pISSN : 2301 - 8968

eISSN : 2303 - 0186

JEKT ♦ 11 [1] : 103-115


Penentuan Umur Optimal Peremajaan Kelapa Sawit di Kabupaten Paser Kalimantan Timur

Mariyah Mariyah*

Yusman Syaukat

Sri Hartoyo

Anna Fariyanti

Bayu Krisnamurthi

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

ABSTRAK

Penentuan umur optimal peremajaan kelapa sawit dapat membantu rumahtangga petani untuk mempersiapkan investasi peremajaan. Tujuan penelitian ini adalah menentukan umur peremajaan optimal kelapa sawit di tingkat petani dan mengetahui pengaruh faktor perubahan harga, biaya, dan tingkat suku bunga terhadap umur optimal peremajaan. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif terhadap usaha kelapa sawit di Kabupaten Paser umur 0-33 tahun dengan responden 268 petani. Data dianalisis menggunakan konsep maksimalisasi keuntungan dengan metode Comparison of Equivalent Annual Net Revenue (CEAN). Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur optimal peremajaan kelapa sawit di tingkat petani dengan persamaan fungsi produksi kuadratik dan kubik berkisar antara 33 tahun hingga 35 tahun. Umur optimal peremajaan sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga, harga TBS, biaya usahatani, dan produktivitas.

Kata Kunci: umur optimal peremajaan, kelapa sawit, maksimalisasi keuntungan

JEL: Q12, D24

ABSTRACT


Determining of optimal replanting age of oil palm helps farm households to prepare replanting investment. This research was to detemine optimal age for replanting of oil palm and to evaluate the sensitivity of optimal replanting age when there are changes in output price, cost, interest rate, and yield. The number of samples are 268 oil palm farm household. The farmers, age of oil palm and location were taken based on purposive sampling. Data were analyzed using profit maximization concept with Comparison of Equivalent Annual Net Revenue (CEAN) method. The result showed that the optimal replanting age of oil palm with quadratic production function and cubic production function was between 33 and 35 years. The optimal replanting age was sensitive to changes on interest rate, price of fresh fruit bunch, farm cost, and productivity.

Key words: optimal replanting age, oil palm, profit maximization purpose JEL: Q12, D24

PENDAHULUAN

Petani secara rasional memiliki tujuan untuk memaksimumkan keuntungan yang akan diperoleh dari usahataninya. Keuntungan yang akan diperoleh petani dalam pengusahaan tanaman tahunan sangat tergantung pada siklus produksi. Tanaman tahunan menghadapi permasalahan yang kompleks dibandingkan tanaman semusim,

dimana antara investasi, produksi, biaya, dan penerimaan usahatani dilakukan selama periode yang panjang. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman tahunan yang memiliki tahapan produksi terdiri dari tahap tanaman belum menghasilkan (TBM), tanaman menghasilkan (TM), mencapai titik optimal produksi dan tahap penurunan produksi. Petani kelapa sawit dihadapkan

103


Gambar 1. Produktivitas Potensi TBS berdasarkan Umur Tanaman


kepada permasalahan ketika tanaman memasuki tahap penurunan produksi maka sulit bagi petani selaku produsen untuk memutuskan kapan dan berapa persen dari jumlah tanamannya yang harus diremajakan untuk memaksimalkan arus pendapatan dari waktu ke waktu.

Pengusahaan kelapa sawit di Indonesia sebesar 41.55 persen diusahakan oleh perkebunan rakyat (BPS 2015). Rata-rata pertumbuhan tanaman tua/tanaman rusak (TT/TR) kelapa sawit di Indonesia selama periode 2009-2015 sebesar 12.28 persen dengan jumlah TT/TR pada tahun 2015 seluas 169,326 hektar (BPS 2015). Luasan TT/ TR perkebunan rakyat 100,890 hektar (59.58 persen dari total TT/TR). Kondisi tanaman yang sudah tua dan tidak produktif akan dapat menyebabkan produktivitas menjadi rendah, output menjadi stagnan dan mempengaruhi suplai industri kelapa sawit (Wahid dan Simeh 2010). Peremajaan sebagai upaya menggantikan tanaman tua dengan tanaman baru dan merupakan praktek manajemen tanaman tahunan untuk memaksimumkan dan menstabilkan pendapatan (Kotagama et al. 2013) harus dilakukan dan direncanakan secara tepat. Rata-rata pertumbuhan produktivitas perkebunan rakyat periode 2009-2015 menurun sebesar 0.92 persen. Penurunan produktivitas diduga karena umur tanaman kelapa sawit yang diusahakan sudah tua dan mengalami penurunan hasil. Kehilangan hasil produksi pekebun

diperkirakan 17,49 juta ton dengan nilai Rp.124,34 triliun (Ditjenbun 2017).

Kabupaten Paser merupakan salah satu daerah pengembangan kelapa sawit di wilayah Provinsi Kalimantan Timur sejak tahun 1982. Kelapa sawit berkontribusi dalam pembangunan ekonomi daerah dan sebagai sumber pendapatan bagi 14.608 rumahtangga petani. Umur tanaman kelapa sawit sudah mencapai umur 33 tahun dan belum diremajakan. Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Paser tahun 2016 terdapat 17.000 hektar luasan kebun yang seharusnya sudah diremajakan, namun realisasi peremajaan hanya sebesar 1.59 persen.

Implikasi dari penundaan peremajaan tanaman kelapa sawit dapat menyebabkan terakumulasinya tanaman tua, tingginya biaya produksi, peremajaan yang mendesak (rush of replant), lonjakan terhadap permintaan bahan tanaman kelapa sawit, penurunan dalam pasokan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, penurunan drastis dalam output CPO (Crude Palm Oil), penurunan produk olahan dan hilangnya pendapatan ekspor (Wahid dan Simeh 2010). Penundaan peremajaan bagi rumahtangga petani dapat mengakibatkan menurunnya sumber pendapatan.

Kelapa sawit merupakan aset yang memiliki tipe produksi jangka panjang dengan penerimaan sepanjang siklus produksi. Faris (1960) mengemukakan tentang konsep penggantian optimal (optimum

Gambar 2. Kondisi Peremajaan Optimal

Tahmi


replacement) berdasarkan tipe dari aset yang akan digantikan. Waktu yang tepat untuk mengganti aset adalah ketika pendapatan marjinal sama dengan present value dari pendapatan yang diamortisasi. Keputusan aset dilakukan peremajaan jika penerimaan yang diharapkan pada saat sekarang (kondisi produktivitas menurun) berada dibawah rata-rata penerimaan tahunan (Perrin 1972). Tanaman kelapa sawit memiliki umur rata-rata 25 tahun (Woittiez et al. 2017) dan masih dapat menghasilkan tandan buah segar (TBS) sampai tanaman mati. Empat tahapan produksi kelapa sawit yaitu: (1) tahapan belum menghasilkan antara 2-3 tahun setelah tanam, (2) tahapan mulai menghasilkan antara 4-7 tahun setelah tanam, (3) tahap menghasilkan antara 8-14 tahun setelah tanam, dan (4) tahap penurunan hasil antara 15-25 tahun (Ng 1983; Fairhurst and Griffiths 2014). Semakin tua umur tanaman akan menyebabkan rendahnya produktivitas tanaman sehingga mengakibatkan penurunan pendapatan yang diperoleh dari usaha kebun kelapa sawit. Oleh karena itu, sangat penting bagi perkebunan kelapa sawit untuk melakukan peremajaan tanaman secara tepat.

Produktivitas potensi standar TBS di Indonesia berdasarkan umur tanaman dapat dilihat pada Gambar 1.

Penelitian umur optimal peremajaan tanaman kelapa sawit telah dilakukan oleh Ismail dan Mamat (2002) di Malaysia menggunakan data

time series yang bersumber dari Malaysian Palm oil Board (MPOB) dan Ukweteno et. al. (2015) di Nigeria menggunakan data time series yang bersumber dari Nigerian Institute for Oil Palm Research (NIFOR). Kedua penelitian ini menggunakan pendekatan Marginal Net Revenue (MNR) sama dengan atau lebih dari Amortized Present Value of Net Revenue (AVNR) untuk menentukan umur optimal peremajaan. Umur optimal peremajaan kelapa sawit di Malaysia antara 24-25 tahun sedangkan umur optimal peremajaan kelapa sawit di Nigeria 35 tahun. Dari kedua penelitian ini maka kondisi umur tanaman kelapa sawit di Kabupaten Paser berada diantara keduanya, sehingga timbul pertanyaan kapan waktu yang tepat untuk dilakukan peremajaan kelapa sawit di Kabupaten Paser?

Banyak faktor yang dapat memengaruhi penentuan umur optimal peremajaan. Berdasarkan beberapa penelitian penentuan umur optimal peremajaan dipengaruhi oleh faktor harga dan tingkat suku bunga (Trivedi 1988; Thang 2011; Kotagama 2013). Trivedi (1988) menggunakan data time series dengan pendekatan ekonometrika menunjukkan bahwa faktor harga dan tingkat suku bunga yang tinggi pada tanaman kakao dalam jangka pendek menghambat peremajaan namun dalam jangka panjang mendorong peremajaan. Thang (2011) menggunakan data survei ditingkat rumahtangga petani sebanyak

150 petani Komoditas kopi. Penentuan umur optimal peremajaan dilihat dari sisi harga output menggunakan Fixed-form optimization. Kotagama (2013) menggunakan data survei terhadap 34 usahatani kurma komersial. Analisis data menggunakan Comparison of Equivalent Annual Net Return (CEAN) dan menggunakan Multi Period Linear Programming (MPLP). Hasil penelitian menunjukkan hanya faktor tingkat suku bunga yang mempengaruhi umur optimal peremajaan.

Selain kedua faktor tersebut, umur optimal peremajaan tanaman juga dipengaruhi oleh biaya dan teknologi Ismail dan Mamat (2002), faktor pajak pendapatan dan kemampuan manajerial (Meksike et al. 2010), faktor persentase kehilangan hasil Mahrizal et al. (2013), Etheringthon (1977) menggunakan data time series yang bersumber dari Peninsular Malaysian Estate dan Rubber Research Institute of Malaysia menyatakan bahwa faktor memengaruhi umur optimal peremajaan karet adalah variasi produktivitas akibat perubahan teknologi.

Penelitian Meksike et al. (2010) pada tanaman karet dengan data cross section dari 30 perusahaan menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi umur optimal adalah faktor harga output, perubahan biaya pajak, pendapatan dan kemampuan manajemen. Mahrizal et al. (2013) pada perbedaan sistem produksi komoditas kakao dengan data time series dari berbagai sumber menggunakan pendekatan Net Present value (NPV) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi umur optimal peremajaaan adalah harga output, harga input, dan persentase kehilangan hasil. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa perlu penelitian pada masing-masing wilayah untuk penentuan umur optimal peremajaan dan faktor-faktor yang memengaruhi penentuan umur optimal peremajaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur optimal peremajaan kelapa sawit di Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur dan mengetahui pengaruh perubahan harga output kelapa sawit, biaya usahatani, produktivitas, dan perubahan tingkat suku

bunga terhadap umur optimal peremajaan kelapa sawit di Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur.

DATA DAN METODOLOGI

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Kabupaten Paser dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini merupakan kabupaten pengembangan awal kelapa sawit di Kalimantan Timur. Kabupaten Paser memiliki rumahtangga usaha perkebunan kelapa sawit sebanyak 14.608 rumahtangga (38,17% dari total rumahtangga usaha perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Timur). Umur tanaman kelapa sawit pada usaha perkebunan di Kabupaten Paser sangat beragam yaitu mulai umur tanaman belum menghasilkan (TBM), tanaman menghasilkan (TM), hingga tanaman tua yang berumur lebih dari 33 tahun.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan untuk analisis terdiri atas data produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, biaya sarana produksi usahatani, biaya tenaga kerja, harga output, dan luas lahan.

Data sekunder dalam penelitian ini terdiri atas data luas kebun dan produksi kelapa sawit di Kabupaten Paser, perkembangan harga TBS, jumlah rumahtangga petani kelapa sawit, dan hasil penelitian serta publikasi terkait kelapa sawit. Data dikumpulkan dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupeten Paser, Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur, PTPN XIII, dan KUD Sawit Jaya.

Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dari hasil survei pada usaha perkebunan rakyat kelapa sawit di Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Data primer dikumpulkan dari petani kelapa sawit melalui wawancara langsung dengan

menggunakan kuesioner serta dilakukan juga wawancara mendalam dengan orangorang penting (key informan) yang dapat memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

Penentuan sampel rumahtangga petani ditentukan secara purposif (purposive sampling). Pengambilan sampel secara purposif ini merupakan teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Judgement sampling) dan pengambilan sampel secara non probabilitas (Ilker Etikan 2016). Peneliti secara subyektif mengambil sampel dengan anggapan bahwa sampel yang diambil itu mencerminkan (representatif) bagi penelitiannya. Penelitian dengan teknik purposif ini biasanya berdasarkan penelitian terdahulu yang memberikan ciri-ciri tertentu pada beberapa individu dalam populasi (Alvi 2016). Pengambilan sampel secara purposif dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan berdasarkan strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto 2010).

Penelitian ini bertujuan untuk mencari data usahatani kelapa sawit di setiap umur tanaman sehingga peneliti berpedoman pada data tahun tanam yang dimiliki oleh koperasi dan informasi dari PTPN XIII serta rumahtangga yang mampu memberikan keterangan secara rinci mengenai usahataninya. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 268 rumahtangga petani dengan umur tanaman 0 tahun hingga 33 tahun. Analisis data menggunakan rata-rata data yang diperoleh dalam satuan per hektar per tahun. Teknik pengambilan sampel secara purposif untuk penentuan umur optimal tanaman telah dilakukan oleh Mwinjaka et al. (1999) pada 592 rumahtangga yang mengusahakan komoditas kelapa dan Kotagama et al. (2013) pada 34 petani yang memiliki usaha kurma komersial.

Analisis Data

Penentuan umur optimal peremajaan dimaksudkan untuk memperbaiki usahatani menuju sistem produksi yang ekonomi sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu:

Analisis untuk menentukan umur optimal peremajaan kelapa sawit.

Siklus produksi tanaman kelapa sawit diestimasi dengan menggunakan dua fungsi produksi yaitu fungsi produksi kuadratik dan fungsi produksi kubik. Persamaan fungsi produksi kuadratik:

y = at1 + bt + c

Persamaan fungsi produksi kubik:

v = hP- hr - c↑ - ^

dimana: y adalah produktivitas tandan buah segar (TBS) kelapa sawit (kg/ha/tahun); t adalah umur tanaman kelapa sawit (tahun); a,b,c,d adalah koefisien persamaan.

Penggunaan dua fungsi produksi ini untuk mengetahui perbedaan umur optimal peremajaan kelapa sawit jika siklus produksi tanaman berbeda. Fungsi produksi ini menjelaskan hubungan antara produktivitas dengan umur tanaman. Diasumsikan kedua fungsi produksi memenuhi asumsi fungsi produksi klasik (Debertin 1986) dan penggunaan fungsi produksi ini didasarkan pada kriteria hipotesis, estimasi, data, dan aplikasinya pada bidang pertanian (Griffin et al. 1987). Fungsi produksi kuadratik digunakan oleh Etheringthon (1977), Mwinjaka et al. (1999), Kotagama et al. (2013) pada penentuan umur optimal peremajaan karet, kelapa, dan kurma, sedangkan fungsi produksi kubik digunakan oleh Thang (2011) pada penentuan umur optimal peremajaan kopi.

Analisis data untuk menentukan umur optimal peremajaan dalam penelitian ini menggunakan metode Comparison of Equivalent Annual Net Revenue (CEAN). Metode ini membandingkan nilai pendapatan marjinal (marginal net Revenue/MNR) tanaman pada saat sekarang (present stand) dengan nilai present value dari pendapatan yang diamortisasi (the amortized present value of expected net revenues/APVNR) dari tanaman pengganti (Faris 1960). Pendapatan tahunan (Annual Net Return/ANR) dari tanaman kelapa sawit dalam analisis ini juga merupakan pendapatan marjinal tahunan (marginal net Revenue/ MNR).

Nilai ANR pada setiap tahun dirumuskan sebagai berikut:

NRt=Rtς

dimana: NRt adalah pendapatan pada tahun t; ^[ adalah penerimaan pada tahun t; Ct adalah biaya usaha tani yang dikeluarkan pada tahun t termasuk biaya bunga yang belum dibayar pada tahun awal penanaman dan biaya penanaman pada tahun t=0.

Present Value Annual Net Return pada setiap tahun dirumuskan sebagai berikut:

dimana: PV NRt adalah Present Value Annual Net Return; r adalah tingkat suku bunga.

Amortized present value of expected net revenue (APVNR) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Secara grafis kondisi ini dapat diilustrasikan pada Gambar 2.

  • 2.    Analisis sensitivitas untuk mengetahui perubahan umur peremajaan tanaman akibat perubahan dari faktor produktivitas, harga output, biaya usahatani, dan tingkat suku bunga.

Asumsi yang digunakan untuk penentuan perubahan faktor yang mempengaruhi umur peremajaan dalam penelitian ini adalah:

  • 1.    Perubahan harga output TBS sebesar 4 persen didasarkan pada perubahan rata-rata harga TBS di Kalimantan Timur selama periode 2010-2016.

  • 2.    Perubahan produktivitas TBS sebesar 7.24 persen didasarkan pada rata-rata pertumbuhan produktivitas kelapa sawit di Kalimantan Timur periode 2001-2014

  • 3.    Perubahan biaya usahatani sebesar 13.60 persen didasarkan pada rata-rata pertumbuhan upah di Kalimantan Timur tahun 2005-2014.

  • 4.    Perubahan tingkat suku bunga menjadi 7 persen didasarkan pada tingkat suku bunga pinjaman jika pinjaman peremajaan disubsidi pemerintah sebesar 5.25 persen dan perubahan tingkat suku bunga menjadi 12.25 persen jika pinjaman peremajaan tidak

disubsidi oleh pemerintah. Indikator tingkat suku bunga ini mengacu pada program KPEN-RP yang dilakukan oleh pemerintah dalam membantu pembiayaan peremajaan kelapa sawit di Indonesia.

Analisis sensitivitas dilakukan dengan membandingkan tanaman kelapa sawit yang ada (present stand) dengan tanaman pengganti yang memiliki karakteristik tanaman yang relatif sama dari sisi produksi, biaya, dan teknologi usahatani yang digunakan (identical replacement) serta membandingkan tanaman kelapa sawit yang ada (present stand) dengan tanaman pengganti yang memiliki karakteristik tanaman yang relatif berbeda (non identical replacement) dari sisi produksi, biaya, dan teknologi usahatani yang digunakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Usahatani dan Praktik Budidaya Kelapa Sawit di Kabupaten Paser Pengusahaan kelapa sawit di Kabupaten Paser hingga tahun 2016 (Tabel 1) menunjukkan perkembangan yang semakin meningkat dimana rata-rata pertumbuhan luas TBM selama periode 2010-2016 sebesar 46.91 persen, TM 7.77 persen, dan TTM 3.85 persen. Daerah di Kabupaten Paser dengan kondisi tanaman kelapa sawit yang perlu dilakukan peremajaan terdapat ditiga wilayah yaitu Kecamatan Long Ikis, Kuaro, dan Paser Balengkong.

Petani responden sebanyak 268 memiliki 408 unit berdasarkan umur tanaman. Rasio umur tanaman dengan jumlah responden yang ada yaitu 1.50. Artinya petani memiliki 1-2 umur tanaman yang berbeda. Kepemilikan kebun kelapa sawit dengan umur tanaman berbeda dapat membantu petani dalam mempersiapkan sumber pendapatan ketika kebun yang berumur tua diremajakan. Sebaran umur tanaman yang dimiliki petani disajikan pada Tabel 2.

Rata-rata luas lahan tanaman kelapa sawit yang dimiliki responden di Kabupaten Paser pada Tahun 2016 seluas 4.94 hektar. Sebaran luas lahan disajikan pada Tabel 3. Kepemilikan lahan yang lebih luas dapat membantu pendapatan petani dari sisi produksi yang

Tabel 1. Sebaran Tanaman Kelapa Sawit Berdasarkan Kondisi Tanaman di Kabupaten Paser Tahun 2016

No.

TGhis ruatan

Tjιax Tnnanisn ( Ha )

TDM

TM

TT TR

Jumlah

2,602.00

1,977.00

J1OO

7,332.00

2

Long Ikis

Λ510.00

17.W0.00

100.00

19.700.00

3

Kuaro

3,239.00

10,300.00

170.00

15,959.00

4

Hptu SlIfMZIM

544 00

59? 00

I Hfi 00

S

Mucro Samu

1,60/.OU

«7.00

-

1UJ4.⅛U

6

14 Iucro Kcuimi

93.00

447.00

-

342.00

7

Paaιr DeIeugkoiig

3,224.00

9.377.00

1'3.00

12,774.00

*

Eicu Eiiacu

6,714.00

6.6'9.00

-

13,393.00

9

Tanjung IIaripaB

586.00

925.00

-

L511.⅛0

LC

TanaJi Gfooot

587.00

787.00

l⅛S.00

1,342.00

'uinLah

26,7 j S.0O

31,341.00

614.00

79,213.00

Sumber: Disraiibuti Paser (2017)

Tabel 2. Sebaran Umur Tanaman Kelapa Sawit yang Dimiliki Responden di Kabuparen Pasei Taliun 2016

I Jlnur TanAmFin

(Tahun)

.Iiiiirilah Umt

PrrsrιιΓ∩Λe

0-10

167

40.93

11-20

Sb

21.08

21-30

87

21.32

>30

55

16.67

Jumlah

408

100.00

diperoleh dan cadangan pendapatan (buffer income) saat peremajaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 39.18 persen usaha kelapa sawit yang diusahakan perkebunan rakyat di Kabupaten Paser memiliki luas lahan relatif sempit yaitu antara 1-2 ha karena sebagian besar merupakan petani transmigrasi eks plasma PTPN XIII.

Rata-rata penerimaan usahatani kelapa sawit per hektar per tahun di Kabupaten Paser Rp 20,010,707,- dengan rata-rata biaya yang dikeluarkan Rp 7,290,503,-. Rata-rata pendapatan yang diterima per hektar per tahun adalah Rp 12,720,204,-.

Penentuan Umur Optimal Peremajaan

Penentuan umur optimal peremajaan tanaman diperlukan terkait isu utama dalam teori peremajaan tanaman tahunan menurut

Burger dan Smit (1997) terdiri atas 4 (empat) hal yaitu: (1) Ekspektasi, (2) Perhitungan present value, (3) Trade-off antara pendapatan saat ini dan pendapatan akan datang (present and future income), (4) Trade-off antara perubahan nilai aset dan pendapatan. Ekspektasi petani terhadap harga pembelian produk yang mereka hasilkan pada saat ini dan harga dimasa mendatang akan mempengaruhi keputusan melakukan peremajaan tanaman. Berdasarkan data survei dilakukan estimasi fungsi produksi hubungan antara produktivitas tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dan umur tanaman kelapa sawit untuk mengestimasi produktivitas optimal yang dapat dihasilkan. Estimasi fungsi produksi dilakukan secara trial and error dengan persamaan kuadratik dan persamaan kubik

Tabel 3. Sebaraii RcspoiLckii bcrdasaιkaιι Lnas Laliaii di Kabιιpalcn Faser 'l'alιιιιι 2016

I ιιn⅛ T.π bau (F I»)

JLliutflh ties] Hindcil

Pi-JHCii Liise

1-2

105

39. IS

>2-1

71

27.61

>4-10

65

24.25

>10

24

S 96

JiiiliIJl

268

100.00

Tabel 4. Umur Optimal Peremajaan Kelapa Sawit di Kabupaten Paser dan Perubahan harga TBS, Biaya Usahatani, Tingkat Suku Bunga, dan Produktivitas Usahatani pada Tanaman Pengganti yang memiliki Karakteristik yang Sama dengan Tanaman yang ada (Present Stand)

1 Γπuιr Ptrrm^jaan

Optimal (Taliiiii)

Xu

AiulisiK SeJUiilii iLj⅛

Kfodel 1

Model 2

CEuaESi kuadratik)

CbunEiikubik)

1

Kondei Aival

34 21

33.54

2

Basis Harpa TBS: Rp 13164⅛

F3CnibalianHarga IBS

j

Kenaikan harga IBS sebesar 4 persen

34.15

33.31

h

Penuninan harga IBS sebesar -1 persen

34.28

33.55

1

Basis Biaya Usahartani: Rp S,197√123, Ha'tahun

Perubalian Biaya UUahatani

3

Kenaikan Biava Usahatani 13.60 persen

34.44

33.59

h

Penuninan BLavaUsahatani 13.60 persen

34.01

33.47

4

Basis Tinckat Suku BmiEa: 9 persen

Perubalian Tinpkat Suku Bunpa

a

Tingkal Suku Eunga meningkat menjadi

I ? 25 prr⅛rιι

15 49

34 46

b

Tingkac Suku Bunga menurun menjudi

7 persen

33.35

32.87

5

Basis Produktivitas TBS: J 5.651 kgha tahun

Perubalian Produktivitas IBS

a

Krnaikan produktivitas TBS Snbesar 7

persen

34.11

33.50

b

Penurunan produktivitas IBS sebesar /

prrsrn

14 33

11 56

Tabel 5. Umur Optimal Peremajaan Kelapa Sawit di Kabupaten Paser dan Perubahan harga TBS, Biaya Usahatani, Tingkat Suku Bunga, dan Produktivitas usaha tani pada Tanaman Pengganti yang memiliki Karakteristik yang Berbeda dengan Tanaman yang ada (Present Stand)

Nu

Analisis Scnsitivitas

Umur Perentajaan Optimal (Tahun)

Mbdel L ■ Funuti Lcuadrariki

Model 2 i Funuii kubik)

1

KnrrliAi AwaJ

34.21

33.54

2

a

Bask Harua TSS: Rp 1,164⅛

Perabahan Harui TBS

Keiiaikan liar.ua TSS scbe&ar J persen

33.73

33 IL

b

Penurunan hartia TBS sebesar 4 persen

34.6?

33.94

3 □

Buis Biaya Usahatani: Rp S, 197/123, Hitahun

Pcrabahan Biaya Usahstani

Keuaikm Bux a Usaljalmii 13.60

persen

35.00

34.06

h

Prnuninan ∏ι av∏ I IsahnLini 13 60

JhCisen

33.41

32.95

4

a

Basis Tmukat Suku Buiura. 9 ptisen

PfflAxtfUH TiiiukaL Suku B unua Tinukat Suku Bunea meningkat Fiiritjadi 12 25 persen

35 49

34 46

b

Tinukit Suku Bunui menurun menjadi 7 per⅛en

33.35

32.87

3

a

Basis l⅛oduktivitas TESi 15.651 ku Iiaialiuii

PejubaLan PluduklitiLas TES

Kenaikan produktivitas TBS sebesar 7 pnrs m

33 35

32 7B

b

Pejiuiiiitai] pαoduklιιLas TBS sebeisi ? persen

35.00

31.23

sebagai berikut:

Model 1: Fungsi Produksi Kuadratik y = -4.127.KH2,513√,Ct - 60.15?

R2= 0 9275

Model 2: Fungsi Produksi Kubik y = -5:4O7.9O-2:923.3Qt -SS.99t⅛5492v


R2=O 9315

R^2 adalah koefisien determinasi yang menjelaskan besarnya kontribusi variabel umur tanaman mampu menjelaskan variasi dari produktivitas TBS. Persamaan fungsi produksi kubik memiliki nilai koefisien determinasi yang lebih tinggi jika


dibandingkan persamaan fungsi produksi kuadratik. Estimasi ini menunjukkan bahwa variasi umur tanaman kelapa sawit dapat menjelaskan variasi produktivitas kelapa sawit sebesar 92.79 persen pada fungsi produksi kuadratik dan 93.15 persen pada fungsi produksi kubik.

Berdasarkan kedua persamaan fungsi produksi, diperoleh produktivitas kelapa sawit yang optimal dicapai pada umur 2021 tahun. Hasil estimasi fungsi produksi menunjukkan bahwa kelapa sawit di Kabupaten Paser masih dapat berproduksi hingga umur 39 tahun pada model 1 dan umur 42 tahun pada model 2. Siklus produksi pada model 2 lebih lama jika dibandingkan model

1. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan, kapan saat peremajaan optimal kelapa sawit? Umur optimal peremajaan diperoleh jika “MNR=APVNR” . Asumsi yang digunakan dalam perhitungan adalah tingkat suku bunga sebesar 9 persen yang merupakan tingkat suku bunga pinjaman yang berlaku untuk skim kredit umum di Bank Rakyat Indonesia (BRI), rata-rata harga jual TBS Rp 1.164,-/kg, dan total produksi TBS 532.132 kg/ha/tahun. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa umur optimal peremajaan kelapa sawit di Kabupaten Paser dengan model 1 adalah 34 tahun, sedangkan dengan model 2 adalah 33 tahun.

Analisis Sensitivitas

Umur optimal peremajaan kelapa sawit diduga dipengaruhi oleh harga output TBS (p), produktivitas TBS (y), biaya usahatani (C) dan tingkat suku bunga (r). Untuk mengetahui pengaruh keempat faktor tersebut terhadap umur peremajaan maka dilakukan analisis sensitivitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan harga TBS, biaya usahatani, tingkat suku bunga, dan produktivitas TBS memengaruhi penentuan umur optimal peremajaan. Umur optimal peremajaan semakin cepat jika harga TBS naik, biaya usahatani turun, tingkat suku bunga mturun dan produktivitas usahatani meningkat, sebaliknya umur optimal peremajaan semakin lama jika harga TBS turun, biaya usahatani meningkat, tingkat suku bunga meningkat, dan produktivitas TBS turun. Umur peremajaan optimal dengan persamaan fungsi produksi kuadratik lebih cepat dibandingkan persamaan fungsi produksi kubik.

Umur optimal peremajaan dengan membandingkan antara tanaman kelapa sawit yang ada dengan tanaman pengganti yang memiliki karakteristik yang relatif sama (Tabel 4) hanya sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga yang lebih rendah dapat mendorong peremajaan kelapa sawit lebih cepat. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Kotagama et al. (2013) pada tanaman kurma dimana umur optimal peremajaan kurma sensitif dipengaruhi oleh tingkat suku bunga dan penelitian Widyasari et al. (2015) yang menunjukkan bahwa umur optimal peremajaan tanaman karet tidak sensitif terhadap perubahan harga output dan perubahan biaya usahatani.

Umur optimal peremajaan dengan membandingkan antara tanaman kelapa sawit yang ada dengan tanaman pengganti yang memiliki karakteristik berbeda (Tabel 5) sensitif terhadap kenaikan harga TBS, penurunan biaya usahatani, perubahan terhadap tingkat suku bunga, dan kenaikan produktivitas TBS.

Kenaikan harga TBS sebesar 4 persen dari Rp 1,146/kg menjadi Rp 1,210/kg dapat memperpendek umur optimal peremajaan

kelapa sawit di Kabupaten Paser. Perubahan harga sebesar 4 persen ini didasarkan pada harga acuan pembelian TBS yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Timur pada umur tanaman yang berbeda. Kondisi harga TBS yang diterima petani di Kabupaten Paser relatif bervariasi ditentukan oleh sistem pemasaran TBS yang ada, dimana petani dapat menjual TBS ke pabrik kelapa sawit, tengkulak, maupun loading ramp dengan harga beli TBS yang bervariasi. Harga menjadi faktor penentu penerimaan dan pendapatan usahatani yang memengaruhi perhitungan umur optimal peremajaan kelapa sawit.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ismail dan Mamat (2002) menyatakan bahwa harga saat ini dan dimasa mendatang mempengaruhi secara langsung terhadap umur optimal peremajaan. Kenaikan rata-rata harga output meningkatkan keuntungan usahatani kelapa sawit tetapi pengaruh kenaikan harga bersifat jangka pendek. Kenaikan harga output TBS memperpendek umur optimal peremajaan. Penelitian Trivedi (1988) di India pada tanaman kakao menunjukkan jika harga tinggi maka menghambat terlaksananya peremajaan tanaman dalam jangka pendek tetapi dengan harga tinggi dalam jangka panjang akan mendorong terlaksananya peremajaan tanaman. Thang (2009) pada penentuan umur optimal tanaman kopi menunjukkan bahwa umur optimal peremajaan kopi dipengaruhi oleh harga kopi yang diharapkan dan keuntungan dari tanaman lain yang dimungkinkan untuk menggantikan kopi.

Efek harga terhadap umur optimal peremajaan relatif sedikit (Faris dan Read 1962). Kenaikan harga output secara relatif terhadap harga input berpengaruh terhadap pergeseran pendapatan tahunan kearah atas dari tanaman saat ini dan amortisasi pendapatan yang didiskonto dari tanaman pengganti.

Perubahan biaya mempengaruhi umur peremajaan optimal kelapa sawit di Kabupaten Paser. Penurunan biaya usahatani sebesar 13.60 persen dapat memperpendek umur optimal peremajaan. Penetapan persentase perubahan biaya ini didasarkan pada perkembangan upah tenaga kerja

sektor pertanian di Provinsi Kalimantan Timur. Komponen tenaga kerja merupakan salah satu komponen biaya yang cukup besar di keluarkan pada usahatani kelapa sawit, sehingga perubahan upah akan memengaruhi biaya usahatani. Biaya investasi untuk peremajaan kelapa sawit dari 0 tahun sampai 2 tahun sebesar Rp 11,175,363,- sedangkan kebutuhan biaya investasi dan biaya produksi hingga investasi kembali pada umur 7 tahun sebesar Rp 34,594,923,-. Biaya usahatani di Kabupaten Paser sebagian besar digunakan untuk biaya tenaga kerja usahatani (58.12 persen), sebesar 23.37 persen untuk biaya sarana produksi usahatani, dan sebesar 18.51 persen untuk biaya angkut TBS.

Kenaikan produktvitas TBS sebesar 7 persen dapat memperpendek umur optimal peremajaan. Penetapan perubahan produktivitas didasarkan pada perubahan produktivitas yang dicapai oleh perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Timur. Produktivitas menjadi cerminan hasil dari berbagai manajemen kebun yang dilakukan oleh petani. Rata-rata produktivitas yang dicapai petani kelapa sawit berdasarkan umur tanaman pada tahun 2016 di Kabupaten Paser sebesar15.65ton/ha/tahun.Jikadibandingkan dengan produktivitas kesesuaian lahan kelas S3 maka produktivitas yang mampu dicapai masih dibawah rata-rata yaitu 22.96 ton/ ha/tahun atau hanya mampu mencapai 74.77 persen dari potensi produksinya. Hasil penelitian produktivitas ini masih lebih tinggi dibanding hasil penelitian Anwar et al. (2014) yaitu produktivitas mencapai 12.66 ton/ha/ tahun dari produktivitas potensi TBS di kelas lahan S3. Capaian produktivitas di Kabupaten Paser masih berada diatas standar patokan peremajaan kelapa sawit per hektar per tahun adalah 10 ton (Permentan 2016). Pendapatan per hektar per tahun sebesar Rp 12,720,204,-dapat menjadi sumber dana untuk peremajaan kelapa sawit. Rumahtangga petani dengan luasan lahan dibawah 4 hektar akan kesulitan untuk menyisihkan pendapatannya untuk dana peremajaan.

Hasil penelitian ini yang memperoleh bahwa perubahan biaya dan produktivitas mempengaruhi umur optimal peremajaan

sejalan dengan penelitian Meksike et al. (2010) pada perkebunan karet yang menunjukkan bahwa periode penggantian tanaman secara aktual dipengaruhi oleh perubahan harga input dan harga output, tingkat diskonto, pajak pendapatan dan kemampuan manajerial perusahaan. Mahrizal et al. (2013) melakukan studi pada tanaman kakao di Ghana menunjukkan bahwa umur optimal peremajaan kakao dipengaruhi oleh harga kakao, harga pupuk, harga tenaga kerja, dan persentase kehilangan hasil. Etherington dan Jayasuriya (1977) pada tanaman karet menunjukkan bahwa teknologi sebagai proksi dari perubahan produktivitas dengan kombinasi berbagai tingkat suku bunga dapat mempengaruhi perubahan umur optimal peremajaan. Produktivitas tinggi yang dihasilkan dari teknologi tertentu dengan tingkat suku bunga tinggi dapat memperpanjang umur optimal peremajaan. Hasil penelitian penentuan umur optimal peremajaan ini memberikan gambaran bahwa saat ini tanaman kelapa sawit di wilayah kabupaten Paser telah memasuki masa peremajaan. Rumahtangga petani yang memiliki umur tanaman kelapa sawit diatas 20 tahun sebanyak 36.28 persen menyatakan berharap bantuan dana peremajaan dalam waktu dekat dan sedang dalam proses pengajuan bantuan dana peremajaan dan saat ini hanya 16.81 persen yang memiliki ketersediaan bibit untuk peremajaan kelapa sawit. Rumahtangga petani kelapa sawit tersebut sebanyak 57.52 persen menyatakan belum merencanakan dan belum tahu metode yang akan digunakan dalam peremajaan kelapa sawit. Kondisi kesiapan rumahtangga petani dengan tanaman kelapa sawit berumur tua memperlihatkan bahwa mereka belum mampu untuk meremajakan sendiri.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa tanaman kelapa sawit di wilayah kabupaten Paser yang berumur 34 tahun telah memasuki umur optimal peremajaan dan harus segera diremajakan untuk menjaga keberlanjutan pendapatan rumahtanggakelapasawit. Haliniditunjukkan

dengan hasil estimasi bahwa umur optimal peremajaan kelapa sawit di Kabupaten Paser dengan fungsi produksi kuadratik dan fungsi produksi kubik berkisar antara 33-35 tahun. Umur optimal peremajaan kelapa sawit di Kabupaten Paser akan semakin pendek apabila terjadi penurunan tingkat suku bunga, kenaikan produktivitas TBS, kenaikan harga TBS, dan penurunan biaya usahatani.

SARAN

Rumahtangga petani di Kabupaten Paser yang memiliki umur tanaman diatas 30 tahun harus didorong untuk segera melaksanakan peremajaan kelapa sawit. Pemerintah dapat memberikan dukungan untuk mendorong percepatan peremajaan kelapa sawit di Kabupaten Paser dengan kebijakan subsidi dana peremajaan seperti pada program Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) sehingga dapat membuka akses petani terhadap bantuan pembiayaan dari eksternal.

Percepatan peremajaan kelapa sawit di Kabupaten Paser dapat dilakukan dengan peningkatan pendapatan petani melalui peningkatan produktivitas TBS, kenaikan harga TBS dan penurunan biaya usahatani. Peningkatan produktivitas TBS dapat dilakukan petani dengan penggunaan input yang dapat meningkatkan produksi (seperti pupuk) dan melakukan penunasan kelapa sawit. Peningkatan harga TBS dapat diperoleh petani dengan menjual TBS ke tempat pembelian TBS yang memberikan harga beli lebih tinggi serta pemerintah sebaiknya mengatur mekanisme harga TBS yang berlaku di Kabupaten Paser. Pengeluaran biaya usahatani dapat ditekan oleh petani dengan lebih memperhatikan penggunaan input tenaga kerja.

REFERENSI

Aladejimokun OA, Ogundari K. 2008. Optimum Period and Determinants of Replacing Aged Cocoa Trees in Nigeria: An Economic Analysis. The Empirical Economics Letters, 7(2): 153-159.

Alvi M. 2016. A Manual for Selecting Sampling Techniques in Research. MPRA paper No.

70218.

Anwar R, Sitorus SRP, Fauzi AM, Widiatmaka, Machfud. 2014. Technical Culture and Productivity of Oil Palm in Several Plantations in East Kalimantan. International Journal of Latest Research in Science and Technology 3 (Issue 2): 19-24.

Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta, Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2014. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

Burger K, Smit HP.1997. The Impact of Prices and Technology in the Replanting of Perennial Crops. In: Bauer, S.; Herrmann, R.; Kuhlmann, F.: Märkte der Agrar-und Ernährungswirtschaft – Analyse, einzelwirtschaftliche Strategien, staatliche Einflussnahme. Schriften der Gesellschaft für Wirtschafts- und Sozialwissenschaften des Landbaues e.V., Band 33, Münster-Hiltrup: Landwirtschaftsverlag: 263-271.

Debertin DL. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company, Canada.

[Distanbun Paser] Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Paser. 2017. Statistik Perkebunan Kalimantan Timur Tahun 2016. Tanah Grogot (ID): Dinas Perkebunan Kabupaten Paser.

[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. 2014. Statistik Perkebunan Indonesia 2013-2015: Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian.

Etherington DM. 1977. A Stochastic Model for the Optimal Replacement of Rubber Tree. Australian Journal of Agricultural Economics 21:40-58.

Fairhurst T, Griffiths W. 2014. Oil Palm: Best Management Practices for Yield Intensification. International Plant Nutrition Institute (IPNI), Singapore.

Faris JE. 1960. Analytical techniques used in determining the optimum replacement pattern. Journal of Farm Economics 42:755766.

Faris JE, AD Read. 1962. When to Replace Cling Peach Trees. Extension Service Circular 512. California Agricultural Experimental

Station, Berkeley.

Griffin RC, John MM, ME Rister. 1987. Selecting Functional Form in Production Function Analysis. Western Journal of Agricultural Economics 12(2): 216-227.

Ilker Etikan, Sulaiman AM, Rukaya SA. Comparison of Convenience Sampling and Purposive Sampling. American Journal of Theoritical and Applied Statistics 5 (1): 1-4.

Ismail A, Mamat MM. 2002. The Optimal Age of Oil Palm Replanting. Oil Palm Industry Economic Journal 2(1):11-18.

Kotagama HB, Al-Alawi AJT, Boughanmi H, Zekri S, Jayasuriya H, Mbaga M. 2013. Economic Analysis Determining The optimal Replanting Age of Date palm. Agricultural and Marine Sciences 18:51-61.

Ng SK. 1983. Advances in oil palm nutrition: agronomy and productivity in Malaysia. PORIM Occas. Paper 12, 1–20.

Mahrizal, Nalley LL, Dixon BL, Popp JS. 2013. An Optimal Phased Replanting approach for cocoa trees with application to Ghana. Agricultural Economics 45:1-12.

Mesike CS, Sagay GA. 2010. Optimum replacement period for rubber plantation in Nigeria. Quartely Journal Of International Agriculture 49(3): 257-270.

Mwinjaka S, Chiduza C, Temu AE, Sukume C, Diehl L. 1999. Coconut Palm Replacement Model for Tanzanian Farming Systems. Journal of Agricultural Economics and Development 3: 61-70.

Omar I, Ismail A, Chong CL. 2001. Improving Productivity: The Replanting Imperative. Oil Palm Industry Economic Journal 2: 21-27.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pedoman Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.

Perrin RK. 1972. Asset replacement principles. American Journal of Agricultural Economics 54:60-67.

Sutarta ES, Rahutomo S. 2013. New Standard for FFB Yield of IOPRI’s Planting Materials Based on Land Suitability Class. Medan, International Oil Palm Research Institute.

Thang TC, Burton M, Brennan, D. 2009.

Optimal replanting and cutting rule for coffee farmers in Vietnam. AARES 53rd Annual Conference 2009.

Trivedi PK. 1988. A Model of Cocoa Replanting and New Planting in Bahia Brazil 1966-85. Working papers 92 International commodity markets. International Economics Department The World Bank.

Ukwuteno SO, Okorji EC, Opaluw HI. 2015. Determination of economic Optimum Replacement Age of Oil Palm in Kogi State, Nigeria. International Journal of Forest, Soil, Erosion 5(3): 57-61.

Wahid MB, Simeh MA. 2010. Accelerated Oil Palm Replanting: The Way Forward For A Sustainable and Competitive Industry. Oil Palm Industry Economic Journal 10(2):29-38. Widyasari T, Hartono S, Irham. 2015. Peremajaan Optimal Tanaman Karet di PT Perkebunan Nusantara IX (Analisis Simulasi pada Kebun Getas). Jurnal Penelitian Karet 33(1):47-56.

Woittiez LS, Mark TVW, Maja S, Meine VN, Ken EG. 2017. Yield gaps in oil palm: A quantitative review of contributing factors. European Journal of Agronomy 83: 57–77.

2.2.

115