JEKT 9 [1] : 12 - 27

ISSN : 2301 - 8968

Keterkaitan antara Perilaku Merokok, Preferensi Waktu dan Pilihan Terhadap Resiko (Studi Kasus di Kota Surabaya

Lilik Sugiharti

Ni Made Sukartini*)

Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

Tanti Handriana

Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

ABSTRAK

Studi empiris yang mengkaji aspek keprilakuan pada perilaku adiksi seperti merokok, melaporkan adanya perbedaan temuan tentang preferensi perokok dan non perokok terhadap pilihan waktu (time preference) dan sikap terhadap resiko (risk attitude). Studi empiris yang menggunakan time preference task, melaporkan adanya variasi temuan pilihan orientasi waktu antara perokok dan non perokok. Beberapa studi melaporkan bahwa perokok bersikap impulsive, memilih opsi hadiah atau tugas dengan perspektif waktu yang bersifat “segera”, meskipun dengan nilai utilitas yang lebih rendah. Sementara itu, dalam studi-studi yang lain dilaporkan bahwa non-perokok yang berperilaku impulsive. Dalam studi yang lain dilaporkan bahwa dengan menggunakan probability discounting task, perokok cenderung bersikap risk averse. Studi ini menggunakan pendekatan standar time preference task dan probability discounting task dari Pla dan Jones (2003) Kesimpulan yang diperoleh dalam studi ini bahwa tidak ada perbedaan preferensi terhadap waktu antara perokok dan non perokok, namun perokok dilaporkan bersikap lebih menghindari resiko dibanding non perokok.

Kata kunci: Perilaku adiksi, Merokok, Preferensi Terhadap Pilihan Waktu

The Linkage between Smoking Behavior, Time Preference and Risk Preference (Case Study in Surabaya City

ABSTRACT

Empirical studies focus on the behavioral agents such as smoking addiction reported there is ambiguity in preference between smokers and non smokers, in terms of time and risk attitude. Study focuses on times preference between smokers and non smokers come to difference conclusion. Some studies reported that smokers tend to behave impulsive in time preference task. On the other hand, other studies reported that non smokers behave impulsive. This study applies task and metodelogy of Pla and Jones (2003). Our study find there is no difference in time preference between smokers and non smokers, but compare to their counterpart, the smokers indeed avoid risky choices.

Keywords: Addiction behavior, smoking, time preferences

PENDAHULUAN

Jumlah perokok pria di Indonesia diperkirakan telah meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 1980, dan prevalensi perokok pria di Indonesia tercatat kedua tertinggi di dunia (WHO, 2012). Data ini mengindikasikan bahwa penduduk Indonesia mempunyai peluang yang tinggi terkena dampak negatif dari paparan asap rokok, khususnya kondisi kesehatan, serta biaya kesehatan di Indonesia

Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, di Indonesia secara nasional, prevalensi penduduk usia 15 tahun ke atas yang merokok sebesar 34,7 persen, dimana 28,2 persen diantaranya adalah perokok setiap hari, dan 6,5 persen perokok kadang-kadang. Yang memprihatinkan, hampir sebagian besar perokok aktif di Indonesia mulai merokok sejak usia belia. Data dalam Riskesdas 2010, sekitar 17,5 persen diantaranya mulai merokok di rentang usia 10-14 tahun, diperkirakan sekitar 43,3 persen mulai merokok di usia 15-19 tahun, dan

14,6 persen di usia 20-24. Bahkan di antara para perokok, sebanyak 1,7 persen mulai merokok sejak usia lima sampai sembilan tahun. Data ini akan memberi indikasi bahwa semakin muda seseorang mulai mengenal rokok, maka semakin tinggi peluang dari perokok belia ini akan menjadi pecandu rokok pada usia belasan tahun. Semakin muda mereka menjadi pecandu, maka semakin sulit bagi mereka untuk melepaskan diri dari kecanduan pada rokok.

Secara psikologi dilaporkan bahwa konsumsi rokok, apabila dilakukan secara terus menerus, dapat menimbulkan perilaku kecanduan. Hal ini disebabkan oleh kandungan tar dan nikotin dalam rokok, yang memicu perilaku kecanduan tersebut1. Telah diketahui umum bahwa ada banyak jenis barang maupun jasa yang di konsumsi secara berulang dan rutin, dapat memicu perilaku kecanduan. Kecanduan pada rokok telah memicu perhatian para pengambil keputusan, oleh karena biaya ekonomi yang ditimbulkan oleh asap rokok, akan ditanggug dalam jangka panjang tidak hanya oleh perokok, tetapi juga pemerintah dalam bentuk dana kesehatan.

Dalam literatur ekonomi keperilakuan mulai banyak dikaji parameter yang berkaitan dengan masalah preferensi, khususnya perilaku ekonomi dari merokok. Ekonomi keprilakuan diharapkan dapat memberikan insight bagi teori perilaku konsumen maupun rekomendasi bagi para pengambil kebijakan, terkait dengan perilaku kecanduan pada konsumsi rokok. Kecanduan pada rokok telah menjadi perhatian publik. Upaya pencegahan konsumsi sampai pada efek kecanduan terus dilakukan, salah satunya dibentuknya framework convention on tobacco control (FCTC). Beberapa studi mulai mengkaji kaitan antara preferensi terhadap waktu dan resiko dengan kecanduan pada rokok di level individu Preferensi terhadap waktu secara umum dikaji dengan menyajikan pilihan waktu kepada individu, yang disebut time preference task, sementara pengujian preferensi terhadap resiko dikaji melalui opsi probability discounting task.

Dalam time preference task individu diberi tugas untuk memilih hadiah dengan pilihan hadiah bernilai kecil dan diterima langsung versus hadiah dengan nilai besar tetapi diterima beberapa waktu kemudian Individu dikatagorikan bersifat impulsive apabila dalam tugas ini memilih hadiah yang kecil dan segera dibanding hadiah besar namun diterima beberapa waktu berikutnya. Sedangkan dalam probability discounting task individu ditugaskan untuk antara memilih hadiah yang bernilai kecil dengan kepastian 1 Informasi ini diperoleh dari: http://cancercontrol.cancer.gov/brp/TCRB/ monographs/13/m13_complete.pdf; dan http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ articles/PMC1640397/pdf/brmedj00520-0014.pdf

dibandingkan dengan hadiah dengan nilai besar tapi dengan resiko ketidakpastian. Individu dikatakan berperilaku impulsive apabila ia memilih hadiah yang bernilai besar namun beresiko (Mitchell, 1999)

Studi yang berfokus pada kaitan dari perilaku merokok dengan time preference task dan probability discounting tasksebagian besar melaporkan bahwa perokok ditemukan berperilaku lebih impulsive dibanding non perokok. Dalam time preference task perokok cenderung memilih hadiah atau rewards yang lebih cepat meski dengan nilai yang lebih kecil, lihat misalnya studi dari Mitchell (1999), Bickel et al. (1999), Odum et al. (2002), Baker et al. (2003), Reynolds et al. (2004),dan Ohmura et al.(2005) Dalam studi dari Reynolds et al. (2004) menemukan ada korelasi positif signifikan dari jumlah rokok yang dikonsumsi setiap hari dan pilihan hadiah yang diterima dikemudian hari (delay discounting rate) Studi dari Ohmura et al. (2005) menemukan kuantitas dan kualitas dari nikotin yang dikonsumsi sejumlah pecandu nikotin berkorelasi positif dengan high time discounting, dimana individu melaporkan konsumsi rokok dengan kadar nikotin tinggi cenderung pada awal-awal bulan, ketika jumlah uang yang dimilki untuk membeli nikotin masih banyak.

Namun, dalam studi dari Chesson dan Viscusi (2000), ditemukan bahwa perokok cenderung memiliki discount rate yang lebih rendah dibanding non perokok, dimana dalam time preference task perokok lebih banyak memilih rewards yang lebih besar dan dalam perspektif waktu yang lebih lama Studi dari Reynolds et al.(2003) dan Sato dan Ohkusa (2003) menemukan bahwa perilaku impulsive dalam time discounting task mungkin lebih berkaitan dengan seorang remaja yang baru mulai mencoba rokok dibanding perilaku yang ditunjukkan oleh perokok aktif. Dalam studi dari Reynolds et al. (2004), ditemukan bahwa meskipun perokok secara umum lebih berperilaku impulsive dibanding non perokok dalam pengujian preferensi terhadap waktu maupun preferensi terhadap resiko, namun menurut Reynolds et al., preferensi penundaan (delay discounting) merupakan indicator yang lebih baik dibanding probability discounting.

Pada beberapa studi yang berfokus pada delay discounting menemukan adanya variasi dalam perilaku impulsive. Studi dari Green et al. (1994 dan 1996) melaporkan bahwa anak-anak bersifat lebih impulsive dibanding orang dewasa.Studi dari Kirby dan Markovic (1996) menemukan bahwa pria berperilaku lebih impulsive di banding wanita. Dalam studi yang lain,kelompok penjudi dan kelompok ketergantungan obat penenang, juga berperilaku lebih

impulsive dibanding penduduk biasa (Alessi dan Petry, 2003; Petry, 2001; serta Bickel dan Marsch, 2001). Studi-studi ini telah melaporkan adanya ketidaksamaan dalam perilaku kecanduan pada pilihan preferensi waktu.Sebagian studi melaporkan perokok bersikap impulsive, sementara studi yang lainnya melaporkan hal yang sebalinya.Studi ini akan mengkaji perbedaan preferensi waktu dan perilaku terhadap resiko antara perokok dan non perokok dalam masyarakat Indonesia, serta mengkaji kaitan antara antara laporan subjektif tentang religiusitas dan peluang menjadi perokok pada sejumlah 165 (seratus enam puluh lima) subjek di kota Surabaya. Dengan menggunakan analisis regresi two stage least square studi ini menemukan tidak ada kaitan antara laporan subjektif tentang religiusitas individu dan peluang individu tersebut menjadi perokok. Di sisi yang lain studi ini menemukan bahwa perokok sama-sama tidak berperilaku impulsive seperti non perokok, namun perokok berperilaku menghindari resiko.

Review Studi Sebelumnya Terkait Perilaku Merokok

Beberapa studi empiris yang berfokus pada perilaku kecanduan rokok, produk minuman beralkohol, dan obat-obat yang mengandung zat adiktif lainnya melaporkan secara umum hal berikut. Sejumlah studi yang menggunakan data agregat maupun data individu, baik yang dilakukan di Amerika Serikat maupun di negara lain, menemukan bahwa secara keseluruhan elastisitas perubaha harga terhadap permintaan rokok berkisar antara -0,30 sampai -0,50. Perubahan prevalensi merokok karena kebijakan pemerintah, baik menaikkan sin tax maupun pemberian informasi dampak kesehatan atau dalam bentuk larangan, berkisar antara -0,1 sampai dengan -0,20 (Chaloupka dan Tauras, 2000).

Sejumlah studi yang berfokus pada remaja, melaporkan bahwa perilaku merokok remaja lebih mendekati prediksi model konvensional. Perokok remaja dilaporkan lebih sensitif terhadap perubahan harga, yang diduga berkaitan dengan faktor pendapatan yang masih rendah, dan mencoba rokok karena faktor pengaruh atau tekanan dari teman. Temuan ini juga masih konsisten dengan prediksi model rational addiction, perokok pemula atau perokok remaja akan bersifat lebih sensitif terhadap perubahan harga, oleh karena remaja dalam konsumsi cenderung berperilaku present oriented, dan secara umum belum memasuki tahap kecanduan pada rokok.

Studi dari Lewit et al. (1981), melaporkan bahwa

perilaku merokok di Amerika Serikat secara umum berkebalikan dengan karakteristik usia. Studi dari Lewit et al. melaporkan bahwa perokok remaja usia di bawah 20 tahun ditemukan sekitar 3(tiga) kali lipat lebih sensitif terhadap perubahan harga dibanding perokok usia di atas 25 tahun. Dalam studi lain, Lewit dan Coate (1982) melaporkan kesimpulan yang sama, bahwa perokok muda lebih sensitif terhadap perubahan harga di banding perokok usia lanjut, dan perokok pemula usia belasan tahun ditemukan paling sensitif. Hal ini diduga karena perokok pemula masih dalam tahap mencoba-coba rokok. Hanya dalam studi dari Wasserman et al.(1991) yang melaporkan bahwa data di level individu di Amerika Serikat, ditemukan tidak ada perbedaan dalam perilaku merokok antara perokok remaja dan perokok usia lebih lanjut.

Rangkuman sejumlah studi empiris dapat disimak pada Tabel 1.

Pada Tabel 1 nampak bahwa sebagian besar studi yang telah dilakukan di negara Amerika khususnya, elastisitas permintaan rokok cenderung inelastis trhadap perubahan harga, dan dalam kebanyakan studi di Amerika ditemukan konsumsi rokok mengikuti karakteristik barang inferior. Semakin tinggi pendapatan individu, maka semakin rendah porsi dari pendapatan tersebut yang digunakan untuk membeli rokok. Pada Tabel 1 juga nampak bahwa elastisitas perubahan harga terhadap permintaan rokok lebih inelastis bagi perokok pemula atau perokok yang berusia lebih muda, yaitu usia dibawah 30 tahun [Lewit et al. (1981), serta Lewit dan Coate (1982)]. Dikaitkan dengan jenis kelamin dari perokok, ada variasi temuan. Di Inggris, perokok pria kurang sensitif terhadap perubahan harga dibanding perokok wanita (Foster dan Jones, 2001), namun di Spanyol berlaku sebaliknya, perokok wanita lebih sensitif terhadap perubahan harga dibanding perokok pria (Lopes, 2001).

Studi lain yang berfokus pada perokok remaja usia belasan tahun, diantaranya dilakukan oleh Chaloupka dan Grossman (1996), Chaloupka et al. (1997), Chaloupka dan Wechsler (1997), dan Chaloupka dan Pacula (1998). Dalam Chaloupka dan Grossman (1996) dilaporkan bahwa elastisitas prevalensi merokok terhadap perubahan kebijakan pemerintah dalam bentuk sin tax di Amerika Serikat sebesar -0,675. Elastisitas permintaan rokok kondisional pada perubahan harga sebesar -0,638; sementara unconditional elastisitas dilaporkan sebesar -1,313. Chaloupka et al. (1997) melaporkan elastisitas negatif pada permintaan rokok dan produk tembakau diantara perokok pria. Chaloupka dan Pacula (1998) melaporkan perbedaan elastisitas permintaan

Tabel 1. Ringkasan Studi Empiris tentang Konsumsi Rokok di beberapa Negara

Peneliti

Konsumsi Adikti yang Diteliti

Negara dan Kriteria Studi

Elastisitas Konsumi karena Perubahan Pendapatan/ Harga

Lewit et al. (1981)

Rokok

Amerika Serikat

  • i)    perubahan harga (-0,46)

  • ii)    perubahan pendapatan (-0,26)

Lewit dan Coato (1982)

Rokok

Amerika Serikat

Perokok usia 12-17 20-25

i) Perubahan harga (-1,20) ii) Perubahan harga

- Wanita (-0,74)

- Pria (-0,20)

Baltagi dan Levin (1986)

Rokok

Amerika Serikat

Perubahan harga (-0,4)

Baltagi dan Goel (1987)

Rokok

Amerika Serikat

Elastisitas perubahan harga antara (-0,17 s/d -0,56)

Wasserman et al. (1991)

Rokok

Amerika Serikat

Elastisitas perubahan harga

i) 1970 (-0,28)

ii) 1970 – 1985 (-0,06 s/d -0,23)

Haris (1994)

Rokok

Amerika Serikat (1964-1993)

i) Perubahan harga (-0,47) ii) Perubahan pendapatan (-0,238)

Keller et al. (1996)

Rokok

Amerika Serikat

Perubahan harga (-0,4)

Chaloupka dan Wochsler (1996)

Perokok pemula

Amerika Serikat

i) Perubahan pendapatan (-0,53) ii) Perubahan harga (-1,11)

Farrelly dan Bray (1998)

Rokok

Amerika Serikat

Perokok usia 18-24

Usai 18 keatas

Elastisitas perubahan harga

-0,58

-0,25

Hsich et al. (1999)

Rokok

Amerika Serikat

Elastisitas perubahan harga

Domestik (-0,58)

Import ( -0,25)

Lopez (2001)

Mantan perokok

Perokok pemula

Spanyol

Wanita (-1,5)

Pria (-1,3)

Wanita dan Pria (0,07)

Forster dan Jones (2001)

Mantan Perokok

Inggris

Wanita (-0,46) Pria (-0,60)

Sumber: Dirangkum dari Pla dan Jones (2003)


rokok berdasarkan karakteristi gender dan ras di Amerika Serikat. Berdasarkan karakteristik gender, perokok pria lebih sensitif terhadap perubahan harga dibanding perokok wanita. Dalam katagori ras, perokok pemula ras kulit hitam dilaporkan lebih sensitif terhadap perubahan harga dibanding perokok pemula dengan ras kulit putih.

Sejumlah studi yang berfokus pada model myopic melaporkan stylish facts berikut. Di level data agregat Amerika Serikat, ditemukan bukti empiris perilaku kecanduan pada konsumsi rokok dan minuman ber-alkohol. Jumlah konsumsi periode sebelumnya secara positif dan signifikan mempengaruhi jumlah konsumsi pada tahun ke-t [Houthaker dan Taylor (1996, 1970)]. Selanjutnya, beberapa studi lain melaporkan adanya asimetris respon konsumsi terhadap perubahan harga, yang diduga berkaitan dengan level kecanduan. Menggunakan data Inggris di level agregat, selama periode 1870 – 1938, Farrel (1952) melaporkan adanya bukti empiris perilaku kecanduan merokok pada remaja Inggris. Di sisi lain, Young (1983) menggunakan data di negara Amerika

periode 1929-1973 melaporkan level elastisitas yang berbeda pada permintaan rokok karena perbedaan kebijakan harga. Kebijakan penurunan harga rokok berdampak lebih inelastis pada permintaan rokok dibanding kebijakan menaikkan harga rokok. Elastisitas perubahan permintaan karena penurunan harga sebesar -0,61, sedangkan perubahan permintaan karena peningkatan harga sebesar -0,30. Temuan serupa juga dilaporkan untuk kasus di Finlandia (Pekurinen, 1989).

Studi-studi yang berkaitan dengan hipotesis rational addiction, banyak dikaji oleh Becker dan Murphy (1988) dan Chaloupka (1988, 1990, 1991, dan 1992). Studi-studi ini secara umum melaporkan bahwa:

  • 1)    Perilaku merokok di sejumlah negara, khususnya di Amerika Serikat terbukti mengikuti perilaku kecanduan (addictive) dan model perilaku rational addiction. Jumlah konsumsi di periode sebelumnya berpengaruh pada level konsumsi saat ini, Chaloupka (1991)dan prediki konsumsi di masa yang akan datang berdasarkan

informasi perubahan harga juga secara signifikan mempengaruhi konsumsi saat ini (Chaloupka (1992), serta Hidayat dan Thabrany (2011) untuk kasus di Indonesia).

  • 2)    Elastisitas perubahan harga dalam jangka panjang sekitar 2 (dua) kali lebih inelastis dibanding perubahan harga dalam jangka pendek.

  • 3)    Dikaitkan dengan karakteristik individu, model rational addiction melaporkan bahwa: perokok usia muda dilaporkan lebih myopic dibanding perokok usia lebih tua, dan individu dengan pendidikan lebh rendah juga lebih myopic dibanding individu berpendapatan menengah ke atas [Townsend et al. (1994) untk data di Inggris, dan Farrelly et al. (2001) untuk data di Amerika] Selanjutnya, perokok pria juga dilaporkan lebih myopic dalam jangka panjang (-0,61) di banding perokok wanita, dimana pengaruh perubahan harga pada wanita dilaporkan tidak signifikan].

  • 4)    Dukungan temuan studi tentang hipotesis perilaku rational addiction diantaranya dari: a) Kesimpulan studi yang menggunakan data dari negara bagian California dan Amerika bagian Barat pada umumnya konsisten dengan temuan dari studi yang menggunakan data agregat Amerika, rational addiction berlaku pada perilaku merokok di Amerika [Keeler et al. (1993) dan Sung et al. (1994)]. b). Dengan menggunakan retrospektif dari survei nasional tahun 1987 di Amerika, Douglas (1998) melaporkan fenomena strong rational addiction; setiap 10 persen kenaikan harga rokok diikuti oleh penurunan dalam durasi memulai merokok, yang berlaku bagi perokok pemula dan individu yang berusaha berhenti merokok.

  • 5)    Temuan di negara lain juga masih konsisten dengan temuan studi empiris di Amerika, misalnya Pekurinen (1991) untuk studi di Findlandia, serta Bardsley dan Olokans (1998) untuk studi di Australia. Untuk studi yang menggunakan data time series yang singkat, temua menjadi kurang konsisten dan tidak signifikan [Duffy (1996) untuk studi Inggris, Conniffe (1995) untuk studi di Irlandia].

Perilaku Konsumsi pada Barang Adiktif Lainnya

  • 1)    Minuman ber-Alkohol

Studi awal yang berfokus pada analisis perilaku kecanduan pada konsumsi minuman ber-alkohol dilakukan oleh Chaloupka et al. (1992). Studi ini membandingkan tingkat kematian dan indikator pada liver cirrhosis dengan konsumsi alkohol

Chaloupka et al. menyimpulkan bahwa elastistas permintaan alkohol terhadap perubahan harga dalam jangka panjang sebesar -1,30, dan temuan ini hampir 2 (dua) kali lipat dari elastisitas dalam jangka pendek. Temuan ini memberi indikasi adanya perilaku ketagihan dan non myopic behavior. Studi lainnya, yang dilakukan oleh Grossman, Chaloupka dan Sirtalan (1998), berfokus pada data panel level individu di Amerika, selama tahun 1976-1985. Secara umum studi ini melaporkan hal-hal berikut. Pertama, indikasi kecanduan alkohol dalam remaja usia sekolah SMA cukup tinggi. Jumlah alkohol yang dikonsumsi pada tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap jumlah alkohol yang dikonsumsi tahun ini. Kedua, elastisitas permintaan alkohol terhadap perubahan harga dengan mengabaikan perilaku kecanduan adalah sebesar -0,29. Ketiga, ekspektasi konsumsi alkohol pada periode berikutnya dengan mempertimbangkan kenaikan harga berpengaruh positif dan signifikan pada jumlah konsumsi alkohol tahun ini, mengindikasikan adanya perilaku non myopic behavior. Nilai elastisitas permintaan alkohol terhadap perubahan harga dalam jangka pendek adalah -0,41 dan dalam jangka panjang adalah -0,65. Rasio elastistas permintaan jangka panjang terhadap jangka pendek mengindikasikan bahwa perilaku minum alohol pada siswa SMA mengarah kecanduan, namun tidak setinggi pada perilaku merokok.

  • 2)    Konsumsi obat-obatan terlarang (Marijuana, Kokain dan Heroin)

Dalam literatur maupun studi empiris tentang studi penggunaan obat-obat terlarang relatif langka, yang disebabkan oleh keterbatasan data. Stud-studi awal telah dilakukan oleh Nisbet dan Vakil (1972), Silverman dan Spruill (1977), Brown dan Silverman (1974), secara umum melaporkan bahwa permintaan pad heroin dan marijuana bersifat inelastis. Sejumlah stud i yang be rfokus pada konsumsi alkohol, dirangkum dalam Tabel 2.

Pada sejumlah studi yang dirangkum pada Tabel 2, nampak bahwa konsumsi minuman beralkohol, obat-obatan terlrang seperti marijuana dapat yang juga diklasifikasikan sebagai barang konsumsi yang dapat memicu perilaku kecanduan, semuanya mempunyai elastisias permintaan yang ne gatif te rhad ap perubahan harga. Ini bermkana, dalam kondisi mendekati kecanduan, peningkatan persentase harga direspon dengan penurunan konsumsi rokok, alkohol, dan obat-obatan terlarang lainnya dalam persentase yang lebih rendah.

Tabel 2. Rangkuman Studi pada Kecanduan Alkohol

Studi dari

Cakupan Studi

Kesimpulan

Leung dan Phelps (1993)

Meta Analisis dari 15 studi

Elastisitas permintaan [...] terhadap perubahan harga: Beer =

-0,30; Anggur = -1,00, dan

Sprite/ Coke = -1,50

Kenkel (1993)

Amerika Serikat

Elastisitas perubahan perilaku minum minuman ber-alkohol pada saat menyetir, dari:

Semua sampel = -0,92; usia 18-21 tahun = -2,24; remaja pria =-0,74 dan remaja wanita = -0,81

Manning et al. (1995)

Amerika Serikat, data antar wilayah tahun 1983

Elastisitas permintaan dari kelompok peminum berat (heavy drinker) kurang elastis dibanding kelompok peminum sedang dan ringan

Nelson (1997)

Amerika Serikat

Elastisitas permintaan [...] terhadap perubahan harga: Beer = -0,16; Anggur = -0,58, dan Sprite/ Coke = -0,52

Clements et al. (1997)

Studi Cross country yang terdiri dari negara-negara Nordic, Kanada, Inggris, Australia dan New Zealand

Elastisitas permintaan [...] terhadap perubahan harga: Beer = -0,35; Anggur = -0,68, dan Sprite/ Coke = -0,98

Grossman et al. (1998)

Amerika Serikat

Elastisitas permintaan alkohol terhadap perubahan harga:

Mengabaikan efek kecanduan = -0,29

Mempertimbangkan efek kecanduan: Jangka pendek = -0,41;

Jangka panjang = -0,65

Smith (1999)

Inggris, periode 1993 – 1996

Elastisitas permintaan [...] terhadap perubahan harga: Beer = -0,76; Anggur = -1,69, dan Sprite/ Coke = -0,86

Mayo (2000)

Amerika Serikat, pooled data dari 4 wilayah

Elastisitas permintaan alkohol terhadap perubahan harga : -2,90

Belinska dan Young (2001)

Amerika Serikat, pooled data periode 1982-1997

Elastisitas permintaan alkohol terhadap perubahan harga pada rentang=-0,53 s/d -1,24

Angulo et al. (2001)

Spanyol 1990-1991

Elastisitas permintaan [...] terhadap perubahan harga: Beer = -1,52; Anggur = -2,44, dan Sprite/ Coke = -4,65; Cava = -2,99

Saffer dan Dave (2002)

Cross Countries 20 negara periode 26 tahun

Rata-rata elastisitas perubahan permintaan alkohol terhadap perubahan harga sebesar -0,19

Sumber: di rangkum dari Pla dan Jones (2003)


Aspek Preferensi Waktu dan Pengambilan Keputusan dengan Resiko

Sejumlah studi berfokus pada preferensi waktu dan perilaku pada perawatan kesehatan, dan kajian ini pada umumnya mempunyai implikasi pada kebijakan publik. Analisis ini berfokus pada bagaimana kaitan keputusan psikologi dan kaitannya dengan perilaku irasional dalam perawatan kesehatan (Chapman, 2003). Preferensi waktu secara psikologi dan ekonomi memberi indikasi bagaimana perilaku individu dalam menjaga kesehatan fisik dalam jangka panjang. Cara pengukuran secara umum dari prefrensi waktu pada individu, menurut Fredrick et al. (2002), yang melakukan identifikasi sejumlah studi yang berfokus pada ekperimen lapangan dan eksperimen laboratorium. Dalam kajian eksperimen laboratorium pendekatan pengujian preferensi waktu dilakukan dengan: choice tasks, matching tasks, rating tasks, dan pricing tasks. Di sisi yang lain, kajian eksperimen lapangan tentang preferensi waktu relatif lebih sulit dilakukan, karena sulitnya mengontrol hal-hal lain yang tidak terukur, dapat mempengaruhi prefrensi waktu

Oleh karena itu, studi yang menggunaan pedekatan ini sangat terbatas. Hanya studi dari Shanmugam (2006) teantang pilihan individu untuk menentukan jenis pekerjaan berdasarkan tingkat resiko kecelakaan atau kehilangan pekerjaan di wilayah India.

Fredrick et al. (2002), menggunakan discret choice experiment untuk menguji preferensi waktu pada individu. Dalam eksperimen ini, individu atau subjek diberi tugas untuk memilih antara pilihan dia yang bernilai kecil tetapi bersifat segera dibanding pilihan bernilai lebih besar tetapi dalam jangka waktu yang lebih lama. Kadangkala pilihan dalam permainan dilakukan dengan domain uang atau hipotesis, yang kemudian dianalogikan dengan perilaku perawatan kesehatan (Chesson et al.,2006). Sebuah studi yang dilakukan oleh Hardisty dan Weber (2009), menggunakan skenario pilihan kondisi kesehatan dan hipotetikal uang yang diinvestasikan. Khwaja et al. (2007) menggunakan skenario berupa pilihan kesehatan secara hipotesis dengan perilaku merokok

Dalam sejumlah studi, untuk melihat preferensi terhadap resiko (risk preference) dari individu

Tabel 4. Contoh Pengukuran Preferensi terhadap Waktu

OPSI A

OPSI B

Menerima hadiah $300 bulan depan

Menerima $305 4 bulan lagi

Menerima hadiah $300 bulan depan

Menerima $310 4 bulan lagi

Menerima hadiah $300 bulan depan

Menerima $315 4 bulan lagi

Menerima hadiah $300 bulan depan

Menerima $320 4 bulan lagi

Menerima hadiah $300 bulan depan

Menerima $325 4 bulan lagi

Menerima hadiah $300 bulan depan

Menerima $330 4 bulan lagi

Menerima hadiah $300 bulan depan

Menerima $335 4 bulan lagi

Menerima hadiah $300 bulan depan

Menerima $340 4 bulan lagi

Menerima hadiah $300 bulan depan

Menerima $345 4 bulan lagi

Menerima hadiah $300 bulan depan

Menerima $350 4 bulan lagi

Menerima hadiah $300 bulan depan

Menerima $355 4 bulan lagi

Sumber : Andersen et al. (2008)

Tabel 3: Contoh Pengukuran Preferensi terhadap Nilai dan Resiko

OPSI A

OPSI B

10 peluang memenangkan $2,90; dan

90 peluang memenangkan $1,60

20 peluang memenangkan $2,80; dan

80 peluang memenangkan $1,60

30 peluang memenangkan $2,70; dan

70 peluang memenangkan $1,60

40 peluang memenangkan $2,60; dan

60 peluang memenangkan $1,60

50 peluang memenangkan $2,50; dan

50 peluang memenangkan $1,60

60 peluang memenangkan $2,40; dan

40 peluang memenangkan $1,60

70 peluang memenangkan $2,30; dan

30 peluang memenangkan $1,60

80 peluang memenangkan $2,20; dan

20 peluang memenangkan $1,60

90 peluang memenangkan $2,10; dan

10 peluang memenangkan $1,60

100 peluang memenangkan $2,00; dan 0 peluang memenangkan $1,60

10 peluang memenangkan $3,85; dan

90 peluang memenangkan $0.10

20 peluang memenangkan $3,85; dan

80 peluang memenangkan $0.10

30 peluang memenangkan $3,85; dan

70 peluang memenangkan $0.10

40 peluang memenangkan $3,85; dan

60 peluang memenangkan $0.10

50 peluang memenangkan $3,85; dan

50 peluang memenangkan $0.10

60 peluang memenangkan $3,85; dan

40 peluang memenangkan $0.10

70 peluang memenangkan $3,85; dan

30 peluang memenangkan $0.10

80 peluang memenangkan $3,85; dan

20 peluang memenangkan $0.10

90 peluang memenangkan $3,85; dan

10 peluang memenangkan $0.10

100 peluang memenangkan $3,85; dan 0 peluang memenangkan $0.10

Sumber : Andersen et al. (2008)


seringkali menggunakan tabel seperti Tabel 3 di bawah ini. Tabel ini juga dikenal dengan Multiple Price List (MPL). Strategi dalam eksperimen ini digunakan oleh Anderson et al. (2008).

Tabel 3 memberikan ilustrasi pengujian sikap individu dalam mengambil keputusan yang

mengandung resiko. Dalam tabel ini ada dua option yang harus dipilih oleh responden yang di survei atau subjek dalam eksperimen. Opsi A dan opsi B samasama memberikan pilihan dengan probabilitas yang meningkat pada kondisi pertama dan probabilitas yang menurun pada kondisi yang kedua. Dalam pilihan ini, pada opsi A memberi pilihan peningkatan prbabilitas mendapat nilai hadiah yang menurun dari $2,90 sampai dengan $2,00. Pada opsi B, di samping ada peningkatan probabilitas, nilai hadiah yang diperoleh lebih tinggi dan tetap sebesar $3,85 Dalam strategi ini, individu yang memahami aturan permainan dengan baik, dan bersikap rasional akan selalu memilih pilihan B. Namun apabila individu bersikap risk averse, maka individu akan memilih opsi A pada awal permainan dan berpindah ke opsi B setelah periode ke-3. Untuk menguji pilihan preferensi waktu, pengujian yang digunakan seperti dijabarkan pada Tabel 4.

Pada Tabel 5, menyajikan pilihan yang harus dibuat oleh responden, yang umumnya merupakan indikator untuk menguji apakah individu bersifat tidak sabar atau sabar, apakah terpengaruh oleh magnitude atau sign effects. Individu yang selalu memilih opsi A memberi indikasi ia selalu bersikap tidak sabar (sooner the better).

Studi Tentang Discount Rate yang Terkait dengan Bidang Kesehatan

Pada kajian ekonomi keprilakuan (Behavioral Economics), preferensi individu merupakan kajian yang paling banyak menarik perhatian. Dalam teori

Tabel 5. Studi Empiris Time Preference dan Kesehatan

Studi dari

Negara & sampel

Metode

Variabel Kesehatan

Waktu dan Rata-rata discount rate

Robberstad (2005)

Tanzania, 226 subjek

Hipotetikal, discounted utility, dan open ended stated preference

Insiden Malaria dan penyakit menular lainnya

3-6 tahun 0,071

Shanmugam (2006)

India, 522 subjek

Pilihan pekerjaan dalam kehidupan nyata, dan resiko yang berkaitan dengan pekerjaan yang dipilihnya

Tabel usia dan harapan usia hidup yang dipertimbangkan setiap individu

0,076

Robberstad and Cairns (2007)

Tanzania, 450 subjek

Non hipotetikal, Harvey utility, dan open ended stated preference

Penyakit yang tidak fatal, tetapi bisa menyebabkan absen kerja

3-6 tahun 0,122

Sumber :dirangkum dari Andersen et al. (2008)


ekonomi konvensional, preferensi individu terhadap waktu (time preference) diasumsikan bersifat konstan dan bila diikaitkan dengan masalah intertemporal choice, individu diasumsikan akan memberi bobot berimbang antara pilihan saat ini dan pilihan di masa yang akan datang. Hal yang sama juga diasumsikan pada preferensi terhadap resiko, individu diasumsikan memandang resiko secara netral.

Ilmu konomi kesehatan mulai menggunakan analisis ekonomi keprilakuan dalam memprediksikan bagaimana individu mengalokasikan waktu dan membuat pilihan yang brkaitan dengan perawatan kesehatan mereka di masa datang. Kesehatan merupakan salah satu komponen dalam utilitas individu, namun bersifat non tradable goods. Apabila dalam pilihan konsumsi dan tabungan, individu merujuk pada suku bunga (discount factor) sebagai insentif untuk mngurangi konsumsi dan memilih untuk mendabung. Semakin tinggi discount factor, semakin tinggi insentif untuk menabung, agar bisa mempertahankan level konsumsi yang sama dengan level konsumsipada saat sekarang dengan saat memasuki masa pensiun nanti.

Mengingat kesehatan adalah nontradable goods, ind ivid u se ringkali berperilaku mengab aikan perawatan kesehatan, tidak berinvestasi dalam bentuk asuransi dan bentuk pengabaian lainnya Untuk menguji bagaimana individu berinvestasi pada kesehatan di masa yang akan datang, beberapa studi awal menggunakan metode survei untuk menngambarkan bagaimana individu berprilaku dalam menghindari beberapa penyakit menular, diantaranya malaria (Robberstad, 2005), pilihan asuransi dan kecelakaan kerja (Robberstad dan Chaims, 2007), dan pilihan bekerja atau tidak saat sedang sakit (Sanmugam, 2006). Informasi yang sama dapat disimak dalam Tabel 5 di bawah ini.

Studi yang dirangkum dalam tabel di atas berfokus

pada pilihan perawatan kesehatan dan pekerjaan Dalam sejumlah studi yang lain, dikaji kaitan antara jenjang pendidikan dengan pilihan perilaku merawat kesehatan. Mengikuti studi-studi yang telah dilakukan sebelumnya, parameter preferesi diproxi dengan jenjang pendidikan formal dan pilihan pada aktivitas berolah raga, pilihan konsumsi makanan sehat atau berlemak. Studi ini dilakukan oleh (Huston dan Finke, 2003). Sementara itu studi dari Komlos et al. (2004), mengkaji pilihan intertemporal choice antara mengkonsumsi hari ini atau menabung. Studi ini menggunakan data agregat level negara. Dalam studi dari Zhang dan Rashad (2008), Sloan et al.(2009), dan Ayyagari et al.(2011), mengkaji preferensi pilihan individu berdasarkan pada pilihan persetujuan individu pada pernyataan “Saya menikmati kehidupan saya yang sekarang, dan tidak mau berpikir banyak tentang masa depan” Individu yang memilih setuju pada pernyataan ini mengindikasikan perilaku present oriented atau memberi discount yang rendah pada waktu yang akan datang. Sementara itu studi dari Zhang dan Rashad (2008) menggunakan pilihan upaya dengan effort yang tinggi atau keingian tanpa didukung oleh upaya. Hal ini dirangkum dalam Tabel 6.

Pada sejumlah studi yang lain telah berfokus pada individu perokok dan preferensi merokok. Fersterer dan Winter-Ebner (2003) mengkaji dampak dari lama (waktu) mulai merokok terhadap capaian akademik, kesehatan dan capaian kesejahteraan ekonomi. Studi ini menggunakan data survei yang menanyakan apakah individu sudah aktif merokok ketika berusia 16 tahun. Secara umum studi ini menyimpulkan bahwa individu yang merokok sejak usia 16 tahun memiliki kesejahteraan ekonomi dan indikator kesehatan yang lebih rendah dibanding individu non perokok. Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada indikator pendidikan antara

Tabel 6. Kaitan Preferensi Waktu dan Indikator Kesehatan

Studi dari

Variabel Kesehatan

Proxi atau Metode Elicitasi

Huston dan Finke (2003)

Obesitas

Proxi preferensi waktu: level pendidikan formal, merokok, berolah raga, pengetahuan tentang makanan sehat, mengkonsumsi makanan sehat atau tidak

Komlos et al. (2004)

Obesitas

Proxi preferensi waktu: tabungan dan rasio hutang terhadap pendapatan

Zhang and Rashad (2008)

Obesitas

Proxi preferensi waktu: degree of willpower dan “desire but no effort

Sloan et al. (2009)

Diabet dan manajemen obesitas

Proxi preferensi waktu : persetujuan pada “I live life one day at a time and don’t think much about the future”

Ayyagari et al. (2011)

Diabet dan manajemen obesitas

Proxi preferensi waktu : persetujuan pada “I live life one day at a time and don’t think much about the future”

Sumber: dirangkum dari berbagai sumber, 2003-2011.

Tabel 7. Beberapa Studi yang Mengkaji Perilaku Merokok dan Perilaku Resiko

Studi dari

Variabel

Proxi atau Metode Elicitasi

Fersterer dan

Perilaku Merokok dan

Proxi preferensi waktu: status merokok atau tidak pada saat usia

Winter-Ebmer (2003)

Level Pendidikan

subjek 16 tahun

Khwaja et al. (2007)

Perilaku merokok

Proxi preferensi waktu: Intertemporal pilihan keuangan dan kesehatan (“20 extra days in perfect health thisyear would be just as good as __ extra days in perfect health x year(s) from now”)

Goto et al. (2009)

Perilaku merokok

Proxi preferensi waktu: pilihan diskret dari pertanyaan standard dalam Andersen et al. (2008)

Adams (2009b)

Perilaku merokok

Respon terhadap pernyataan: “…in planning your/your family’s saving and spending, which of the following time periods is more important to you and your husband /wife / partner?”

Ida and Goto (2009b)

Perilaku merokok

Proxi preferensi waktu: pilihan diskret dari pertanyaan standard dalam Andersen et al. (2008)

Scharff and Viscusi (2011)

Perilaku merokok

Proxi preferensi waktu: status pekerjaan dan trade off antara upah yang diterima dan resiko fatal (kematian) yang dihadapi dalam pekerjaan yang dipilih

Sumber: dirangkum dari berbagai sumber, 2003-2011

perokok dan non perokok pada studi ini.

Khwaja et al. (2007), mengkaji preferensi waktu dari perokok dengan mengajukan pernyataan berikut: “menikmati 20 hari lebih lama dengan jaminan badan yang sehat sempurna dalam tahun ini, setara dengan menikmati.....hari dengan kesehatan yang prima.” Beberapa studi yang lain berfokus pada preferensi pilihan mengoptimalkan konsumsi saat ini dengan pilihan jenis pekerjaan. Semakin beresiko sebuah pekerjaan yang dimiliki individu diduga berkaitan dengan preferensi suka pada resiko (risk seeker) Contoh dari jenis pekerjaan yang berkaitan dengan resiko tinggi adalah pemadam kebakaran, dokter bedah, pengumpul sampah, polisi, hakim, jaksa dan lain-lain

DATA DAN METODOLOGI

Sumber Data

Studi ini menggunakan data primer yang digali dari survei terhadap 165 responden, dengan rincian

50 responden non perokok, 55 responden pernah merokok dan saat ini berusaha berhenti merokok, serta 60 responden perokok aktif. Responden diperoleh dari karywawan dan warga di sekitar 4(empat) kampus, masing-masing 1 kampus di Surabaya selatan, 1 kampus di Surabaya pusat dan 2 kampus di Surabaya Timur.

Metodologi

Adapun metodologi yang digunakan dalam studi ini adalah kombinasi analisis deskriftif dan analisis kuantitatif berupa regresi two stage least square Adapun model empiris yang diestimasi dinyatakan dalam persamaan Analisis Regresi Two Stages Least Square untuk melihat kaitan tingkat religiusitas dan status merokok. Model empiris yang digunakan dinyatakan dalam persamaan model (1) dan (2).

Tahap 1:

Stat _ merokoki = α0 + αj * Karak _ indi + α5 *Re lgi + εi

........ (1)

Tahap 2:

TP = δ.. + δ * Stat merokok + δ * HSH, + δ * Tmn, + δ * MSI, i 0        1                                    i 2               i 3 i4 i

  • +    δ5 * MSM + δ6 * H + δ7 *Relg+ εi          .........(2)

Penjelasan masing-masing variabel dijabarkan berikut ini. “Relgi” adalah Laporan subyektif dari responden tentang religiusitas mereka. Respon individu dnyatakan dalam opsi:1. sangat religius, 2. Agak religius, 3. Religius, dan 4. Tidak religius. Respon ini lalu diyatakan dalam variabel dummy: 1 = untuk opsi 1,2, dan 3 dari responden, dan 0 = opsi 4. “Kark_indvi” adalah Karakteristik individu responden, yang diwakili oleh: usia, jenis kelamin (1= pria), tingkat pendidikan (1=SD, 2=SMP, 3=SMA, 4=Diploma atau Universitas), tingkat pendapatan (dinyatakan dalam range antara 1 juta sampai di atas 5 juta), dan jumlah anggota RT. “Modal sosial individu” adalah Variabel yang diproxy dengan respon individu pada pernyataan: (i). Di lingkungan tempat tinggal saudara, setiap orang dapat dipercaya; (ii). Di lingkungan tempat tinggal saudara, aman untuk menitipkan kunci rumah (anak) apabila saudara sedang bepergian. Nilai 1 = setuju, nilai 0 = tidak setuju. Dari 3 pertanyaan ini kemudian diambil nilai rata-ratanya. “Status Merokok” adalah Laporan subyektif individu tentang status merokok: (i). aktif merokok, (ii). berhenti merokok, (iii). bukan perokok.

Untuk melihat perbedaan preferensi waktu dan sikap terhadap resiko, antara responden perokok dan non perokok digunakan Analisis Regresi Probit. Adapaun model empiris yang digunakan, dinyatakan dalam persamaan (3) dan (4).

TP = δ + δ * Stat merokok, + δ7 * HSH + δ * Tmn, i 0         1                                       i 2                i 3 i

  • +    δ4 * MSIi + δ5 * MSM + δ6 * H + δ7 *Relgi + εi ....(3)

RPi = Y0 + Y1 * Sa _ merokoki + Y2 * HSHi + γ3 * Tmni

  • +    y 4* MSIi + y 5* MSM + y 6* H + γ 7*Relg i + εi      (4)

Adapun notasi dalam persamaan (3) dan (4) diuraikan sebagai berikut: “TPi” menyatakan time preference dari masing-masing individu responden untuk beberapa pernyataan pilihan A atau pilihan B. Pilihan A secara umum memberi opsi hadiah hipotetikal yang bernilai kecil namun diterima segera (small but sooner), versus opsi B berupa hadiah hipotetikal dengan nilai yang lebih besar tetapi di terima di periode yang akan datang ( besok, sebulan, setahun, dll). Dalam studi ini juga digunakan opsi memilih hadiah berupa: opsi A. 1 buah apel yang diterima hari ini (1 tahun yang akan datang), atau

opsi B. 1 buah apel diterima besok ( 1 tahun yang akan datang + 1 hari).

“RPi” menyatakan sikap individu terhadap pilihan yang mengandung resiko atau tidak. Opsi A. berupa sejumlah hadiah (Rp X) yang di terima dengan pasti, atau opsi B. berupa 50 mendapat Rp 0 dan 50 mendapat Rp Y; dimana Y >= 2X. “Stat_merokoki” merupakan status merokok, definisi sama dengan persamaan (1) dan (2). “HSHi” merupakan Harapan standar hidup dari responden. Variabel ini berupa skor rata-rata yang dihitung dari sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan keyakinan individu tentang standar hidup merea saat ini, tahun depan, 5 tahun yang akan datang, dan standar hidup anak-anak mereka. “Tmni” adalah Laporan subyektif individu tentang seberapa sering mereka: menelpon, di telpon, mengunjungi atau dikunjungi oleh teman/sahabat atau keluarga yang tidak tinggal serumah dengan mereka. Nilai 1 = sering dan kadang-kadang, 0 = tidak pernah dan hampir tidak pernah. “MSIi” merupakan Modal sosial individu. Definisi operasional sama dengan persamaan (1) dan (2). “MSMi” merupakan Modal sosial masyarakat. Nilai rata-rata dari pernyataan 1= setuju atau 0=tidak setuju dari responden tentang: jika mereka kehilangan dompet, dimana di dalam dmpet tersebut berisi uang, surat-surat berharga, dan kartu identitas lengkap; dompet akan kembali jika di temukan oleh: polisi, tetangga atau orang yang dikenal, oraang asing. “H” adalah Happiness, pernyataan kebahagiaan individu tentang: pekerjaan, pendapatan, pendidikan, standar hidup anak, dan lain-lain. Dan, “Relgi” adalah Tingkat religiusitas. Definisi operasional sama dengan persamaan (1) dan (2)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden Penelitian

Tabel menyajikan karakteristik individu dari responden penelitian dalam studi ini. Berdasarkan karaktersitik usia, rata-rata usia responden non perokok adalah 35,52 tahun, responden yang sedang berhenti merokok 47,76 tahun dan responden perokok 38,75 tahun. Di lihat dari jenis kelamin, pada ketiga katagori yaitu perokok, berhenti merokok dan perokok, secara umum responden pria lebih banyak dibanding responden wanita. Dilihat dari karateristik pendidikan, sebagian besar responden telah berpendidikan SMP ke atas. Pada kelompok perokok dan sedang mengurangi rokok, jumlah responden dengan latar pendidikan perguruan tinggi justru paling banyak.

Ditinjau dari jenis pekerjaan, kelompok responden non perokok yang mempunyai distribusi variasi

Tabel 8. Karakteristik Individu Responden

Sosio Demografi

Status Responden

Bukan Perokok

Mengurangi Merokok

Aktif Perokok

Jumlah Sampel (orang)

50

55

60

Rata-rata Usia (tahun)

35,52

47,76

38,75

Jenis Kelamin

Pria

30

46

56

Wanita

20

9

4

Jenjang Pendidikan

SD

3

7

4

SMP

6

6

10

SMA

28

19

16

Perguruan Tinggi

13

23

30

Pekerjaan

Buruh/ Tenaga Serabutan

10

3

9

Petani

4

4

6

Pedagang

5

4

5

PNS

6

23

21

Swasta

15

12

6

Tenaga Kontrak

10

9

13

Status Rumah

Rumah Sendiri

19

30

27

Rumah Warisan Orang

Tua

24

25

33

Kontrak

7

0

0

Serumah lebih dari 1 Keluarga

Ya

16

27

31

Tidak

34

28

29

Pendapatan

Antara Rp1-2 Juta

14

13

19

Rp2-3,5 Juta

26

36

25

Lebih dari 3,5 Juta

10

6

16

Sumber : diolah dari data penelitian, 2015

pekerjaan paling banyak. Selanjutnya, berkaitan dengan status rumah dan pendapatan responden Secara umum pada ketiga kelompok responden, sebagian besar responden telah memiliki rumah milik sendiri atau rumah warisa orang tua, namun sebagian besar dari responden juga tinggal serumah dengan lebih dari 1 keluarga. Berkaitan dengan level pendapatan, sebagian besar responden telah mempunyai pendapatan di atas Rp2.000.000 Berkaitan dengan prestasi akademik responden, dibedakan sebelum kuliah dan setelah kuliah. Prestasi responden pada level pendidikan SD, SMP dan SMA secara umum pada level terbaik dan sedang pada jenjang SD dan SMP, namun prestasi ini dilaporkan mulai berkurang pada level SMA, dan semakin bervariasi pada jenjang kuliah. Dikaitkan dengan laporan subjektif mengenai perkiraan jenjang karier, kondisi kesehatan, dan level kebahagiaan responden,

Tabel 9. Karakteristik dan Perilaku Merokok

Preferensi Konsumsi Rokok

Status Responden

Bukan Perokok

Mengurangi Merokok

Aktif Merokok

Waktu mulai merokok setelah bangun pagi

Sudah Tidak Merokok

50

0

0

Kurang dari 5 Menit

0

7

51

5 - 30 Menit

0

13

9

31 - 60 Menit

0

26

0

Setelah 1 Jam

0

9

0

Kesulitan jika ada larangan merokok

Tidak

50

30

0

Ya

0

25

60

Sebatang rokok mana paling sulit dihindari?

Tidak ada

50

0

0

Bangun pagi

Sehabis makan/ sedang

0

17

45

minum kopi

0

21

22

Setiap saat butuh rokok

0

17

31

Kapan lebih membutuhan rokok?

Tidak ada

50

0

0

Bangun pagi

0

22

14

Belajar/Bekerja

Sehabis makan/ sedang

0

28

36

minum kopi

0

5

41

Apakah Anda tetap merokok meski sedang sakit?

Tidak

0

26

7

Ya

0

29

53

Kapan mulai merokok?

Bukan Perokok

50

0

0

Kurang dari 5 tahun

0

0

6

6 -10 tahun

0

1

14

11-15 tahun

0

23

45

Di atas 15 tahun

0

31

0

Jumlah rokok yang dihisap pada saat coba-coba

Bukan Perokok

50

0

0

1 - 2 batang per hari

0

14

14

3 - 5 batang per hari

0

33

23

Lebih dari 5 batang per hari

0

8

28

Sumber : diolah dari data penelitian, 2015

ketiga katagori responden melaporkan bahwa mereka lebih sehat, mempunyai karier yang lebih bagus dan lebih bahagia dibanding rekan-rekan seusia mereka.

Pada Tabel 9 menyajikan data karakteristik individu yang berkaitan dengan pengetahuan dan perilaku merokok. Dalam tabel ini dapat disimak bahwa berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam sebuan terakhir, 52 dari 60 responden perokok aktif mengaku merokok lebih dari 1 bungkus per hari. Responden yang dikatagorikan berusaha berhenti merokok, 42 dari 50 orang melaporkan masih merokok beberapa batang per hari, sedangkan sisanya masih

Tabel 10. Pengaruh Keluarga dan Lingkungan dari Perokok

Status Responden

Sejarah Terkait

Bukan

Mengu-

Aktif

Konsumsi Rokok

rangi

Merokok

Perokok

Merokok

Bagaimana mengenal rokok pertama kali?

Sampel SPG

0

0

0

Sampel Konser

Diajak ayah/kakak/teman

0

0

12

coba-coba

0

48

54

Mencoba rokok kakek/ ayah/paman/kakak

0

48

58

Iklan

0

42

47

Siapa anggota keluarga yang merokok di rumah?

Kakek

42

21

29

Ayah

41

42

52

Paman

8

9

26

Kakak laki-laki

41

41

37

Apakah Saudara merokok di dalam rumah?

Ya

0

37

52

Tidak

0

4

0

Kadang-kadang

0

14

8

Apakah Saudara mengijinkan tamu

merokok di dalam rumah?

Ya

28

24

34

Tidak

7

10

0

Kadang-kadang

15

16

26

Pernahkah Saudara dinasehati tentang bahaya dari asap

rokok?

Pernah

29

30

24

Tidak Pernah

6

18

14

Kadang-kadang

15

7

22

Pernahkah Saudara dinasehati agar

tidak/berhenti merokok?

Pernah

0

22

21

Tidak Pernah

39

23

18

Kadang-kadang

11

10

21

Usia Berapa Saudara menjadi perokok aktif

Kurang dari 5 tahun

0

0

0

6 -10 tahun

0

0

5

11-15 tahun

0

19

44

Di atas 15 tahun

0

36

11

Sumber : diolah dari data penelitian, 2015

merokok sampai 1 bungkus per hari. Secara umum perokok merasa sangat kesulitan untuk beraktivitas apabila ada larangan merokok di tempat tersebut. Sebatang rokok yang paling sulit dihindari adalah 5 menit pertama setelah bangun tidur bagi perokok aktif (85 ) dan setengah jam setelah bangun tidur bagi kelompok yang berusaha berhenti merokok (47 ).

Masih terkait dengan informasi dalam Tabel 9, dapat disimak bahwa perokok maupun kelompok yang berusaha berhenti merokok sama-sama kesulitan untuk menghindari rokok ketika bangun pagi, apabila

sedang minum kopi, dan bahkan setiap saat merasa membutuhkan rokok. Dilihat dari sejarah merokok, baik perokok maupun kelompok yang berusaha berhenti merokok, telah mulai merokok pada usia belasan tahun, setara dengan usia awal masuk SMP Jumlah rokok yang dihisap pada masa mencoba-coba rokok telah mencapai 3-5 batang rokok, dan rokok dinikmati sebagian besar bersama teman-teman mereka di luar sekolah.

Pada Tabel 10, secara umum dapat disimak bahwa baik perokok dan yang berusaha berhenti merokok, mendapat banyak pengaruh untuk mencoba rokok dari anggota keluarga merokok, khususnya ayah, kakek dan kakak mereka. Dalam aktivitas sehari-hari, perokok dan yang berusaha berhenti merokok, sama-sama terbiasa merokok di dalam rumah, serta mengijinkan tamu mereka merokok di dalam rumah atau ruang tamu mereka. Tidak hanya itu, sebagian besar perokok dan yang berusaha berhenti merokok, hampir jarang sekali mendapat nasehat dari anggota keluarga tentang bahaya racun yang dikandung dalam asap rokok, dan mereka agak sedikit mendapat nasehat untuk berhenti merokok.

Persepsi Bahaya Asap Rokok bagi Kesehatan

Pada Tabel 11, disajikan persepsi diri dan keyakinan responden pada bahaya dari asap rokok. Berkaitan dengan berat badan, kelompok perokok dan yang berusaha berhenti merokok, tidak ada yang merasa kelebihan berat badan di atas 10 kg, dan secara umum mereka memeriksakan kesehatan diri ke dokter antara 1 sampai dengan 2 tahun terakhir. Dua belas orang dari 50 responden non perokok melaprkan diri mereka tidak memerikasakan diri lebih dari 2(dua) tahun yang lalu. Perokok dan kelompok yang berusaha berhenti merokok sama-sama kurang meyakini adanya bahaya asap dari rokok pada berbagai penyakit seperti jantung dan darah tinggi, bahaya impoten dan keguguran pada wanita yang sedang mengandung. Kedua kelompok responden ini juga menganggap bahwa bahaya asap rokok tidak sama bagi perokok aktif dan perokok pasif. Dalam sesi wawancara, diperoleh informasi bahwa perokok menganggap mereka yang menghisap rokok secara langsung, meskipun sebagian dikeluarkan kembali Ini berarti komponen asap lebih banyak dihisap oleh perokok aktif. Ada sedikit kesamaan pada selurh responden, baik yang merokok, sedang berusaha berhenti merokok maupun non perokok, bahwa sebagian besar diantara responden tidak yakin bahwa merokok merupakan cara yang ampuh untuk diet, atau menurunkan berat badan.

Tabel 11. Persepsi Responden pada Bahaya dari Asap Rokok Bagi Kesehatan

Kesehatan dan

Konsumsi Rokok

Status Responden

Bukan Perokok

Mengurangi Rokok

Aktif Merokok

Berat badan saat ini

Kurus

6

9

8

Ideal

24

34

39

5-10 kg lebih dari berat ideal

10

12

13

Lebih dari 10 kg dari berat ideal

10

0

0

Kapan terakhir saudara periksa kesehatan

Belum pernah periksa kesehatan

10

11

11

Sekitar tahun ini

25

36

32

1 – 2 tahun lalu

3

8

15

Lebihd ari 2 tahun lalu

12

0

2

Sikap terhadap pernyataan: Rokok dapat memicu beragam

penyakit

Sangat tidak yakin

1

0

15

Tidak yakin

3

0

33

Sangat Yakin

31

24

12

Netral

15

31

0

Sikap terhadap pernyataan: Rokok dapat menyebabkan

impoten

Tidak yakin

4

33

32

Yakin

25

22

14

Sangat yakin

17

0

0

Netral

4

0

14

Sikap terhadap pernyataan: Rokok dapat menyebabkan

mandul atau keguguran

Tidak yakin

0

0

27

Yakin

21

30

22

Sangat yakin

29

25

0

Netral

0

0

11

Bahaya asap rokok sama bagi perokok dan perokok pasif

Tidak yakin

0

30

33

Yakin

30

25

16

Sangat yakin

20

0

0

Netral

0

0

11

Merokok = cara yang gampang untuk diet

Sangat tidak yakin

0

8

0

Tidak yakin

30

30

33

Yakin

15

17

27

Sangat yakin

5

0

0

Sumber : diolah dari data penelitian, 2015

Kaitan antara Perilaku Merokok dengan Preferensi Waktu dan Sikap Terhadap Resiko

Pada bagian ini disajikan temuan empiris dari pilihan pada preferensi waktu dan sikap terhadap resiko pada 3 (tiga) kelompok responden. Sebelum menyajikan kaitan tersebut, terlebih dahulu akan disajikan kaitan antara laporan subjektif tentang religiusitas dan perilaku merokok, dengan

Tabel 12. Kaitan antara Modal Sosial Individu, Religi-usitas dan Perilaku Merokok

First Stage, Dependent Variable Religiucity

Second Stage, Dependent :   Variable: Smoking Status,

Perokok atau menguragi merokok =1

Konstanta

63,22***

(10,29)

Konstanta

-2,363

(2,860)

Usia

-0,168

(0,134)

Usia

0,204*** (0,084)

Jenis Kelamin

-6,529***

(3,191)

Jenis Kelamin

0,458

(0,288)

Lama Pendidikan

0,492 (0,369)

Lama Pendidikan

0,214

(0,254)

Pendapatan

0,000

(0,000)

Pendapatan

0,0000

(0,000)

Jumlah anggota

-1,191

Jumlah anggota

0,0904

Rumah Tangga

(0,802)

Rumah Tangga

(0,060)

Modal Sosial Individu

0,1017 (0,108)

Religiusity

0,024

(0,042)

Jumlah sampel (N)

165

Jumlah sampel (N)

165

F-Statistik : F(6,158)

2,53

F-Statistik : F(6,158)

4,43

RMSE

0,629

RMSE

0,629

R2

0,09

R2

-

Adj R2

0,05

Adj R2

-

Sumber : diolah dari data penelitian, 2015

menggunakan instrument modal sosial individu, modal sosial dalam bermasyarakat dan kepercayaan pada lembaga kemasyarakatan dan polisi.

Tabel 12 menyajikan kaitan antara modal sosial dan karakteristik individu pada laporan subjektif religisiusitas pada sisi Tabel sebelah kiri, dan dalam Tabel di sebelah kanan disajikan instrument religisiusitas pada perilaku merokok. Analisis regresi probit menemukan bahwa responden pria ternyata kurang religious dibanding responden wanita. Selanjutnya, secara simultan laporan religiusitas dan karakteristik individu ditemukan bahwa semakin bertambah usia responden, maka semakin besar peluang yang bersangkutan akan menjadi perokok aktif.

Pada bagian selanjutnya akan disajikan kaitan antara perilaku merokok dan sejumlah karakteristik lain terhadap preferensi terhadap pilihan waktu dan prefernsi terhadap resiko. Hal ini disajikan dalam Tabel 13.

Pada Tabel 13, menyajikan 4 (empat) model regresi Probit yang dinotasikan dengan TP_01, TP_02, Apel_01 dan Apel_02. Model TP_01 merupakan mewakili konsepTime Preference yang pertama (01), yang memberikan pilihan kepada individu sebagai berikut. Dalam sebuah perumpamaan, pilihan A, individu mendapat Rp750.000 yang diterima hari ini, atau pilihan B senilai Rp1.250.000 yang diterima tahun depan. Selanjutnya, model TP_02 menyajikan pilihan A berupa Rp1.500.000 diterima

Tabel 13. Preferensi Individu Responden Terhadap Pilihan Waktu

Variabel Bebas yang digunakan:

Variabel Tergantung adalah:

TP_01

TP_02

Apel_01

Apel_02

Konstanta

-0,873 (1,285)

1,853

(1,317)

-1,3264

(1,0947)

-1,7287 (1,096)

Perokok

0,249 (0,283)

-0,0215*

(0,0276)

0,1818

(0,2244)

0,3947** (0,2254)

Harapan Standar

-0,005

-0,0048

0,0089

0,0123

Hidup

(0,0148)

(0,0014)

(0,0138)

(0,1371)

Pertemanan

0,0046

(0,0095)

0,0020

(0,0089)

0,0084

(0,0088)

0,0087 (0,0088)

Modal Sosial

0,011

0,0064

0,0021

0,0082

Individu

(0,015)

(0,0147)

(0,014)

(0,1389)

Modal Sosial di

0,0066

-0,0183

-0,0168

-0,0073

Masyarakat

(0,0148)

(0,0145)

(0,0137)

(0,136)

Indeks

0,8379**

-0,9317

0,5358

0,3164

Kebahagiaan

(0,4313)

(0,5727

(0,4158)

(0,4314)

Religisiusitas

-0,0055

(1,285)

0,0025

(0,0067)

0,0127**

(0,0064)

0,0079 (0,0063)

Jumlah sampel

165

165

165

165

LR Chi-Sq

8,44

6,26

8,62

6,76

Prob-Chi2

0,296

0,5099

0,2814

0,4545

Pseudo R2

0,041

0,029

0,0382

0,303

Sumber : diolah dari data penelitian, 2015

Table 14. Estimasi Preferensi Responden terhadap Re-siko

Variabel Bebas

Variabel Tergantung adalah:

R_AB

R_Netral

R_BA

Konstanta

0,8135

(1,1451)

0,2564

(1,2534)

1,4642

(1,1151)

Perokok

0,3969** (),2289)

-0,0397

(0,2846)

0,1993 (0,2258)

Harapan Standar Hidup

0,0153 (0,0141)

0,0314 ((0,0146)

-0,0239* (0,0139)

Pertemanan

-0,0193*** (0.0091)

-0,0103

(0,0091)

0,0157* (0,0191)

Modal Sosial Individu

0,0122

(0,0193)

-0,0015

(0,0017)

-0,0376

(0,1571)

Modal Sosial di Masyarakat

-0,0186

(0,0136)

-0,0041

(0,1479)

0,0376** (0,0145)

Indeks Kebahagiaan

-0,5921

(0,4914)

-0,0096

(0,4536)

-0,0035**

(0,1458)

Religisiusitas

0,0046

(0,0064)

0,0062

(0,0067)

-0,0121**

(0,0066)

Jumlah sampel

165

165

165

LR Chi-Sq

11,46

3,71

26,03

Prob-Chi2

0,1127

0,8127

0,000

Pseudo R2

0,054

0,0182

0,1139

Sumber : diolah dari data penelitian, 2015

hari ini versus pilihan B berupa Rp4.000.000 yang akan diterima 5(lima) tahun kemudian. Selanjutnya, notasi Apel_01 menyajikan pilihan mendapat 1 buah apel yang diterima hari ini atau 2 buah apel yang diterima besok. Notasi Apel_02 menyajikan pilihan A berupa 1 buah Apel yang diterima tahun depan, versus pilihan B berupa 2 buah Apel yang diterima tahun depan ditambah 1 hari.

Model yang disajikan dalam Tabel di atas adalah TP_01 dan TP_02, dimana dua model ini menyajikan suku bunga eksplisit tertinggi, yaitu 67 pada TP_01 dan 22 pada TP_02 dari 6 pilihan yang disajikan dalam survei.Selanjutnya, hadiah moneter hipotetikal ini diperbandingkan dengan hadiah yang juga hipotetikal, namun berbentuk makanan sehat, yaitu apel. Pada ke-4 model di atas, yaitu TP_01, TP_02, Apel_01 dan Apel_02; nilai 1 dinyatakan untuk individu yang memilih hadiah saat ini, dan nilai nol untuk individu yang memilih 0(nol). Dengan menggunakan analisis regresi Probit, dapat disimak dalam Tabel 13, bahwa untuk pilihan preferensi waktu TP_01, dari sejumlah variabel bebas yang digunakan dan variable of interest yaitu status merokok, hanya rata-rata skor kebahagiaan yang berpengaruh signifikan. Selanjutnya, hal ini dapat bermakna bahwa individu yang melaporkan diri lebih bahagia dari yang lainnya, lebih cenderung untuk memilih hadiah diterima segera meskipun dengan nilai yang lebih kecil.

Masing-masing model dalam Tabel 13 mempunyai

keterkaitan dengan varaibel tergantung yang berbeda-beda. Dari 4 (empat) model yang disajikan, dengan variable of interest status merokok, pada model kedua, yaitu TP_02, hanya variabel perokok yang menunjukkan keterkaitan dengan preferensi pilihan antara menerima hadiah langsung atau diterima 5(lima) tahun lagi. Dalam model ini ditemukan bahwa responden perokok lebih kecil kemungkinannya memilih opsi A, yaitu menerima hadiah langsung atau segera.Dalam model ini dapat bermakna bahwa responden non perokok bersikap lebih impulsive dibanding responden perokok. Selanjutnya, untuk pilihan hadiah Apel, nampak bahwa responden perokok cenderung memilih hadiah apel yang diterima tahun depan, sedangkan reponden yang religious mempunyai probabilitas yang lebih kecil untuk memilih hadian apel untuk diterima hari ini.

Tabel 14 menyajikan model estimasi yang sama dengan model dalam Tabel 13; hanya saja variabel tergantung yang digunakan dalam model pada Tabel 14 adalah pilihan terhadap resiko. Model R_AB menunjukkan bahwa ada 2(dua) opsi yang ditawarkan yaitu opsi A dimana hadiah diterima dengan pasti dan opsi B yang memuat 2 (dua) kemungkinan, yaitu 50 mendapat hadiah senilai tertentu dan 50 tidak mendapat apa-apa. Dalam Tabel 10, model R_AB menunjukkan bahwa tidak hanya opsi A memberi kepastian, tetapi nilai harapan dari pilihan A juga lebih besar dibanding pilihan B Model R_Netral bermakna bahwa meskipun pilihan

A dengan kepastian dan pilihan B memiliki peluang mendapat sesuatu dan peluang tidak mendapatkan sesuatu, namun nilai harapan dari kedua opsi ini adalah sama. Selanjutnya, model R_BA menunjukkan bahwa nilai harapan B lebih tinggi dibanding nilai harapan pilihan A.

Selanjutnya, variabel bebas yang digunakan dalam model ini adalah perokok yang merupakan penjabaran dari status responden (perokok =1, dan bukan perokok =0). Variabel harapan pada standard hidup merupakan skor rata-rata dari pilihan pernyataan konsum en pada: harapan inflasi, standard dan kualitas makanan keluarga, perawatan kesehatan keluarga, kemampuan dan daya beli di masa yang akan datang, serta skor pada kualitas hidup. Modal Sosial Individu dan Modal Sosial di Masyarakat menggunakan definisi yang sama dengan estimasi pada Tabel 13. Indek Kebahagian merupakan hasil skor rata-rata dari pilihan pernyataan kebahagiaan saat ini, kebahagiaan tahun lalu, dan harapan kebahagiaan tahun yang akan datang. Religisiusitas menrupakan penyataan responden, nilai 1 jika responden mengaku religious dan 0 (nol) jika responden merasa tidak religius.

Model pertama menunjukkan bahwa responden perokok mempunyai probabilitas untuk memilih opsi pilihan A, berupa rewards yang pasti dan memiliki nilai ekspektasi yang lebih tinggi dibanding rewads pilihan B. Selanjutnya, dalam model ini juga ditemukan bahwa responden yang lebih sering melakukan kontak, memberi dan mendapat kabar dari saudara, teman dan sahabat lainnya, mempunyai peluang lebih keciluntuk memilih preferensi pilihan A dibanding pilihan B. Untuk model kedua, yaitu pilihan dengan risk netral, tidak ditemukan ada kaitan atau pengaruh yang signifikan, baik variabel merokok maupun variabel yang lainnya. Selanjutnya dalam model ketiga, yaitu R_BA; preferensi dengan alternatif pilihan

B dengan nilai rewards yang lebih besar namun mempunyai resiko, yaitu 50 mendapatkan rewards yang dimaksud dan 50 tidak mendapatkan apa-apa

Dalam model yang ketiga ini ditemukan bahwa individu yang secara relatif mempunyai harapan standard hidup yang lebih tinggi, mempunyai kecendrungan lebih rendah untuk memilih opsi hadiah yang lebih kecil namun memberi unsur kepastian. Selanjutnya responden yang mempunyai intensitas berkomunikasi dengan teman sahabat dan keluarga yang baik, atau mempunyai karakteristik dengan modal sosial bermasyarakat lebih tinggi, cenderung untuk memilih rewards yang lebih kecil namun pasti. Hal yang cukup unik dalam temuan

studi ini adalah bahwa responden yang mempunyai indeks kebahagiaan subjektif lebih tinggi, dan responden yang melaporkan diri religius ternyata mempunyai kecendrungan yang lebih tinggi untuk memilih opsi hadiah dengan nilai lebih rendah namun dengan unsur kepastian.

SIMPULAN

Dengan menggunakan laporan subyektif dari sejumlah responden yang di survey, studi menyimpulkan hal-hal berikut. (i) baik modal sosial maupun laporan religisiusitas subjektif dilaporkan tidak berpengaruh secara signifikan pada keputusan individu menjadi perokok. Namun, ada hal yang berbeda pada karakteristik individu, yaitu jenis kelamin; (ii) nilai budaya yang dianut bangsa Indonesia percaya bahwa tabu bagi perempuan untuk merokok. Namun dalam studi ini, karakteristik individu yaitu jenis kelamin, ditemukan bahwa pria mempunyai peluang lebih kecil menjadi perokok dibanding responden wanita. Selanjutnya, semakin bertambah usia responden ditemukan peluang menjadi perokok semakin tinggi.

Terkait dengan perbedaan preferensi antara perokok dan non perokok pada pilihan waktu dan pengambilan keputusan dengan resiko, studi ini menemukan sebagai berikut: (i) dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan preferensi waktu, studi ini menemukan bahwa perokok mempunyai probabilitas yang lebih kecil untuk memilih preferensi waktu yang berorientasi saat ini, meskipun rate of time preference yang ditawarkan cukup tinggi. Pada time preference dengan pilihan makanan sehat (Apel), probabilitas dari responden untuk memilih hadiah Apel yang dikonsumsi segera hampir 40 lebihtinggi dibanding responden non perokok; (ii) hampir 40 responden memilih hadiah yang bernilai tinggi dan mempunyai unsur kepastian adalah kelompok perokok. Dalam pilihan preferensi yang lain, perbedaan karakteristik perokok dan non perokok tidak signifikan.

SARAN

Adapun saran yang ingin disampaikan dalam studi ini adalah sebagai berikut. (i) Peringatan bahaya asap rokok secara tertulis pada bungkus rokok dianggap tidak relevan oleh sebagian besar responden, dimana sebagian besar responden perokok menunjukkan sikap tidak yakin. Oleh karena itu, metode visual yang lain perlu menjadi pertimbangan pemerintah dan lembaga terkait; (ii) Meskipun responden perokok

dan non perokok tidak mempunyai perbedaan yang signifikan dalam pilihan time preference, namun dalam pilihan terhadap keputusan dengan resiko, perokok ditemukan lebih memilih keputusan tanpa resiko. Hal ini telah memberi indikasi mendekati kecanduan. Oleh karena itu sosialisasi bahaya konsumsi rokok harus semakin ditingkatkan, agar jumlah individu yang kecanduan merokok dapat diturunkan.

REFERENSI

Adda, J. and V. Lechene (2001), «Smoking and endogenous mortality. Does heterogeneity in life expectancy explain differences in smoking behaviour?», UCL, mimeo. Available at http://www.ucl.ac.uk/~uctpjea/smoke.pdf.

Becker, G.S. and K.M. Murphy. 1988. A Theory of Rational Addiction, Journal of Political Economy 96, 675-700

Bickel, W.K., A.L. Odum, and G.J. Madden. 1999. Impulsivity and Cigarette Smoking: Delay Discounting in Current Never, and Ex-Smokers. Psychopharmacology 146, 447-454.

Becker, Gary S. and Mulligan, Casey S., “The Endogenous Determination of Time Preference, Quarterly Journal of Economics, 112(3), 1997, pp. 729-758.

Bickel WK, Amass L, Higgins ST, Badger GJ, Esch RA (1997) Effects of adding behavioral treatment to opioid detoxification with buprenorphine. J Consult Clin Psychol 65:803–810

Bickel, Warren K. and Matthew W. Johnson. 2003. “Delay Discounting: A Fundamental Behavioral Process of Drug Dependence,” In Time and Decision: Economic and Psychological Perspectives on Intertemporal Choice, edited by George Loewenstein, Daniel Read, and Roy Baumeister. New York: Russell Sage Foundation.

Blondel, S., Y. Lohéac, and S. Rinaudo. 2007. Rationality and Drug Use: An Experimental Approach. Journal of Health Economics 26, 643-658.

Chaloupka, F.J. and K.E. Warner. 2000. The Economics of Smoking, in: J. Newhouse and A. Culyer (eds.) The Handbook of Health Economics 1B, Amsterdam: North-Holland, 1539–1612.

Chaloukpa F. J. and M. Grossman (1996), «Price, tobacco control policies and youth smoking», Working Paper, No. 5740 (National Bureau of Economic Research).

Chaloukpa, F. J. and K. Warner (2000), «The Economics of smoking» (1540-1627), in Handbook of Health Economics, volume 1. Edited by A. Cuyler and J. P. Newhouse, Elsevier Science B.V., 1539-1627.

Chaloukpa, F. J. and H. Wechsler (1996), «Binge drinking in college: the impact of price», Contemporary Economic Policy, 14 (4): 112-24.

Coase, R. H. (1960), «The Problem of Social Cost», Journal of Law and Economics, (3): 1-44

Cook, P. J. and M. Moore (2000), «Alcohol» (1630-73), in Handbook of Health Economics, volume 1. Edited by A. Cuyler and J. P. Newhouse, Elsevier Science B.V., 1629-1673

Cutler, D.M and E.L. Glaese. 2009. Why Do Europeans Smoke More than Americans? in: D.A. Wise (ed.) Developments in the Economics of Aging. NBER Books, National Bureau of Economic Research, Inc.

Fehr, E. and P.K. Zych. 1998. Do Addicts Behave Rationally? Scandinavian Journal of Economics 100, 643-661.

Frederick, S., G. Lowenstein, and T. O’Donoghue. 2002. Time Discounting and Time Preference: A Critical Review, Journal of Economic Literature 40, 351-401.

Gerking, S. and R. Khaddaria 2011. Perceptions of Health Risk and Smoking Decisions of Young People, Health Economics (in press).

Green, L. and J. Myerson. 2004. A Discounting Framework for Choice with Delayed and Probabilistic Rewards. Psychological Bulletin 130, 769-792.

Gruber, J. and B. Koszegi. 2001. Is Addiction Rational: Theory and Evidence. Quarterly Journal of Economics 116, 1261-1303.

Halton, J. 1960. On the Efficiency of Evaluating Certain Quasi-Random Sequences of Points in Evaluating Multi-Dimensional Integrals. Numerische Mathematik 2, 84-90.

Heatherton, T.F., L.T. Kozlowski, R.C. Frecker, and K.O. Fagerström. 1991. The Fagerström Test for Nicotine Dependence: A Revision of the Fagerström Tolerance Questionnaire. British Journal of Addiction 86, 1119-1127.

Ida, T. dan Goto, R. (2009). Simultaneous Measurement of Time and Risk Preferences: Stated Preference Discrete Choice Modeling Analysis Depending on Smoking Behavior International Economic Review, Vol. 50, No. 4 (Nov., 2009), pp. 1169-1182

Ida, T. 2010. Anomaly, Impulsivity, and Addiction. Journal of Socio-Economics 39, 194-203.

Kan, K. 2007. Cigarette Smoking and Self-Control. Journal of Health Economics 26, 61-81.

Kementrian Kesehatan RI (2008).

Keren, G. and P. Roelofsma. 1995. Immediacy and Certainty in Intertemporal Choice. Organizational Behavior and Human Decision Processes 63, 287-297.

Laibson, D. 1997..Golden Eggs and Hyperbolic Discounting. Quarterly Journal of Economics 62:443-477.

Messinis, G. 1999. Habit Formation and The Theory of Addiction. Journal of Economic Surveys 13, 417-442.

Mitchell, S.H. 1999. Measures of Impulsivity in Cigarette Smokers and Non-Smokers. Psychopharmacology 146, 455-464.

Munasinghe, Lalith, and Nachum Sicherman. 2005. “Why Do Dancers Smoke? Smoking, Time Preference, and Wage Dynamics,” Barnard College, mimeo.

Odum, Amy L., Gregory J. Madden, and Warren K. Bickel. 2002. “Discounting of Delayed Health Gains and Losses by Current, Never- and Ex-smokers of Cigarettes,” Nicotine & Tobacco Research 4, 295-303

Pla, N.B. dan Jones, A.M. (2003). Addictive goods and taxes: A survey from an economic perspective. Hacienda Pública Española / Revista de Economía Pública, 167-(4/2003): 123-153

Reynolds, A., Richards, J.B., Horn,K., dan Karraker, K,.(2004). Delay discounting and probability discounting as related to cigarette smoking status in adults Brady. Behavioural Processes 65 (2004) 35–42

27