JEKT 5 [2] : 109 - 118

ISSN : 2301 - 8968


Konsentrasi Ekspor Provinsi Jawa Tengah

Tri Wahyu Rejekiningsih*)

Jurusan Ilmu Ekonomi Dan Studi Pembangunan

Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Kajian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi fokus ekspor Provinsi Jawa Tengah, dari sisi komoditi dan pasar. Data yang digunakan adalah data sekunder yang telah diterbitkan oleh BPS dan sumber lainnya yang memiliki keterkaitan. Objek yang diidentifikasi adalah nilai eksport Provinsi Jawa Tengah, yang terdiri dari beberapa komoditi dan negara tujuan tahun 2001-2009. Berdasarkan hasil identifikasi, terdapat lima komoditi ekspor dominan Provinsi Jawa Tengah, yaitu; industri benang dan tekstil; industri lainnya; BBM; industri kayu; gabus dan jerami; dan peternakan, dan yang menjadi konsentrasi ekpor Provinsi Jawa Tengah adalah industri benang dan tekstil. Hasil analisis, juga mengungkap bahwa terdapat lima negara tujuan eksport utama yaitu; USA; Japan; Singapore; Germany; and Republic of Korea. Dari lima negara importer tersebut yang menjadi konsentrasi ekspor Provinsi Jawa Tengah adalah USA (United State of America). Berdasarkan pada hasil identifikasi ekspor Provinsi Jawa Tengah, komoditas industri benang dan tekstil terdiri dari 52 barang, dan diketahui setiap barang memiliki nilai dan jumlah yang sangat besar, sehingga jika dibandingkan dengan komoditi ekspor lainnya maka komoditi benang dan tekstil adalah komoditi ekspor dominan. Sementara pasar tujuan ekspor utama Provinsi Jawa Tengah adalah USA, hal ini dibuktikan dari data BPS yang menyatakan bahwa ekspor ke USA meliputi enam komoditi; benang dan industri tekstil; industri mesin, listrik dan elektronik; kulit, dan industri kulit; gabus dan jerami; peternakan; dan industry lainnya.

Kata kunci : konsentrasi ekspor, konsentrasi pasar ekspor, keunggulan konparatif,dan keunggulan kompetitif.

Export Concentration of Jawa Tengah Province

ABSTRACT

The research objective was to identify the export focus of Central Java Province, in commodities side and market side. The data which used are secondary data which had been published by BPS and other source which have linkage. The research objects was the amount and export value of Central Java Province, which consists of some kinds of commodities and the destination countries, on 2001-2009. The analysis revealed that there are fiе dominant comodities of Central Java province export, they are: threads and textile industry; other industries; BBM; wood industry; cork and straw; and cattle breeding. The threads and textile industry comodity was become the export concentration. Other that, also revealed that there are fiе export destination countries, they are : USA; Japan; Singapore; Germany; and Republic of Korea, and the USA become the market concentration of Central Java province exports. Based on the identification, threads and textile industry consist of 52 goods, and has large either amount or export value. So if compared with other export comodities, then threads and textile industry comodity dominant the Central Java province’ѕ exports. While USA’ѕ market dominants export destination of Central Java province, because based on the data from BPS known that export to USA includes 6 (six) comodities, which are: threads and textile industry; machine industry, electricity and electronic; fur and fur industry; wood industry; cork and straw; cattle breeding; and other industries.

Key words : export concentration, market export concentration, comparative advantage, and competitive advantage.

*). Email : [email protected]

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah setelah tahun 1999 selalu tumbuh positif, ini juga ditentukan oleh berbagai indikator makro termasuk ekspor non migas yang cenderung meningkat. Kebijakan pemerintah untuk mendorong ekspor terutama ekspor non migas sangat mendukung sehatnya perekonomian Jawa Tengah. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat sensitivitas perekonomian Jawa Tengah terhadap gejolak ekonomi luar negeri, maka kebijakan pemerintah dengan mengarahkan pada diversifikasi ekspor non migas.

Sektor luar negeri memegang peranan penting dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Selama periode 1997 – 2010 nilai ekspor dan impor mengalami kenaikan. Dengan demikian perekonomian Provinsi Jawa Tengah dapat dikatakan sebagai per-ekonimian terbuka. Konsekuensinya, perubahan/ fluktuasi perdagangan dunia akan mempengaruhi kegiatan ekonomi Jawa Tengah. Sensitivitas perekonomian Jawa Tengah ini masih diperberat lagi oleh kenyataan bahwa ekspor hanya terdiri dari sekelompok barang saja, dengan minyak merupakan penghasil ekspor tertinggi (Tabel 1).

Perolehan devisa sektor minyak dan gas (migas) yang cenderung naik turun, telah memacu sektor non-migas untuk berkembang. Hal tersebut ditunjukkan oleh besarnya nilai ekspor Jawa Tengah pada tahun 2001 yang mencapai 1,97 milyar US , terdiri dari ekspor migas sebesar 190,51 juta US (9,66 persen) dan ekspor non migas sebesar 1,78 milyar US (90,34 persen). Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya nilai ekspor Jawa Tengah mengalami penurunan sebesar 5,93 persen. Pada tahun 2009 ekspor Jawa Tengah turun sebesar 0,23 milyar US dari perolehan ekspor tahun 2008. Sedangkan tahun 2010, ekspor Jawa Tengah mengalami kenaikan sebesar 2,13 juta US jika dibandingkan nilai ekspor tahun 2009.

Sebagai dampak dari gejolak ekonomi dan keuangan global, yaitu dengan terjadinya krisis utang Eropa, meski lebih banyak terasa di pasar keuangan, namun sektor riil pun akan kena imbasnya juga. Termasuk sektor perdagangan luar negeri, khususnya ekspor – impor Provinsi Jawa Tengah juga mengalami penurunan pada tahun 2009 (Tabel 2). Ekspor yang mengalami perlambatan tersebut seiring dengan melemahnya permintaan internasional akibat kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia. Pelemahan ekonomi yag signifikan di negara-negara tujuan ekspor membawa dampak terhadap kinerja ekspor. Sejalan dengan kinerja ekspor yang berpotensi mengalami perlambatan, impor juga diperkirakan akan melambat.

Tabel 1. Nilai Ekspor Jawa Tengah Menurut Komodi< Tahun 1997 – 2010 (US )

Tahun

Non Minyak Gas

Minyak Gas

Total

1997

1.513.697.542

110.666.630

1.624.364.172

1998

1.526.332.094

86.814.370

1.613.146.464

1999

1.710.749.232

179.935.816

1.890.685.050

2000

1.873.345.982

223.518.217

2.096.864.199

2001

1.782.030.034

190.511.761

1.972.541.795

2002

1.765.025.715

185.624.529

1.950.650.244

2003

1.865.598.931

264.081.426

2.129.680.357

2004

2.039.677.578

287.728.283

2.327.405.861

2005

2.398.152.798

264.204.120

2.662.356.918

2006

3.094.460.000

20.290.000

3.114.750.000

2007

3.413.430.000

56.220.000

3.469.650.000

2008

3.202.490.000

94.760.000

3.297.250.000

2009

3.012.770.000

53.690.000

3.066.460.000

2010

3.009.510.000

59.080.000

3.068.590.000

Sumber : BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, Beberapa Tahun.

Tabel 2. Perbandingan Nilai Ekspor dan Impor Jawa Tengah Tahun 1997 – 2010

Tahun

Nilai Ekspor (US $)

Nilai Impor (US )

1997

1.624.364.172

2.014.379.705

1998

1.613.146.464

1.714.988.299

1999

1.890.685.050

2.093.224.573

2000

2.096.864.199

2.921.742.066

2001

1.972.541.795

2.925.102.864

2002

1.950.650.244

2.826.718.710

2003

2.129.680.357

3.400.242.178

2004

2.327.405.861

4.653.783.534

2005

2.662.356.918

5.953.975.523

2006

3.114.750.000

6.266.530.000

2007

3.468.650.000

7.006.794.502

2008

3.297.250.000

9.292.062.464

2009

3.066.460.000

6.331.040.688

2010

3.068.590.000

9.645.060.000

Sumber : BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, Beberapa Tahun.

Realisasi nilai impor Jawa Tengah tahun 2001 mencapai 2,93 milyar US . Nilai impor hanya mengalami kenaikan sebesar 0,12 persen dari tahun 2000. Jika nilai ekspor Jawa Tengah tahun 2009 menurun begitu juga terhadap nilai impornya. Tahun 2009 nilai impor Jawa Tengah turun sekitar 2,96 milyar US dari tahun 2008. Kemudian tahun 2010 kembali naik sekitar 3 ,31 milyar US dari tahun 2009. Data yang ada, nampak bahwa nilai impor selama empat belas tahun (1997 – 2010) terakhir masih cenderung lebih tinggi dibanding nilai ekspor, padahal yang diharapkan akan berlaku sebaliknya sehingga akan memperbesar penerimaan devisa. Salah satu mekanisme transmisi pengaruh sektor luar negeri terhadap kegiatan ekonomi dalam negeri melalui APBN.

Nopirin (1983) mencoba melakukan perhitungan tingkat konsentrasi ekspor Indonesia selama sepuluh tahun yaitu dari tahun 1971 hingga 1981. Hasil perhitungannya diketahui bahwa koefisien konsentrasi selama periode penelitian mengalami penurunan. Penurunan koefisien ini merupakan suatu indikasi bahwa proses diversifikasi ekspor telah terjadi. Untuk angka koefisien konsentrasi pasar (geografis) diperoleh masih di atas 50% dan selama periode penelitian berfluktuasi kecil sehingga hampir mendekati konstan,

karena ekspor Indonesia tidak hanya tertuju pada satu atau dua negara saja, tetapi pada bebrapa negara yang industrinya telah maju. Konsekuensinya, apabila terjadi penurunan permintaan daru satu negara dapat diimbangi dengan kenaikan permintaan negara lain sehingga pengaruhnya terhadap penerimaan ekspor kecil. Dengan demikian diperkirakan bahwa pengaruh konsentrasi pasar terhadap penerimaan ekspor sangat kecil.

Priharnowo (2001), menunjukkan bahwa selama priode 1995 – 2000, komoditas TPT Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi di atas rata-rata dunia. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Indeks RCA yang selalu di atas satu. Indonesia bahkan memiliki nilai rerata tertinggi yaitu 2,67. Ini berarti secara rata-rata, keunggulan komparatif komoditas TPT Indonesia jauh leb ih baik dibanding kan keunggulan komparatif komoditas TPT yang dimiliki oleh Singapura, Malaysia, Philipina, Thailand dan Brunei Darussalam. Berdasarkan nilai indeks RCA, maka potensi pasar terbesar untuk merajai pasar komoditas TPT di wilayah ASEAN sesungguhnya dimiliki oleh Indonesia, Philipina (2,26; potensi terbesar kedua), Thailand (2,07), Brunei Darussalam (0,87), Malaysia (0,17), dan Singapura (0,48).

Berdas arkan uraian sebelumnya jelas bahwa sektor luar negeri sangat besar peranannya terhadap perekonom ian Jawa T engah. Langkah-lang kah kebij akan yang menyangkut perdagangan luar negeri perlu disusun secara hati-hati. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk; (i) menghitung tingkat konsentrasi ekspor dan konsentrasi pasar ekspor Jawa Tengah, dan (ii) menganalisis tingkat konsentrasi ekspor dan konsentrasi pasar ekspor Jawa Tengah. Penelitian ini difokuskan untuk menganalisa salah satu aspek dari kebijakan perdagangan luar negeri, yaitu di bidang ekspor. Ekspor menjadi perhatian karena masih memberikan peluang yang besar untuk dapat menaikkan penerimaan devisa. Meskipun dari data yang ada, nampak bahwa nilai impor masih cenderung lebih tinggi dari nilai ekspor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan sebagai masukan bagi Instansi atau Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang terkait dengan masalah ekspor dalam menentukan arah dan kebijakan peningkatan ekspor Provinsi Jawa Tengah.

Peranan Perdagangan Internasional

Dalam dunia modern sekarang, suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat, pembagian kerja menjadi semakin mantap, sehingga perkembangan spesialisasi

menjadi semakin pesat. Sebagai akibatnya semakin meningkat pula produksi barang-barnag dan jasa-jasa yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhan manusia. Perkembangan spesialisasi berarti pula perkembangan perdagangan. Karena tidak semua sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang dapat diperoleh di dalam negeri, perdagangan antar negara pun meningkat dengan cepat. Dengan demikian perdagangan antar negara memungkinkan terjadinya (Soelistyo, 1986) beberapa hal seperti berikut.

  • 1)    Tukar-menukar barang-barang dan jasa-jasa.

  • 2)    Pergerakan sumberdaya melalui batas-batas negara 3) Pertukaran dan perluasan penggunaan teknologi sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi negara-negara yang terlibat di dalamnya.

Teori Perdagangan Internasioanl; Merkantilisme dan Klasik

Merkantilisme tidak lain hanyalah sekedar suatu sistem tentang kebijakan ekonomi. Dalam bidang perdagangan luar negeri kebijakan merkantilisme berpusat pada dua ide pokok, yaitu : 1) penumpukan logam mulia dan,

  • 2)    hasrat yang besar untuk mencapai dan mempertahankan kelebihan nilai ekspor atas nilai impor. Perkembangan ide tersebut tidak dapat dilepaskan dari usaha-usaha untuk mendirikan negara-negara nasional yang kuat di Eropa pada waktu itu. Jadi tujuan utama kebijakan merkantilisme adalah pembentukan negara nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara itu. Perdagangan luar negeri adalah alat utama untuk mencapai tujuan tersebut.

Teori Klasik muncul dalam rangka membantah ide pokok teori merkantilis. Seperti David Hume, yang berpendapat bahwa keluar masuknya logam mulai ke suatu negara erat hubungannya dengan tingkat harga barang dan jasa di negara itu, yang selanjutnya akan mempengaruhi keadaan neraca perdagangannya. Masih menurut Hume, bahwa usaha untuk menumpuk logam mulia melalui surplus ekspor tidak akan berhasil, karena surplus ekspor yang dibiayai dengan logam mulia akan menimbulkan kenaikan dalam jumlah uang beredar yang langsung akan mendorong naiknya harga barang dan jasa. Akibat kenaikan harga barang dan jasa maka ekspor akan turun dan impor akan naik, sehingga terjadi surplus impor dan logam mulia akan mengalir ke luar. Dengan demikian neraca perdagangan yang menguntungkan (favourable) tidak akan mungkin dipertahankan secara terus-menerus. Tentu saja pendapat ini hanya benar apabila keadaan

ekonomi telah mencapai kesempatan kerja penuh, satu anggapan yang selalu digunakan oleh ekonom klasik. Sehingga akan terjadi mekanisme penyesuaian neraca perdagangan yang bersifat otomatis, yang dikenal dengan nama “price-specie flow тесһапіѕт

Konsep Ekspor

Ekspor dapat diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut produksi barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara untuk dikonsumsi di luar batas negara tersebut (Soelistyo, 1986). Lebih jelas lagi, Deliarnov (1995) menambahkan bahwa ekspor merupakan kelebihan produksi dalam negeri yang kemudian kelebihan produksi tersebut dipasarkan di luar negeri. Pengertian ekspor menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.182/ M PP/Kep/4/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, menyatakan bahwa ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah kepabeanan suatu negara. Adapun daerah kepabeanan sendiri didefinisikan sebagai wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan.

Ekspor berasal dari produksi dalam negeri yang dijual/dipakai oleh penduduk luar negeri maka ekspor merupakan injeksi ke dalam aliran pendapatan seperti halnya investasi (Soelistyo, 1986). Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukkannya ke negara lain.

Menurut Sukirno (2004), ekspor merupakan bagian dari perdagangan internasional, yang dimungkinkan oleh beberapa kondisi antara lain :

  • 1)    Adanya kelebihan dalam negeri, sehingga kelebihan tersebut dapat dijual keluar negeri melalui kebijaksanaan ekspor.

  • 2)    Ada nya permintaan luar negeri u ntuk suatu produk walaupun produk tersebut karena adanya kekurangan produk dalam negeri.

  • 3)    Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri dari pada penjualan di dalam negeri, karena harga di pasar dunia lebih menguntungkan.

  • 4)    Adanya barter produk tertentu dengan produk lain yang diperutukkan dan tidak dapat diproduksi dalam negeri.

  • 5)    Adanya kebijaksanaan ekspor yang bersifat politik.

Secara teoritis, ekspor suatu komoditi terjadi pada

negara karena adanya kelebihan penawaran (supply) domestik, akibatnya harga relative domestik lebih rendah dibandingkan dengan harga di negara lain. Sehingga karena harga yang lebih tinggi di negara lain dalam hal ini pasar internasional, maka penawaran komoditi akan beralih ke pasar internasional yang berupa ekspor.

Untuk memperoleh neraca perdagangan yang menguntungkan ekspor harus didorong, sedangkan impor harus dibatasi. Untuk mendorong ekspor ada beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain : 1) industri barang-barang ekspor diberi subsidi, 2) ekspor bahan mentah dilarang agar harganya di dalam negeri tetap rendah,

  • 3)    barang-barang m odal dilarang pula u ntuk diekspor, sedangkan tenaga teknisi dilarang untuk beremigrasi.

Semua itu dimaksudkan agar industri barang-barang ekspornya tidak disaingi oleh tumbuhnya industri barang-barang tersebut di negara lain. Sebaliknya impor dibatasi sejauh mungkin dengan menggunakan tarif maupun larangan langsung untuk mengimpor barang-barang yang dapat diproduksikan sendiri oleh negara itu.

Kindleberger dan Lindert (1990), menyatakan bahwa volume ekspor dari suatu negara merupakan selisih antara penawaran dan permintaan domestik (excess demand) bagi negara konsumen. Alasan lain perlunya peningkatan ekspor karena impornya terus menerus, sehingga negara memerlukan devisa untuk membayar impornya.

Menurut Samuelson dan Nordhaus (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi volume dan nilai ekspor suatu negara tergantung pada pendapatan dan output luar negeri, nilai tukar uang (kurs) serta harga relatif antara barang dalam negeri dan luar negeri. Apabila output luar negeri meningkat, atau nilai tukar terhadap mata uang negara lain menurun, maka volume dan nilai ekspor suatu negara akan cenderung meningkat, demikian juga sebaliknya. Selain itu, pilihan antara barang dalam negeri dan barang luar negeri berkaitan dengan harga relatif kedua barang tersebut. Bila harga suatu barang buatan dalam negeri meningkat secara relatif terhadap harga barang luar negeri, maka penduduk tersebut akan cnderung membeli lebih banyak barang luar negeri. Sehingga jumlah dan nilai ekspor akan dipengaruhi oleh harga relatif antara barang-barang dalam negeri dan luar negeri, yang pada gilirannya akan tergantung dari harga dalam negeri, harga internasional dan nilai tukar uang terhadap dollar.

Daya Saing Ekspor

Tingkat daya saing suatu negara di kancah perdagangan internasional, pada dasarnya amat ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage) (Tambunan, 2002). Lebih lanjut, Tambunan menjelaskan bahwa faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan (Tambunan, 2002).

Selain dua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat persaingan global yang sedemikian lama menjadi sedemikian ketat/keras atau Hyper Competitive.

Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA)

Indeks RCA adalah indikator yang bisa menunjukkan perubahan keunggulan komparatif atau perubahan tingkat daya saing industri suatu negara di pasar global (Kuncoro, 1997). Indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor dari suatu negara dalam suatu komoditas terhadap dunia (Tambunan, 2001). Secara matematis, indeks RCA dapat dirumuskan sebagai berikut:

Indeks_RCAik = (Xik/Xi)/(Wk/Xt)             (1)

Keterangan :

Xik = nilai ekspor komoditas k dari negara i

Xi   = nilai ekspor total (produk k dan lainnya) dari negara i

Wk = nilai ekspor komoditas k di dunia.

Wt = nilai ekspor total dunia

Jika nilai indeks RCA suatu negara untuk komoditas tertentu adalah lebih besar dari satu (1), maka negara bersangkutan memiliki keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia untuk komoditas tersebut. Sebaliknya, bila lebih kecil dari satu (1), berarti keunggulan komparatif untuk komoditas tersebut tergolong rendah, di bawah rata-rata dunia. Semakin besar nilai indeks, semakin tinggi pula tingkat keunggulan komparatifnya.

Constan Market Share Analysis (CMSA)

Constan Market Share Analysis atau model pangsa pasar konstan adalah model analisis daya saing yang digunakan untuk mengetahui keunggulan kompetitif atau daya saing ekspor di pasar dunia dari suatu negara produsen relatif terhadap negara pesaing. Analisis ini merupakan alat untuk mengukur dan mengetahui keunggulan kompetitif atau daya saing ekspor di pasar dunia dari suatu negara produsen relatif terhadap

negara pesaing. Analisis ini menyediakan seperangkat indikator statistik untuk mengetahui apakah suatu negara eksportir mampu mengelola kontribusi ekspornya ke seluruh pasar pengimpor dalam suatu selang waktu tertentu (Suprihatini, 2005).

Pada analisis CMS, menurut Learner dan Stern (1970) kegagalan ekspor yaitu suatu negara yang pertumbuhannya ekspornya lebih rendah dari pertumbuhan ekspor dunia disebabkan oleh tiga alasan yaitu :

  • 1)    Ekspor terkonsentrasi pada komoditas-komoditas yang pertumbuhan permintaannya relatif rendah.

  • 2)    Ekspor lebih ditujukan ke wilayah yang mengalami stagnasi.

  • 3)    Ketidakmampuannya bersaing dengan negara-negara pengekspor lainnya..

Asumsi dasar dan analisis CMS adalah bahwa pangsa pasar ekspor suatu negara di pasar dunia tidak berubah antar waktu. Oleh karena itu, perbedaan antara pertumbuhan ekspor aktual suatu negara dengan pertumbuhan yang mungkin terjadi apabila suatu negara dapat mempertahankan pangsa pasarnya, merupakan efek dari daya saing. Nilai daya saing yang negatif menggambarkan bahwa negara tersebut gagal dalam mempertahankan pangsa pasarnya, dan sebaliknya untuk nilai positif. Efek daya saing pada analisis CMS ini lebih bersumber dari daya saing harga (Suprihatini, 2005).

Efek pasar yaitu mengukur efek yang berasal dari geografis rincian ekspor suatu negara. Hal ini dihitung dengan menggabungkan total perubahan pangsa pasar perdagangan dunia, dibandingkan dengan kepemilikan pangsa ekspor negara yang bersangkutan di pasar-pasar geografis. Efek distribusi pasar mencerminkan tingkat konsentrasi ekspor pasar yang tumbuh lebih cepat (lebih lambat) daripada dunia. Nilai positif menunjukkan bahwa suatu negara telah berkonsentrasi pada pasar ekspor yang tumbuh lebih cepat daripada dunia, sedangkan nilai negatif menunjukkan bahwa suatu negara telah berkonsentrasi pada pasar ekspor yang tumbuh lebih lambat daripada dunia.

Efek produk, mendefinisikan pengaruh komposisi produk dari negara ekspor. Hal ini dihitung dengan menjumlahkan bersama produk perubahan total perdagangan dunia, dibandingkan dengan pangsa ekspor oleh negara bersangkutan untuk pasar-pasar produk. Nilai positif menunjukkan bahwa negara telah memusatkan ekspor pada komoditas yang tumbuh dalam permintaan lebih cepat daripada tingkat rata-rata total ekspor TPT dunia. Sedangkan nilai negatif menunjukkan bahwa negara memusatkan ekspor pada komoditas ekspor yang tumbuh dengan kecepatan lebih lambat dari rata-rata total ekspor dunia.

Net Export Share (NXS)

Menurut Sharples dan Milham (1990), dalam Tambunan (2001) mengemukakan bahwa ukuran dari daya saing suatu industri dapat dilihat dari Market Share, dimana net export share sebagai variabel yang diambil menunjukkan kemampuan industri memasuki pasar internasional dan mendapatkan market share.

Trade Performance yang diukur oleh market share adalah indikator daya saing yang paling umum dipakai. Market Share menggambarkan pangsa pasar suatu industri di pasar dunia. Ukuran ini menunjukkan kemampuan industri suatu negara untuk berkompetisi di pasar internasional.

Dalam penelitian Mohammad Hasan dan Michael Reed (2001), World Trade Oeganization (WTO) merumuskan Net Export Share untuk industri di Indonesia dihitung dari total ekspor bersih produk Indonesia dibagi dengan total ekspor produk dunia.

NXS = Xi/Xw                        (2)

Keterangan :

NXS = Net Export Share

Xi = Total ekspor produk Indonesia Xw = Total ekspor produk dunia

Kerangka Pemikiran

Daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara atau antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional (OECD, 2008). Oleh karena itu daya saing industri merupakan fenomena di tingkat makro, maka kebijakan pembangunan industri nasional didahului dengan mengkaji sektor industri secara utuh sebagai dasar pengukurannya.

Menurut pendapat Martin (Widodo, 1991) terdapat dua indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran daya saing yaitu keuntungan dan pangsa pasar”. Tingkat keuntungan yang besar, menunjukkan bahwa industri mampu menciptakan efisiensi dan efektifitas dalam proses produksi yang terlihat dalam peningkatan kapasitas produksi. Kapasitas produksi yang tinggi, dapat memenuhi permintaan pangsa pasarnya sekaligus dapat memperluas pangsa pasar dan peningkatan keuntungan. Dengan kondisi keuntungan yang maksimal dan cakupan pangsa pasar yang luas, itu artinya industri tersebut mampu mengungguli para pesaingnya dan menunjukkan kemampuan daya saing yang cukup baik.

DATA DAN METODOLOGI

Sebagaimana diungkapkan di depan bahwa dengan berkembangnya spesialisasi maka akan berkembang

pula perdagangan. Spesialisasi itulah yang dapat mendorong suatu negara mampu untuk malakukan ekspor. Perubahan koefisien dari waktu ke waktu menunjukkan adanya perubahan dalam komposisi ekspor.

Tingkat konsentrasi ekspor dapat didekati melalui pendekatan distribusi pendapatan. Sehingga Tingkat konsentrasi ekspor bisa dilihat dari komoditasnya ataupun pasarnya. Tingkat konsetrasi ekspor dari sisi komoditas, menunjukkan jenis komoditas yang relatif paling banyak diekspor oleh suatu daerah/negara dari komoditas ekspor lainnya. Sedangkan konsentrasi pasar ekspor menunjukkan tujuan ekspor terbanyak dari suatu daerah/negara, bisa juga negara tujuan ekspor.

Jenis data yang dipergunakan adalah data-data sekunder. Adapun jenis data yang dapat digunakan antara lain : Jawa Tengah Dalam Angka, Data Ekspor-Impor Provinsi Jawa Tengah dan data-data lainnya yang mendukung penelitian ini. Data sekunder yang diambil meliputi semua data tentang perkembangan ekspor-impor Provinsi Jawa Tengah.

Sumber data yang akan dianalisis berasal dari terbitan Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah. Selain itu data juga diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Perdagangan dan Perindustrian Jawa Tengah.

Metode untuk mengumpulkan data yaitu dengan observasi ke sumber data (BPS dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Jawa Tengah) untuk mencari data yang diperlukan. Kemudian data yang sudah ditemukan akan dicatat, di-entry, dan kemudian diolah.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif diantaranya statistik deskriptif, sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk memperkuat dan melengkapi analisis yang kemungkinan disebabkan karena kurangnya kelengkapan data sekunder.

Tingkat konsentrasi ekspor dapat didekati melalui pendekatan distribusi pendapatan. Berkembangnya ketidakmerataaan distribusi pendapatan merupakan inti permasalahan pembangunan. Lewat pemahaman yang mendalam akan masalah ketidakmerataan ini memberikan dasar yang baik untuk menganalisis masalah pembangunan yang lebih khusus seperti: perdagangan internasional yaitu ekspor (Arsyad, 1990).

Sebagaimana diungkapkan di depan bahwa de$ngan berkembangnya spesialisasi maka akan berkembang pula perdagangan. Spesialisasi itulah yang dapat mendorong suatu negara mampu untuk malakukan ekspor. Untuk mengetahui tingkat konsentrasi ekspor, sering digunakan suatu ukuran yang disebut Koefisien

Gini-Hirschman, yang besarnya antara 0 – 100%. Koefisien sebesar 100% berarti bahwa ekspor suatu negara hanya terdiri dari satu macam barang saja. Perubahan koefisien dari waktu ke waktu menunjukkan adanya perubahan dalam komposisi ekspor. Untuk mengukur tingkat konsentrasi ekspor Provinsi Jawa Tengah, dengan merujuk pada formula dari Nopirin (1983), yaitu :

Cjx =100 Xij/Xj


(3)


Dimana :

Cjx = konsentrasi ekspor Provinsi Jawa Tengah

Xij = nilai ekspor barang i dari Provinsi Jawa Tengah

  • X.j = total nilai ekspor dari Provinsi Jawa Tengah

Jenis konsentrasi ekspor yang lain, yaitu disebut Konsentrasi Pasar. Cara perhitungan koefisien konsentrasi pasar hampir sama dengan cara menghitung koefisien konsentrasi ekspor. Untuk mengukur tingkat konsentrasi pasar (geografis) dengan formula sebagai berikut (Nopirin, 1983) :

Gpx =100 Xsj/Xj                   (4)

Dimana :

Gjx = konsentrasi pasar ekspor Provinsi Jawa Tengah Xsj = nilai ekspor Provinsi Jawa Tengah ke negara S X.j = total nilai ekspor dari Provinsi Jawa Tengah

Angka koefisien yang tinggi menunjukkan bahwa ekspor hanya tertuju pada satu atau beberapa negara tertentu saja. Perlu dicatat dalam hal ini, bahwa tingkat pendapatan dan industrialisasi suatu negara, besar pengaruhnya terhadap daya belinya. Jika pasaran ekspor adalah suatu negara yang industrinya maju, maka ekspor yang tertuju pada satu negara saja sama seperti tertuju pada beberapa negara yang sedang berkembang, dimana tingkat pendapatan dan industrialisasinya belum tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Perekonomian Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah menunjukkan tren yang meningkat walaupun dengan kecepatan lambat pada periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2009. Selama empat tahun pertama, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah bergerak dari 4,73 persen pada tahun 2004 menjadi 13,09 persen pada tahun 2006. Kemudian selama tiga tahun berikutnya pertumbuhannya semakin menurun hingga mencapai 4,71 persen pada tahun 2009.

Tabel 3. PDRB (Harga Konstan 2000) Provinsi Jawa Tengah dan Laju Pertumbuhannya, Tahun 2003 – 2007

Tahun

PDRB

(Juta Rupiah)

Laju Pertumbuhan (%)

2003

121.414.631

2004

127.152.593

4,73

2005

133.238.827

4,79

2006

150.682.654

13,09

2007

159.110.253

5,59

2008

167.790.369

5,46

2009

175.685.267

4,71

Sumber : BPS, PDRB Jawa Tengah, Berbagai Tahun.

Perkembangan ini didorong oleh membaiknya beberapa fundamental perekonomian Jawa Tengah seperti laju inflasi yang mengalami penurunan. Pada tahun 2005, laju inflasi terdorong naik dipicu gejolak harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mengalami kenaikan sebanyak dua kali. Namun demikian pada tahun 2005 ekonomi Jawa Tengah masih dapat diselamatkan dengan pertumbuhan sebesar 4,79 persen.

Tabel 4. Inflasi Di Beberapa Kota Di Jawa Tengah Tahun 2003 – 2007 (persen)

Kota

Tahun

2003

2004

2005

2006

2007

2008

Semarang

6,07

5,98

16,48

7,73

6,75

10,34

Tegal

1,86

5,25

18,39

6,08

8,89

8,52

Surakarta

1,73

5,15

13,88

6,18

3,28

6,96

Purwokerto

2,89

6,32

14,54

8,45

6,15

12,06

Sumber : BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, beberapa tahun.

Gejolak perekonomian dunia akibat kenaikan harga BBM tersebut berdampak pada sektor luar negeri yaitu perdagangan, dimana nilai ekspor provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006 mengalami kenaikan. Hal itulah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006 mencapai 13,09 persen (Tabel 3).

Pembangunan ekonomi atau lebih tepatnya pertumbuhan ekonomi merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan manusia. Melalui pembangunan ekonomi akan dapat ditingkatkan produktivitas dan pendapatan penduduk dengan penciptaan kesempatan kerja. Menurut United Nation Development Program (UNDP, 1996), hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia bersifat timbal balik.

Tabel 5. Penduduk Jawa Tengah Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kategori Ketenagakerjaan, Tahun 2003 – 2007 (Juta Jiwa)

Kategori Ketenagakerjaan

Tahun

2003

2004

2005

2006

2007

Penduduk Usia 15 +

23,20

15,86

16,52

16,30

17,66

Angkatan Kerja

15,96

15,86

16,52

16,30

17,66

Bekerja

15,08

14,84

15,56

15,13

16,30

Pengangguran

0,88

1,02

0,96

1,17

1,36

Bukan Angkatan Kerja

7,24

7,50

7,48

7,52

7,51

TPAK (%)

68,80

67,91

68,85

68,42

70,16

TKK (%)

94,47

93,56

94,18

92,87

92,30

TPT (%)

5,53

6,44

5,82

7,13

7,70

Sumber : BPS, Sta<s<k Sosial dan Kependudukan Jawa Tengah, 2007

Artinya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia dan sebaliknya. Di satu sisi pembangunan manusia yang berkelanjutan perlu didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang memadai, dan di sisi lain pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan perlu dukungan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang memadai.

Dari sisi ketenagakerjaan, dinamika pertumbuhan ekonomi akan disertai pula oleh transformasi struktur ketenagakerjaan baik dari sisi lapangan pekerjaan, status maupun jenis pekerjaan. Transformasi struktur ketenagakerjaan juga dipengaruhi oleh kondisi persediaan tenaga kerja (sisi supply) yang berasal dari output sektor pendidikan yang masuk ke dalam pasar kerja (Tjiptoherijanto, 1998).

Secara absolut, jumlah penduduk yang bekerja mengalami peningkatan sebesar 1,22 juta jiwa selama periode periode tahun 2003 – 2007 atau setiap tahunnya penyerapan angkatan kerja yang bekerja sekitar 305 ribu jiwa. Hal ini merupakan salah satu permasalahan ketenagakerjaan dimana terjadi ketidaksesuaian antara perkembangan pertumbuhan ekonomi dengan perkembangan angkatan kerja. Keadaan ini berdampak pada tingginya angka pengangguran terbuka dimana pada periode tahun 2003 hinga 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan tren peningkatan dari 5,53 persen tahun 2003 menjadi 7,70 persen pada tahun 2007 dengan rata-rata jumlah penganggur terbuka bertambah sekitar 120 ribu jiwa setiap tahunnya.

Pada tahun 2007, mayoritas angkatan kerja Jawa Tengah (79,36 persen) masih pada tingkat pendidikan rendah (< SMU/sederajat). Angkatan kerja yang berpendidikan tinggi ( > SMU/sederajat) hanya 5,29 persen dan sisanya 15,35 persen berpendidikan menengah (SMU sederajat). Kelebihan penawaran tenaga kerja dengan mutu modal manusia rendah dan mayoritas pada tingkat pendidikan dasar, maka akan kurang mampu mengimbangi dengan kemajuan teknologi dan era globalisasi.

Tabel 6. Penduduk Jawa Tengah Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kategori Ketenagakerjaan dan Pendidikan yang Ditamatkan, Tahun 2007

Kategori Ketenagakerjaan

< SMU

SMU

>SM

U       Tot

al

Juta %

Juta %

Juta

% Juta

%

Penduduk Usia 15 +

20,19 80,20

3,86 15,31

1,13

4,49 25,18

100

Angkatan Kerja

14,02 79,36

2,71 15,35

0,94

5,29 17,66

100

Bekerja

13,26 81,30

2,22 13,62

0,83

5,08 16,30

100

Pengangguran

0,76 56,12

0,49 36,10

0,11

7,78 1,36

100

Bukan Angkatan Kerja

6,17 82,17

1,14 15,22

0,19

2,61 7,51

100

TPAK (%)

69,44

70,21

83,19

70,16

TKK (%)

94,58

81,92

88,29

92,30

TPT (%)

5,42

18,08

11,70

7,70

Sumber : BPS, Sta<s<k Sosial dan Kependudukan Jawa Tengah, 2007

Semakin tinggi pendidikan penduduk kontribusi dalam kegiatan perekonomian juga semakin tinggi. Pada tahun 2007, TPAK 69,44 persen pada penduduk berpendidikan rendah, menjadi 70,21 persen untuk penduduk berpendidikan menengah dan meningkat menjadi 83,19 persen pada penduduk berpendidikan tinggi. Namun partisipasi yang tinggi ini tidak selalu diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja yang memadai. Lapangan kerja yang tersedia cenderung lebih responsive bagi penduduk berpendidikan rendah, terlihat TKK penduduk berpendidikan rendah sebesar 94 ,58 persen sementara TKK penduduk berpendidikan menengah dan berpendidikan tinggi masing-masing hanya sebesar 81,92 persen dan 88,29 persen.

Konsentrasi Ekspor Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan formula (3) untuk mengukur tingkat konsentrasi ekspor Provinsi Jawa Tengah, maka diperoleh hasil seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Koefisien Konsentrasi Ekspor Provinsi Jawa Tengah Pada Berbagai Jenis Komodi< Tahun 2001 – 2009 (%)

Jenis

Komodi<

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

Peternakan

23,69

24,99

24,37

23,58

20,82

23,98

28,48

26,09

Pertanian

Kehutanan

12,03

12,39

12,84

13,69

11,96

16,59

18,60

19,67

Pertambangan Penggalian

12,80

8,25

7,68

6,81

7,82

4,80

7,41

10,88

Ind.Makanan, Minuman Tembakau

20,08

15,31

13,29

19,13

11,47

9,65

14,62

13,69

Benang Ind. Teks<l

61,39

53,60

55,54

60,76

62,98

66,75

67,27

67,41

Ind. Kayu, Gabus Jerami

30,60

31,76

31,65

31,29

26,48

26,51

28,56

25,36

Industri Kertas

5,70

6,22

6,46

5,56

6,00

8,40

7,52

9,52

Kulit Industri Kulit

14,63

8,69

8,21

10,20

10,44

10,15

8,24

8,65

Ind. Kimia, Plas<k Karet

17,87

15,71

17,86

18,56

16,54

14,58

15,40

14,83

BBM

27,39

37,42

37,28

31,84

41,46

35,49

22,62

30,83

Perlengkapan Pribadi

10,83

11,05

11,24

12,18

12,10

12,52

12,75

14,45

Ind. Mineral Batuan

12,06

13,21

11,95

10,36

11,15

12,81

10,28

12,81

Industri Logam

9,54

5,20

6,16

5,53

4,52

6,32

6,73

6,02

Ind. Mesin, Listrik Elektronik

12,76

14,38

13,19

19,20

17,57

19,91

21,25

19,53

Kendaraan Spare-part

1,79

1,03

17,07

2,42

6,12

1,99

4,20

1,21

Industri lainnya

46,75

52,38 48,27

44,92

42,28

38,31

39,76

36,21

Berbagai jenis komoditi yang dieskpor, dengan melihat koefisien konsentrasi ekspor nya, maka selama periode 2001 – 2009, konsentrasi ekspor provinsi Jawa Tengah adalah pada komoditi Benang dan Industri Tekstil. Ada 5 (lima) komoditi yang mempunyai koefisien besar selama periode 2001 – 2009 yaitu : Benang & industri Tekstil; Industri lainnya; BBM; Industri Kayu, Gabus & Jerami; dan Peternakan.

Benang & industri tekstil jika dilihat golongan barang turunannya ada sekitar 52 barang, diantaranya: kain tenun sutra, kain tenun kapas, limbah kapas, kemeja, dan lain lain. Dari data BPS, diketahui bahwa masing-masing golongan barang tersebut baik jumlah maupun nilai ekspornya sangat banyak. Sehingga jika dibandingkan dengan jenis komoditi ekspor yang lain, maka komoditi benang & industri tekstil yang paling mendominasi ekspor provinsi Jawa Tengah.

Hasil penelitian ini yang memunculkan komoditas benang & industri tekstil sebagai konsentrasi ekspor provinsi Jawa Tengah sesuai dengan hasil penelitian Thoso Priharnowo. Sebagaimana hasil penelitian Thoso Priharnowo bahwa selama periode 1995 – 2000, komoditas Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi di atas rata-rata dunia. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Indeks RCA yang selalu di atas satu. Nilai Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) sebagai indikasi dari keunggulan komparatif atau daya saing ekspor suatu komoditas di kancah perdagangan internasional. Indonesia bahkan memiliki nilai rerata tertinggi yaitu 2,67. Sehingga komoditas TPT Indonesia memiliki daya saing jauh lebih baik dibandingkan yang dimiliki oleh Singapura, Malaysia, Philipina, Thailand dan Brunei Darussalam. Berdasarkan nilai indeks RCA, maka potensi pasar terbesar untuk merajai pasar komoditas TPT di wilayah ASEAN sesungguhnya dimiliki oleh Indonesia, Philipina (2,26; potensi terbesar kedua), Thailand (2,07), Brunei Darussalam (0,87), Malaysia (0,17), dan Singapura (0,48), (Priharnowo, 2001).

Konsentrasi Pasar Ekspor Provinsi Jawa Tengah

Untuk mengukur tingkat konsentrasi pasar (geografis) dengan formula (4) diperoleh Tingkat Konsentrasi Pasar Ekspor di berbagai negara tujuan ekspor.

Dari Tabel 8 diketahui bahwa kosentrasi pasar ekspor provinsi Jawa Tengah adalah Negara USA (Amerika Serikat). Pasar ekspor provinsi Jawa Tengah terkonsentrasi pada lima negara yaitu : USA, Jepang, Singapura, Jerman, dan Republik Korea. Pasar USA mendominasi tujuan ekspor provinsi Jawa Tengah, karena berdasarkan data dari BPS diketahui bahwa ekspor ke negara USA meliputi 6 (enam) komoditi yaitu : benang & industri tekstil; industri mesin, listrik & elektronik; kulit & industri kulit; industri kayu, gabus & jerami; peternakan; dan industri lainnya. Jika dibandingkan dengan negara tujuan ekspor lainnya yang rata-rata hanya satu komoditi. Sehingga wajar jika negara USA sebagai pasar ekspor yang paling besar.

Tabel 8. Koefisien Konsentrasi Pasar Ekspor Provinsi Jawa Tengah di Beberapa Negara Tujuan Ekspor, Tahun 2001 – 2009 (%)

Negara Tujuan Ekspor

2001

2002

2003

2004

2005

2007

2008

2009

USA

85,31

63,11

79,97

82,72

84,65

85,47

90,84

87,38

Australia

5,70

-

-

20,37

19,23

-

7,41

10,88

Jerman

10,83

11,05

11,24

12,18

12,10

12,52

14,42

15,66

Italia

-

-

-

-

11,16

12,81

-

-

Spanyol

1,79

-

-

-

-

6,32

-

-

Burkino Faso

-

-

-

-

6,12

-

-

-

Somalia

-

-

-

-

-

8,39

-

-

Rusia

-

-

-

2,42

-

-

-

-

Jepang

39,54

38,25

41,45

38,89

20,91

24,68

15,40

14,83

Rep. Korea

12,80

-

-

-

-

-

24,85

33,39

Taiwan

27,39

-

-

5,53

-

9,65

-

-

Vietnam

-

-

-

-

-

-

16,43

16,68

Singapura

9,54

39,76

40,9

31,85

41,46

35,55

4,20

1,21

Malaysia

-

1,03

6,16

-

-

17,27

18,49

19,67

Bangladesh

-

8,25

-

-

-

-

-

-

Srilanka

-

6,23

6,46

5,56

-

-

-

-

Sumber : Lampiran Tingkat Kosentrasi Pasar Ekspor.

SIMPULAN

Berdasarkan analisa yang telah diuraikan sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

  • 1)    Dari hasil perhitungan koefisien konsentrasi jelas Nampak bahwa ekspor provinsi Jawa Tengah masih terpusat pada beberapa barang saja, dengan benang & industry tekstil merupakan sumber yang terbesar.

  • 2)    Ada lima komoditi yang mendominasi ekspor provinsi Jawa Tengah yaitu terdiri dari: benang & industri tekstil; industri lainnya; BBM; industri kayu, gabus & jerami; dan peternakan.

  • 3)    Konsentrasi ekspor provinsi Jawa Tengah adalah komoditi benang & industri tekstil.

  • 4)    Ada lima negara tujuan ekspor provinsi Jawa Tengah yang nilai ekspornya besar, diantaranya: USA; Jepang; Singapura; Jerman; dan Republik Korea.

  • 5)    Konsentrasi pasar ekspor provinsi Jawa Tengah adalah negara USA (Amerika Serikat).

SARAN

Saran yang dapat disampaikan kepada para pemegang kepentingan di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, antara lain:

  • 1)    P rog ram kluster yang telah dirancang dan diaplikasikan di wilayah Propinsi Jawa Tengah perlu dilestarikan agar supaya menumbuhkan sektor usaha kecil, sehingga akan mendorong kenaikan ekspor.

  • 2)    Adanya pemberian kemudahan atau insentif untuk sektor-sektor usaha yang berproduksi pada komoditi-komoditi yang dominan ekspor, yaitu komoditi yang masuk lima besar sebagai konsentrasi ekspor.

  • 3)    Selain berusaha untuk mempertahankan pasar ekspor yang sudah ada, juga perlu dicari peluang untuk membuka pasar ekspor atau negara tujuan ekspor yang lain selain yang sudah ada.

REFERENSI

Arsyad, Lincolin (1990). Pengantar Perencanaan Dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Jogjakarta: BPFE – UGM.

Azis, Iwan Jaya (1994). Ilmu Ekonomi Regional Dan Beberapa Aplikasinya Di Indonesia. Jakarta: FE – UI.

Dumairy (1997). Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Kartono, Kartini (1996). Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV Mandar Maju.

Kuncoro, Mudrajat (2000). Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan. Jogjakarta: BPFE-UGM.

Mankiw, N. Gregory (2003). Teori Makroekonomi Edisi lima. Penterjemah: Imam Nurmawan. Jakarta: Erlangga.

Nopirin. 1983. Konsentrasi Ekspor Indonesia Dan Cara Penanggulangannya. Agro Ekonomika, No.20 Tahun XIV April 1983. PERHEPI.

Priharnowo, Thoso (2001). Analisis Perbandingan Intensitas Perdagangan dan Tingkat Daya Saing Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia Dengan Beberapa Negara ASEAN. Mimeo.

Soelistyo, dkk. (1981). Prospek Kesempatan Kerja Dan Pemerataan Pendapatan Dalam Repelita III. dalam Thee Kian Wie (Edit), Pembangunan Ekonomi dan Pemerataan Pendapatan : Beberapa Pendekatan Alternatif. Jakarta: LP3ES.

Soelistyo (1986). Ekonomi Internasional Buku I Edisi Kedua. Jogjakarta: Liberty.

Sukirno, Sadono (1994). Pembangunan Ekonomi. Jakarta: LPFE-UI.

----------------. (2004). Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tambunan, Tulus (2002). Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Tjiptoherijanto, Prijono dan Sutyastie Soemitro (1998). Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT.Cita Putra Bangsa.

118