Pengaruh Pendapatan Pada Konsumsi Di Indonesia: Pengembangan Model Teoritis Dan Pemilihan Model Empiris
on
JEKT ♦ 8 [1] : 24 - 33
ISSN : 2301 - 8968
Pengaruh Pendapatan Pada Konsumsi di Indonesia: Pengembangan Model Teoritis dan Pemilihan Model Empiris
I Gusti Ayu Manuati Dewi*)
ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengembangkan model teoritis dan memilih model empiris berkaitan dengan pengaruh pendapatan pada konsumsi di Indonesia. Dengan menggunakan data sekunder dari dua indikator ekonomi makro yakni Produk Domestik Bruto dan konsumsi, estimasi model terpilih dianalisis melalui Partial Adjusted Model dan Correction Error Model. Hasil analisis menunjukkan bahwa model dengan fungsi log-linear cocok untuk mengestimasi pengaruh pendapatan pada konsumsi di Indonesia untuk data tahun 1980-2000. Selain itu, model pertama lebih unggul dibandingkan dengan model kedua untuk meprediksi konsumsi dalam hubungannya dengan pendapatan di Indonesia.
Kata kunci: partial adjustment model, error correction model, konsumsi, pendapatan.
The Impact Of Income On Consumption in Indonesia:
Development of Theoretical Model and Selection on Empirical Model
ABSTRACT
The purpose of this study is to develop theoretical model and choose empirical model of the effect of income on consumption in Indonesia. By using secondary data of two macro economics indicators i.e Gross Domestic Product and consumption, estimation of chosen model is analyzed through Partial Adjustment Model and Correction Error Model. Тһе findings show that model with log-linear function is suitable for estimating the effect of consumption on income in Indonesia for data of 1980-2000. Additionally, the first model is superior to the second one for predicting consumption in association with income in this country.
Keywords: partial adjustment model, error correction model, consumption, income.
PENDAHULUAN
Konsep mengenai konsumsi sangat bervariasi di antara individu, komunitas akademik, dan pemerintah. Secara umum konsumsi dapat didefinisi sebagai jumlah barang dan jasa yang ingin dibeli oleh populasi dalam suatu perekonomian untuk konsumsi saat ini Miller, 2006). Dari definisi ini dapat dikatakan bahwa konsumsi merupakan determinan utama dari permintaan agregat perekonomian suatu negara Hatzinikolaou, 2000). Meskipun terdapat determinan permintaan agregat lain seperti investasi dan pengeluaran pemerintah, konsumsi tampak tetap memegang peranan penting sebagai refleksi tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Oleh karena konsumsi mencerminkan daya beli suatu masyarakat, maka selama ini pendapatan dianggap sebagai determinan utama dari konsumsi.
Meskipun kajian konseptual dan empiris mengenai hubungan antara konsumsi dengan pendapatan
telah banyak dilakukan, hingga kini masih terjadi perdebatan mengenai peranan pendapatan dalam menentukan tingkat konsumsi suatu masyarakat. Pada kenyataannya, peranan pendapatan sebagai penjelas utama dalam fungsi konsumsi, yang awalnya diajukan oleh Keynes, tetap menjadi topik yang paling kontroversial dan menjadi fokus dalam isu kebijakan serta analisis ekonomi makro Molana, 1993).
Riset empiris awal tentang evolusi fungsi konsumsi dipengaruhi langsung oleh studi Keynes pada tahun 1936 yang difokuskan pada estimasi parameterparameter dalam hubungan linier yaitu Ct = α + β Υt , yang dikenal dengan Hipotesis Pendapatan Absolut Molana, 1993). Dalam hal ini, Ct dan Yt menunjukkan nilai nyata konsumsi personal dan pendapatan yang siap dibelanjakan pada periode t. Oleh karena terdapat keberatan tentang asumsi bahwa konsumsi mengikuti pola siklikal yang sama dengan pendapatan, maka pada tahun 1949
Duesenburry mengajukan pengembangan hipotesis awal ini menjadi Hipotesis Pendapatan Relatif dengan modifikasi persamaan menjadi Ct = β0 Υ0t + β1Υt, dimana Y0t merupakan pendapatan tertinggi masa lalu. Hipotesis ini didasarkan pada pandangan bahwa karena konsumen merasa senang untuk meningkatkan konsumsi pada saat pendapatan mengalami peningkatan pada awal siklus, mereka cenderung tidak bersedia mengalami penurunan konsumsi pada saat pendapatan mulai menurun.
Penjelasan alternatif dari kondisi di atas diajukan oleh Brown pada tahun 1952 yang mengajukan Hipotesis Persistensi Kebiasaan Ilan, 1995). Penulis ini menekankan pada hubungan antara pembentukan perilaku dengan evolusi konsumsi, dan menyatakan bahwa pola konsumsi masa lalu cenderung menggambarkan pengaruh dari perilaku. Untuk memformalisasikan gagasannya, Brown menggunakan pendekatan minimisasi biaya untuk memperoleh model penyesuaian parsial yang ditunjukkan oleh persamaan Ct = C t-1 + λ (Ct* - C t-1), dimana Ct* adalah tingkat konsumsi yang diinginkan dan λ berkaitan dengan derajat persistensi kebiasaan, yang nilainya berada di antara 0 dan 1.
Perkembangan Hipotesis Persistensi Kebiasaan berlanjut akibat tid ak kuatnya teori yang mendasarinya. Hal ini ditengarai antara lain sebagai konsekuensi bahwa hipotesis ini mendasarkan pada perilaku miopik dalam penentuan rencana konsumsi, menekankan pada peranan periode masa lalu, dan mengabaikan aspek rencana ke depan ). Dalam perjalanan perkembangan ini, Mondigliani dan kawan-kawan melakukan studi yang menekankan pada peranan periode masa depan Altonji, 2002). Pada dasarnya, hasil pemikiran mereka yang kemudian dikenal dengan Hipotesis Daur Hidup, merupakan modifikasi dari Hipotesis Pendapatan Absolut terkait dengan pergeseran intersep dengan efek kesejahteraan, yang dirumuskan dengan persamaan Ct = β0 A t-1 + β1Υt, dengan A sebagai notasi dari nilai nyata stok kesejahteraan finansial pada periode akhir. Dalam perkembangan selanjutnya hipotesis ini digunakan untuk mengestimasi fungsi konsumsi agregat melalui hubungan dinamik antara konsumsi dengan pendapatan.
Pada saat yang hampir bersamaan, Friedman memperjelas persamaan regresi yang digambarkan oleh H ipotesis Pend apatan A bsolut dengan kelambanan terdistribusi satu. Penggambaran ini kemudian disebut dengan Hipotesis Pendapatan Permanen. Sama halnya dengan Hipotesis Daur H id up, stud i yang d ilakukan Friedman juga dilakukan dalam rerangka . Perbedaan antara kedua
hipotesis ini adalah bahwa di satu pihak, Hipotesis Pendapatan Permanen menekankan pada pembedaan antara konsumsi dengan pengeluaran saat ini, serta pendapatan dengan penerimaan saat ini, di lain pihak. Hal penting yang terkandung dalam hipotesis ini adalah konsumsi dibagi menjadi komponen permanen apa yang diyakini oleh konsumen sebagai suatu yang telah direncanakan) dan komponen transitori deviasi acak dari rencana yang sudah ditetapkan). Versi yang paling sering digunakan untuk memformulasikan Hipotesis Pendapatan Permanen adalah Ct = β Υpt + Ut dan Ypt –Ypt - 1 = r Yt - Υpt).
Oleh karena terdapat kritisi tentang aspek yang dipertimbangkan dalam Hipotesis Daur Hidup dan Hipotesis Pendapatan Permanen, maka tahun 1964, Ball dan Drake mengajukan Hipotesis Kesejahteraan
Wuger & Turry, 2001). Berbeda dengan dua hipotesis sebelumnya yang hanya menekankan pada penggunaan kesejahteraan finansial sebagai alat untuk mencapai penggantian antar waktu, hipotesis ini mempertimbangkan adanya “keinginan akumulasi’ dan marjin penggantian antara keseimbangan kas nyata dengan komoditas. Hubungan antar variabel yang diajukan dalam hipotesis ini identik dengan yang digambarkan oleh Hipotesis Persistensi Kebiasaan, dengan tambahan bahwa hipotesis ini mencerminkan adanya parameter restriksi yang dirumuskan dengan β0 + β1 = 1.
Hipotesis pendapatan permanen, khususnya hipotesis pendapatan permanen-asa nalar, digunakan sebagai dasar dalam studi yang dilakukan oleh Jin
1995). Implikasi dari hipotesis ini adalah bahwa terdapat kointegrasi antara konsumsi dengan pendapatan yang siap dibelanjakan ). Dengan menggunakan data kuartalan dari 12 negara OECD yaitu Australia, Austria, Belgia, Kanada, Finlandia, Jerman, Yunani, Jepang, Norwegia, Swiss, Inggris, serta Amerika, fungsi konsumsi yang digunakan adalah Ct = β {(1 + r)A t-1 + Σ[1/(1 + r)]i EtW t+1}, dimana Ct, Wt, dan At secara berturut-turut adalah konsumsi, pendapatan, dan kekayaan yang dimiliki pada periode t. Tingkat bunga nyata diasumsikan konstan dan sama dengan waktu subjektif konsumen. Et adalah kondisi harapan matematis pada semua informasi yang tersedia pada periode t, sedangkan β adalah untuk setiap satu unit kenaikan pendapatan permanen konsumen. Hasil analisis menunjukkan bahwa sesuai d eng an pred iksi, konsum si berkointegrasi dengan pendapatan. Secara spesifik ditemukan bahwa uji kointegrasi berdasarkan residual tidak dapat menolak hipotesis bahwa konsumsi dan pendapatan tidak berkointegrasi ketika diterapkan
pada data runtun waktu masing-masing negara.
Pengujian terhad ap hipotesis pendapatan permanen juga dilakukan oleh Manitsaris 2006). Studi dilakukan dengan menggunakan data runtun waktu selama 26 tahun dari tahun 1980 hingga tahun 2005), di 15 negara anggota Uni Eropa terpilih. Terdapat tiga fungsi yang diajukan dalam studi ini yang didasarkan pada hipotesis pendapatan permanen yang dikembangkan oleh Friedman pada tahun 1957. pengeluaran konsumsi nyata, yaitu Ct = CP t+ CTt, dimana CP t adalah pengeluaran konsumsi permanen, dan CTt adalah pengeluaran konsumsi transitori. pendapatan nyata, yaitu Yt = YPt + YTt, dimana YPt adalah pendapatan permanen, sedangkan YTt adalah pendapatan transitori. diasumsikan bahwa pengeluaran konsumsi permanen ditentukan oleh pendapatan permanen dengan rumusan CPt = α + β ΥP t, dimana α dan β adalah parameter yang diestimasi. Penelitian menunjukkan hasil yang tidak memuaskan. Secara statistik hasil estimasi menunjukkan hasil yang lebih baik untuk negara-negara Belanda, Portugal, Denmark, dan Inggris. Dengan demikian berarti bahwa persamaan yang diajukan hanya dapat mempresentasikan fungsi konsumsi atas dasar hipotesis pendapatan permanen dengan baik, di beberapa negara terpilih saja.
Penelitian berkenaan d engan pend ekatan alternatif perlakuan musiman pada model koreksi kesalahan untuk konsumsi masyarakat di Austria, dilakukan oleh Wuger and Thury 2001). Studi ini dilakukan berdasarkan ketidakpuasan terhadap ketidaklayakan model yang selama ini dihasilkan untuk meramalkan pengeluaran konsumsi, akibat adanya masalah musiman. Dengan menggunakan data runtun waktu kuartalan selama periode 1961:1 hingga 1995:4, studi menerapkan formulasi dasar model koreksi kesalahan dengan mempertimbangkan perbedaan musiman, yaitu Vsyt = θ + βVsxt + λ (y t-s – αx t-s) + vt. Hasil penelitian menunjukkan bahwa musiman yang bersifat stokastik pada model koreksi kesalahan untuk pengeluaran konsumen di Austria, menghasilkan peningkatan model yang diestimasi.
Studi ini bertujuan untuk menguji hubungan antara konsumsi dengan pendapatan di Indonesia melalui penerapan dua model yaitu Model Penyesuaian Parsial dan Model Koreksi Kesalahan.
DATA DAN METODOLOGI
Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder berkaitan dengan beberapa indikator ekonomi makro Indonesia dari tahun 1980 hingga tahun 2000. Data indikator-indikator ekonomi makro
Tabel 1. Beberapa Indikator Ekonomi Makro Indonesia
Tahun |
Produk Domestik Bruto milyar rupiah) |
Investasi milyar rupiah) |
Konsumsi milyar rupiah) |
London Interbank Offered Rate milyar rupiah) |
1980 |
159.4 |
32.2 |
107.8 |
13.4 |
1981 |
172.0 |
35.8 |
124.7 |
16.1 |
1982 |
175.9 |
40.5 |
129.8 |
13.7 |
1983 |
183.2 |
43.6 |
137.9 |
10.2 |
1984 |
196.0 |
41.0 |
143.3 |
11.8 |
1985 |
200.9 |
44.0 |
146.1 |
9.1 |
1986 |
212.6 |
48.0 |
149.4 |
7.0 |
1987 |
223.1 |
50.6 |
154.1 |
7.8 |
1988 |
236.0 |
56.5 |
160.3 |
8.4 |
1989 |
253.6 |
64.0 |
168.4 |
9.3 |
1990 |
272.0 |
73.4 |
183.4 |
8.5 |
1991 |
291.6 |
78.1 |
196.7 |
6.3 |
1992 |
309.7 |
82.0 |
203.2 |
4.2 |
1993 |
329.8 |
86.7 |
213.3 |
3.6 |
1994 |
354.6 |
98.6 |
238.5 |
5.8 |
1995 |
383.8 |
112.4 |
265.1 |
6.2 |
1996 |
413.8 |
128.7 |
288.7 |
5.8 |
1997 |
433.2 |
139.7 |
309.5 |
6.1 |
1998 |
376.4 |
93.6 |
288.9 |
5.5 |
1999 |
379.6 |
75.5 |
299.1 |
5.7 |
2000 |
397.7 |
89.0 |
310.7 |
6.8 |
Sumber: Lembaga Penelitian Ekonomi IBII, Jakarta, 2002
yang dapat diakses terdiri dari , investasi, konsumsi, dan Tabel 1). Data periode tahun 1980-2000 ini sengaja dipilih agar dapat digunakan sebagai bahan perbandingan bagi pengembangan model teoritis dan pemilihan model empiris untuk data konsumsi dan pendapatan pada periode-periode berikutnya.
Pengembangan Model Teoritis
Kajian teoritis serta hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa konsumsi tidak saja ditentukan oleh pendapatan, melainkan juga oleh faktor-faktor lain. Studi ini meneliti hubungan antara konsumsi dengan tingkat pendapatan berdasarkan dua alasan. karena dari beberapa artikel relevan yang dapat diakses, sebagian besar studi mempertimbangkan variabel pendapatan sebagai prediktor konsumsi, meskipun ada beberapa penulis yang meneliti hubungan konsumsi dengan faktor lainnya seperti pajak Hatzinikolaou 2000); upah nyata, jam kerja, dan pengangguran Altonji et al, 2002); Coulibaly & Li, 2006); dan jam kerja serta permintaan tenaga kerja (Jacoby & Skoufias, 1998). data runtun waktu yang akurat mengenai variabel-variabel lain, seperti jam kerja, upah nyata dan permintaan tenaga kerja, tidak memungkinkan untuk diperoleh di Indonesia. Atas dasar kedua pertimbangan tersebut, maka dari data sekunder yang tersedia, hanya variabel konsumsi dan pendapatan diwakili oleh PDB), yang akan dimasukkan ke dalam model. Dengan demikian,
model teoritis dalam studi ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
Konsumsi = f pendapatan)
Dimana, yang dimaksud dengan konsumsi adalah nilai konsumsi tiap kuartal yang diukur dalam milyaran rupiah, dan pendapatan adalah produk domestik bruto yang diukur dalam milyaran rupiah.
Berdasarkan kajian literatur dan hasil studi empiris terdahulu, koefisien pendapatan diprediksi bertanda positif. Dengan demikian dalam studi ini diajukan hipotesis sebagai berikut.
H: Pendapatan berpengaruh positif pada konsumsi
Pemilihan Model Empiris
Selama tiga dasa warsa belakangan ini, perkembangan pendekatan analisis runtun waktu dalam studi ekonomi mengalami kemajuan yang sangat pesat No & Zapata, 2004). Di samping itu, perkembangan permodelan ekonometrik juga menunjukkan peningkatan yang signifikan selama tiga puluh lima tahun belakangan, yang bermuara pada peningkatan produktivitas riset di bidang ekonomi, baik secara aktual maupun potensial Renfro, 2004). Kondisi ini didorong oleh pentingnya perumusan dan pemilihan model empiris yang baik, yang menurut Insukindro 1999) merupakan model yang memenuhi syarat terhindar dari kesalahan spesifikasi. Selanjutnya dinyatakan bahwa model semacam itu 1) disusun atas dasar persepsi tentang kejadian ekonomi nyata serta didasarkan atas teori ekonomi yang sesuai, 2) lolos uji baku dan berbagai uji asumsi klasik, 3) tidak menghadapi masalah regresi lancung, dan 4) residu yang diestimasi adalah stasioner.
Salah satu kriteria yang dapat dipergunakan untuk pemilihan model dalam persamaan regresi adalah hasil estimasi yang menggambarkan variasi variabel bebas dalam meprediksi variasi variabel tidak bebas, yang ditunjukkan oleh nilai R2. Akan tetapi, seringkali para peneliti justru hanya menekankan nilai R2 dalam menentukan model yang akan dipilih. Hal yang sering diabaikan oleh para peneliti adalah tingginya nilai R2 merupakan suatu indikasi adanya regresi lancung Insukindro, 1992; Insukindro, 1998; Han, 1997). Teknik yang dapat diterapkan untuk menghindari kondisi ini adalah melakukan uji stasionaritas data melalui pendekatan kointegrasi dan membangun model dinamik tanpa melalui uji stasionaritas data Insukindro, 1991). Teknik yang kedua dapat dilakukan melalui penyusunan model dinamik, beberapa diantaranya adalah Model Penyesuaian Parsial ), Model Koreksi Kesalahan), dan Model Koreksi Kesalahan Insukindro ).
Berdasarkan model teoritis dan hipotesis yang diajukan, studi ini mengajukan model sebagai berikut.
KONt = α0 + α1 INt + εt 1)
KONt = konsumsi pada kuartal t
INt = pendapatan pada kuartal t
α0, α1= parameter yang akan diestimasi, dengan α0>0 dan α1>0
εt = error term
Dalam model yang dikembangkan, studi ini memasukkan unsur kelambanan ), berdasarkan teori acuan tentang hubungan antara konsumsi dengan pendapatan yang menyatakan bahwa konsumsi periode sekarang dipengaruhi oleh pendapatan perubahan pendapatan) pada periode sebelumnya. Akan tetapi seperti yang dinyatakan oleh Arestis & Driver 1980); dan Insukindro 1992), hingga kini belum terdapat kesepakatan tentang jumlah kelam banan yang sem estinya d im asukkan ke dalam model dinamik. Model dinamik yang akan dipergunakan dalam studi ini adalah model dan , dengan bentuk fungsi sebagai berikut.
Model PAM:
KONt = β0 + β1INt + β2KON t-1+ µt 2) KONt = konsumsi pada kuartal t
INt = pendapatan pada kuartal t
KONt-1 = konsumsi pada kuartal t-1
Berdasarkan persamaan 2) lebih lanjut dapat dikemukakan ciri khas model untuk dapat dikatakan berhasil untuk digunakan mengestimasi hubungan antar variabel adalah sebagai berikut Insukindro dkk, 2001).
-
1) . β2 terletak antara 0 dan 1 (0 < β2 < 1)
-
2) . β2 harus signifikan secara statistik
Model ECM:
DKONt = β0 + β1DINt + β2INt-1 + β3ECТt + µt
3)
DKONt = perubahan konsumsi pada kuartal t
DINt = perubahan pendapatan pada kuartal t
INt-1 = pendapatan pada kuartal t-1
-
= INt-1 – KONt-1
β0, β1, β2, β3 = parameter yang akan diestimasi
Berdasarkan persamaan 3) dikemukakan bahwa agar model dapat dikategorikan sukses mengestimasi hubungan antar variabel, persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut Insukindro dkk, 2001).
-
1) . ECT (error correction term) harus terletak di antara 0 dan 1 0<ECT< 1).
-
2) . ECТ harus signifikan secara statistik.
Pada umumnya terdapat dua jenis bentuk fungsi
dalam melakukan estimasi, yaitu bentuk linier dan log-linier. Untuk menentukan pilihan di antara kedua model ini, maka perlu dilakukan pengujian bentuk fungsi Insukindro, 1999). Untuk selanjutnya pemilihan model dalam studi ini akan dilakukan melalui empat tahap sebagai berikut.
-
1) Uji stasionaritas. Uji ini dilakukan terhadap variabel-variabel penelitian baik dalam bentuk aras maupun logaritma.
-
2) Pengembangan model Alternatif. Fungsi konsumsi umumnya dapat didekati melalui hubungan dinamik dalam bentuk linier dan antara nilai konsumsi dengan pendapatan Molana, 1993). Atas dasar ini maka terdapat dua model alternatif yang diajukan dalam studi ini yaitu:
-
a. Model dengan variabel tidak bebas konsumsi dan variabel bebas pendapatan, masing-masing dalam bentuk aras.
-
b. Model dengan variabel tidak bebas konsumsi dan variabel bebas pendapatan, masing-masing dalam bentuk logaritma.
-
3) Pemilihan model. Kedua model alternatif yang diajukan tidak dapat diperbandingkan karena memiliki variabel bebas yang tidak sama, yaitu dalam bentuk aras dan logaritma. Oleh sebab itu, pemilihan salah satu dari kedua model ini tidak dilakukan melalui komparasi (signifikansi hasil uji t, tingginya nilai R2, lolos uji diagnostik, maupun kriteria lain seperti kecilnya nilai Akaike Info Criterion/AIC dan Schwarz). Akan tetapi, pengujian terhadap pemilihan bentuk fungsi yang tepat lebih unggul), akan langsung dilakukan dengan dua jenis uji yang pada umumnya digunakan dalam pemilihan model yaitu uji dan
-
4) Estimasi model terpilih. Estimasi terhadap model terpilih akan dilakukan melalui dua model yaitu Model Penyesuaian Kesalahan Partial Adjustment Model/PAM dan Model Koreksi Kesalahan Error correction model/ECM). Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa kedua model ini merupakan bentuk-bentuk model dinamik yang paling sering digunakan baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang Insukindro, 1990).
Data asli dikonversi dalam bentuk kuartalan, atas pertimbangan bahwa pengujian tentang hubungan konsumsi dengan pendapatan pada umumnya dilakukan melalui data kuartalan seperti yang dilakukan antara lain oleh Arestis & Driver 1980); Basle 1985); Han 1997); Jin 1995); Hatzinikolaou 2000); dan Wuger & Thury 2001). Pertimbangan yang lain adalah bahwa data runtun waktu umumnya mengharuskan digunakannya n jumlah observasi) dalam jumlah besar, karena merupakan jenis data
yang tidak berdistribusi baku/normal. Jika data dalam jumlah banyak maka akan berlaku , sehingga model-model yang mensyaratkan distribusi normal, dapat digunakan. Konversi data tahunan menjadi data kuartalan baik untuk konsumsi maupun pendapatan dilakukan melalui mekanisme interpolasi dengan rumus sebagai berikut Insukindro, 1993).
Q1 = ¼ {Υt - 4,5/12 (Υt -Υt-1)}
Q2 = ¼ {Υt - 1,5/12 (Υt -Υt-1)}
Q3 = ¼ {Υt - 1,5/12 (Υt -Υt-1)}
Q4 = ¼ {Υt - 4,5/12 (Υt -Υt-1)}
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Stasionaritas
Uji akar-akar unit dalam studi ini dilakukan baik untuk variabel konsumsi maupun pendapatan. Dalam mengevaluasi model, hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan inspeksi terhadap data karena pada umumnya data runtun waktu tentang pendapatan dan konsumsi mempunyai karakteristik tidak stasioner dan memiliki pola variasi musiman Pollock & Lekka, 2004). Menurut Chakrabarty et al, 2006); Han 1997); dan Jin 1995); reliabilitas studi empiris seringkali berisiko terhadap non-stasioneritas variabel-variabel yang dianalisis, yang pada akhirnya akan cenderung mengakibatkan terjadinya korelasi lancung. Selanjutnya para penulis ini menyatakan bahwa peneliti dapat menerapkan), atau uji sejenis, guna memeriksa pemenuhan asumsi stasioneritas.
Dari hasil uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi yang disajikan pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa variabel CON, IN, LCON dan LIN belum stasioner pada tingkat Ini berarti bahwa keempat variabel tersebut merupakan variabel non deterministik. Untuk itu, selanjutnya akan dilakukan analisis melalui model dinamik yaitu dengan PAM dan ECM
Dalam analisis regresi yang menggunakan data runtun waktu, seringkali model regresi yang digunakan tidak hanya menggunakan nilai variabel bebas masa kini, namun juga nilai masa lalu lagged). Di samping itu, pendekatan teoritis mengenai fungsi konsumsi, pada umumnya memasukkan variabel tidak bebas dalam bentuk kelambanan lag), meskipun panjangnya kelambanan masih menjadi masalah dalam studi empiris Arestis & Driver, 1980). Hubungan antara konsumsi dengan pendapatan umumnya dilakukan melalui estimasi hubungan dinamik sederhana antara kedua variabel tersebut dengan teknik ekonometri formulasi dan model estimasi kelambanan terdistribusi Molana, 1993). Terdapat beberapa alasan digunakannya kelambanan, seperti yang dike-mukakan oleh Gujarati (2003), sebagai berikut.
Tabel 2. Hasil Uji Akar-akar Unit dan Derajat Integrasi Variabel CON, IN, LCON, dan LIN, 1980- 2000 kuartalan).
Variabel |
Uji Akar-akar Unit |
Uji Derajat Integrasi | ||
DF |
ADF |
DF |
ADF | |
CON |
-2.111820 |
-2.113505 |
-1.563742 |
-8.059381 |
IN |
-2.286304 |
-2.420358 |
-1.724841 |
-8.038826 |
LCON |
-1.875616 |
-4.622420 |
-0.606096 |
-8.700050 |
LIN |
-1.870569 |
-3.845731 |
-0.701112 |
-8.679191 |
Sumber: Hasil pengolahan data.
Psikologis. Menyangkut kebiasaan seseorang untuk tidak secara langsung mengubah perilakunya bila terjadi perubahan. Dalam hubungannya dengan konsumsi dan pendapatan, individu tidak akan segera mengubah kebiasaan konsumsinya setelah terjadi perubahan pendapatan karena perubahan ini mungkin dapat menyebabkan timbulnya penurunan kepuasan atau utilitas.
Teknologis. M enyang kut perlunya waktu persiapan untuk mengubah sesuatu bila terjadi perubahan. Diberikan contoh, bahwa jika perusahaan menganggap penggantian tenaga kerja dengan teknologi adalah layak secara ekonomis karena adanya penurunan harga kapital relatif terhadap tenaga kerja, umumnya upaya penggantian ini memerlukan waktu persiapan (gestation period).
Kelembagaan. Menyangkut adanya ikatan-ikatan yang menyebabkan sesuatu tidak dapat dirubah sesuai dengan kebutuhan atau yang diinginkan. Contoh sederhana terkait dengan kontrak perjanjian sewa menyewa tempat tinggal. Seseorang tidak dapat membatalkan perjanjian yang sudah dibuat seandainya dia tidak puas dengan tempat tinggal yang disewanya.
Pengembangan Model Alternatif
Pada studi ini dikembangkan dua model alternatif terdiri dari model linier dan model , yang berturut-turut disebut dengan model 1 dan model 2.
Model 1: CON C IN dan Model 2: LCON C LIN
Pemilihan Model
Oleh karena kedua model yang diajukan memiliki variabel tak bebas yang berbeda model 1 memiliki variabel tak bebas dalam bentuk aras, sedangkan model 2 mengandung variabel tak bebas yang dinyatakan dalam logaritma), maka kedua model tidak dapat diperbandingkan satu sama lain. Dengan kata lain, kedua koefisien determinasi besaran R2) tersebut mengukur suatu hubungan variabel tak bebas yang berbeda Insukindro dkk, 2001). Meskipun demikian, dianggap perlu untuk
Tabel 3. Hasil Estimasi OLS dan Uji Diagnostik: Studi Pengaruh Pendapatan Pada Konsumsi di Indonesia.
Variabel Bebas |
Variabel Tak Bebas | |
Model 1 CON) |
Model 2 LCON) | |
Konstanta |
-1.808113 |
-0.163217 |
-1.490.334) |
-4.709828) | |
IN |
0.7333981 * | |
44.95770) | ||
LIN |
1.006598* | |
53.25324) | ||
Nilai Hitung |
Nilai Hitung | |
Model 1 |
Model 2 | |
RSS |
911.9188 |
0.050924 |
R2 |
0.961012 |
0.971898 |
Adj. R2 |
0.960536 |
0.971555 |
F-stat |
2021.195 |
2835.907 |
d.f |
83 |
83 |
AIC |
5.270230 |
-4.522749 |
Schwarz |
5.328107 |
-4.464873 |
Uji Diagnostik | ||
Korelasi serial | ||
- DW |
0.033523 |
0.038643 |
Heterokedastisitas | ||
- X2 |
23.11988 |
10.86026 |
- F-stat |
15.38031 |
6.013702 |
Normalitas | ||
- JB test = X2 (2) |
5.269799 |
5.269799 |
- Prob. | ||
Linearitas | ||
- F-stat |
14.13550 |
5.751315 |
Sumber : Hasil pengolahan data.
Catatan: * = signifikan pada α 0.01.
Nilai dalam kurung adalah nilai t-statistik.
memberikan gambaran tentang hasil estimasi dan uji asumsi klasik uji diagnostik) masing-masing model, yang disajikan pada Tabel 3.
Secara umum, tampak bahwa estimasi baik dengan menggunakan model 1 maupun model 2 menunjukkan hasil yang konsisten dengan teori yang diacu, dimana koefisien variabel bebas (dalam hal ini IN dan LIN) bertanda positif dan signifikan pada tingkat kesalahan 1 persen. Penentuan model yang akan digunakan ditujukan untuk melakukan pemilihan bentuk fungsi yang akan digunakan. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, dalam studi ini, pemilihan bentuk fungsi akan dilakukan melalui uji MWD dan uji B-M. Hasil kedua uji ini disajikan berturut-turut pada Tabel 4 dan Tabel 5. Hasil uji menggambarkan bahwa kedua uji ini menunjukkan hasil yang konsisten karena tampak bahwa dari kedua model yang diajukan ternyata model lebih unggul dibandingkan dengan model linier. Dengan demikian model log linear yang dipilih dalam studi ini adalah model log linear.
Tabel 4. Hasil Uji MacKinnon, White and Davidson: Studi Pengaruh Pendapatan pada Konsumsi di Indonesia.
Variabel Tak Bebas Variabel Tak Bebas
CON) LCON)
Konstanta |
44.45842 |
Konstanta |
-0.161200 |
2.838863) |
-4.553857) | ||
IN |
1.002249 |
LIN |
1.005433 |
10.90699) |
51.97545) | ||
Z1 |
-39.32644 |
Z2 |
619E-80 |
-2.962450) |
0.323661) |
Sumber : Hasil pengolahan data.
Catatan : angka dalam kurung adalah nilai t-statistik
Tabel 5. Hasil Uji Bera and McAleer: Studi Pengaruh Pendapatan pada Konsumsi di Indonesia.
Variabel Tak Bebas Variabel Tak Bebas
CON) LCON)
Konstanta |
-1.487747 |
Konstanta |
-0.182215 |
-1.231689) |
-5.597918) | ||
LIN |
0.729462 |
LIN |
1.016993 |
44.83307 |
57.27670) | ||
Ut |
-469.4802 |
Vt |
0.660108 |
-1.857036) |
3.771468) |
Sumber : Hasil pengolahan data.
Catatan : angka dalam kurung adalah nilai t-statistik
Mengacu pada Insukindro dkk 2001), pada uji MWD dinyatakan bahwa jika Z1 signifikan secara statistik, maka Ho yang menyatakan bahwa model yang benar adalah bentuk linier, ditolak. Sebaliknya, bila Z2 signifikan secara statistik, maka Ha yang menyatakan bahwa model yang benar adalah log-linier, ditolak. Bentuk persamaan uji MWD dalam studi ini adalah sebagai berikut.
KONt = α0 + α1 INt + α2 Ζ1 + εt1
DKONt = β0 + β1 LINt + β2 Ζ2 + εt2
Pada uji B-M, pemilihan model didasarkan pada persamaan berikut.
KONt = α0 + α1 INt + α2 Ut + εt1
DKONt = β0 + β1 LINt + β2 Vt + εt2
Uji hipotesis nol adalah α2 = 0, sedangkan hipotesis alternatif adalah β2 = 0. Jika α2 secara statistik berbeda dengan nol, maka bentuk model linier, ditolak. Sebaliknya, jika β2 berbeda dengan nol secara statistik, maka hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa bentuk fungsi yang benar, ditolak.
Estimasi Model Terpilih
Berdasarkan hasil uji dan uji , dan dengan mengacu pada uji hipotesis yang diajukan, tampak bahwa model lebih unggul dibandingkan dengan model linier. Langkah selanjutnya adalah melakukan
estimasi terhadap model dengan model dan . Pada estimasi dengan menggunakan ternyata model ini menunjukkan nilai β2 berada di antara 0 dan 1 dan signifikan secara statistik. Di lain pihak, estimasi dengan menggunakan menunjukkan bahwa model ini tidak berhasil digunakan untuk mengestimasi hubungan antara konsumsi dengan pendapatan di Indonesia, karena meskipun nilai ECT berada di antara 0 dan 1, namun tidak signifikan secara statistik. Dengan demikian model yang akan digunakan sebagai dasar estimasi adalah dengan model . Hasil Estimasi model dengan menggunakan dan masing-masing disajikan pada Tabel 6 dan 7. Hasil estimasi pada Tabel 6 dapat disajikan dalam persamaan regresi berikut.
KONt = β0 + β1INt + β2KON t-1+ µt
Jika konsumsi yang diharapkan KON*) tergantung pada pendapatan, sebenarnya persamaan ini berasal dari persamaan berikut.
Oleh karena variabel konsumsi yang diharapkan tidak terobservasi secara langsung, maka diterapkan asumsi atau , yaitu:
KON t – KON t-1 = δ (KON*t - KON t-1 )10)
Selanjutnya persamaan 10) dapat ditulis :
KON t = KON*t + (1 - δ ) KON t-111)
Dengan mensubstitusi persamaan 9) ke persamaan 11), maka diperoleh persamaan berikut.
KONt = δβ0 + δβ0INt + (1 – δ) KONt-1 + δut (12) Atau
KONt = µ0+ µ1INt + µ2KONt-1 + δut (13) Keterangan:
µ0 = δβ0
µ1 = δβ1
µ2 = (1-δ)
Dari hasil estimasi pada Tabel 6, maka persamaan 13) dapat ditulis sebagai berikut.
KONt = -0.047085 + 0.482881 INt +
0.504201 KONt-1 14)
Persamaan ini merupakan fungsi konsumsi jangka pendek, dengan ) sebesar 0.482881. Hal ini berarti kenaikan 1 rupiah dalam pendapatan riil ) saat ini akan meningkatkan rata-rata konsumsi sekitar 0.48 rupiah. Untuk memperoleh jangka panjang maka persamaan jangka pendek ini dibagi dengan δ. Karena koefisien penyesuaian adalah δ = (1– 0.504201) = 0.495799, maka dengan menghilangkan kelambanan konsumsi KON t-1), fungsi konsumsi jangka panjangnya adalah :
KONt = -0.023345 + 0.97395 INt 15)
Dari persamaan 15) dapat dinyatakan bahwa jangka panjangnya adalah 0,97395. Hal ini berarti, dalam jangka panjang, kenaikan pendapatan
Tabel 6. Hasil Estimasi PAM Model Log-linier: Studi Pengaruh Pendapatan pada Konsumsi di Indonesia
Dependent Variable: LOGKONS
Method: Least Squares
Date: 12/31/07 Time: 09:42
Sample adjusted): 1980:2 2000:4
Included observations: 83 after adjusting endpoints | ||||
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob. |
C |
-0.047085 |
0.025464 |
-1.849089 |
0.0681 |
LOGPDB |
0.482881 |
0.049080 |
9.838667 |
0.0000 |
LOGKONS1 |
0.504201 |
0.046014 |
10.95758 |
0.0000 |
R-squared |
0.987400 |
Mean dependent var |
1.681986 | |
Adjusted R-squared |
0.987085 |
S.D. dependent var |
0.139992 | |
S.E. of regression |
0.015909 |
Akaike info criterion |
-5.408363 | |
Sum squared resid |
0.020248 |
Schwarz criterion |
-5.320935 | |
Log likelihood |
227.4471 |
F-statistic |
3134.652 | |
Durbin-Watson stat |
0.632650 |
Prob F-statistic) |
0.000000 |
Sumber: hasil pengolahan data
Tabel 7. Hasil Estimasi OLS ECM Model Log-linier, Studi Pengaruh Pendapatan pada Konsumsi di Indonesia
Dependent Variable: DLOGKONS Method: Least Squares Date: 12/26/07 Time: 11:32 Sample adjusted): 1980:2 2000:4 Included observations: 83 after adjusting endpoints | ||||
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob. |
C |
-0.004690 |
0.007251 |
-0.646842 |
0.5196 |
DLOGPDB |
0.930482 |
0.020009 |
46.50275 |
0.0000 |
LOGPDB1 |
0.002053 |
0.003626 |
0.566195 |
0.5729 |
ECT2 |
0.014446 |
0.020268 |
0.712780 |
0.4781 |
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat |
0.969252 0.968084 0.004448 0.001563 333.7542 1.022154 |
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob F-statistic) |
0.008071 0.024896 -7.945885 -7.829314 830.0805 0.000000 |
Sumber: hasil pengolahan data
Catatan: ECT = Log IN t-1 – Log CON t-1
riil sebesar 1 rupiah, akan meningkatkan rata-rata konsumsi sebesar 0,98 rupiah. Jadi apabila konsumen mempunyai waktu untuk menyesuaikan perubahan 1 rupiah dari pendapatan yang diperoleh, maka konsum si m ereka pada akh irnya akan meningkat sebesar 0.98 rupiah. Dengan kata lain, dengan koefisien ekspektasi sebesar 0,495799, berarti konsumen hanya menyesuaikan sekitar 0,50 dari waktunya untuk mencapai tingkat konsumsi jangka panjang yang diinginkan. Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, variabel pendapatan mampu mempengaruhi konsumsi. Di samping itu kedua koefisiennya bertanda positif, yang berarti bahwa hasil estimasi tersebut konsisten dengan model teoritis yang semula dibangun. Dengan kata lain, jika pendapatan meningkat, maka diharapkan konsumsi juga akan meningkat.
Estimasi model menghasilkan nilai yang sangat tinggi, yaitu sekitar 98,70 persen. Dengan kata lain, variasi variabel konsumsi mampu dijelaskan oleh 98,70 variasi variabel pendapatan. Kondisi ini sama dengan yang dikemukakan oleh Gujarati (2003), dalam ilustrasinya mengenai hasil studi tentang hubungan antara konsumsi dengan pendapatan di Amerika Serikat pada periode tahun 1982-1996. Pada studi tersebut diperoleh hasil yang menunjukkan nilai sebesar 0,9984, yang bermakna bahwa sekitar 99 persen variasi konsumsi dalam hal ini) dijelaskan oleh variasi pendapatan dalam hal ini). Oleh karena nilai hampir sama dengan 1, berarti bahwa garis regresi sangat fit dengan data. Menurut penulis, regresi dengan menggunakan data runtun waktu, besar kemungkinan untuk memperoleh nilai yang tinggi. Salah satu penyebab fenomena ini adalah
karena terjadinya korelasi serial dari data yang dianalisis.
Pada studi pengaruh pendapatan pada konsumsi di Indonesia, kondisi ini didukung dengan hasil uji asumsi klasik. Dalam kaitannya dengan uji korelasi serial, hasil menunjukkan bahwa data yang dianalisis tidak lolos uji ini, yang ditunjukkan dengan nilai D-W yang jauh dari 2 0,632650). Terdapat beberapa hal yang menyebabkan terjadinya korelasi serial seringkali disamakan dengan autokorelasi), seperti yang dikemukakan oleh Gujarati (2003), antara lain sebagai berikut.
Kelembaman. Salah satu karakteristik data runtun waktu adalah kelembaman atau inersia. Data seperti GDP dan produksi, mengikuti siklus bisnis. Dalam suatu perekonomian, umumnya terjadi periode resesi dan kontraksi. Pada pergeseran dari periode resesi menuju kontraksi, nilai runtun waktu satu waktu akan lebih besar dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Kondisi ini akan terus berlanjut hingga suatu kejadian menyebabkan kembalinya keadaan pada kondisi semula. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pada analisis regresi yang melibatkan data runtun waktu, observasi berkelanjutan cenderung menjadi interdependen.
Manipulasi data. Hal lain yang ditengarai sebagai penyebab terjadinya korelasi serial adalah adanya manipulasi data, misalnya melalui proses interpolasi. Interpolasi dari data tahunan menjadi data kuartalan, seperti yang dilakukan pada studi ini, dapat menyebabkan terjadinya autokorelasi, yang mungkin pada data aslinya terbebas dari masalah korelasi serial.
Hasil uji asumsi klasik lain menunjukkan bahwa data lolos dari uji heterokedastisitas dan normalitas, namum tidak lolos uji linieritas. Hal ini konsisten dengan model yang dipilih dalam studi ini, yaitu dalam bentuk fungsi bukan linier, dalam hal ini . Perhitungan mengenai uji asumsi klasik disajikan dapat diringkas dengan hasil sebagai berikut.
-
1) Korelasi serial:
D-W stat 0,632650 tidak lolos uji kriteria model).
-
2) Heterokedastisitas:
F- stat 12,45399 lolos kriteria uji kriteria model).
-
3) Normalitas:
Probability J-B test 0,000005 lolos uji kriteria model).
-
4) Linieritas
Log likelihood ratio 0,000000 tidak lolos uji kriteria model).
Kriteria-kriteria yang digunakan dalam uji asumsi
klasik tersebut adalah sebagai berikut. Korelasi serial. Data dikatakan lolos dari uji kriteria model jika nilai DW ) berada di sekitar 2 ). Heterokedas-tisitas. Data dikatakan tidak mengandung heteroke-dastisitas jika X2 hitung < X2 tabel. Selain itu uji ini dapat juga dilakukan dengan menghitung nilai X2 = jumlah observasi x R2. Jika nilai X2 hitung < X2 tabel, maka data lolos dari masalah heterokedastisitas. Normalitas. Lolos uji kriteria model jika X2 hitung < X2 tabel. Di samping itu dapat juga dipergunakan yaitu jika probabilitas <0.671, maka dikatakan data berdistribusi normal, atau jika nilainya lebih rendah dari angka itu maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual berdistribusi normal, ditolak Kun-coro, 2004). Linieritas Dengan menggunakan , jika tidak signifikan secara statistik, maka hipotesis yang menyatakan bahwa data adalah linier, diterima.
SIMPULAN
Atas dasar hasil analisis dan pembahasan, maka beberapa hal dapat disimpulkan sebagai berikut. i) Model yang layak digunakan untuk melakukan estimasi hubungan antara konsumsi dengan pendapatan di Indonesia untuk data konsumsi dan pendapatan periode tahun 1980-2000 adalah model dengan bentuk fungsi ; ii) Melalui dua model yang diterapkan yaitu model penyesuaian parsial) dan model koreksi kesalahan), ternyata lebih unggul dan menunjukkan keberhasilan untuk digunakan memprediksi konsumsi dalam hubungannya dengan pendapatan di Indonesia; iii) Hasil estimasi dengan menunjukkan bahwa sekitar 0,50 waktu yang diperlukan konsumen untuk mencapai tingkat konsumsi jangka panjang yang diinginkan; iv) Melalui estimasi dengan diperoleh hasil bahwa baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, variabel pendapatan mampu mempengaruhi konsumsi; dan v) Melalui estimasi dengan diperoleh hasil bahwa penaksir-penaksir yang digunakan dalam estimasi tidak efisien karena terjadi masalah korelasi serial. Akan tetapi, hasil estimasi memberikan dukungan terhadap hipotesis yang diajukan karena penaksir yang digunakan menghasilkan model yang konsisten dengan teori yang menjadi acuan dalam studi ini.
SARAN
Kepada para akademisi dan penelitian, disarankan untuk menggunakan model analisis PAM untuk memprediksi konsumsi dalam hubungannya dengan pendapatan di Indonesia periode tahun 1980-2000.
REFERENSI
Altonji, J.G., Martins, A.P., and Siow, A, 2002. Dynamic factor models of consumption, hours, and income. , 56, 3-59.
Arestis, P., and Driver,C, 1980. Consumption out of different types of income in The U.K. , 32, 85-96.
Basle, P.G, 1985. Autoregresive modeling of consumption, income, inflation and interest rate data: a multicountry study, 10, 37-50.
Chakrabarty, M., Schmalenbach, A., and Racine, J, 2006. On the distributional effects of income in an aggregate consumption relation. , 39 4), 1221-1243.
Coulibaly, B., and Li, G, 2006. Do homeowners increase consumption after the last mortage payment? An alternative test of the permanent income hypothesis. 88 1), 10-19.
D arby, M .R, 1974. The perm anent income theory of consumption- a restatement. , 88 2), 228-250.
Eitrheim, θ., Jansen, E.s., and Nymoen, R, 2002. Progress from forecast failure–the Norwegian consumption function. , 5, 40-64.
Gujarati, D.N, 2003. , Fourth edition. McGraw-Hill, Boston.
Han, L, 1997. Testing for seasonal integration and cointegration: The Austrian consumption income relationship. , 22, 331-344.
Hatzinikolaou, D, 2000. Sensitivity of consumption to income and to government purchases: some specification and estimation issues. , 32, 767-775.
Ilan, A.B, 1995. On the proportionality and homogeneity of consumption and income. , XXXVIII 46), 1153-1160.
Insukindro, 1990. Pendekatan stok penyangga permintaan uang: tinjauan teoritik dan sebuah studi empirik di Indonesia. FE-UI, 46 4), 451-471.
Insukindro, 1991. Regresi linier lancung dalam analisis ekonomi: suatu tinjauan dengan satu studi kasus di Indonesia. a, 1, 75-87.
Insukindro, 1992. Pembentukan model dalam penelitian ekonomi. 7, 1-17.
Insukindro, 1993. . Edisi kedua. BPFE, Yogyakarta.
Insukindro, 1998. Sindrum R2 dalam analisis regresi linier runtun waktu. 13, 1-11.
Insukindro, 1999. Pemilihan model ekonomi empirik dengan pendekatan koreksi kesalahan. , 14, 1-8.
Insukindro., Maryatmo, R., dan Aliman, 2001. Model Ekonometrika Dasar dan Penyusunan Indikator Unggulan Ekonomi. Disampaikan pada Lokakarya Ekonometrika dalam Rangka Penjajakan Leading Indikator Export di KTI.
Jacoby, H.G., and Skoufias, E, 1998. Тesting theories of consumption behavior using information on aggregate shocks: income seasonality and rainfall in rural India. , 80, 1-14.
Jin, F. 1995, Cointegration of consumption and disposable income: evidence from twelve OECD countries. , 62 1), 77-88.
Lembaga Penelitian Ekonomi IBII, 2000. . Atas kerjasama dengan Penerbit PТ Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Manitsaris, A. 2006, Estimating the European Union consumption function under the permanent income hypothesis. , 2, 131-135.
Miller, T. 1996, Explaining Keyne’s Theory of Consumption and Assessing Its Strength and Weaknesses. Economic Truth: http://www.economic-truth.co.uk/).
Molana, H. 1993, The role of income in the consumption function: a review of on-going developments. , 40 3), 335-352.
No, S.C., and Zapata, H.O. 2004, A dynamic econometric modeling of U.S rice market. March.
Pollock, D.S.G., and Lekka, N, 1998. Deconstructing the consumption function: new tools and old problems. , 25 1),1-20.
Renfro, C.G, 2004, Тhe early development of econometric modeling languages. 29, 145-166.
Wuger, M., and Тhury, G, 2001. Тhe treatment of seasonality in error correction models as unobserved component: a case for an Austrian consumption function. , 26, 325-341.
33
Discussion and feedback