pISSN : 2301 - 8968

eISSN : 2303 - 0186

JEKT ♦ 10 [2] : 175-182

Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Dana Desa untuk Mendorong Kemandirian Masyarakat Pedesaan

Gayatri*)

Made Yeni Latrini

Ni Luh Sari Widhiyani

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara penerapan transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan dana desa. Akuntabilitas pengelolaan dana desa merupakan upaya untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan dokumentasi dengan tujuan untuk memperoleh data yang akurat. Teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif dengan korelasi tau kendall. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara penerapan tranparansi dan akuntabilitas dengan pengelolaan keuangan dana desa dan hubungan antar variabel tersebut adalah kuat.

Kata kunci : Akuntabilitas, keuangan dana desa

ABSTRACT

This study aims to determine the relation between the application of transparency and accountability on village fund allocation management. The accountability applied as a way to incarnate better governance, from its planning, execution, reporting, and accountability. We uses primary data gained from questionaires and documentations. We analyze the data using descriptive statistics and tau kendall correlations. The result suggests that there are strong relations between apllication of transparency and accountability toward the management of village funding.

Keywords : Accountability, village fund

PENDAHULUAN

Desentralisasi politik yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya perubahan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Terjadinya desentralisasi memberikan keleluasaan untuk menghasilkan keputusan-keputusan politik tanpa intervensi pemerintah pusat (Dwipayana, 2003). Desentralisasi diharapkan menghasilkan dua manfaat nyata yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan serta mendorong pemerataan

hasil-hasil pembangunan di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masyarakat; kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintahan yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap. Tingkat pemerintahan yang paling rendah adalah desa (Mardiasmo, 2009).

Desa mempunyai peran strategis untuk membantu pemerintah daerah dalam proses penyelenggaraan pemerintahan termasuk pembangunan. Otonomi desa

175

akan menjadi kekuatan bagi pemerintah desa untuk mengurus, mengatur dan menyelenggarakan rumah tangganya sendiri serta mempertanggungjawabkannya. Pertanggungjawaban yang harus dilakukan adalah pertanggungjawaban pengelolaan anggaran desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Prinsip yang dianut dalam pengelolaan dana desa adalah money follows function artinya pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan (Simanjuntak, 2002).

Desa menjadi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Desa juga mempunyai kewenangan untuk membuat peraturan tentang alokasi dana desa yang merupakan bagian dari kewenangan fiskal desa untuk mengatur dan mengelola keuangannya (UU No. 12, 2008). Alokasi dana desa merupakan bagian dari APBN yang kemudian diserahkan kepada APBD. Alokasi dana desa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pengelolaan keuangan negara, sehingga sistem dan mekanisme pengelolaan dana desa harus sesuai dengan peraturan keuangan negara (Permendagri 37, 2007). Pemerintah kemudian melakukan revisi atas peraturan dana desa dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, dilanjutkan dengan petunjuk pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 sebagai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa. Dalam peraturan ini dengan jelas menyebutkan bahwa sumber anggaran dana desa berasal dari APBN.

Tujuan pembangunan dana desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal serta pemanfaatan

sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan (UU No. 6, 2014). Alokasi dana desa dalam APBN tahun 2015 di seluruh Indonesia berjumlah Rp 9.066,2 miliar kemudian ditambah lagi dalam APBN-P tahun 2015 menjadi Rp 20.766, 2 miliar untuk 74.093 desa. Pengalokasian dana desa dalam APBN 2015 ke masing-masing provinsi kemudian disalurkan ke kabupaten/kota oleh Kementerian Keuangan. Untuk Propinsi Bali di tahun 2015, dana desa dialokasikan kepada 716 desa untuk 9 kabupaten/kota seperti nampak dalam tabel 1. Pengelolaan keuangan dana desa dilaksanakan untuk mewujudkan desa sebagai suatu pemerintahan terdepan dan terdekat dengan rakyat, yang kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga mampu melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat adil, makmur, dan sejahtera. Desa berperan penting untuk menanggulangi kemiskinan yang dialami sebagian besar masyarakat yang tinggal di pedesaan (Rohidin, 2010).

Tabel 1. Alokasi Dana Desa Tahun 2015 di Propinsi Bali

Kabupaten

Jumlah (Rp)

Badung

13.826.342.000

Bangli

19.197.775.000

Buleleng

36.812.689.000

Gianyar

19.166.561.000

Jembrana

12.410.047.000

Karangasem

21.962.811.000

Klungkung

15.260.570.000

Tabanan

37.068.941.000

Denpasar

9.723.248.000

Jumlah

185.428.984.000

Sumber: Lampiran XXII Perpres No. 36 Tahun 2015.

Masyarakat pada era demokrasi ini selalu menuntut adanya pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab, dan transparan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah yang semakin tinggi (Hupe dan Hill, 2007; Brusca dan Montesinos, 2006; Koppel, 2005). Akuntabilitas menunjuk kepada mekanisme yang diberikan kepada pejabat publik untuk dapat menjelaskan dan memastikan bahwa mereka telah bertindak benar, berperilaku etis serta bertanggung

jawab atas kinerjanya (Scott, 2000; Romek dan Ingraham, 2000; Mulgan, 2003; Bovens, 2007). Tuntutan terhadap akuntabilitas pemerintah ditujukan pada semua tingkatan dari pemerintah pusat sampai dengan pemerintah desa. Meskipun tuntutan atas akuntabilitas pengelolaan keuangan semakin tinggi tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak organisasi pemerintah tidak mampu mewujudkan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah dengan baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Bovens (2007), Dixon et al. (2006), Lodhia dan Burritt (2004) atas praktek akuntabilitas keuangan sektor publik menemukan bahwa meskipun mekanisme akuntabilitas telah dibangun dengan baik, namun mekanisme tersebut sering tidak dipatuhi oleh pelaksana program. Kondisi terjadinya disfungsional mekanisme akuntabilitas yang telah ditetapkan berakibat pada rendahnya legitimasi pemerintah di mata publik (Bovens, 2007). Disfungsional akuntabilitas di era desentralisasi ini semakin mengkhawatirkan ketika semakin banyak organisasi publik di tingkat lokal diberikan otonomi untuk mengelola anggaran pemerintah (Mulgan, 2003).

Salah satu hasil kajian yang dilaksanakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (2015) menunjukkan adanya permasalahan dalam sumber daya manusia atas pengelolaan keuangan dana desa. Permasalahan yang dihadapi: pertama, rendahnya kemampuan administrasi aparat pemerintah desa, sehingga sangat sulit mengharapkan profesionalisme kerja pada street level bureaucrats karena memiki kemampuan administratif yang terbatas (Hupe dan Hill, 2007). Belum efektifnya pembinaan aparat pemerintahan desa dan kompetensi sumber daya manusia sehingga memerlukan pendampingan dari pemerintah secara berkelanjutan (Agus Subroto, 2008). Kemampuan administratif merupakan core of government dan menjadi komponen penting dalam melaksanakan pemerintahan(Farazman,2009).Pemerintahan yang kapasitas administratifnya lemah, maka akan mengalami masalah dalam pengelolaan keuangan negara (Hughes et al., 2004); kedua, tenaga pendamping desa

berpotensi melalukan korupsi/fraud dengan memanfaatkan lemahnya aparat desa.

Permasalahan lain yang dihadapi adalah kesiapan terkait regulasi dana desa hingga ke level pemerintah daerah belum lengkap. Dana desa akan dikawal oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, tetapi seluruh perangkat desa dan perangkat pemerintah daerah berada dalam kewenangan Kementerian Dalam Negeri. Sehingga harus ada koordinasi yang baik antara Kementerian Dalam Negeri dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.

Pada aspek pengawasan permasalahan yang dihadapi atas pengelolaan keuangan dana desa yaitu: pertama, efektivitas inspektorat daerah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan di desa masih rendah; kedua, saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah; dan ketiga, ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh camat belum jelas. Banyak desa belum memiliki kesiapan yang memadai dalam penerapan Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014. Disamping itu kemampuan kepala desa beserta aparaturnya terkait proses dan administrasi pemerintahan masih kurang. Surat pertanggungjawaban (SPJ) belum memenuhi syarat formal dan material, pemeriksaan atasan langsung atas pengelolaan keuangan belum dilaksanakan sesuai ketentuan. Pengelolaan pembangunan dan administrasi pelaksanaan kegiatan belum tertib. Belum lengkapnya buku administrasi keuangan ataupun barang desa.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Klungkung karena secara geografis merupakan kabupaten terkecil di Provinsi Bali dan memiliki tiga kepulauan yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan (www.klungkungkab.go.id, 2015). Kabupaten Klungkung memiliki jumlah penduduk terkecil di provinsi Bali yaitu 227.326 orang (Disdukcapil, 2015). Secara tipologi Kabupaten Klungkung terdiri dari 53 desa, tidak ada satupun desa tertinggal, 88,68 % merupakan desa berkembang dan 11,32% merupakan desa mandiri. Sedangkan Indeks Pembangunan Desa (IPD) Kabupaten Klungkung sebesar 67,69% lebih rendah dari

padaIPDProvinsiBaliyaitu67,77%(BPS,2016). Dapat dikatakan IPD Kabupaten Klungkung sebesar 67,69% merupakan desa berkembang. Yang dimaksud desa berkembang adalah desa yang mempunyai ketersediaan dan akses terhadap pelayanan dasar yang mencukupi (72,55%), infrastruktur yang memadai (52,27%), aksesibilitas/transportasi (83,26%), pelayanan umum (53,50%), serta penyelenggaraan pemerintahan yang cukup memadai (73,90%).

Dana desa yang diberikan ke Kabupaten Klungkung pada tahun 2015 berjumlah Rp 15,6 miliar untuk 53 desa sedangkan di tahun 2016 dana desa yang diberikan kepada Kabupaten Klungkung sebesar Rp 99 miliar untuk 53 desa (Rukijo, 2015). Pemanfaatan dana desa di Kabupaten Klungkung belum maksimal. Hal ini diperkuat oleh pernyataan anggota komisi IV DPRD Provinsi Bali Dapil Klungkung yaitu banyak dana desa masih terparkir di rekening desa karena kepala desa dan perangkat desa tidak berani mencairkan dana desa. Para kepala desa takut mencairkan karena takut salah (nusabali.com, 2015). Untuk itu maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan antara penerapan transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan dana desa” dengan hipotesis “Terdapat hubungan antara penerapan transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan dana desa”.

METODOLOGI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transparasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan dana desa. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Definisi konsep dalam penelitian ini adalah: pertama, transparansi yaitu terbukanya akses bagi masyarakat untuk memperolehinformasimengenaiperencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban pengelolaan dana desa; kedua, akuntabilitas yaitu pertanggungjawaban tim pelaksana pengelolaan dana desa kepada masyarakat; ketiga, pengelolaan keuangan dana desa yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan dan pertanggungjawaban mengenai pengelolaan keuangan dana desa. Penanggung jawab utama pengelolaan dana desa adalah kepala desa.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah transparansi dan akuntabilitas sedangkan variabel terikatnya adalah pengelolaan keuangan dana desa. Transparansi dan akuntabilitas dijabarkan dalam empat tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pengawasan dan tahap pertanggungjawaban, sedangkan pengelolaan keuangan dana desa menggunakan indikator kinerja tim pelaksana dana desa.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh desa di Kabupaten Klungkung yang berjumlah 53 desa. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah proportional random sampling yaitu teknik pengambilan sampel untuk populasi yang heterogen seperti desa dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat keterwakilan sampel yang diambil. Besarnya sampel yang diambil menggunakan rumus slovin. Metode pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner dan dokumentasi. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah tertutup yaitu responden menjawab pertanyaan dengan memilih jawaban yang sudah disediakan. Beberapa alternatif jawaban yang terdapat dalam kuesioner kemudian diberikan skor dengan menggunakan skala Likert 5. Jawaban a diberi skor 5, jawaban b diberi skor 4, jawaban c diberi skor 3, jawaban d diberi skor 2 dan jawaban e diberi skor 1.

Teknik pengolahan data dilakukan dalam tiga tahap yaitu: pengeditan, koding, dan tabulasi data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif yaitu menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum (Sugiyono, 2009). Jawaban dalam pengukuran transparasi pengelolaan dana desa menggunakan skala likert 5 dengan kategori sebagai berikut: tidak transparan (TT) diberi angka 1, kurang transparan (KT) diberi kode 2, cukup transparan (CT) diberi kode 3, transparan (T) diberi kode 4, dan

sangat transparan (ST) diberi kode 5. Jawaban dalam pengukuran akuntabilitas pengelolaan dana desa menggunakan skala likert 5 dengan kategori sebagai berikut: tidak akuntabel (TA) diberi kode 1, kurang akuntabel (KA) diberi kode 2, cukup akuntabel (CA) diberi kode 3, akuntabel (A) diberi kode 4, dan sangat akuntabel (SA) diberi kode 5. Jawaban dalam pengukuran pengelolaan keuangan dana desa menggunakan skala likert 5 dengan kategori sebagai berikut: tidak baik (TB) diberi kode 1, kurang baik (KB) diberi kode 2, cukup baik (CB) diberi kode 3, baik (B) diberi kode 4, dan sangat baik (SB) diberi kode 5. Kemudian dilakukan penghitungan rata-rata hasil penelitian, menghitung persentase, dan pengujian instrumen penelitian yaitu uji validitas dengan metode korelasi product moment dan uji realibilitas dengan metode alpha cronbach. Untuk mencari hubungan antara transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan dana desa digunakan rumus koefisien korelasi tau kendall.

n   = Jumlah subyek

∑s  = Jumlah ranking

T    = Koefisien korelasi kendall’s tau

Pengujian terhadap koefisien korelasi rangking Kendall’s tau menggunakan pendekatan statistic uji z, yaitu:

t = Harga koefisien korelasi kendall’s tau

n = Jumlah sampel

Analisis kolerasi kendall’s tau memiliki rentang angka korelasi yang mempunyai interval -1 sampai +1. Sebagai berikut:

Angka 0 - 0,5


= Korelasi lemah


Angka > 0,5 - 0,7           = Korelasi

kuat

Angka > 0,7 - mendekati 1 = Korelasi sangat kuat

Signifikansi hasil kolerasi berdasarkan probabilitas:

Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima

Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak

Kaidah pengambilan kesimpulan: Tolak H0 jika z > z0.025 atau berdasarkan probabilitas H0 ditolak jika p(z > Z ) < a2 atau 2.p(z > Z) < a untuk uji dua sisi, artinya terdapat hubungan antara penerapan transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan dana desa.

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Klungkung, dengan jumlah desa yang menerima alokasi dana desa sesuai dengan data Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal sebanyak 53 desa yang tersebar di 4 kecamatan. Sampel dalam penelitian ini adalah 47 desa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner yang diberikan kepada kepala desa, Badan Pengawas Desa (BPD), Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan tokoh masyarakat yang dianggap mengerti tentang arti akuntabilitas, transparansi, dan pengelolaan keuangan dana desa. Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment. Uji validitas dilakukan terhadap variabel bebas X1, X2 dan Variabel terikat Y. Kriteria keputusan jika validitas hitung > r tabel maka valid.

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan alpha cronbach. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika nilai alpha Cronbach > 0,6. Uji reliabilitas terhadap instrumen akuntabilitas (X1) dengan 12 pertanyaan menunjukkan nilai 0,845>0,6, terhadap transparansi (X2) dengan 12 pertanyaan menunjukkan nilai 0,926 > 0,6, terhadap pengelolaan keuangan dana desa (Y) dengan 10 pertanyaan menunjukkan nilai 0,829 > 0,6. Sehingga semua instrumen yang digunakan

Tabel 2. Descriptive Statistics

N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

Rata2 Akuntabilitas

104

2.50

4.75

3.8471

.41993

Rata2_T ransparansi

104

2.83

5.00

3.9218

.51384

Rata2Pengelolaan K

104

3.00

5.00

3.8529

.43264

ValidN (Iistwise)

104

Tabel 3. Correlations


Akuntabilitas

Transparansi

PengelolaanK

Akuntabi-

Correlation

Coefficient

1.000

.587“

.572”

litas

Sig. (2-tailed)

.000

.000

N

104

104

104

Kendall's

Transpa-

Correlation Coefficient

.587”

1.000

.507”

tau b

ransi

Sig. (2-tailed)

.000

.000

N

104

104

104

Pengelo-

Correlation

Coefficient

.572”

.507"

1.000

Iaan K

Sig. (2-tailed)

.000

.000

N

104

104

104

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


dalam penelitian ini adalah reliabel.

Dari 104 pengamatan yang telah lolos uji validitas dan uji reliabilitas, diperoleh nilai statistik deskriptif untuk menghitung rata-rata yang disajikan dalam tabel 2.

Hasil penelitian variabel akuntabilitas (X1) atas 104 responden diperoleh nilai terendah 2.5 dan nilai tertinggi 4.75 sehingga rentang nilai 2.25. Rata-rata diperoleh 3,8471 dengan standar deviasi 0,41993. Hasil penelitian variabel transparansi (X2) diperoleh nilai terendah 2.83 dan nilai tertinggi 5 sehingga rentang nilai 2.17. Rata-rata diperoleh 3,9218 dengan standar deviasi 0,51384. Hasil penelitian variabel pengelolaan keuangan dana desa (Y) diperoleh nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 5 sehingga rentang nilai 2. Rata-rata diperoleh 3,8529 dengan standar deviasi 0,43264.

Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan korelasi kendall’s tau atau uji z dengan taraf signifikansi 5%. Berdasarkan atas hasil analisis dalam tabel 3 menunjukkan terdapat hubungan antara penerapan transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan dana desa dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga hipotesis diterima. Sedangkan untuk melihat keeratan hubungan antar variabel dibuktikan dengan nilai correlation coeficient terhadap:

variabel akuntabilitas adalah 0,587 dan 0,572, variabel transparansi adalah 0,587 dan 0,507, dan variabel pengelolaan keuangan dana desa sebesar 0,572 dan 0,507. Rentang angka korelasi antara 0,5 sampai 0,7 menunjukkan hubungan yang kuat diantara variabel.

REKOMENDASI

Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara penerapan tranparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan dana desa dan terdapat hubungan yang kuat atas variabel transparansi, akuntabilitas dan pengelolaan dana desa. Penelitian ini terbatas atas desa yang ada di Kabupaten Klungkung. Diharapkan pada penelitian berikutnya perlu diperluas untuk seluruh desa yang ada di Bali sehingga dapat dibuat suatu generalisasi atas penerapan transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan dana desa.

REFERENSI

Agus Subroto. 2008. Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa: Studi Kasus Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa-Desa dalam Kecamatan Tlogomulyo Kabupaten Temanggung Tahun 2008. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang.

Bovens, M. 2007. Analyzing and

Assessing Accountability: A Conceptual Framework. European Law Journal, Vol. 13, Spring 2008: 173-190.

BPS. 2016. Peta Tematik Indeks

Pembangunan Desa Provinsi Bali 2014. Penerbit BPS Provinsi Bali.

Brusca, I. dan Montesinos, V. 2006. Are Citizens Significant Users of Government Financial Information. Journal Public Money & Management, Vol. 26, No. 4: 205-209.

Dixon, R. Ritchie, J. dan Siwale, J. 2006. Microfinance: Accountability from The Grassroots. Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 19, No. 3: 405-427.

Dwipayana, Aridan Suntoro Eko. 2003. Membangun Good Governance di Desa. Institute of Research and Empowerment. Yogyakarta.

Farazman, A. 2009. Building Administrative Capacity for The Age of Rapid Globalization: A Modest Prescription for The Twenty-First Century. Public Administration Review, Vol. 69, No. 6: 1007-1020.

http://disdikpora.klungkungkab. go.id/index.php/statistik/5/Indeks-Pembangunan-Manusia-awalIPMakhir-Kabupaten-Klungkung

Hughes, J., Sasse, G., dan Gordon, C. 2004. Conditionality and Compliance in The EU’s Eastward Enlargement: Regional Policy and The Reform of Sub-national Government. Journal of Common Market Studies, Vol. 42, No. 3: 523-551.

Hupe, P dan Hill, M. 2007. Street-Level Bureucracy and Public Accountability. Journal Public Administration, Vol. 85, No. 2: 219-229.

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2015. Kajian

Sistem terhadap Pengelolaan Keuangan Desa maupun Dana Desa. Jakarta

Koppel, J. 2005. Pathologies of Accountability: ICANN and The Challenge of Multiple Accountabilities Disorder. Public Administration Review, Vol. 65, No. 1: 94108.

Lodhia, S.K. dan Burritt, R.L. 2004. Public Sector Accountability Failure in Emerging Economy: The Case of The National Bank of Fiji. The International Journal of Public Sector Management, Vol. 17, No. 4: 345359.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta, Andi.

Mulgan, R. 2003. Accountability: An Ever-Expanding Concept. Journal Public Administration, Vol. 78, No. 3: 555-576.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari APBN

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa

Permendagri. 2007. Republik Indonesia. 2007. Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa.

Perpres Nomor 36 Tahun 2015 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2015. Jakarta.

Rohidin, Sudarno Suraji. 2010. Sinkronisasi Perencanaan Desa: Dalam Rangka Penaggulangan Kemiskinan. Pattiro. Jakarta.

Romek, B. dan Ingraham, P.W. 2000. Cross Pressure of Accountability: Initiative, Command, and Failure in The Ron Brown Plane Crash. Public Administration Review, Vol. 60, No. 3: 240-241.

Rukijo. 2015. Sosialisasi Penggunaan Dana Desa di Kabupaten Klungkung tanggal 20 November 2015. Tidak dipublikasi.

Scott, C. 2000. Accountability in The

Regulatory State. Journal of Law and Society, Vol. 27, No. 1: 38-60.

Simanjuntak, Robert dan Hidayanto, Djoko.

2002. Dana Alokasi Umum

di Masa Depan dalam Sidik, Makhmud, Mahi, Raksaka, Simanjuntak, Robert dan Brodjonegoro, Bambang. 2002.

Dana Alokasi Umum, Konsep, Hambatan dan Prospek di Era Otonomi Daerah.

LPEM FE UI, MPKP FE UI, Dirjen PKPD. Kompas, Jakarta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kuaitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

www.klungkungkab.go.id/index.php/ profil/14/kondisi-geografis

182