran belanja modal yang kecil cenderung kapada darah yang sudah relatif maju dan memiliki kualitas infrastruktur yang lebih baik dan merata di

kemandirian daerah berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Terjadinya perbedaan tersebut merupakan suatu hal yang wajar, mengingat adanya perbedaan data seperti adanya perbedaan data yang mencolok antar propinsi khususnya mengenai jumlah realisasi PAD dan dana perimbangan yang sangat beragam. Hal tersebut justru mengindikasikan bahwa berbagai strategi dan kebijakan di masing-masing daerah masih belum optimal dalam upaya pengelolaan potensi daerah berdasarkan kondisi riil masing-masing daerah.

Temuan menarik dalam penelitian ini adalah terkait ketergantungan daerah. Ketergantungan daerah justru memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengujian model yang mendapatkan nilai parameter postif signifikan serta dengan nilai yang relatif besar. Data menunjukkan bahwa komposisi penerimaan pemerintah daerah provinsi saat ini sebagian besar memang masih ditopang oleh pemeritah pusat. Jika dilihat dalam gambar 1 menunjukan provinsi di Indonesia memiliki tingkat ketergantungan keuangan daerah rata-rata tahun 2011-2019 sebesar 63.34%. Angka tersebut sangatlah besar karena berarti sekitar 63.4% keuangan daerah masih di topang dan daerah masih bergantung dari dana perimbangan dan pinjaman.

daerahnya. Selain itu, jika dilihat lebih jauh daerah-daerah provinsi dalam menganggarkan proporsi belanja modal yang kecil juga disebabkan oleh kapasitas fiskal yang rendah.

Beberapa penelitian sebelumnya juga mendukung temuan penelitian ini. Misalnya Pradiatmi dan Wibowo (2015) yang menyimpulkan bahwa tidak adanya pengaruh belanja modal pada pertumbuhan ekonomi. Menurut Pradiatmi dan Wibowo, meskipun daerah telah mampu meningkatkan belanja modalnya, namun karena jumlahnya tidak sebanding dengan pendapatan daerah, membuat pemimpin daerah masih harus melakukan pinjaman. Selain itu, kondisi masih relatif besarnya belanja rutin daerah, mengakibatkan

pemerintah daerah belum optimal dalam mengalokasikan anggaran belanjanya. Hasilnya, belanja modal tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, Bado (2015) dan Bati (2009) juga menemukan bukti bahwa investasi atau belanja modal juga tidak berpengaruh signifikan pada pertumbuhan ekonomi.

Adanya penambahan kepadatan penduduk menyebabkan naiknya pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya penduduk yang besar dapat dioptimalkan menjadi tenaga kerja yang produktif di wilayah tersebut sehingga proses produksi dapat berjalan dengan dan menghasilkan output di wilayah tersebut. Selain itu karena daerah dengan kepadatan yang tinggi memiliki pendapatan perkapita yang tinggi, daerah yang memiliki pendapatan perkapita tinggi tersebut akan membawa efek pertumbuhan pada daerah sekitarnya (spilover effect), sehingga akan tercipta pusat perekonomian baru yang pada akirnya akan menimbulkan pemerataan di seluruh wilayah. Jika dilihat lebih jauh kepadatan penduduk di Indonesia terpusat di provinsi besar khususnya DKI Jakarta dan provinsi lain di pulau Jawa karena pada daerah tersebut terdapat banyak kegiatan ekonomi (perusahaan dan pabrik) yang membutuhkan banyak tenaga kerja pula. Sehingga banyak penduduk dari luar provinsi Jakarta dan pulau jawa yang bermigrasi untuk bekerja. Karena banyak penduduk yang bermigrasi akan mengakibatkan daerah provinsi asal pekerja menjadi kekurangan sumber daya manusia dan menghambat proses kegiatan ekonomi di daerah tersebut. Dari migrasi penduduk menuju daerah pusat ekonomi hasil pendapatannya para penduduk atau pekerja tersebut akan tercatat pula pada provinsi tempatnya bekerja pula sehingga akan menambah akumulasi output pada provinsi tersebut dan kurang berkontribusi pada daerah provinsi asalnya.

Variabel rata-rata lama sekolah menunjukkan pengaruh yang signifikan dan positif pada pertumbuhan ekonomi. Variabel ini sesuai dengan teori pertumbuhan endogen, bahwa sumber daya manusia sebagai kunci utama dalam suatu pserta menjadi faktor penting dalam perekonomian. Pendidikan masyarakat merupakan salah satu faktor produksi, karena dengan semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat akan meningkatkan produktifitas tenaga kerja yang akan berimbas pada naiknya PDRB daerah tersebut. Selanjutnya, akumulasi pengetahun pelaku-pelaku ekonomi akan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Oleh karena itu, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan diperlukan adanya penyediaan fasilitas pendidikan seperti pembangunan sekolah agar lebih merata di seluruh wilayah Indonesia guna meningkatkan kualitas SDM masyarakat.

  • 5.    KESIMPULAN

Penelitian ini menggunakan analisis data panel untuk menganalisis keberhasilan desentralisasi fiskal dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di 33

provinsi di Indonesia, menemukan bahwa; pertama, desentralisasi fiskal menyebabkan pertumbuhan kemandirian daerah antar provinsi di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Meskipun demikian secara umum, rata-rata tingkat kemandirian daerah provinsi di Indonesia masih menunjukkan tingkat yang rendah. Kedua, tingkat ketergantungan daerah masih relatif tinggi. Ketiga, alokasi belanja modal sebagian besar pemerintah daerah provinsi di Indonesia yang kecil, disebabkan oleh kapasistas fiskal yang rendah. Namun ada pergeseran dalam alokasi belanja yang dilakukan oleh pemerintah provinsi di Indonesia, yaitu proporsi belanja modal semakin meningkat dibandingkan belanja lainnya. Keempat, beberapa variabel kontrol yang dimasukan ke dalam model dan berperngaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah provinsi di Indonesia antara lain; Kepadatan Penduduk, Rata-rata Lama Sekolah dan Net Ekspor.

  • 6.    IMPLIKASI DAN KETERBATASAN

Penelitian ini telah menunjukkan bahwa meskipun tingkat ketergantungan daerah masih relatif tinggi, namun masih memberikan dampak yang positif pada pertumbuhan ekonomi. Disisi lain, kondisi tersebut juga meninjukkan belum optimalnya dearha dalam menggali potensinya. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan evaluasi mendalam terkait pemberian berbagai dana transfer pusat ke daerah, dengan memberikan suatu insentif bagi daerah yang mampu meningkatkankan pertumbuhan ekonomi dengan alokasi dana transfer dari pusat yang relatif sedikit, sebaliknya, juga memberikan sanksi bagia daerah yang hanya menggantungkan pengelolaan daerah dari dana-dana transfer dari pusat. Mekanisme reward and punishment perlu menjadi pertimbangan dalam penyusunan dan perhitungan besaran alokasi dana transfer.

Terkait dengan temuan bahwa adanya ketergantungan daerah memberikan pengaruh pada pertumbuhan ekonomi, kondisi tersebut menguntungkan bagi daerah, namun hanya dalam jangka pendek. Sebaliknya, dalam jangka panjang, jika daerah masih sangat tergantung pada pemerintah pusat, khususnya terkait dengan alokasi dana yang ditransfer oleh pusat, justru hal ini menunjukkan bahwa daerah belum mampu meningkatkan akuntabilitasnya. Pemerintah daerah masih belum efisien dalam alokasi anggaran, sedangkan masyarakat belum secara aktif berpartisipasi dalam mengontrol pengelolaan keuangan daerah. Terkait hal tersebut, perlu adanya upaya bersama dalam meningkatkan pengelolaan keuangan daerah, sekaligus meningkatkan akuntabilitas daerah.

Bagi peneliti berikutnya, hasil temuan ini diharapkan mampu menjadi pemantik dalam melakukan poenelitian lanjutan terkait uypaya bersama mengevaluasi keberhasilan penerapan desentralisasi fiskal di Indonesia. Misalnya, penelitian berikutnya dapat menggunakan variabel

proksi yang berbeda, juga dengan metode penelitian Wahyudi, S.T. (2020). Konsep dan Penerapan


yang berbeda. Selain itu kerangka berpikir dalam penelitian ini juga dapat diterepkan untuk meneliti

desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi di Zulyanto, A. (2010). Pengaruh desentralisasi fiskal


negara lain. Penelitian ini hanya menggunakan data pada tingkat provinsi dan sebatas menganalisis

pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi regional tingkat provinsi di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Agusalim, L. (2015). Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan dan Desentralisasi. Kinerja, 20, 53–68.

Bado, B. (2015). Analisis Belanja Modal, Investasi, dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan (Capital Expendituress Analysis, Investment, and Employment on Economic Growth South Sulawesi). Econosains Jurnal Online Ekonomi Dan Pendidikan.

https://doi.org/https://doi.org/10.21009/econ osains.0132.03

Bati. (2009). Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara). Universitas Sumatera Utara.

Dinarjito, A., & Dharmazi, A. (2020). Pengaruh Desentralisasi Fiskal, Investasi, Dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional Di Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Pajak Dan Keuangan Negara, 2(1), 57–72.

Khusaini, M. (2006) Ekonomi Publik Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan Daerah. Malang: BPFE UNIBRAW.

Nguyen, L. P., & Sajid A. (2011). Fiscal decentralisation and economic growth in Vietnam. Journal of the Asia Pacific Economy, 16(1), 3–14.

Pradiatmi, I. N., & Wibowo, H. (2015). Pengaruh Kinerja Keuangan dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Jurnal Reviu Akuntansi Dan Keuangan, 5(2), 759–768.

Putra, R., & Hidayat, S. (2016). Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah dan Hubungannya Dengan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi. Jurnal Perspektif Pembiayaan Dan Pembangunan Daerah, 3(4), 243–256.

Risyanto, H. (2015). Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dan Kemandirian Keuangan Daerah Serta Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Garut. Coopetition, 6(1), 21–33.

Sabilla, K. and Jaya, W. K. (2014) ‘Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Per Kapita Regional di Indonesia’, Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan (JESP), 15(1).

Widarjono, A. (2009). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya (3rd ed.). Ekonesia.

Ekonometrika menggunakan E-Views. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Rajawali Pers.

terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Bengkulu. Universitas Diponegoro.

42