JEKT 8 EU : 9 - 23

ISSN : 2301 - 8968

Proyeksi Produksi dan Konsumsi Kedelai Indonesia

Rizma Aldillah*)

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Kementrian Pertanian Republik Indonesia

ABSTRAK

Pertumbuhan kebutuhan konsumsi kedelai melebihi pertumbuhan produksi dalam negeri, sehingga kebutuhan ditutup dari impor. Berdasarkan data FAO, laju nilai impor mencapai rata-rata 200% dalam periode 52 tahun terakhir, sehingga sampai saat ini, swasembada kedelai belum tercapai. Untuk melihat apakah Indonesia dapat memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri dari produksi kedelai nasional di tahun mendatang, diperlukan analisis peramalan hingga beberapa tahun mendatang. Tujuan penelitian ini: (1) menganalisis perkembangan pola produksi dan konsumsi kedelai nasional, (2) menganalisis respon areal dan produktivitas kedelai. Untuk memperoleh hasil proyeksi produksi dan konsumsi hingga tahun 2020, digunakan metodologi peramalan simultan. Hasil analisis menyimpulkan bahwa produksi hingga tahun 2020meningkat rata-rata sebesar 6.80% per tahun, dan konsumsi meningkat rata-rata sebesar 2.10% per tahun, tetapi defisit menunjukkanpenurunan rata-ratasebesar 0.98% per tahun. Dari hasil penelitian ini terdapat indikasi bahwa adanya perluasan areal tanam kedelai di masa yang akan datang, dimana hal tersebut ditunjukkan oleh pertumbuhan produksi rata-rata mencapai 3 kali lipat daripada pertumbuhan konsumsi rata-rata.Implikasi dan temuan dari penelitian ini adalah bahwa Indonesia memiliki peluang berswasembada kedelai di masa yang akan datang, dengan mempertahankan pertumbuhan produksi yang lebih besar daripada pertumbuhan konsumsi.

Kata kunci: kedelai, konsumsi, peramalan, produksi, swasembada

Soybeans Production and Consumption Prediction in Indonesia1)

ABSTRACT

Due to the higher growth in consumption of soybean is higher than that of it’s production, the domestic consumption has to be fullfilled from imports. FAO data show that, the rate of import of soybean on average is 200 percent in the last 52 years, which show that until now self-sufficiency in soybean has not been achieved. To see whether Indonesia can reach self-sufficient in soybeans in the future, some forecast studies analized. Purpose of this study are: (1) growth analysis of soybean production and consumption, (2) response analysis of soybean area harvested and yield. The results ofthe analysis concludedis that the production in 2020 increase by 6.80% per annum, andconsumptionis increase by 2.10% per annum, butis predicted to the balance still shows a deficit, the deficit showed a decreaseby 0.98% per annum. The results of analysis show indication that it would be growth of soybean area in the future, which showed by the average production growth of approximately 3 times more than the average consumption growth.The implications and findings from this research that Indonesia has the opportunity to purpose its soybeans self-sufficient in the future.

Key words:consumption,forecast, production,self-sufficient, soybeans

PENDAHULUAN

Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan dan merupakan sumber utama protein dan minyak nabati utama dunia. Kedelai merupakan tanaman pangan utama strategis terpenting setelah padi dan jagung. Begitu besarnya kontribusi kedelai dalam

hal penyediaan bahan pangan bergizi bagi manusia sehingga kedelai biasa dijuluki sebagai Gold from the Soil, atau sebagai World’s Miracle mengingat kualitas asam amino proteinnya yang tinggi, seimbang dan lengkap. Konsumsi kedelai oleh masyarakat Indonesia dipastikan akan terus meningkat setiap tahunnya mengingat beberapa pertimbangan seperti

*) E-mail: rizmaaldillah@gmail.com

bertambahnya populasi penduduk, peningkatan pendapatan per kapita, kesadaran masyarakat akan gizi makanan. Peningkatan kebutuhan akan kedelai dapat dikaitkan dengan meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap tahu dan tempe, serta untuk pasokan industri kecap (Mursidah, 2005). Dinamika perdagangan kedelai dunia dapat mempertajam posisi Indonesia dalam perdagangan internasional ked elai. D engan m engetahui p o sisi ked elai Indonesia di pasar internasional, pemerintah dapat mengantisipasi kebijakan apa yang akan diambil untuk mendukung pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Laju perkembangan ekspor kedelai Indonesia mengalami penurunan rata-rata sebesar 5,92% per tahun selama periode 1961 – 2012, Sedangkan impor mengalami laju peningkatan rata-rata mencapai 0,05% per tahun. Seperti yang dijelaskan oleh Supadi (2009) bahwa semenjak Bulog tidak lagi menjadi importir tunggal, mudahnya importir swasta mengimpor kedelai, menyebabkan volume impor kedelai cenderung meningkat karena harga kedelai di pasar internasional lebih murah.

Produksi kedelai di dalam negeri hanya mampu memenuhi sekitar 65,61% konsumsi domestik (FAO, 2013). Ketidakstabilan produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh adanya penurunan luas panen kedelai yang tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas kedelai (Malian, 2004). Kebutuhan kedelai dalam negeri sebesar 35% dipenuhi dari kedelai impor (Departemen Pertanian, 2008). Lonjakan konsumsi kedele disebabkan peningkatan konsumsi produk industri rumahan (tahu, tempe), yang mana jenis makanan ini semakin populer digunakan sebagai substitusi untuk produk hewani pada beberapa kondisi (Departemen Pertanian, 2006 dan 2007). Peningkatan konsumsi kedelai tidak diimbangi oleh gairah petani dalam budidaya kedelai (Ariani, 2003 dan Ariani et al 2003). Masih rendahnya tingkat produktivitas dan keuntungan usahatani kedelai dibanding komoditas lain seperti padi dan jagung, sehingga petani kurang berminat menanam kedelai dan berpindah ke usahatani tanaman lain yang lebih menguntungkan (Suyamto dan Widiarta, 2010), sehingga menyebabkan areal tanam semakin menurun dan produktivitas relatif stabil (Oktaviani, 2010).

Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi kedelai nasional menyebabkan impor kedelai yang cukup besar setiap tahunnya, sehingga program pemerintah untuk mencapai swasembada kedelai tahun 2014 tidak dapat terwujud.Terlepas dari hal tersebut, apakah Indonesia masih memiliki peluang

untuk mencapai swasembada kedelai di tahun yang akan datang, memerlukan kajian kembali.Untuk itu, dalam penelitian ini dilakukan analisis peramalan produksi dan konsumsi kedelai nasional di tahun 2020, seperti program strategis pangan Indonesia yang dicanangkan pemerintah untuk tahun 2020.

Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, mampukah Indonesia mencapai swasembada dalam periode 2013 – 2020 ? Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah menganalisis: (1) perkembangan pola produksi dan konsumsi kedelai dan (2) respon areal dan produktivitas kedelai.

DATA DAN METODOLOGI

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang merupakan data time series dari tahun 1961 - 2012. Penelusuran data dilakukan melalui internet seperti FAO, serta kunjungan ke Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, dan Badan Pusat Statistik yang dilakukan pada tahun 2013 – 2014. Secara rinci variabel data dan sumbernya disajikan dalam Tabel 1.

Kerangka Analisis

Kerangka pikir dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 1. Kerangka pikir menjelaskan bahwa produksi dan konsumsi terdiri dari beberapa variabel endogen yang dipengaruhi variabel penjelasnya (eksogen), dimana antara variabel-variabel endogen yang membentuk produksi dan konsumsi saling mem p engaruhi, sehingga hubungan tersebut dikatakan simultan.

Penelitian Terdahulu

Seperti penjelasan oleh Rao dan Miller (1971) bahwa peubah eksogen selalu berkedudukan sebagai peubah penjelas, sedangkan peubah endogen tidak selalu merupakan peubah tak bebas namun bisa berperan sebagai peubah bebas. Dengan demikian dalam model persamaan simultan peubah yang menentukan atau peubah predetermined dapat berupa peubah eksogen atau peubah endogen beda kala (Kmenta 1986).Model persamaan simultan baik digunakan karena dua alasan sebagai berikut (Disadur dari: Chow, 1964 dan 1968; Koutsoyiannis 1977; dan Gujarati 2003): (i) Sistem persamaan simultan merupakan suatu model yang cocok untuk banyak aplikasi ekonomi; dan (ii) Sistem persamaan simultan merumuskan suatu model stokastik yang cocok untuk menguji teori ekonomi serta menguji hubungan ekonomi tersebut dengan uji statistik.

Tabel 1. Jenis Variabel dan Sumber Data

No.

Variabel Endogen

Kode

Satuan

Sumber Data

1

Produksi Kedelai Nasional

PKN

ribu ton

FAO

2

Luas Areal Tanam Kedelai Nasional

LAT

ribu ha

FAO

3

Produktivitas Kedelai Nasional

PRK

ton/ha

FAO

4

Harga Kedelai Nasional

HKN

ribu rp./ton

FAO

5

Konsumsi Kedelai Nasional

KKN

ribu ton

FAO

6

Harga Kedelai Impor

HKI

US $/ton

FAO

7

Penawaran Kedelai Nasional

SKN

ribu ton

FAO

8

Kuantitas Impor Kedelai

KIK

ribu ton

FAO

No.

Variabel Eksogen

Kode

Sumber Data

1

Jumlah Kuantitas Pupuk Urea

JKP

kg/ha

Kementan

2

Upah Buruh Tani Kedelai

UBT

ribu rp./ha

Kementan

3

Pendapatan Nasional Per Kapita

PNP

ribu rp./jiwa /tahun

FAO

4

Harga Kedelai Internasional

HIN

US $/ton

FAO

5

Tarif Impor Kedelai

TIK

%

Kemenkeu

6

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar USA

ERD

rp./US $

FAO

7

Stok Kedelai Nasional

STK

ribu ton

FAO

8

Kuantitas Ekspor Kedelai

KEK

ribu ton

FAO

Sumber: Kementan, FAO dan Kemenkeu, 2014


Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan: ------------= terdiri dari

> = mempengaruhi


Penelitian oleh Simatupang et al (2005) mengenai Pengembangan Kedelai dan Kebijakan Penelitian di Indonesia yang menggunakan metode OLS menyimpulkan bahwa proyeksi konsumsi kedelai mengalami peningkatan dari 2,35 juta ton pada tahun 2009 menjadi 2,71 juta ton pada tahun 2015 dan 3,35 juta ton pada tahun 2025. Sehingga

ada peningkatan rata-rata sebesar 19% per tahun pada periode 2009 – 2025. Dalam penelitian ini peramalan simultan dilakukan untuk periode 2013 – 2020, dimana disimpulkan oleh Hanke (2003) dan Intriligator (1980) bahwa peramalan lebih baik dilakukan dalam periode yang tidak terlalu panjang, karena peramalan merupakan ketidakpastian. Karena

tidak dapat menggambarkan kenyataan di masa yang akan datang, mengingat adanya bencana alam, huru-hara, situasi politik yang tidak kondusif yang mungkin saja terjadi.

Analisis efisiensi usahatani kedelai oleh Fauziyah (2007) menggunakan metode OLS memberikan gambaran tentang rata-rata pengaruh beberapa va riabel bebas ter had ap p ro d uksi ked elai, diantaranya luas lahan yang berpengaruh secara signifikan terhadap produksi. Sedangkan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai. Penambahan jumlah bibit dan pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai. Hal tersebut berbeda dari teori yang dikemukakan oleh Putong (2003) bahwa produksi atau memproduksi adalah menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Fungsi produksi adalah hubungan teknis yang antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output). Hubungan teknis yang dimaksud adalah bahwa produksi hanya bisa dilakukan dengan menggunakan faktor produksi yang dimaksud. Bila faktor produksi tidak ada, maka tidak ada juga produksi.

Model parsial yang digunakan untuk mengestimasi elastisitas permintaan adalah LA/AIDS (Linear Approximation Almost Ideal Demand Sistem), sedangkan model parsial yang digunakan untuk mengestimasi elastisitas penawaran adalah model koreksi kesalahan (Error Correction Mechanism = ECM). Secara ringkas hasil penelitian Kustiari et al (2009) menunjukkan adanya laju peningkatan produktivitas yang lebih besar dibanding laju peningkatan luas areal. Kondisi ini terjadi karena semakin tebatasnya lahan pertanaman. Produksi kedelai dalam negeri makin tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri selama hampir tiga dekade terakhir (periode 1978 – 2008). Oleh karena itu pengembangan areal dan produksi perlu diupayakan secara seksama.

Analisis permintaan kedelai nasional dan dampak kebijakan tarif impor yang dilakukan oleh Adetama (2011) menggunakan metode 2SLS. Pada persamaan permintaan kedelai diperoleh bahwa variabel-variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap permintaan kedelai adalah variabel harga kedelai dalam negeri. Pada persamaan impor kedelai diperoleh bahwa variabel-variabel independen yang berpengaruh nyata terhadap impor kedelai adalah variabel permintaan kedelai.

Handayani et al (2011) dalam penelitiannya mengenai simulasi kebijakan daya saing kedelai lokal pada pasar domestik menyimpulkan bahwa luas p anen ked elai dip enga ruhi oleh har ga

kedelai lokal, harga jagung dan luas panen tahun sebelumnya. Produktivitas kedelai dipengaruhi oleh curah hujan, harga jagung dan produktivitas tahun sebelumnya. Harga kedelai lokal dipengaruhi oleh harga tingkat produsen, harga dan volume impor, produktivitas dan harga tahun sebelumnya. Harga tingkat produsen dipengaruhi oleh produksi, volume impor, konsumsi, dummy monologi Bulog dan harga tingkat produsen tahun sebelumnya. Volume impor kedelai dipengaruhi produksi dan konsumsi kedelai. Harga kedelai impor dipengaruhi oleh harga kedelai internasional, nilai tukar rupiah, tarif impor dan harga kedelai impor tahun sebelumnya.

Simulasi dampak kebijakan produksi terhadap ketahan pangan kedelai oleh Zakiah (2010) dan (2011) menggunakan metode simultan 2SLS dengan tujuan menetapkan faktor-faktor penentu produksi dan permintaan kedelai, sehingga dapat menghasilkan suatu kebijakan sehubungan dengan peningkatan produksi kedelai untuk menyeimbangi kebutuhan akan kedelai yang semakin meningkat. Luas panen dipengaruhi oleh harga kedelai secara positif dan harga input serta harga produk substitusinya secara negatif. Sedangkan produktivitas dipengaruhi secara positif oleh harga kedelai dan teknologi, dan berpengaruh negatif terhadap harga pupuk. Hal tersebut menunjukkan produktivitas kedelai akan meningkat jika harga kedelai di tingkat petani meningkat dan tingkat teknologi yang tinggi.

Metode Analisis

Model produksi dan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas, yang terdiri dari 2 persamaan id entitas dan 6 persamaan struktural.P roses penentuan model melalui 16 kali proses respesifikasi, dimana setelah model terpilih, kemudian peramalan produksi dan konsumsi dilakukan hingga tahun 2020. Model persamaan simultan dapat memberikan suatu gambaran yang lebih baik tentang dunia nyata dibandingkan dengan model persamaan tunggal, hal ini karena variabel-variabel antara satu persamaan dengan persamaan lainnya dapat berinteraksi satu sama lain (Chow 1964 dan 1968). Secara rinci, model produksi dan konsumsi sebagai berikut:

  • 1) . Model Produksi

PKNt = LATt * PRKt ………………………...…..(1) Dimana :

PKNt = produksi kedelai Indonesia pada tahun ke-t (ton) LATt = luas areal tanam kedelai Indonesia tahun ke-t (ha) PRKt = produktivitas kedelai pada tahun ke-t (ton/ha)

Fungsi Luas Areal Tanam Kedelai

LATt = a0 + a1HKNt + a2TRNt + a3LATt-1 + µ1…(2)

Dimana :

LATt = luas areal tanam kedelai Indonesiapada tahun ke-t (ha) HKNt = harga kedelai Indonesia di tingkat produsen pada tahun ke-t(Rp/ton)

TRNt = dummy yang menggambarkan teknologi yang digunakan

LATt-1 = luas areal tanam kedelai Indonesiapada tahun sebelumnya (ha)

a0    = intersep

ai    = dugaan parameter (i = 1, 2, 3)

µ1   = peubah pengganggu

Nilai parameter yang diharapkan a1, a3> 0; 0 <a3< 1

Fungsi Produktivitas Kedelai Nasional

PRKt = b0+ b1JKPt+ b2UBTt-1 + b3LATt+ b4PRKt-1+ µ2……….............................................……...(3)

Dimana :

PRKt = produktivitas kedelai Indonesiapada tahun ke-t (ton/ ha)

JKPt = jumlah ketersediaan pupuk urea pada tahun ke-t (ton/ ha)

UBTt-1= upah buruh tani kedelai tahun sebelumnya (Rp)

LATt = luas areal tanam kedelai nasional tahun ke-t (ha)

PRK = produktivitas kedelai Indonesia tahun sebelumnya (ton/ha)

b0    = intersep

bi   = dugaan parameter (i = 1, 2, 3, 4)

µ2  = peubah pengganggu

Nilai parameter yang diharapkan b1, b3> 0; b2 < 0;0 < b4< 1

Impor

Terdiri atas fungsi harga kedelai impor dan fungsi kuantitas impor kedelai, seperti dijabarkan berikut ini.

  • a.    Fungsi Harga Kedelai Impor

HKIt= e0 + e1HINt + e2HKNt + e3ERDt+ e4HKIt-1+ µ3 ………………….……............................….(4)

Dimana:

HKIt = harga kedelai impor pada tahun ke-t (Rp/ton) HINt = harga kedelai internasional tahun ke-t (US $/ton) HKNt = harga kedelai Indonesiatahun ke-t (Rp/ton) ERDt = nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar (Rp./US $) HKIt-1= harga kedelai impor tahun sebelumnya (Rp/ton) e0    = intersep

ei    = dugaan parameter (i = 1, 2, 3, 4)

µ3 = peubah pengganggu

Nilai parameter yang diharapkan e1, e2 > 0; e3<0;0 < e4 < 1

  • b.    Fungsi Kuantitas Impor Kedelai

KIKt = f0 + f1HKNt- + f2TIKt + f3HKIt4 ………..(5)

Dimana:

KIKt = kuantitas impor kedelai pada tahun ke-t (ton) HKNt = harga kedelai Indonesia pada tahun ke-t (Rp/ton) TIKt = tarif impor kedelai pada tahun ke-t (persen/tahun) HKIt = harga kedelai impor pada tahun ke-t (Rp/ton) f0    = intersep

fi    = dugaan parameter (i = I, 2, 3)

µ4 = peubah pengganggu

Nilai parameter yang diharapkan f1, f3> 0;f2 < 0

Penawaran

Fungsi Penawaran Kedelai Nasional

SKNt = PKNt + KIKt + STKt - KEKt.....……....(6)

Dimana:

SKNt = penawaran kedelai Indonesia pada tahun ke-t (ton) PKNt = produksi kedelai Indonesia pada tahun ke-t (ton) KIKt = kuantitas impor kedelai pada tahun ke-t (ton)

STKt = stok kedelai pada tahun ke-t (ton)

KEKt = kuantitas ekspor kedelai pada tahun ke-t (ton)

  • 2) . Model Konsumsi

Fungsi Konsumsi Kedelai Nasional aebagai dalah berikut:

KKNt = c0 + c1HKNt + c2SKNt + c3PNPt-1 + c4HKIt+ c5KIKt + c6KKNt-1 + µ5…......(7)

Dimana:

KKNt = konsumsi total kedelai Indonesiapada tahun ke-t (ton) HKNt =harga kedelai Indonesia di tingkat produsen pada tahun ke-t(Rp/ton)

SKNt = penawaran kedelai Indonesiapada tahun ke-t (ton)

PNPt-1= pendapatan Indonesia per kapita pada tahun sebelumnya (Rp/tahun)

HKIt = harga kedelai impor pada tahun ke-t (Rp/ton)

KIKt = kuantitas impor kedelai pada tahun ke-t (ton)

KKNt-1= konsumsi total kedelai Indonesia pada tahun sebelumnya (ton)

c0    = intersep

ci    = dugaan parameter (i = 1, 2, 3, 4, 5, 6)

µ5 = peubah pengganggu

Nilai parameter yang diharapkan c2, c3, c4> 0; c1, c5< 0; 0 < c6< 1

  • 3) . Harga

Fungsi Harga Kedelai Nasional adalah sebagai berikut:

HKNt = d0 + d1KKNt + d2HKIt+ d3SKNt+ d4KIKt

+ d5HKNt-1 + µ6..................................(8)

Dimana:

HKNt = harga kedelai Indonesia tahun ke-t (Rp/ton)

KKNt = konsumsi total kedelai Indonesiapada tahun ke-t (ton) HKIt = harga kedelai impor pada tahun ke-t (Rp/ton)

SKNt = penawaran kedelai Indonesiapada tahun ke-t (ton) KIKt = kuantitas impor kedelai pada tahun ke-t (ton)

HKNt-1= harga kedelai Indonesiadi tingkat produsen pada tahun sebelumnya(Rp/ton)

d0 = intersep

di = dugaan parameter (i = 1, 2, 3, 4, 5) µ6   = peubah pengganggu

Nilai parameter yang diharapkan d1, d2, d4> 0; d3< 0; 0 <d5< 1

Secara operasional, model persamaan simultan ekonomi kedelai secara operasional disajikan pada Gambar 2. Gambar tersebut menjelaskan bahwa model simultan terdiri dari variabel eksogen, endogen dan lag endogen. Variabel eksogen merupakan variabel bebas yang mempengaruhi variabel endogen. Variabel endogen merupakan variabel terikat yang dipengaruhi oleh variabel eksogen. Sedangkan variabel lag endogen merupakan variabel terikat pada satu tahun sebelumnya, yang dilambangkan dengan

Gambar 2. Kerangka Operasional Model Simultan

= fungsi


t-1. Variabel endogen terdiri dari 8 variabel, dan variabel eksogen terdiri dari 9 variabel, sedangkan variabel lag endogen terdiri dari 5 variabel. Ciri model simultan yaitu dua atau lebih variabel harus dapat menjadi variabel bebas maupun variabel terikat. Hal tersebut dijelaskan pada Gambar 2, yang mana ke 9 variabel endogen memiliki panah arah masuk maupun panah arah keluar.

Penentuan Model

Penentuan model berdasarkan kriteria statistik secara umum, yaitu penilaian terhadap slope koefisien (F-value) yang berarti paling tidak ada 1 variabel bebas yang mempengaruhi secara nyata variabel terikat.Berikutnya adalah nilai signifikansi yaitu Prob > [T] pada taraf nyata 1, 5, 10, 15 dan 20%, dimana menurut Gujarati (2003), bahwa dalam ekonomi masih dapat di toleransi nilai taraf nyata hingga 20%. Selanjutnya, nilai kesesuaian model atau goodness of fit (R2), dimana menurut Makridakis et al (1999) bahwa nilai goodness of fit yang baik adalah diatas 70% untuk aplikasi ekonomi. Kemudian, penilaian terhadap autokorelasi (DW atau DH statistik), dimana DH-stat jika terdapat lag endogen dalam

suatu model. Terlepas dari ada tidaknya masalah serial korelasi yang serius, Pindyck dan Rubinfield (2008) membuktikan bahwa masalah serial korelasi hanya mengurangi ke-efisiensi-an estimasi parameter dan serial korelasi tidak menimbulkan bias parameter regresi.

Model simultan dianalisis dengan melakukan proses respesifikasi model. Respesifikasi dilakukan sebanyak 16 kali. Kriteria statistik terbaik yang paling banyak dalam suatu model akan dipilih menjadi model simultan terpilih dalam penelitian ini yang selanjutnya digunakan untuk proses peramalan produksi dan konsumsi dengan metode peramalan simultan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Novindra (2011) mengenai analisis simultan minyak kelapa sawit, model simultan terpilih dilakukan sebanyak 20 kali proses respesifikasi.

Metode Peramalan

Peramalan adalah suatu kegiatan yang diperlukan untuk menetapkan kapan suatu peristiwa akan terjadi atau timbul, sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan dan peramalan merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan

efisien (Makridakiset al 1999). Sedangkan menurut Hanke et al (2003), peramalan adalah metode yang digunakan untuk memprediksi ketidakpastian masa depan sebagai upaya mengambil keputusan yang lebih baik. Metode pendugaan model yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2SLS, dengan beberapa pertimbangan yaitu: penerapan 2SLS menghasilkan penafsiran yang konsisten, lebih sederhana dan lebih mudah, sedangkan metode 3SLS dan FIML menggunakan informasi yang lebih banyak dan lebih sensitif terhadap kesalahan spesifikasi model (Gujarati, 2003).

Jenis peramalan merupakan peramalan model kausal (regresi), faktor yang diramalkan menunjukkan suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih variabel bebas. Tujuannya adalah menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari variabel tak bebas (Makridakiset al 1999). Berdasarkan hasil penelitian mengenai peramalan kedelai di Indonesia maupun di negara lain yang dilakukan oleh Purwanto (2004), Simatupanget al (2005), Maretha (2008), Yuwanita (2008) dan Masudadan Peter (2009), Kustiari et al (2009),maka dapat dijelaskan bahwa prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam menganalisis suatu persamaan regresi adalah bahwa antara variabel dep end en dan variabel ind ependennya harus mempunyai hubungan sebab akibat (hubungan kausalitas), baik yang didasarkan pada teori, hasil penelitian sebelumnya, ataupun yang didasarkan pada penjelasan logis tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Umum

Kriteria-kriteria statistika yang umum digunakan dalam mengevaluasi hasil estimasi model cukup meyakinkan. Seluruh nilai persamaan perilaku memiliki koefisien determinasi adjusted (R2) antara 75 – 98%,artinya, goodness of fit antara data dengan model adalah baik, karena nilai koefisien determinasinya mendekati angka satu. Secara umum model yang dianalisis dalam penelitian ini memiliki rata-rata 80% lebih variasi dari variabel-variabel independen yang dapat menerangkan dengan baik atas prediksi dari variabel dependen. Secara ringkas, hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi kedelai nasional disajikan dalam Tabel 2.

H asil estim asi menunjukkan bahwa ketika kuantitas input produksi meningkat, seperti pupuk, benih, jumlah tenaga kerja dan ketersediaan lahan, maka produktivitas kedelai akan meningkat, karena

petani akan semakin bergairah untuk menanam kedelai, serta memperluas areal tanam kedelai pada lahan sawah yang tersedia. Begitupun ketika teknologi budidaya semakin baik, seperti sarana dan prasarana irigasi serta infrastuktur, hal tersebut dibuktikan oleh hasil penelitian Widitono dan Zainul (2008) bahwa tingkat penerapan teknologi budidaya kedelai masih rendah, untuk itu hasil penelitian oleh Supadi (2009), Hamundu dan Usman (2004) menunjukkan bahwa untuk meningkatkan produktivitas kedelai adalah dengan adopsi teknologi.

Luas areal sangat dipengaruhi oleh teknologi serta dukungan pemerintah, teknologi megindikasikan penggunaan pupuk, benih, saprotan lainnya, tentunya terkait dengan harga saprodi dan saprotan, ketika biaya yang dikeluarkan lebih kecil, keuntungan yang diperoleh petani lebih besar, dampaknya luas areal semakin meningkat, untuk itu, guna menekan biaya produksi, diperlukan subsidi saprodi dan saprotan dari pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika teknologi meningkat 1 satuan, maka luas area akan meningkat sebesar 3 satuan (ha), namun dilihat dari elastisitasnya, luas areal lebih responsif terhadap perubahan luas areal 1 tahun sebelumnya. Jika tahun sebelumnya areal meningkat 1%, maka area tahun berikutnya akan meningkat sebesar 6%. Namun secara keseluruhan, model areal cenderung stabil, artinya nilai elastisitas dari variabel penjelas dalam model areal kurang responsif terhadap perubahan areal. Untuk itu, penambahan areal tahun berikutnya responsif terhadap penambahan area tahun sebelumnya. Penambahan areal dapat dilakukan dengan penanaman pada lahan bera’, seperti pada lahan sawah irigasi di sepanjang pantura Jawa Barat dan pada lahan sawah tadah hujan di Sulawesi. Penanaman kedelai pada lahan-lahan di bawah tegakan, dan bermitra dengan PT. Perhutani, PT. Perkebunan, Hutan Tanaman Industri, KOPTI dan Swasta. Ketiga, perluasan areal panen kedelai di daerah-daerah bukaan baru, termasuk peluang swasta untuk membuka perkebunan kedelai (soybean estate) di Merauke (Suyamto dan Widiarta, 2010).

Produktivitas relatif stabil, hanya pengaruh lag produktivitas tahun sebelumnya saja dalam jangka panjang yang responsif terhadap produktivitas kedelai tahun berjalan.Dengan nilai elastisitas yang berkisar antara 0,01 – 0,07 pada variabel penjelas dalam model produktivitas, antara lain ketika luas area dan jumlah pupuk meningkat 1%, maka produktivitas hanya meningkat kurang dari 1%. Sebaliknya, ketika upah buruh naik 1%, maka produktivitas menurun kurang dari 1%. Tetapi ketika produktivitas tahun sebelumnya naik sebesar 1%, maka produktivitas

Tabel 2. Hasil Estimasi Parameter Model Produksi dan Konsumsi Kedelai Nasional

Model luas areal

Elastisitas

Variabel Parameter Estimasi                      Pr

SR* LR**

> |T|

Variabel Label

Intercep

62.33

0.12

HKN

0.07

0.09

0.10

0.02

harga kedelai nasional

HJN

-0.21

-0.16

-0.14

0.01

harga jagung nasional

TREN

3.76

0.12

-0.04

0.08

teknologi

LLATKN

0.87

0.88

6.98     <

.0001

luas areal tanam kedelai nas t-1

R2 adj = 86%    Pr>|F| <

.0001

Durbin-H stat = -

1.112

Model produktivitas

Intercept

0.12

0.01

JKPU

0.00003

0.07

0.07

0.01

jumlah ketersediaan pupuk urea

LUBTK

-0.00003

-0.01

-0.01

0.08

upah buruh tani kedelai t-1

LATKN

0.00003

0.02

0.02

0.05

luas areal tanam kedelai nas

LPRKN

0.82

0.81

4.57

<.0001

provitas kedelai nasional t-1

R2 adj = 98%     Pr>|F|

Model harga impor

<.0001

Durbin-H stat

= -1.270

intercept

-17.58

0.31

HKIN

0.53

0.49

1.03

0.01

harga kedelai internasional

HKN

0.01

0.06

0.06

0.07

harga kedelai nasional

ER

-0.003

-0.06

-0.05

0.26

exchange rate

LHKI

0.61

0.59

1.51

<.0001

harga kedelai impor t-1

R2 adj = 85%     Pr>|F|

<.0001

Durbin-H stat

= -0.397

Model kuantitas impor intercept

970.76

0.003

HKN

0.22

0.40

0.51

<.0001

harga kedelai nasional

TIK

-53.71

-0.94

-0.017

0.002

tarif impor kedelai

HKI

0.03

0.01

0.01

0.48

harga kedelai impor

R2 adj = 73%     Pr>|F|

<.0001

Durbin-W stat

= 2.715

Model konsumsi

Intercept

-39.34

0.21

HKN

-0.25

-0.22

-0.17

<.0001

harga kedelai nasional

SKN

0.64

0.69

1.92

<.0001

penawaran kedelai nasional

LPNPK

0.09

0.27

0.30

<.0001

pendapatan nasional per kapita t-1

HKI

0.15

0.03

0.03

0.27

harga kedelai impor

KIK

-0.40

-0.20

-0.14

0.0003

kuantitas impor kedelai

LKKN

0.38

0.37

0.59

<.0001

konsumsi kedelai nasional t-1

R2 adj = 97%     Pr>|F|

<.0001

Durbin-H stat

= -3.432

Model harga nasional intercept

66.49

0.38

KKN

0.43 0.49

0.85

0.12

konsumsi kedelai nasional

HKI

3.05 0.62

-0.30

0.002

harga kedelai impor

SKN

-1.08 -1.33

-0.64

0.01

penawaran kedelai nasional

KIK

1.13 0.63

-4.88

0.01

kuantitas impor kedelai

LHKN

0.83 0.72

4.21

<.0001

harga kedelai nasional t-1

R2adj = 92%     Pr>|F|

<.0001

Durbin-H stat

= 3.973

Sumber : Hasil olah data

Keterangan: * = elastisitas jangka pendek

** = elastisitas jangka panjang

tahun berikutnya akan meningkat sebesar 4.50%. Mengindikasikan adanya pengaruh gairah petani dalam budidaya kedelai. Hasil penelitian ini juga dilakukan oleh Handayani (2007) menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel eksogen yang responsif terhadap perubahan produktivitas, namun produktivitas tahun sebelumnya lebih responsif

terhadap perubahan produktivitas tahun berikutnya. Seperti penelitian oleh Setiabakti (2013), Kumenaung (2002), dan Hadipurnomo (2000) menyimpulkan bahwa pr oduksi kedelai seca ra keselu r uha n dipengaruhi oleh harga saprodi dan saprotan, dimana harga tersebut lebih responsif dalam mempengaruhi perubahan luas areal dibanding produktivitas.

Hasil estimasi model produksi dan konsumsi kedelai nasional, yaitu untuk meningkatkan produksi kedelai nasional harus dilakukan perluasan area tanam, perbaikan harga kedelai di tingkat produsen hingga bantuan subsidi input produksi. Hasil estimasi model produksi kedelai nasional, bahwa ketika harga input produksi kedelai meningkat maka luas area tanam kedelai yang berimplikasi secara langsung dengan produktivitasnya akan menurun. Namun, semua variabel penjelas dalam model produktivitas dan areal menunjukkan kurang responsif terhadap perubahan variabel endogennya. Artinya ketika variabel penjelas seperti input produksi, harga dan teknologi berubah 1%, maka perubahan areal dan produktivitas berubah kurang dari 1%. Hanya variabel produktivitas dan areal 1 tahun sebelumnya saja yang responsif terhadap perubahan masing-masing modelnya. Artinya, ketika areal dan produktivitas 1 tahun sebelumnya berubah sebesar 1%, maka areal dan produktivitas berubah sebesar 4,50 – 7% dengan hubungan positif.

Ketika semua input produksi mendukung kegiatan budidaya kedelai, maka petani akan semangat dan bergairah untuk memperluas areal tanam kedelai dari ketersediaan lahan sawah yang sudah ada, sehingga produktivitas secara berkesinambungan juga akan meningkat. Seperti yang dijelaskan dari hasil penelitian Zakiah (2011) memperlihatkan keragaan produktivitas yang dipengaruhi secara nyata oleh harga pupuk, teknologi dan produktivitas sebelumnya, dimana ketika harga pupuk terjangkau, kemudian mendapat dukungan teknologi dari pemerintah setempat, maka produktivitas akan semakin meningkat. Begitupun hasil penelitian oleh Kumenaung (2002), bahwa variabel eksogen kurang responsif dalam mo del produktivitas, termasuk variabel suku bunga dan luas areal. Hal tersebut juga dijelaskan dalam penelitian Widotono dan Zainul (2008) bahwa jika semakin besar output dengan input yang sama atau semakin kecil input dengan output yang sama, maka usahatani lebih efisien. Namun daripada itu, pemerintah juga harus memperhatikan sistem distribusi kedelai mulai dari tengkulak, pemasok, hingga pedagang besar sampai ke konsumen.

Gejolak kenaikan harga kedelai impor dipicu oleh melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, hingga per 6 september 2013 sudah mencapai Rp. 11.450,- hingga Rp. 11.950,- per 1 USD (sumber: BCA). Pernyataan oleh Wamentan dalam TribunNews bahwa menurutnya gejolak harga kedelai impor terus meningkat disebabkan oleh nilai tukar Rupiah yang semakin melemah terhadap USD, mengingat impor

kedelai di Indonesia paling banyak berasal dari USA (Tribun News, 2013).

Hasil estimasi menunjukkan bahwa ketika Rupiah menguat, maka kuantitas kedelai impor akan berkurang, karena harga kedelai impor di dalam negeri semakin menurun, membuat importir kedelai enggan melakukan impor kedelai ke Indonesia. Akibatnya, ketersediaan stok kedelai impor juga menurun, ketika kedelai impor tidak dapat memenuhi permintaan kedelai dalam negeri, maka permintaan kedelai lokal akan semakin meningkat.

Namun, kenaikan harga kedelai impor masih lebih kecil dibanding penurunan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar, terbukti dari hasil estimasi yang menunjukkan nilai elastisitas -0,05. Nilai elastisitas yang hanya 5% menunjukkan bahwa, dampak dari melemahnya Rupiah terhadap US Dollar walaupun hanya 1%, maka menyebabkan kenaikan harga impor yang cukup tinggi. Beda halnya dengan hasil penelitian oleh Handayani (2007) bahwa tidak ada satupun variabel penjelas yang memberikan respon elastis terhadapharga kedelai impor.

Sedangkan perubahan harga kedelai impor lebih responsif terhadap perubahan harga kedelai internasional. Elastisitas 1,03 menunjukkan bahwa ketika harga kedelai internasional meningkat 1%, maka harga kedelai impor akan meningkat sebesar 1,05%. Begitupun ketika harga kedelai impor 1 tahun yang lalu meningkat 1 %, maka harga kedelai impor tahun berikutnya akan meningkat sebesar 1,50%. Hal tersebut menyatakan bahwa perubahan harga kedelai dunia terintegrasi sempurna sampai ke harga impor kedelai di Indonesia (Kumenaung 2002).

Kuantitas impor kedelailebih responsif terhadap Tarif Impor Kedelai, dimana ketika TIK naik 1 satuan, maka KIK akan menurun sebesar 53,714 satuan. Jika dilihat nilai elastisitasnya, perubahan tarif impor paling responsif perubahan terhadap perubahan kuantitas impor. Dimana ketika tarif impor meningkat 1%, maka kuantitas impor akan menurun hampir 1 %. Berbeda dengan hasil penelitian terdahulu yang menyimpulkan bahwa kuantitas impor kedelai responsif secara langsung terhadap harga kedelai impor (Handayani 2007).

Pengaruh TIK terhadap perubahan KIK telah diperlihatkan sejak tahun 1970an lalu, bahwa saat itu pemerintah telah menetapkan tarif ad valorem sebesar 30%, namun sejak tahun 1998 TIK ditiadakan, dampaknya, sebelum tahun 1998 rata-rata KIK hanya sekitar 200 ribuan ton per tahun, atau meningkat hanya sebesar 200% per tahun, tetapi sejak tahun 1998, rata-rata KIK sudah di atas 1 juta ton bahkan mencapai 1,6 jutaan ton per tahun.

Tetapi sejak tahun 2004, TIK kembali ditetapkan antara 10 – 15%, alhasil, rata-rata KIK hanya meningkat sebesar 35% per tahun (FAO 2013). Hasil estimasi memperlihatkan bahwa tarif impor memiliki pengaruh yang lebih responsif terhadap perubahan volume impor. Untuk itu dibutuhkan kebijakan pemerintah dalam merealisasikan dan mengawasi pajak impor kedelai yang berlaku di lapangan.

Hasil analisis estimasi konsumsi kedelai memperlihatkan bahwa ketika harga kedelai lokal meningkat, maka permintaan akan komoditas tersebut semakin menurun, menyebabkan konsumsi kedelai impor akan meningkat. Jagung merupakan substitusi dari kedelai, ketika harga jagung meningkat, maka permintaan jagung semakin menurun, sehingga permintaan kedelai akan meningkat. Begitupun ketika pendapatan nasional per kapita meningkat, maka konsumsi kedelai nasional juga meningkat.

Nilai elastisitas variabel penjelas dalam model konsumsi kedelai menunjukkan kurang dari 1, artinya semua variabel penjelas dalam model konsumsi kedelai kurang responsif dalam perubahan konsumsi. Hanya variabel penawaran kedelai saja yang responsif terhadap perubahan kedelai, artinya ketika penawaran meningkat 1%, maka konsumsi kedelai akan meningkat hampir 2%. Sedangkan jika variabel penjelas lainnya seperti pendapatan per kapita dan harga kedelai impor meningkat 1%, maka konsumsi kedelai hanya meningkat sebesar 0,03 – 0,3%. Sebaliknya jika harga kedelai nasional dan kuantitas impor meningkat 1%, maka konsumsi akan menurun sebesar 0,14 – 0,17%. Hal tersebut menjelaskan pentingnya penawaran kedelai nasional di pasaran untuk meningkatkan konsumsi kedelai lokal. Berbeda dengan hasil penelitian Riana dan Ikbal (2011) yang menyatakan bahwa konsumsi secara nyata dipengaruhi oleh pendapatan nasional, namun harga kedelai nasional tidak berpengaruh nyata, sama hal nya dengan penelitian ini.

Variabel penjelas dalam model harga kedelai nasional cukup responsif, dimana ketika penawaran kedelai nasional dan kuantitas impor kedelai meningkat 1%, maka harga kedelai nasional akan menurun sebesar 1,3 – 4,9%. Begitupun responsifnya harga kedelai nasional pada 1 tahun sebelumnya, yang mana jika meningkat sebesar 1%, maka harga kedelai nasional tahun berikutnya akan meningkat mencapai 4,3%. Sedangkan variabel penjelas lainnya seperti konsumsi kedelai nasional yang ketika meningkat sebesar 1%, maka harga kedelai nasional akan meningkat sebesar hampir 1%. Berbeda dengan hasil penelitian oleh Zakiah (2011) dan Handayani (2007) yang menyatakan bahwa harga kedelai nasional

lebih responsif terhadap produksi dan konsumsi kedelai nasional. Sedangkan hasil penelitian oleh Kumenaung (2002) menunjukkan hasil yang berbeda juga dari kedua penelitian tersebut, dimana menurut hasil penelitiannya, harga kedelai impor dapat merangsang perubahan harga kedelai nasional.

Hasil estimasi harga kedelai nasional menunjukkan bahwa ketika penawaran kedelai nasional meningkat, maka harga kedelai nasional akan menurun, namun jika konsumsi atau p ermintaan ked elai lokal meningkat, maka peluang bagi harga kedelai nasional untuk meningkatkan harga. Seperti yang terjadi saat ini, bahwa adanya kecurangan dari importir kedelai yang dengan sengaja menahan suplai kepada pengrajin tahu dan tempe, sehingga tersebarlah informasi bahwa pasokan kedelai tidak ada, sehingga timbul persepsi di masyarakat bahwa suplai kedelai juga tidak ada, akibatnya penjual kedelai menahan penjualan dengan asumsi jika dijual dikemudian hari akan lebih mahal (Suara Karya, 2013). Terbukti hingga saat ini harga kedelai masih tinggi dan bertahan pada tingkat petani hingga mencapai rata-rata Rp 9.000 per kilogram. Saat ini tercatat produksi dalam negeri hanya sekitar 700.000 ton, sementara kebutuhan kedelai mencapai 2,5 juta ton per tahun.

Hasil estimasi faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi kedelai nasional menyimpulkan bahwa luas areal dan produktivitas relatif kurang responsif ter hadap faktor p em bentuknya. H al tersebut mengindikasikan bahwa perlu adanya intervensi pemerintah dalam memperluas lahan tanam kedelai, misalnya dengan membuka lahan baru di luar Pulau Jawa, menjadikan lahan bekas perkebunan sawit untuk lahan tanam kedelai, menjadi fasiltator kemitraan antara swasta dengan petani dalam penyediaan lahan yang lebih luas, juga menyediakan fasilitas pendukung bagi petani guna meningkatkan gairah petani dalam berbudidaya kedelai, misalnya subsidi saprotan dan saprodi, serta pendampingan dan pelatihan dalam rangka adopsi teknologi yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas kedelai lokal, sehingga dapat berdaya saing terhadap kedelai impor. Sedangka konsumsi kedelai nasional lebih responsif terhadap penawaran kedelai nasional di pasaran.

Peramalan Produksi dan Konsumsi Kedelai Nasional

Hasil peramalan produksi dan konsumsi hingga tahun 2020 menunjukkan adanya defisit dengan nilai rata-rata sebesar 1,6 jutaan ton per tahun atau dengan kata lain, defisit rata-rata setiap tahunnya menurun sekitar 0,984 %.Peramalan produksi hingga

Tabel 3. Hasil Peramalan Produksi dan Konsumsi Kedelai Nasional Tahun 2013 – 2020

Tahun

PKN*

pertumbuhan (%)

KKN**

pertumbuhan (%)

Neraca

pertumbuhan (%)

2013

933699

2626395

-1692696

2014

1024721

9.749

2738803

4.280

-1714082

1.263

2015

1139761

11.226

2866630

4.667

-1726869

0.746

2016

1222550

7.264

2678386

-6.567

-1455836

-15.695

2017

1272334

4.072

2962363

10.603

-1690029

16.086

2018

1333744

4.827

2930139

-1.088

-1596395

-5.540

2019

1405660

5.392

3005511

2.572

-1599851

0.216

2020

1475965

5.002

3012377

0.228

-1536412

-3.965

Rata-rata

1226054

6.790

2852576

2.099

-1626521

-0.984

Perbandingan produksi terhadap konsumsi (%)

42.981

Sumber : Hasil olah data

Keterangan: * = produksi kedelai Indonesia

** = konsumsi kedelai Indonesia


tahun 2020 mencapai 1,2 jutaan ton per tahun atau meningkat rata-rata sebesar 6,79% per tahun, sedangkan konsumsinya meningkat rata-rata sebesar 2,8 jutaan ton per tahun atau sebesar 2,1% per tahun, sedangkan hasil peramalan dengan OLS oleh Simatupanget al (2005) bahwa proyeksi konsumsi 2009 – 2025 rata-rata meningkat sebesar 2,3% per tahun. Peramalan sebaiknya dilakukan untuk jangka waktu yang tidak panjang, karena peramalan merupakan sesuatu yang tidak pasti, dimana kondisi di tahun mendatang, seperti cuaca, kemungkinan terjadinya bencana alam, kemungkinan terjadinya krisis ekonomi dan politik, dapat menyebabkan hasil peramalan tidak sesuai dengan kenyataan yang akan terjadi di tahun yang diramalkan tersebut, untuk itu, peramalan sebaiknya dilakukan tidak terlalu panjang.

Untuk itu, dalam penelitian ini peramalan dilakukan hanya 8 tahun ke depan dalam periode 2013-2020, asumsi bahwa peramalan jangka panjang jika dilakukan diatas 10 tahun ke depan. Seperti teori peramalan bahwa, peramalan merupakan suatu ketidakpastian, sehingga dapat dilakukan untuk waktu yang tidak panjang, agar lebih mendekati kenyataan (Hankeet al, 2003), dimana asumsi utamanya adalah ketidakpastian cuaca, gejolak politik dan ekonomi.

Hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai proyeksi produksi dan konsumsi kedelai nasional selalu menunjukkan defisit antara produksi dan konsumsi kedelai nasional di tahun yang akan datang, diantaranya sebagai berikut. Produksi kedelai nasional belum dapat memenuhi kebutuhan yang terus meningkat, kebutuhan kedelai dalam negeri sebesar 35% masih berasal dari impor, selanjutnya jumlah produksi kedelai akan mempengaruhi suplai kedelai (Kumenaung, 1994 dan 2002). Berbeda dengan hasil penelitian oleh Riana dan Ikbal (2011) menunjukkan

Gambar 3. Proyeksi Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2013 – 2020

Keterangan: PKN = produksi kedelai, KKN = konsumsi kedelai

bahwa hasil peramalan 2010 – 2019 dengan OLS menunjukkan defisit rata-rata meningkat 4% per tahun, begitupun hasil penelitian oleh Komalasari (2008) menunjukkan hasil prediksi dengan metode Winter’s Multiplikatif bahwa produksi kedelai nasional 2009 – 2010 meningkat sebesar 2,6% per tahun. Perbedaan hasil peramalan juga dilakukan oleh Santoso (2006) bahwa peramalan produksi kedelai dengan metode SUR yang dibandingkan dengan hasil ramal BPS pada tahun 2005, dimana model produksi dipengaruhi oleh luas panen, harga kedelai nasional, harga kedelai impor tarif impor, tenaga kerja. Hasil peramalan terjadi perbedaan antara Aram BPS dengan metode SUR, dimana hasil SUR lebih rendah dibanding hasil Aram BPS. Secara rinci hasil penelitian peramalan hingga tahun 2020 dalam penelitian ini dilampirkan dalam Tabel 3.

Hasil peramalan menunjukkan bahwa swasembada kedelai belum dapat dilaksanakan hingga tahun 2020, karena dari hasil proyeksi menunjukkan bahwa kebutuhan kedelai nasional hanya mampu dipenuhi oleh produksi kedelai nasional sebesar 42,981%,

Tabel 4. Peramalan Variabel Penjelas

Tahun

LAT ha

Laju (%)

PRK ton/ha

Laju (%)

HKI us$/ton

Laju (%)

KIK ton

Laju (%)

HKN Rp./ton

Laju (%)

2013

636618

1.48

528425

1926481

6646167

2014

707922

11.23

1.47

-0.42

520409

-1.57

1881342

-2.32

5706460

-14.15

2015

793712

12.14

1.47

0.35

518010

-0.55

1911473

1.63

5788125

1.48

2016

854822

7.68

1.48

0.62

519398

0.36

1918510

0.40

5043853

-12.93

2017

893129

4.50

1.49

0.86

523339

0.82

1956012

2.02

4234567

-16.06

2018

939109

5.16

1.51

0.93

529001

1.16

1984167

1.47

4749924

12.24

2019

988949

5.34

1.52

1.08

535824

1.33

2024653

2.04

4955682

4.38

2020

1044378

5.62

1.54

1.06

543428

1.48

2061355

1.86

4830162

-2.56

rata-rata (%)

857330

7.43

1.50

0.64

527229

0.45

1957999

1.07

5244368

-3.98

Sumber : Hasil olah data


namun trend produksi dan konsumsi menunjukkan kecenderungan meningkat, begitupun dengan defisit yang terjadi juga menunjukkan kecenderungan semakin menurun, dapat dilihat pada Gambar 3.

Hasil peramalan produksi dan konsumsi kedelai pada Gambar 3 menunjukkan bahwa jumlah rata-rata produksi belum dapat memenuhi konsumsi kedelai dalam negeri. Artinya, terjadi defisit dalam neraca kedelai hingga beberapa tahun mendatang. Namun, dilihat dari perkembangannya, defisit kedelai semakin menurun, artinya terdapat peluang di masa yang akan datang bahwa produksi kedelai nasional memungkinkan untuk memenuhi sebagian besar dari konsumsi kedelai dalam negeri. Laju kenaikan produksi yang lebih tinggi dibanding konsumsi, namun secara absolute tetap menghasilkan defisit, juga didukung oleh variabel lainnya, secara rinci hasil peramalan variabel pendukung produksi dan konsumsi disajikan dalam Tabel 4.

Hasil proyeksi memperlihatkan pertumbuhan produksi yang lebih tinggi dibanding pertumbuhan konsumsi, namun, secara absolut, antara produksi dan konsumsi belum seimbang, karena masih menunjukkan defisit. Hal ini didukung oleh hasil peramalan variabel pendukung lainnya yang disajikan dalam Tabel 5. Dilihat dari hasil peramalan, luas areal menunjukkan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 7,43% atau sekitar 850 ribuan ha per tahun, tetapi laju pertumbuhan produktivitas relatif stabil, yaitu sebesar 0,64% atau sekitar 1,50 ton per ha per tahun. Hal tersebut mengindikasikan adanya perluasan areal tanam yang tidak didukung dengan peningkatan kualiatas kedelai yang dihasilkan. Terbukti dengan menurunnya harga kedelai nasional rata-rata sebesar 3,98% atau sekitar Rp. 5 jutaan per ton per tahun. Hal tersebut juga dikeluhkesahkan oleh sebagian besar pedagang kedelai bahwa kualitas kedelai lokal cenderung lebih buruk dibanding kedelai impor, karena kandungan kadar air lebih banyak, sehingga mudah busuk, dan berbau tidak sedap, serta lebih

kotor bercampur dengan tanah serta ranting dan daun, ukurannya tidak seragam dan cenderung kecil, kulit ari sulit terkelupas.

Harga impor menunjukkan proyeksi yang semakin meningkat sebesar 0,45% per tahun atau sekitar 500 ribuan US $ per ton per tahun. Sedangkan laju volume impor meningkat lebih tinggi dibanding laju peningkatan harga impor, yaitu sebesar 1,07% atau sekitar 1,95 jutaan ton per tahun.Artinya, daya saing impor semakin kuat dibanding kedelai lokal, hal tersebut diindikasikan adanya kebijakan pemerintah yang belum tepat sasaran terhadap tujuan swasembada kedelai nasional. Misalnya, dalam penetapan tarif impor, adanya wacana untuk kembali menetapkan tarif impor antara 10 – 15% sejak tahun 2012, seperti yang dilansir dari berbagai artikel bahwa pedagang kedelai berharap harga kedelai lokal lebih murah dibanding kedelai impor dengan kualitas yang lebih baik, atau paling tidak sama dengan kualitas kedelai impor saat ini (Tempo dan Suara Karya, 2013).

Kenaikan produktivitas yang cukup lamban ini memerlukan dukungan dari seluruh pihak, khususnya pihak swasta dalam pengembangan inovasi produk, dimana pemerintah tentunya memberikan dukungan terhadap petani dalam meningkatkan produksi kedelai nasional. Misalnya saja diperlukan diversifikasi pangan dalam komoditas kedelai, misalnya penggunaan kedelai tidak melulu hanya sebagai bahan makanan tradisional seperti tahu dan tempe, tetapi kedelai juga dapat digunakan untuk bahan makanan yang modern, misalnya dapat dijadikan bahan untuk membuat kue tart, kue lapis, dan sejenis pancake lainnya. Seperti yang saat ini juga sudah tersedia jus tempe atau sereal tempe, namun diperlukan strategi pemasaran yang lebih baik lagi untuk ke depannya.

SIMPULAN

Hasil penelitian memberikan kesimpulan sebagai berikut: (i) Pola perkembangan data historis produksi dan konsumsi kedelai nasional 1961 – 2012 menunjukkan bahwa rata-rata produksi selama 52 tahun sebesar 840 ribuan ton per tahun atau meningkat sekitar 2,4% per tahun. Sedangkan konsumsi rata-rata sebesar 1,2 jutaan ton atau meningkat sekitar 5,37% per tahun. Sehingga terjadi defisit sebesar 380 ribuan ton atau meningkat sekitar 24,51% per tahun; (ii) Produksi secara nyata dipengaruhi luas areal dan produktivitas. Luas areal dan produktivitas kurang responsif terhadap faktor pembentuknya. Luas areal dan produktivitas dipengaruhi oleh luas areal dan produktivitas pada 1 tahun sebelumnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa luas areal memerlukan intervensi pemerintah serta swasta dalam perluasan areal tanam kedelai, sedangkan pertumbuhan produktivitas relatif stabil, sehingga untuk meningkatkan produktivitas diperlukan gairah petani dalam berbudidaya kedelai. Sedangkan konsumsi kedelai secara nyata dipengaruhi oleh penawaran kedelai, dimana penawaran kedelai nasional resposif terhadap harga kedelai nasional maupun harga kedelai impor yang saling terintegrasi satu sama lainnya; (iii) Hasil peramalan tahun 2013 – 2020 menghasilkan nilai defisit sebesar 1,6 jutaan ton per tahun. Defisit rata-rata semakin menurun sebesar 0,98% per tahun. Hasil proyeksi produksi rata-rata sebesar 1,2 jutaan ton per tahun atau meningkat sekitar 6,79% dan proyeksi konsumsi rata-rata sebesar 2,8 jutaan ton per tahun atau meningkat sekitar 2,1% atau. Sehingga kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi dari kedelai impor sebesar 57%.

SARAN

Saran yang bisa menjadi implikasi kebijakan yang dapat diberikan guna meningkatkan produksi kedelai nasional, yaitu melalui: (i). Peningkatan Produktivitas: Upaya peningkatan produktivitas dilaksanakan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas sistem perbenihan kedelai m elalui industri perbenihan yang kuat, mekanisasi usahatani berskala besar dan efisien seperti: perbaikan teknik budidaya kedelai di tingkat petani, memperlancar penyediaan saprodi, modal dan teknologi, dan mempercepat adopsi paket teknologi melalui SL-PTT disertai pengawalan, sosialisasi, pemantauan, pendampingan dan koordinasi; (ii). Perluasan Areal dan Pengelolaan Lahan: Perluasan areal dapat dilakukan melalui pemanfaatan lahan bera’ (lahan tidur), pembukaan lahan baru di luar Pulau Jawa, seperti lahan bekas perkebunan kelapa sawit,

hingga pembatasan konversi lahan pertanian ke non pertanian; (iii). Penyempurnaan Manajemen: Penyempurnaan manajemen dimulai dari tingkat petani hingga stakeholder, yang dikhususkan pada kebijakan harga kedelai nasional, hingga penetapan tarif impor untuk membatasi volume kedelai impor ke Indonesia. Untuk itu, dengan merealisasikan hasil penelitian-penelitian mengenai kebijakan perkedelaian, dengan dukungan pemerintah maupun swasta untuk membuat petani kedelai hingga pedagang lebih berinovasi dalam meningkatkan daya saing kedelai lokal terhadap kedelai impor.

REFERENSI

Adetama, Dwi Sartika. 2011. Analisis Permintaan Kedelai N asional dan D ampak K ebijakan Bea M asuk Impor[Skripsi].Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.

Ariani, Mewa. 2003. Penawaran dan Permintaan Komoditas Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian di Indonesia. Bali. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/ persen287 persen29 persen20soca-mewa persen20ariani-komoditas persen20kacang2an.pdf (26 Maret 2013).

Ariani, Mewa; Handewi Purwati Saliem; S. H. Suhartini; Wahida; M. Husein Sawit. 2003. Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Konsumsi Pangan Rumah Tangga. Bogor: Laporan Penelitian. Puslitbang Sosek Pertanian.

Chow, Gregory C. 1964. A Comparison of Alternative Estimators for Simultaneous Equations. Econometrica 32:532-553.

Chow, G.C. 1968.Two Methods of Computing FullInformation Maximum Likelihood Estimates in Simultaneous Stochastic Equations.International Economic Review, 9.

Departemen Pertanian. 2006. Program dan Kegiatan Departemen Pertanian Tahun 2007. Jakarta: Departemen Pertanian.http://www.deptan.go.id/ renbangtan/Progkegdeptan2007.pdf (26 Maret 2013).

Departemen Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai, Edisi Kedua. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. http://www.litbang. deptan.go.id/special/publikasi/doc_tanamanpangan/ kedelai/kedelai-bagian-a.pdf (26 Maret 2013).

Departemen Pertanian. 2008. Mutu Kedelai Nasional Lebih Baik dari Kedelai Impor[Siaran Pers]. Jakarta: Badan Litbang Pertanian. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/ bppi/lengkap/sp1202081.pdf (26 Maret 2013).

FAO. 2013. FAOSTAT Database. http://faostat.fao.org/ site/339/default.aspx(3 Maret 2013)

Gujarati, DN. 2003. Basic Econometrics. Singapore: MacGraw Hill International Edition.

Hadipurnomo, Tidar. 2000.Dampak Kebijakan Produksi dan Perdagangan Terhadap Penawaran dan Permintaan Kedelai di Indonesia[Tesis]. Program Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hamundu, Mahmud dan Usman Rianse.2004. Kebijakan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Berbasis Peta ni dan Nelayan menunjang Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian Indonesia dalam Rekonstruksi dan Restrukturisasi Ekonomi Pertanian.Jakarta: PERHEPI.

Handayani, Dian. 2007. Simulasi Kebijakan Dayasaing

Kedelai Lokal pada Pasar Domestik [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

_________, Dian; Bantacut, Tajuddin; Munandar, Jono M.; Budijanto, Slamet. 2011. Simulasi Kebijakan Daya Saing Kedelai Lokal Pada Pasar Domestik. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, Vol. 19 No. 1: 7 – 15. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Hanke, J.E., Wichern, D.W., Reitsch, A.G. 2003. Peramalan Bisnis. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Kmenta, J. 1986. Elements of Econometrics. 2nd Edition. New York: Macmillan Publishing Co. Inc.

Komalasari, Wieta B. 2008. Prediksi Penawaran dan Permintaan Kedelai dengan Analisis Deret Waktu. Jurnal Informatika Pertanian, Volume 17, No. 2, halaman 1195 – 1209. Jakarta: Pusat Data dan Informasi, Kementerian Pertanian.

Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics. 2nd Edition. New York: Harper and Row Publisher, Inc. Barners and Nobles Import Division.

Kumenaung, Anderson Guntur. 1994. Analisis Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Industri Komoditi Kedelai di Indonesia [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kumenaung, Anderson Guntur. 2002. Dampak Kebijkan Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan terhadap Keragaan Industri Komoditas Kedelai Indonesia [Disertasi]. Program Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Kustiari, Reni; Pantjar Simatupang; Dewa Ketus Sadra S; Wahida; Adreng Purwoto; Helena Juliani Purba; Tjetjep Nurrasa. 2009. Model Proyeksi Jangka Pendek Permintaan dan Penawaran Komoditas Pertanian Utama. Laporan Akhir Penelitian TA 2009. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.

Makridakis, Spyros; Wheelwright, Steven C.; McGee, Victor E. 1999. Metode Aplikasi Peramalan, Jilid Satu; Edisi Kedua. Jakarta: Binarupa Aksara.

Malian, A. Husni. 2004. K ebijakan Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian di Indonesia. Analisis Kebijakan Perdagangan, Vol. 2 No. 2, Juni 2004. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Maretha, Dedy. 2008. Peramalan Produksi dan Konsumsi Kedelai Nasional serta Implikasinya terhadap Pencapaian Swasembada Kedelai Nasional. Skripsi: Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Masuda, Tadayoshi and Peter D. Goldsmith. 2009. World Soybean Production: ArealHarvested, Yield and Longterm Projections. I nternatio nal Food and Agribusiness Management ReviewVolume 12, Issue 4, 2009.University of Illinois. USA.http://ageconsearch. umn.edu/bitstream/92573/2/20091023_Formatted. pdf(29 Agustus 2013).

Mursidah. 2005. Perkembangan Produksi Kedelai Nasional dan Upaya Pengembangannya di Provinsi Kalimantan Timur. Kalimantan: LIPI. http://isjd.pdii.lipi.go.id/ admin/jurnal/21054146.pdf(28 November 2013).

Oktaviani, Rina. 2010. Impor Kedelai: Dampaknya terhadap Stabiliats Harga dan Permintaan Kedelai Dalam Negeri. http ://www.google.co.id/ url?sa=t rct=j q=perdagangan%20kedelai%20 dunia%20 source=web cd=3 ved=0CDEQFjAC u rl=http%3A%2F%2Fagrimedia.mb.ipb.ac.id%2Fuplo ads%2Fdoc%2F2010-07-06_rinaO-Impor_Kedelai.

doc&ei=ReaGT6uUI_GXiAe4xZHhBw&usg=AFQjCN FsvJGqfqSSjaQNaNXbLtfGq1zkOg&cad=rja (26 September 2013).

Novindra. 2011. Dampak Kebijakan Domestik dan Perubahan Faktor Eksternal Terhadap Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Minyak Sawit di Indonesia [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pindyck, Robert S and Daniel L. Rubinfield. 2008. Econometric Models and Economic Forecasts; 5th edition. Boston, Mass: Irwin/McGraw-Hill.

Purwanto.2004. Analisis Peramalan Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan Utama (Padi, Jagung, Kedelai) di Sumatera dan Jawa [Skripsi]. Bogor: Jurusan ilmu-ilmu Sosil Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor..

Putong, Iskandar. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro. Edisi Kedua. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rao, Potluri dan Miller, RogerLeRoy. 1971. Applied Econometrics. California: Wadsworth Publishing Company, Inc.

Riana, Fitria Dina dan Ikbal Hardiyanto. 2011. Analisis Peramalan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2010 – 2019. AGRISE, Volume XI Nomor 1 Bulan Januari 2011: 8 – 18. Malang: Universitas Brawijaya.

Santoso, Paulus Basuki Kuwat. 2006. Pemodelan Produksi Kedeli Naional dengan Metode SUR[Tesis]. Program Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Setiabakti, Devi. 2013. Dampak Kebijakan Pengembangan Kedelai Terhadap Kinerja dan Kesejahteraan Konsumen dan Produsen Kedelai di Indonesia [Disertasi]. Program Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Simatupang, P., Marwoto, dan D.K.S. Swastika. 2005. Pengembangan kedelai dan kebijakan penelitian di Indonesia. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Sub Optimal. Malang, 26 Juli 2005. Malang: Balai Penelitian dan Pengembangan Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian.

Siregar, Masjidin; Khairani. 2009. Analisis Determinan Konsumsi Masyarakat di Indonesia [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Medan: Universitas Sumatera Utara.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7210/1/0 9E00793.pdf(18 Maret 2014).

Suara Karya. 2013. KPU Tuding Importir Tahan Stok [Artikel], edisi Jumat, 6 september 2013. http://www. suarakarya-online.com/news.html?id=333923(16 April 2014)

Suara Karya. 2013. KPU Tuding Importir Tahan Stok. Suara Karya Online [Artikel], edisi Jumat, 6 september 2013 [Artikel]. http://www.suarakarya-online.com/news. html?id=333923(16 April 2014)

Supadi. 2009. Dampak Impor kedelai Berkelanjutan Terhadap Ketahanan Pangan. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 7 Nomor 1. Maret 2009: 87 – 102. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ART7-1e. pdf(26 September 2013).

Suyamto dan W idiarta, I Nyoman.20 10. Kebijakan Pengebangan Kedelai Nasional. Prosiding Simposium dan Pameran Teknologi Aplikasi Isotop dan Radiasi, Agustus 2010: 37 – 50. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Tempo. 2013. Perajin Tempe Minta Penetapan Harga Jual Kedelai [Artikel], edisi Kamis, 5 September 2013; 09:10 WIB. http://www.tem po.co/read/ news/2013/09/05/092510761/Perajin-Tempe-Minta-Penetapan-Harga-Jual-Kedelai (29 Maret 2014)

Tempo. 2013. Komisi Temukan Indikasi Kartel Impor

Kedelai [A r tikel], ed isi Jum at, 6 Sep tem ber 2013; 09 :05 WIB.http://www.tem po.co/read/ news/2013/09/06/090510898/Komisi-Temukan-Indikasi-Kartel-Impor-Kedelai (29 Maret 2014)

Theil, H. 1958. Economic Forecasts and Economic Policy, (second edition), Amsterdam: North-Holland Publishing Co.

Theil, H and A. Zellner. 1962. Three Stages Least Squares; Simultaneous Estimation of Simultaneous Equation. Econometrica 1.

Tribun News. 2013. Wamentan Salahkan Rupiah Soal Harga Kedelai [Artikel]; edisi Jum’at, 30 Agustus 2013; 17:07 WIB. http://www.tribunnews.com/ bisnis/2013/08/30/wamentan-salahkan-rupiah-soal-harga-kedelai(29 Maret 2014)

Widitono, Hendri dan M. Zainul Arifin.2008. Upaya Peningkatan Produksi Kedelai Sebagai Upaya Meningkatkan Keuntungan Petani di Jawa Timur.J-SEP, Vol. 2, No. 1. 38 – 47. Jawa Timur: Universitas Bondowoso.

Yuwanita, Rhena. 2008. Analisis Kemungkinan Pencapaian Swasembada Kedelai Nasional Dengan Metode Peramalan Deret Waktu [Skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Zakiah. 2010. Elastisitas Produksi dan Permintaan Kedelai di Indonesia. Jurnal Agrisep, Vol. 11 No.2, 53-61. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

_________. 2011. Simulasi Dampak Kebijakan Produksi Terhadap Ketahan Pangan Kedelai.Sains Riset Volume 1 – No. 2, P. 49 - 72. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

23