JEKT 9 [2] : 89 - 98

ISSN : 2301 - 8968

Akses Air Bersih di Indonesia

Ni Made Sukartini* Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

Samsubar Saleh**

Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM

*Email: nimade.sukartini@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji akses air bersih di Indonesia, dengan menggunakan unit analisis level kabupaten dan kota. Data yang digunakan dalam studi ini bersumber dari data publikasi BPS, yang lebih lanjut dikompilasi oleh Bank Dunia dalam INDO DAPOER.Sebanyak 497 kabupaten dan kota selama periode 2004-2011 menjadi objek kajian dalam studi ini.Analisis dimulai dengan menentukan determinan akses air bersih. Kedua, menganalisis sejauh mana akses air bersih, akses listrik dan sanitasi berperan terhadap tingkat kesehatan masyarakat dan penciptaan output. Analisis ketiga adalah determinan dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada tahapan ini, variabel yang menjadi determinan adalah karakteristik wilayah, level morbiditas, nilai PDRB, dan alokasi dana perimbangan. Secara umum studi ini menemukan bahwa akses air dapat meningkatkan indikator kesehatan dalam bentuk penurunan tingkat morbiditas dan meningkatkan IPM. Pengaruh akses air bersih pada indikator kesehatan dan pendapatan semakin tinggi, dengan bersyarat bahwa diwilayah kabupaten dan kota juga tersedia akses perbaikan pada sanitasi. Dikaitkan dengan alokasi dana perimbangan, peningkatan alokasi dana DAU dan DAK infrastruktur sektoral, mampu meningkatkan nilai PDRB dan IPM, serta berpotensi menurunkan angka kemiskinan.

Kata Kunci: akses air bersih, tingkat morbiditas dan HDI

Access to Clean Water in Indonesia

ABSTRACT

This study investigates household access on safe and clean water in Indonesia. The analysis is based on compilation data set of Statistic Indonesia and World Bank online publication namely INDO DAPOER ranging of 497 districts and municipalities for 2004-2011 periods.Our first analysis is the determinant of household access to clean and safe water in district level. The second is combining access of clean and safe water with access on improve sanitation and ellectricty, to evaluate the impact on health indicator (morbidity rate) and district’s PDRB level. The third analysis is determining the impact of safe water,infrastructure, electricity and improved sanitation through morbidity rate and PDRB on the HDI. In general, this study find that better access on safe and clean water can improve community heath performance and district’s HDI. Better access on safe water should be followed by better access on sanitation, as these accesses are interlinked. Regarding intergovernmental transfer, an increase in DAU and DAK sectoral transfer are found improving health performance, increasing PDRB, HDI scor, and reducing poverty rate.

Keywords: access on safe water, morbidity rate, and HDI

PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan dasar yang paling utama bagi keberlangsungan aktivitas ekonomi sehari-hari. Perbandingankebutuhan air secara internasional menunjukkan kebutuhan konsumsi air secara normal per orang sekitar 20 liter per hari dengan perincian 4

liter untuk konsumsi dan sisanya untuk aktivitas yang lainnya (Fogden dan Wood, 2009). Kebutuhan akan air minum yang layak merupakan salah satu masalah dasar di Indonesia. Di level kabupaten, rata-rata dari persentase penduduk dengan akses air bersih baru mencapai 49 persendengan rentang distribusi antara 1 persen sampai dengan 100persen (BPS, 2015).Data

ini memberi indikasi bahwa akses air termasuk untuk kebutuhan minum yang layak masih sangat timpang di Indonesia. Ketimpangan pada akses air yang layak diminum ini pula yang diduga menjadi penyebab ketimpangan dan relatif rendahnya capaian dari indeks pembangunan manusia (IPM) di Indonesia dan Asia Pasifik pada umumnya (PBB, 2004 dan UNDP, 2008).

Studi-studi yang dilakukan oleh badan internasional seperti UNICEF melaporkan bahwa kualitas air minum yang rendah dapat menjadi sumber berkembangnya beragam penyakit.Virus yang berkembang dalam air minum yang tidak sehat dilaporkan berkaitan dengan berbagai macam penyakit seperti diare, kolera dan gangguan pencernaan lainnya. Menurut laporan United Nation for Cildren Funds (UNICEF) tahun 2012, secara global, rendahnya kualitas air minum telah menyebabkan peningkatan probabilitas meninggalnya bayi usia di bawah lima tahun (U5) hampir 1,3 juta jiwa per tahun (UNICEF, 2012).

Sejak tiga tahun terakhir, alokasi dari dana perimbangan yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK) lebih ditekankan pada distribusi pembangunan infrastruktur, khususnya air bersih dan sanitasi lingkungan. Peningkatan persentase dan alokasi DAK ke sejumlah kabupaten/kota, ditargetkan untuk menambah alokasi sekitar 400.000 rumah yang mendapat pipanisasi air bersih dan perbaikan sanitasi lingkungan, setiap tahun. Di sisi yang lain, distribusi Dana Alokasi Umum (DAU) juga bertujuan untuk meningkatkan indikatorkesehatan.Aspek kesehatan merupakan komponen utama perhitungan IPM, di samping distribusi DAU juga menggunakan formulasi IPM.Akses pada air bersih ini merupakan salah satuchannel atau transmisi pada peningkatan indikator kesehatan penduduk.

Berdasarkan kondisi yang diilustrasikan di atas, studi ini akan mengkaji determinan dari akses air bersih pada penduduk kabupaten/kota di Indonesia, dan selanjutnya mengkaji pengaruh dari akses-akses infrastruktur pada IPM.

Kajian Empiris Akses Air Bersih

Beberapa studi yang dilakukan oleh Bank Dunia terkait dengan evaluasi dampak dari program bantuan air bersih di beberapa negara berkembang secara umum melaporkan pengaruh positif akses air bersih pada aktivitas ekonomi masyarakat. Beberapa mekanisme transmisi jalur akses air bersih pada aspek ekonomi diantaranya: (1). Jalur produktivitas dan pendapatan, (2). jalur sanitasi dan kesehatan, dan (3). jalur pendidikan.

Dalam transmisi peningkatan produktivitas dan

pendapatan, sejumlah studi melaporkan kaitan akses air bersih dengan peningkatan produktivitas dan peluang pendapatan, yang diperoleh dari berpartisipasi di pasar kerja. Studi Bank Dunia di Honduras (2001) melaporkan bahwa peningkatan akses air bersih pada wilayah perkotaan dan pedesaan, khususnya kelompok masyarakat pendapatan kuintil kelima (q5) atau masyarakat termiskin di Honduras. Setelah mendapat program pipanisasi air bersih di negara ini, Bank Dunia melakukan kajian evaluasi dampak dan melaporkan bahwa rata-rata pendapatan rumah tangga yang mendapat akses air bersih meningkat, dengan rincian sebagai berikut. Pendapatan rumah tangga rata-rata meningkat sebesar 7,32 persen untuk rumah tangga yang mendapat akses air bersih, dan meningkat hampir 11 persen untuk rumah tangga yang mendapat akses pipanisasi air dan sekaligus perbaikan sanitasi lingkungan.

Untuk studi Bank Dunia di Sri Lanka tahun 1998, melaporkan bahwa manfaat ekonomi dari penyediaan akses air bersih di negara ini adalah adanya substitusi waktu dari ibu-ibu rumah tangga ke pasar kerja.Sebe-lum adanya proyek air bersih, sebagian besar ibu-ibu rumah tangga menghabiskan waktu untuk mengangkat air dari sumber mata air atau sungai. Setelah akses air disalurkan sampai ke desa-desa, sebagian besar wilayah yang dikaji mengalami peningkatan partisipasi angkatan kerja wanita ke pasar kerja formal maupun informal, khususnya ibu-ibu rumah tangga. Peningkatan partisipasi tenaga kerja wanita ini diprediksikan mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga hampir mencapai 20 persen per bulan.

Rosen dan Vincent (1993) mengkaji akses air bersih di rumah tangga miskin di Nigeria. Hasil studi dari kedua peneliti ini melaporkan bahwa peningkatan akses air bersih berkaitan dengan peningkatan indikator kesehatan penduduk yang mendapat akses air bersih.Studi ini berfokus pada rumah tangga miskin di tiga desa yang mencakup kurang lebih 1900 rumah tangga di Nigeria. Setelah lima tahun mendapat akses air bersih, peneliti melaporkan bahwa di desa-desa yang mendapat akses air bersih berhasil menurunkan angka kematian bayi usia di bawah lima tahun (AKB U5) menjadi 2,8 persen. Angka kematian bayi dilaporkan sebesar 6,7 persen sebelum akses air bersih disalurkan ke desa ini.

Di Paraguay, studi evaluasi dampak peningkatan akses air bersih juga dilakukan oleh Bank Dunia, berfokus pada 122.000 rumah tangga miskin, yang sebelum ada proyek selalu mengalami wabah diare. Studi ini menyimpulkan bahwa wabah diare dan penyakit yang berkaitan dengan masalah pencernaan atau stomach distress berhasil di tekan hampir 7 kali

lebih rendah pada wilayah yang mendapat akses air bersih dibanding wilayah yang tidak memiliki akses air. Studi yang lain juga melaporkan kondisi yang hampir sama. Skoufias (1988) mengkaji 1.600 rumah tangga yang mendapat akses air bersih di negara Rumania. Studi Skoufias melaporkan bahwa nilai Z-skor; yaitu indeks kesehatan bayi usia lima tahun (U5) pada rumah tangga yang mendapat akses air bersih meningkat cukup signifikan.

Peningkatan akses air bersih juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan indikator pendidikan pada wilayah pedesaan yang mendapat akses air bersih. Studi dari Blackden dan Banu (1999) yang berfokus pada sejumlah wilayah di Afrika, melaporkan bahwa peningkatan akses air berkaitan dengan peningkatan kehadiran siswa di sekolah, khususnya siswi sekolah dasar.Selanjutnya studi dari Bank Dunia pada tahun 2001, melaporkan bahwa sebelum pemerintah Nigeria mendapat bantuan program air bersih dari Bank Dunia, tingkat ketidakhadiran siswi sekolah dasar di desa-desa Nigeria sampai 60 persen atau lebih. Hal ini dikarenakan oleh sebagian besar anak-anak di desa tersebut harus membantu orang tua mereka mencari air ke desa lain yang sudah mempunyai akses air bersih. Setelah mendapat program air bersih, ketidakhadiran siswa di sekolah dapat diturunkan hingga 16 persen. Fenomena yang sama juga berlaku dalam studi Bank Dunia tahun 2002 untuk kasus di negara Bangladesh.

Studi Empiris Akses Air Bersih Yang Berfokus di Indonesia

Bagaimanakah kondisi empiris akses air minum yang bersih di Indonesia? Sejauh yang penulis pahami, relatif belum banyak studi yang mengkaji akses air bersih untuk kondisi di Indonesia, kecualistudi dari Patunru (2015), Komarulzaman et al. (2014), dan Febriany et al., (2013). Studi dari Patunru (2015) mengkaji variasi sumber air bersih layak minum pada level rumah tangga dengan peluang terjadinya wabah diare di sebuah desa, yang menggunakan data Susenas tahun 2007 dan 2011. Studi iini berfokus di tiga provinsi yang paling seringmengalamikelangkaan akses air bersih, yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Provinsi Papua. Kesimpulan dari studi ini bahwa peningkatan akses air bersih diprediksikan akan dicapaipada akhir tahin 2020. Manfaat dari peningkatan akses air bersih bersyaratpada peningkatan akses perbaikan sanitasi, yang merupakan akses komplemen bagi akses air bersih masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah Indonesia. Hal ini disarankan berdasarkan temuan studi ini, bahwa tingginya angka

diare berkaitan lebih kuat secara magnitudedengan sanitasi lingkungan yang buruk dibanding dengan rendahnya akses air.

Studi dari Komarulzaman et al. (2014) mengkaji kaitan antara akses air bersih pada rumah tangga dengan kebiasaan ibu rumah tangga untuk memasak air sebelum diminum. Ketersediaan akses air bersih dan kebiasaan memasak air sebelum diminum diharapkan dapat menurunkan peluang munculnya wabah diare dan diare akut di sebuah desa dan kecamatan, dengan menggunakan data Survei Demografi dan Sosial tahun 2007 dan 2012. Komarulzaman et al. menyimpulkan bahwa akses air yang dialirkan dengan pipa atau ledeng, kondisi sanitasi lingkungan yang baik, dan pendapatan keluarga berpengaruh negatif terhadap insiden diare. Hal yang cukup menarik dari temuan studi ini adalah kebiasaan ibu rumah tangga untuk memasak air sebelum diminum dan tingkat pendidikan ibu ditemukan tidak berpengaruh secara statistik terhadap peluang terjadinya wabah diare.

Studi yang dilakukan oleh Febriany et al. (2013), berfokus pada pengaruh akses air bersih dan peningkatan sanitasi lingkungan terhadap angka kematian bayi usia di bawah lima tahun (U5) dan pelambatan pertumbuhan fisik anak (stunting). Studi ini menggunakan data Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2009 dan 2010. Secara umum, analisis dalam studi ini menemukan bahwa ada korelasi negatif dari peningkatan akses air bersih dan perbaikan sanitasi lingkungan terhadap angka kematian bayi di bawah usia lima tahun dan pelambatan pertumbuhan fisik anak.

Apa perbedaan studi ini dengan studi-studi sebelumnya? Ketiga studi yang telah berlangsung sebelumnya, yaitu studi dari Patunru (2015), Komarulzaman et al. (2014) dan Febriany et al. (2013) semuanya mengkaji kaitan antara akses air bersih dan peluang munculnya wabah diare dan penyakit terkait saluran pencernaan lainnya dalam sebuah wilayah desa. Semua studi ini menggunakan unit analisis mikro, yaitu level individu atau rumah tangga di desa. Studi ini akan menggunakan data makro, dengan unit analisis level kabupaten/kota di Indonesia, selama tahun 2008-2011. Data yang digunakan bersumber dari INDO DAPOER, yaitu data online yang dipublikasikan oleh Bank Dunia, yang dikompilasi dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS). Pertanyaan penelitian yang akan dianalisis dalam studi ini adalah (1) Bagaimana gambaran akses air bersih di level kabupaten/kota? (2) Adakah pengaruh dari akses air bersih terhadap kesejahteraan ekonomi dan IPMdi kabupaten/kota di Indonesia?

Tabel 1. Data Penelitian

No. Data dan Deskripsi Data                                                           Sumber

  • 1.    Akses air, akses sanitasi, dan listrik PLN

Persentase penduduk dengan akses air, sanitasi dan listrik di sebuah kabupaten atau Kota di BPS Indonesia, selama tahun 2004-2011. Akses air bersih yang dimaksud di sini adalah penduduk mempunyai sumber air, baik berupa sumur, ledeng, atau mata air sebagai tempat mengambil air untuk kebutuhan sehari-hari.

  • 2.    Morbiditas. Rata-rata tingkat morbiditas atau rasio jumlah penduduk yang mengeluhkan sakit per 100 pendudukdi sebuah Kabupaten/Kota di Indonesia. Tingkat morbiditas dinyatakan BPS dalam persentase.

  • 3. Indek Pembagunan Manusia (IPM). IPM dinyatakan dalam skor antara 0-100                BPS

  • 4. Jumlah penduduk. Ini dinyatakan dalam jiwa                                             BPS

  • 5.  Jumlahpenduduk yang bekerja di sektor pertanian, dinyatakan dalam orang (jiwa)              BPS

  • 6. Jumlahpenduduk yang bekerja di sektor industri manufaktur, dinyatakan dalam orang (jiwa) BPS

  • 7.    Luas wilayah kabupaten/kota, dinyatakan dalam km2                                       BPS

  • 8.    Tingkat kemiskinan di kabupaten/kota, dinyatakan dalam persentase dari jumlah penduduk BPS total

  • 9.    PDRB diluar minyak dan gas, dalam Milyar Rupiah                                      BPS

  • 10.    PDRB termasuk hasil minyak dan gas, dalam Milyar Rupiah                               BPS

  • 11.    Penerimaan dari dana Perimbangan dan Dana Bagi Hasil:

  • a.    Pajak

  • b.    Sumber Daya Alam                                                            BPS

Penerimaan Dana Perimbangan:

  • a.    DAU

  • b.    DAK

Semua data dana perimbangan dalam Milyar atau Triliun Rupiah

DATA DAN METODOLOGI

Studi ini mengkaji rata-rata akses air bersih yang dapat dinikmati oleh penduduk di wilayah kabupaten/kota di Indonesia selama tahun 20042011. Sumber data yang digunakan adalah data yang tersedia secara online yang dikompilasi oleh Bank Dunia dari publikasi data BPS Indonesia.Dalam Tabel 1 disajikan deskripsi data yang digunakan dalam studi ini.

Deskripsi Statistik dari data yang digunakan dalam studi ini, disajikan dalam Tabel 2di bawah ini.Secara umum dalam Tabel 2 menyajikan ketersediaan data untuk masing-masing variabel berbeda-beda. Hasil konpilasi dari INDO DAPOER memang menyajikan data sangat tidak lengkap. Secara umum,data hanya tersedia lengkap untuk periode tahun 2008-2011. Hanya variabel PDRB (termasuk dan tanpa migas) yang mempunyai ketersediaan data cukup lengkap. Data IPM, tersedia mulai tahun 2004 – 2008, tetapi data tidak tersedia untuk tahun 2008-2010, dan tersedia untuk tahun 2011.Dengan kalimat lain, INDO DAPOER menyediakan data tidak runtut waktu selama 2004-2011. Oleh karena itu, sebagian besar model diestimasi hanya pada tahun 2008-2011.

Berdasarkan Tabel 2 dapat di simak bahwa ketersediaan akses-akses infrastruktur dasar (air bersih, listrik, dan sanitasi) di wilayah kabupaten/ kota sangat timpang. Rata-rata ketersediaan akses listrik telah mencapai 83,75 persen,sanitasi 59 persen dan air bersih 49 persen dari jumlah penduduk di kabupaten/kota yang bersangkutan. Namun, rentang ketersediaan ketiga akses ini sangat besar. Masih ada kabupaten/kota yang baru mendapat akses sekitar 0,28 persen (listrik PLN), namun beberapa wilayah sudah mencapai 95-100 persen. Dengan merujuk pada laporan studi dari PBB tahun 2005 dan UNDP tahun 2008 yang melaporkan bawah rendahnya akses air bersih dan buruknya kualitas sanitasi lingkungan diduga menjadi faktor penjelas mengapa angka kemiskinan dan angka IPM masih rendah di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Studi ini akan mencoba mengkaji temuan ini, dengan menganalisis secara empiris data-data di level kabupaten/kota di Indonesia, selama periode 2008-2011.

Metodologi yang digunakan dalam studi ini adalah analisis regresi data panel model statis. Analisis dimulai dengan menyajikan determinan dari ketersediaan air bersih, dilanjutkan dengan pengaruh ketersediaan infrastruktur air bersih, sanitasi dan listrik pada: variabel kesehatan dengan

Tabel 2. Deskripsi Data

No

Komponen Data

Jumlah Sampel

Rata-rata dan

Standard Deviasi

Nilai Minimum

Nilai Maksimum

1.

Akses air bersih (%)

3.612

48,96

(20,77)

0,53

100,00

2.

Akses listrik PLN (%)

3.181

83,75

(20,61)

0,28

100,00

3.

Akses pada perbaikan sanitasi (%)

3.614

59,05

(18,37)

0,52

95,55

4.

Jumlah penduduk (jiwa)

3.758

485.447,5

(560.984,9)

6.144,00

487.088,5

5.

Luas area (KM2)

2.600

4.501,77 (7.029,57)

16,07

119.749

6.

Tingkat Morbiditas (%)

3.598

30,83

(8,94)

5,89

77,12

7.

Persentase Penduduk Miskin

3.652

17,16 (10,04)

1,41

54,95

8.

Jumlah TK yang bekerja di sektor pertanian

2.344

87.993,7 (94.468,49)

317

587.546

9.

Jumlah TK yang bekerja di sektor industri

2.257

29.248,65

(56.806,52)

5

544.270

10.

PDRB tanpa Migas

3.820

3.698.702

(8.894.400)

17.510

1,10e+8

11.

PDRB dengan Migas

3.820

4.012.406

(9.155.417)

17.510

1,10e+8

12.

Skor HDI

2.721

69,37 (4,95)

45,70

79,89

13.

Dana DAU

3.484

3,23e+11

(2,05e+11)

0

6,09e+12

14.

Dana DAK

3.386

3,58e+10 (2,61e+10)

0

5,87e+11

Sumber: INDO DAPOER, diolah

menggunakan indikator tingkat morbiditas; variabel pendapatan regional dengan indikator yaitu PDRB; dan persentase kemiskinan.Apabila dinyatakan dalam model yang diestimasi, dinyatakan sebagai berikut: 1). Estimasi determinan ketersediaan air bersih, dinyatakan dalam model analisis berikut.

Yji= b 0 + X' b i+ Y' g i+ Z ’di’+ei ..........(1)

Pada persamaan (1) di atas, Yij adalah persentase penduduk di kabupaten i pada tahun j yang mendapat akses air bersih. Notasi X’ adalah vektor yang mewakili komponen alokasi dasar distribusi akses di kabupaten dan kota.Komponen alokasi dasar di sini mencakup jumlah penduduk dan luas wilayah.Notasi Ү’ adalah vektor yang mewakili variasi penyerapan tenaga kerj a sektoral. Pada persamaan (1) dan selanjutnya, indeks i menyatakan kabupaten/kota dan indeks j menyatakan tahun. 2) Estimasi pengaruh akses infrastruktur pada variabel kesehatan:

Morbi = a + X' b + Y 'g + e i ...................(2)

Pada persamaan ini, notasi Morbijmerupakan rata-rata tingkat morbiditas di kabupaten/kota i pada

tahun j. Selanjutnya, notasi X’merupakan vektor yang mewakili ketersediaan akses infrastruktur dalam bentuk persentase jumlah penduduk di kabupaten/kota yang mendapat akses air bersih, listrik dan sanitasi. Notasi Y’ merupakan vektor yang mewakili alokasi dana perimbangan, yaitu dana alokasi khusus (DAK) yang berkaitan dengan target di sektor kesehatan. 3). Estimasi pengaruh indikator kesehatan dan pendapatan serta dana perimbangan pada IPM.

IPMi = a + X ’ b + Y' g + Z ’d + e i................(3)

Pada persamaan (3), IPM adalah nilai indeks pembangunan manusia (IPM) kabupaten/kota di Indonesia, X adalah vektor yang mewakili karakteristik demografi, diantaranya jumlah penduduk dan luas wilayah. Variabel Y adalah vektor yang mewakili indikator kesehatan dan pendapatan. Transmisi kesehatan dan pendapatan merupakan dua komponen utama dari indeks pembangunan manusia. Z adalah vektor yang mewakili komponen dana perimbangan yang terkait dengan sektor kesehatan dan infrastruktur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan dibahas hasil estimasi model yang digunakan dalam studi ini. Pertama akan disajikan hasil estimasi model yang menggambarkan determinan dari ketersediaan akses air bersih. Hasil estimasi ini disajikan dalam Tabel 3 di bawah ini.

Ada tiga variabel yang digunakan dalam model determinan akses air bersih, yaitu karakteristik demografi dan wilayah, karakteristik ekonomi wilayah dan alokasi dana perimbangan dalam bentuk dana alokasi khusus.Analisa yang disajikan dalam Tabel 3 di atas, hanya hasil model Fiexd Effect Model (FEM) dan Randoom Effect Model (REM), sedangkan model dasar yang mengabaikan peran data panel, yaituPooled Least Square (PLS) tidak disajikan. Uji Statistik pemilihan model regersi data panel, menggunakan uji Hausman. Statistik uji Hausman menunjukkan untuk pemilihan antara FEM dan REM bahwa model REM yang lebih disarankan, meskipun komponen random dan komponen idiosyncratic tidak signifikan.

Secara umum nampak bahwa untuk karakteristik demografi dan wilayah, rata-rata akses air bersih semakin baik di wilayah kabupaten/kota dengan penduduk yang lebih padat.Hasil estimasi model menunjukkan semakin banyak jumlah penduduk dan semakin kecil luas wilayah, akses air bersih semakin baik.Dikaitkan dengan variabel ekonomi, studi ini menemukan bahwa bagi wilayah kabupaten/kota yang penduduknya lebih banyak bekerja di sektor pertanian, persentase penduduk yang menikmati akses air bersih semakin rendah.

Temuan ini mempunyai implikasi berikut. Pertama, lebih rendahnya akses air pada wilayah pertanian dalam konteks in ini bisa bermakna akses air bersih yang rendah karena permintaan potensial dari rumah tangga pertanian lebih rendah. Bagi perusahaan air minum, hal ini akan mengurangi insentif untuk membangun infrastruktur air ke wilayah-wilayah dengan permintaan potensial yang rendah. Kedua, berbeda dengan kajian dari dari studi Chapagain et al (2006b) dan Chapagain dan Hoekstra (2008) yang menyatakan 80 persendari aliran air dimanfaatkan oleh sektor pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa distribusi air bersih dialokasikan secara universal, sampai ke wilayah-wilayah yang mempunyai permintaan potensial rendah, seperti wilayah pertanian.

Tabel 4 dan 5 menyajikan hasil estimasi pengaruh ketersediaan air bersih pada tingkat morbiditas dan PDRB.

Hasil estimasi pada Tabel 4 dan 5 menunjukkan

Tabel 3. Determinan Akses Air Bersih

Variabel bebas yang digunakan adalah:

Var. tergantung: akses air bersih

Model FEM

Model REM

Konstanta

46,86***

50,84***

(12,08)

(30,48)

Karaktersitik Demografi dan Geografi

Jumlah Penduduk

0,000003

0,000006***

(0,45)

(2,40)

Luas Wilayah

0,000000

-0,00073***

(0,25)

(-6,57)

Karakteristik Tenaga Kerja

Rasio tenaga kerja

-0,000001

0,00002***

pertanian

(-1,41)

(2,67)

Rasiotenaga kerja

0,0000

0,00003

industri

(0.965)

(1,214)

Dana Perimbangan

DAK total

0,000001*

0,000000*

(1,708)

(1,93)

DAK Infrastruktur

0,1389

-0,0445

(0,789)

(-0,2756)

DAK Irigasi

-0,2039

0,0048

(-0,47)

(0,1207)

DAK air

-0,9947*

-0,9213*

(-1,65)

(-1,65)

Jumlah sampel

1042

Cross section id :

406/(497)

Time id:

2007-2009 (3)/2004- 2011 (11)

Goodness of Fit:

Adj. R2:

0,869

0,08

F-Statistic test (all coefs

17,84

11,99

0)

(0,00)

(0,00)

Prob-value

Pengujian pemilihan model

PLS versus FEM:

Redundant FE test

14,48

a. CS F test (405; 628)

0,000

Prob_value

2433,83

b. CS Chi Sq.^2(405)

0,000

Prob_value

FEM versus REM:

Haussman test:

28,76

CS random test Chi

0,000

sq.^ 2 (8)=

(0,000) (1,00)

Prob_value=

(0,000) (1,00)

Cross Section random

Idiosyncratic random

Ringkasan estimasi penelitian. Notasi: angka di dalam kurung adalah nilai t-statistik. Tanda *,**, dan *** berarti signifikan pada level a =1%, 5%, dan 10%

bahwa hasil uji pemilihan model REM secara umum lebih disarankan dibanding model FEM. Koefisien estimasi model pada tabel 4 dan 5, di samping banyak yang berkebalikan arah dengan yang diprediksikan, tingkat signifikansi juga relatif rendah. Pada Tabel 4, akses infrastruktur air bersih dan listrik di samping mempunyai signifikansi yang

Tabel 4. Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur pada Tingkat Morbiditas

Var. tergantung: Tingkat Morbiditas Penduduk

Variabel bebas yang digunakan adalah: dd       Model FEM    Model REM

Konstanta

19,73***

(5,93)

24,33***

(11,81)

Akses pada Infrastruktur Dasar

Air bersih

0,025 (1,137)

0,0381*** (2,821)

Listrik

0,1354*** (4,831)

0,0274 (1,381)

Sanitasi

-0.063*** (-2,277)

-0,047***

(-2,539)

Variasi Dana Perimbangan

DAK kesehatan

0,1534** (1,981)

0,1565*** (2,065)

DAK Infrastruktur

0,425*** (7,26)

0,4833***

(8,948)

Persentase penduduk miskin

-0,1519*** (-2,429)

-0,0299

(-0,8026)

Jumlah sampel

2011

Cross section id :455/(497)

Time id:2004-2009 (5)/2004- 2011 (11)

Goodness of Fit:

F-Statistic test (all coefs 0) Prob-value

Adj. R2:       0,618

8,07 (0,00)

0,188

41,50 (0,00)

Pengujian pemilihan model

PLS versus FEM: Redundant FE test

6,89 0,000 2223

a. CS F test (454; 1550) Prob_value

b. CS Chi Sq.^2(454)

0,000

Prob_value

FEM versus REM: Haussman test: CS random test Chi sq.^ 2 (6)= Prob_value=

45,611 0,000

Cross Section random Idiosyncratic random

0,000 (1,00)

0,000 (1,00)

Ringkasan estimasi penelitian. Notasi: angka di dalam kurung adalah nilai t-statistik. Tanda *,**, dan *** berarti signifikan pada level

=1%, 5%, dan 10%

berubah-ubah pada model FEM dan REM, arah hubungan juga sesuai. Semakin besar persentase penduduk yang mendapat akses air bersih dan listrik, tingkat morbiditas penduduk menurut hasil estimasi semakin tinggi. Sementara itu, akses peningkatan sanitasi menunjukkan bahwa semakin besar persentase penduduk yang mendapat akses ini, semakin rendah morbiditas penduduk di wilayah kabupaten/kota di Indonesia. Koefisien estimasi untuk alokasi dana perimbangan dan persentase jumlah penduduk miskin, di samping tingkat signifikansi yang tidak konsisten pada semua model, arah hubungan juga berkebalikan dengan ekspektasi secara umum. Peningkatan alokasi dana DAK dan penurunan persentase penduduk miskin ditemukan justru meningkatkan tingkat morbiditas.

Pada Tabel 6, dilaporkan estimasi kaitan antara akses infrastruktur pada capaian ekonomi yaitu

PDRB kabupaten/kota. Koefisien dari sanitasi ditemukan konsisten dengan estimasi pada Tabel 4.Peningkatan persentase penduduk dengan akses sanitasi, disamping menurunkan morbiditas (tingkat kesakitan), juga bermakna pada peningkatan nilai PDRB kabupaten/kota. Secara umum hasil estimasi pada Tabel 6 menunjukkan bahwa peningkatan dalam: jumlah penduduk, jumlah penduduk yang bekerja di sektor industri dan alokasi DAK total berkontribusi positif pada peningkatan PDRB.

Tabel 6 di bawah ini menyajikan kaitan antara akses infratruktur melalui indikator kesehatan dan pendapatan (PDRB) pada skor HDI dalam lingkup kabupaten/kota.

Nilai IPM merupakan salah satu indikator pembangunan yang menjadi target capaian pemerintah kabupaten/kota. Akses infrastruktur dasar dalam bentuk air berish, sanitasi dan listrik

Tabel 5. Determinan PDRB

Variabel Bebas yang digunakan adalah:

Variabel tergantung adalah: PDRB Migas Kab/Kota

Model FEM

Model REM

Model FEM

Model REM

Konstanta

-819.686,1***

-1.150.71***

-1.006

988.471,7*

(-2,883)

(-3,69)

(-0,003)

(1,69)

Karaktersitik Demografi

Jumlah penduduk

6,456***

6,925***

4,378***

10,84***

(18,85)

(25,58)

(12,14)

(23,99)

Rasio TK pertanian

-3,068***

-24,98***

(3,27)

(-15,99)

Rasio TK industri

17,507***

1,168

(10,44)

(0,317)

Akses Infrastruktur Dasar

% Penduduk dengan akses Air

21.718,7***

22.243,77***

15.286,74***

25.712,49***

bersih

(9,56)

(9,87)

(5,82)

(4,11)

% Penduduk dengan akses Listrik

-4.381,87

-4.578,77

1.651,84

-31.520,90***

(-1,47)

(-1,60)

(0,43)

(-4,20)

% Penduduk dengan akses Sanitasi

3.758,84

6.401,84***

4.996,45

32.673,54***

(1,18)

(2,07)

(1,28)

(4,85)

Transmisi dana perimbangan

DAK total

0,0000*** (9,81)

0,0000***

(8,41)

0,0000***      -0,0000***

(3,77)           (-5,156)

Jumlah sampel:

Cross section id: 491 /497           Cross section id: 479 /497

Time id: 2004-2011(7)/2004-2011 (8) Time id: 2007-2011(5)/2004-2011 (8)

Goodness of Fit: Ajd. R2:     0,98             0,98

F-Statistic test (all coefs 0):      323,32             323,31

Prob-value:0,000            0,000

0,99 396,80 0,000

0,56 403,19 0,000

Pengujian pemilihan model:

PLS versus FEM: Redundant FE test

CS F test (490; 2510)

166,78 ***

173,32***

CSChi Sq.^2(442)

10.561,11***

8.537,27***

FEM versus REM: Haussman test:

CS random test Chi sq.^ 2 (7)=

111,80***

111,80

Cross Section random

0,9621

0,9737

Idiosyncratic random

0,0379

0,026

Ringkasan estimasi penelitian. Notasi: angka di dalam kurung adalah nilai t-statistik. Tanda *,**, dan *** berarti signifikan pada level =1%, 5%, dan 10%

diharapkan berpengaruhpositif pada IPM. Estimasi pada Tabel 6 menunjukkan bahwa peningkatan PDRB tanpa migas dan penurunan persentase penduduk miskin berpengaruh pada peningkatan nilai IPM .Sementara itu peningkatan akses infrastruktur pada indikator morbiditas dan PDRB dengan migas ditemukan berkaitan negatif dengan nilai IPM.Ketidaksinkronan arah hubungan dan tingkat signifikansi variabel akses infratruktur diduga berkaitan dengan kualitas ketersediaan data yang bervariasi (simak Tabel 4), di samping hampir semua variabel terkait langsung dengan jumlah penduduk. Dikaitkan dengan pengaruh dari alokasi dana perimbangan, baik DAK maupun DAU, secara umum semakin tinggi alokasi DAU dan DAK sektoral yang terkait dengan komponen dari IPM, yaitu pendidikan, kesehatan dan infrastruktur berpengaruh positif pada nilai IPM.

SIMPULAN

Secara umum, peningkatan akses infrastruktur dasar dibutuhkan untuk meningkatkan performa ekonomi dan sosial wilayah kabupaten/kota di Indonesia.Performa ekonomi dan sosial yang dimaksud adalah meningkatkan nilai PDRB dan IPM.Peningkatan akses infrastruktur yang dikaji dalam studi ini ada tiga, yaitu air bersih, listrik dan sanitasi.Pertama, peningkatan akses air bersih dan sanitasi ditemukan berpengaruh positif terhadap peningkatan nilai PDRB wilayah kabupaten/kota di Indonesia. Infrastruktur listrik secara umum ditemukan tidak signifikan meningkatkan PDRB dan IPM di kabupaten/kota se Indonesia. Kedua, hanya peningkatan akses air bersih yang ditemukan berpengaruh pada penurunan tingkat morbiditas penduduk.Kedua infrastruktur perbaikan sanitasi dan listrik sama-sama tidak signifikan dalam

Tabel 6. Determinan IPM

Variabel Bebas yang digunakan Variabel tergantung adalah: Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kab./Kota adalah:          Model FEM     Model REM      Model FEM        Model REM

Konstanta

66,52***

(99,37)

68,96***

(247,48)

67,182***

(106,51)

68,63***

(250,48)

Karaktersitik Demografi dan Geografi

Jumlah penduduk                   0,000002***    -0,0000001**

(2,03)           (-4,164)

Luas wilayah                            -0,00001*     -0,00000***

(-1,93)            (-2,761)

0,000008

(0,56)

-0,000001

(1,56)

0,00000***

(-3,36)

-0,00002***

(-2,4910)

Transmisi Kesehatan dan Pendapatan

Kesehatan

Tingkat morbiditas

Pendapatan

PDRB dengan migas

PDRB tanpa migas

Persentase Kemiskinan

0,025***

(8,97)

-0,00000***

(-3,126)

0,0000***

(2,46)

-0,06089***

(8,736)

0,023***

(7,16)

0,00006

(0,29)

0,000007

(0,96)

-0,0956*** (-12,81)

0,0011***

(4,31)

-0,00000***

(-3,419)

0,0000***

(4,09)

-0,027***

(-4,531)

0,0091***

(2,49)

-0,0000

(-0,08)

0,000***

(2,61)

-0,061***

(10,635)

Transferdana perimbangan

DAU

DAK total

DAK pendidikan

DAK kesehatan

DBH pajak

DBH SDA

0,00000***

(28,79)

0,00000***

(33,25)

0,00000***

(9,64)

-0,0000

(-0,13) 0,0034***

(6,37)

0,072***

(7,33)

0,000***

(2,36) 0,00001*** (3,17)

0,00000***

(10,64)

-0,0000

(-0,18) 0,0032***

(6,02)

0,0064***

(5,47) 0,000000***

(2,82) 0,0000***

(3,95)

Jumlah sampel:                   1C9r7o4ss section id: 443 /497            1C6r7o8ss section id: 434 /497

Time id: 2004-2008(5)/2004-2011 (8)Time id: 2004-2008(5)/2004-2011 (8)

Goodness of Fit: Ajd. R2:     0,98

F-Statistic test (all coefs 0):      230,80

Prob-value:0,000

0,57 381,40 0,000

0,98 286,41 0,000

0,64 252,38 0,000

Pengujian pemilihan model:

PLS versus FEM: Redundant FE CS F test (442; 1524)

CSChi Sq.^2(442)

129,95 (0,000)

7.216,03 (000)

CS F test (433; 1232) = 158,79

CS Chi Sq.^2(433)=6.778.59 (000)

FEM versus REM: Haussman test: CS random test Chi sq.^ 2 (6)=

Prob_value=

Cross Section random

Idiosyncratic random

0,000

1,000

0,000

1,000

Ringkasan estimasi penelitian. Notasi: angka di dalam kurung adalah nilai t-statistik. Tanda *,**, dan *** berarti signifikan pada level =1%, 5%, dan 10%

mempengaruhi tingkat morbiditas penduduk.

Jika dikaitkan dengan indikator nilaiIPM, hanya transmisi pendapatan, yang diindikasikan oleh PDRB yang ditemukan berpengaruh positif, sedangkan transmisi kesehatan dan pendidikan, studi ini tidak menemukan hubungan yang signifikan.Semakin tinggi nilai PDRB wilayah kabupaten/kota, nilai IPM ditemukan semakin tinggi.Semakin banyak persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, semakin rendah nilai IPM di wilayah yang bersangkutan. Alokasi dana DAK infrastrutur

dan DAU berpengaruh positif signifikan pada peningkatan nilai IPM wilayah kabupaten/kota di Indonesia.

SARAN

Saran yang dapat disampaikan dalam studi ini adalah bahwa akses pada air, tidak hanya secara kuantitas; dimana air tersedia dalam jumlah yang mencukupi, namun juga dalam hal kualitas air yang berkualitas baik dibutuhkan untuk meningkatkan

kualitas hidup masyarakat, melalui penurunan tingkat morbiditas dan penurunan angka kemiskinan. Kualitas air yang bersih belum mencerminkan bahwa air yang tersedia sehat atau layak untuk diminum. Studi ini menemukan bahwa akses air bersih dan akses pada peningkatan sanitasi saling berkaitan. Akses air bersih akan berpengaruh positif pada peningkatan PDRB, nilai IPM dan menurunkan tingkat morbiditas; apabila disertai oleh ketersediaan infrastruktur perbaikan sanitasi.

Implikasi dari temuan ini adalah dalam hal ketersediaan air bersih yang mencukupi, maka perlu disertai oleh peningkatan sanitasi;dalam arti sanitasi lingkungan harus mendukung perilaku hidup sehat di masyarakat.Air yang bersih, agar sehat untuk diminum, sebaiknya dimasak terlebih dahulu. Air minum yang telah di masak, secara tidak langsung akan meningkatkan sanitasi lingkungan, misalnya mengurangi berkembangnya virus yang dapat menimbulkan peluang terjadinya diare. Dengan demikian secara langsung tingkat morbiditas penduduk dapat diturunkan.

Keterbatasan studi.Studi ini menggunakan data agregat di level kabupaten/kota, dengan rentang waktu selama tahun 2008-2011.Meskipun cakupan data telah mewakili seluruh kabupaten/kota di Indonesia, namun ketersediaan data dalam kurun waktu yang singkat, menyebabkan analisis yang dilakukan terbatas ada panel statis.Apabila data yang tersedia lebi lengkap, maka studi-studi seanjutnya dapat menggunakan analisis yang lebih memadai.

REFERENSI

Abrams, L.(2009). Water scarcity.Paper dapat didownload secara online di www.africanwater.org/drought_water_ scarcity.htm.Accessed 4 July 2004.

Bhatia, R., danFalkenmark, M. (1993). Water Resource Policies and the urban Poor: Innovative Approaches and Policy Imperatives.Water and Sanitation Current Series.Washington DC, the World Bank

Blackden, M. dan Bhanu, C. (1999).Gender, Growth and Poverty Reduction in Sub Saharan Africa SPA Status Report.The World Bank Technical Paper No. 428. Washington DC.The World Bank.

Brenneman, A., danKerf, M. (2002). Infrastructure and Poverty Linkage, A Literature Review. World Bank Working Paper, 2002

Canning, D. danBennathab, E. (1997).The Social Rate of Return on Infrastructure Investments.The World Bank, New York

Dinkelman, T. (2008). The Effects of Rural Electrification on Employment: New Evidence from South Africa, mimeo, Princeton University.

Donaldson, D. (2010). Railroads of the Raj: Estimating the Impact of Transportation Infrastructure, NBER

Working Paper, 16487.

De Soto, H., Gordon, P., Gedeshi, P., danSinoimeri, Z,. (2001). A Qualitative Assessment of Poverty in 10 Areas of Albania. Washington DC. World Bank.

Engerman, S.L., and Sokolof, K.L. (1997). Factor Endowments, Institutions, and Differential Paths of Growth among New World Economies: A View from Economic Historians of the United States. In Stephen Haber eds. How Latin America Fell Behind. Stanford. Stanford University Press

Escobal, J. (2001). The Determinants of Non-Farm Income Diversification in Rural Peru. World Development 29, No.3

Fink, G., Sudfeld, C.R., , Goodarz, D, Ezzati, M., dan Fawzil, W.W. (2014). Scali ng-Up Access to Family Plan ning May ImproveLinear Growthand Child Development in Low and Middle Incoem Countries. Article PLOS ONE

Komarulzaman, A., Smits, J., dan de Jong, E. (2014). Clean W ater, Sanitation and Diarrhoea in Indonesia:Effectsofhouseholdandcommunityfactors. Paper dapat diakses online dari Universitas Radboud University Nijmegen, di laman: www. ru.nl/nice/ workingpapers

Ling, J., dan Reader, W. (1993).Water-A Vital Wellspring for Human and Development.International Water and Sanitation Center.

Olken, B. (2006). Do Television and Radio Destroy Social Capital? Evidence from Indonesian Villages.NBER Working Paper No. 12561

Rosen, S. and Vincent, J.R. (1999). Household Water Resources and Rural Productivity in sub-Saharan Africa: A Review of the Evidence. Harvard Institute of International Development

Patunru, A. (2015). Access to Safe Drinking Water and Sanitation in Indonesia.Asia & the Pacific Policy Studies, vol. 2, no. 2, pp. 234–244

Perserikatan Bangsa-Bangsa (2006). HDI in Asia and Pacific United Nations for Development Programme (UNDP) (2005). Access to Basic Services for the Poor.The Importance of Good Governance. Asia Pacific MDGs Study Series

UNICEF (2001).Sanitation for All-Promoting Dignity and Human Right.

World Bank.(1994). World Development Report 1994.The World Bank. London

__________ (1995). Azerbaijan: Baku Water Supply Project. Social Assessment Series no. 17. Washington DC. The World Bank.

___________.(1998). Sri Lanka Impact Evaluataion Report: Community Water Supply and Sanitation Report. OECD Report No. 18113. Washington DC

___________. (2000). Azerbaijan Water Supply and Sanitation Sector review and Strategy. Report No. 20711. Washington DC. The World Bank.

__________. (2000). Honduras Poverty Assesment 2000. Report No. 20531-HO. Washington DC

__________. (2000). Rural Water Projects: Lesson from OED Evaluations. OED Report No. 21096. Washington DC, World Bank.

Winpenny, J.T.(1997). Managing Water Scarcity for Water Security. A discussion paperprepared for the First FAO E-mail Conference on Managing Water Scarcity, 4 March to 9 April 1997.

Winpenny, J.T. (1994). Managing water as an economic resource. Routledge, London, UK

98