KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA KATALIS HETEROGEN CaO-BASE DAN PEMANFAATANNYA UNTUK KONVERSI MINYAK GORENG BEKAS SECARA SINAMBUNG MENJADI BIODIESEL
on
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 15 (2), JULI 2021 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2021.v15.i02.p09
p-ISSN 1907-9850
e-ISSN 2599-2740
KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA KATALIS HETEROGEN CaO-BASE DAN PEMANFAATANNYA UNTUK KONVERSI MINYAK GORENG BEKAS SECARA SINAMBUNG MENJADI BIODIESEL
I N. Simpen*, I M. S. Negara, dan O. Ratnayani
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Jimbaran, Bali, Indonesia
*Email: nengahsimpen@unud.ac.id
ABSTRAK
Penelitian tentang katalis heterogen berbasis CaO dari cangkang kepiting sebagai support yang dimodifikasi dengan K2CO3 dan TiO2 serta pemanfaatnnya untuk konversi minyak goreng bekas secara sinambung menjadi biodiesel telah dilakukan. CaO hasil preparasi dicampurkan dengan K2CO3 dan TiO2 dengan variasi rasio secara reaksi fasa padat. Katalis heterogen yang diperoleh dikarakterisasi luas permukaan spesifik BET dan rerata ukuran partikelnya dengan N2 gas sorption analyzer, keasaman dan kebasaan permukaannya dengan metode titrasi asam basa, serta kristalinitasnya dengan XRD. Katalis dengan karakteristik terbaik diuji aktivitas katalitiknya terhadap yield biodiesel dalam mengonversi minyak goreng bekas dan kandungannya dianalisis menggunakan GC-MS. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa karakteristik fisiko-kimia katalis optimum diperoleh pada CaO/K2O:TiO2 rasio massa 3:1. Uji aktivitas katalitik untuk konversi minyak goreng bekas menjadi biodiesel diperoleh yield 88,24%, lebih tinggi dari CaO/K2O (65,03%) dan CaO (64,09%). Analisis GC-MS menunjukkan bahwa komposisi biodiesel yang dominan adalah metil ester, yaitu metil laurat, metil meristat, metil palmitoleat, dan metil linoleat.
Kata kunci: biodiesel, CaO/K2O:TiO2, katalis heterogen, karakteristik fisiko-kimia, minyak goreng bekas
ABSTRACT
Research about heterogeneous catalyst prepared from CaO of crab shells as support modified with K2CO3 and TiO2 as well as its utilization for converting used cooking oil (UCO) into biodiesel simultaneously has been carried out. Prepared CaO was mixed with K2CO3 and TiO2 with various ratios by using solid state reaction. The BET spesific surface area and the mean particle size of the resulting heterogenous catalyst were characterized by N2 gas sorption analyzer, surface acidity and basicity by base-acid titration method, and crystallinity by XRD. The activity of the catalyst with the best characteristics for converting UCO into biodiesel yield was tested and the chemical contents were analyzed by GC-MS. The results showed that the optimum physico-chemical characteristics of the heterogeneous catalyst was CaO/K2O:TiO2 with mass ratio of 3:1. The catalytic activity of the CaO/K2O/TiO2 catalyst in converting UCO into biodiesel was 88.24%, higher than CaO/K2O catalyst (65.03%) and CaO (64.09%). The results of GC-MS analysis indicated that the chemical contents of biodiesel were dominantly methyl esters, such as methyl laurate, methyl meristate, methyl palmitoleate, methyl palmitate, and methyl linoleate.
Keywords: biodiesel, CaO/K2O:TiO2, heterogeneous catalyst, physico-chemical characteristics, used cooking oil
PENDAHULUAN
Saat ini, produksi biodiesel dengan kandungan free fatty acids (FFAs) >1% dilakukan melalui dua tahap, yaitu reaksi esterifikasi dengan katalis asam homogen untuk mengurangi kandungan FFAs dan reaksi transesterifikasi dengan katalis basa homogen untuk mengkonversi trigliserida (Zhang et al., 2010). Katalis homogen asam (asam sulfat dan
feri sulfat) digunakan untuk mengurangi kandungan FFAs sebelum dilakukan transesterifikasi. Proses produksi biodiesel dengan dua tahap memiliki kekurangan, yaitu memerlukan konsumsi metanol dua kali lipat dan waktu reaksi lebih lama (Setiawati et al., 2012). Selain itu pada proses transesterifikasi, digunakan katalis basa berlebih untuk menetralkan sisa dari katalis asam pada proses esterifikasi. Residu katalis basa maupun asam
homogen yang terdapat pada produk biodiesel dapat menyebabkan masalah mesin. Sisa katalis basa menyebabkan tingginya abu yang tidak terbakar, sedangkan sisa katalis asam dapat menyebabkan korosi pada mesin (Enweremadu dan Mbarawa, 2009). Penggunaan katalis asam-basa padat (katalis heterogen) dalam pembuatan biodiesel dipilih untuk mengatasi kekurangan sifat katalis homogen tersebut. Oleh karena, katalis heterogen memiliki banyak keunggulan dibandingkan katalis homogen, antara lain produksi biodiesel yang hanya menggunakan sedikit unit operasi dengan kemudahan pemisahan dan pemurnian produk (Atadashi et al., 2013; Simpen et al., 2018). Katalis heterogen juga bersifat non-korosif, non-toksik, dan dapat diregenerasi setelah digunakan (Guo dan Fang, 2011). Katalis heterogen fungsi ganda dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut, karena memiliki situs asam dan basa pada permukaan katalis yang dapat bertindak sebagai asam dan basa secara bersamaan. Katalis heterogen fungsi ganda memungkinkan untuk mengkatalisis reaksi esterifikasi dan transesterifikasi secara simultan, sehingga proses produksi biodiesel dari minyak jelantah dengan kandungan FFAs tinggi dapat disederhanakan menjadi satu tahap saja (Borges dan Diaz, 2012).
Minyak dari bekas kuliner (minyak jelantah) merupakan solusi bahan baku yang menjanjikan untuk produksi biodiesel, karena ketersediaannya yang cukup melimpah sehingga harga menjadi murah. Minyak jelantah sangat mudah diperoleh, baik dari industri rumah tangga maupun restoran. Selain itu, pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel dapat mengatasi masalah pembuangan limbah minyak. Namun, minyak jelantah mengandung FFAs yang tinggi, yaitu <15% untuk yellow grease dan >15% untuk brown grease (Mangesh et al., 2006). Hal ini disebabkan oleh perubahan komposisi kimia akibat oksidasi dan hidrolisis selama proses penggunaan. Tingginya kandungan FFAs pada minyak jelantah menyebabkan terjadinya reaksi saponifikasi yang mengakibatkan sulitnya proses pemisahan, sehingga menghasilkan yield biodiesel yang rendah.
Pembuatan katalis fungsi ganda dari campuran logam oksida yang memiliki situs asam dan basa untuk produksi biodiesel telah dilakukan, yaitu katalis K/TiO2 untuk produksi biodiesel dari minyak canola (Salinas et al.,
2010). Istadi et al. (2015), mempelajari aktivitas katalis K2O/CaO-ZnO untuk transesterifikasi minyak kedelai menjadi biodiesel. Kalsium oksida (CaO) merupakan katalis heterogen yang baik untuk reaksi transesterifikasi dalam produksi biodiesel. CaO memiliki banyak kelebihan diantaranya aktivitasnya tinggi, tidak larut dalam metanol, waktu pakai relatif lebih panjang, dan ekonomis. Kalsium oksida ramah lingkungan (CaO hijau) dapat diperoleh dari limbah, antara lain cangkang telur, tulang, dan cangkang kepiting limbah seafood. Cangkang kepiting merupakan limbah padat hasil kuliner (limbah seafood) yang jumlahnya cukup melimpah dan belum dimanfaatkan, yang saat ini hanya dibuang. Kandungan kalsium karbonat yang tinggi pada cangkang kepiting dapat dikonversi menjadi CaO yang berpotensi digunakan sebagai katalis heterogen dalam produksi biodiesel. Astuti et al. (2019), melaporkan bahwa kalsinasi cangkang kepiting limbah seafood pada suhu 800oC selama 5 jam dapat menghasilkan CaO sebesar 81%. Aktivitas katalis CaO dapat ditingkatkan dengan menambahkan promotor untuk meningkatkan kebasaan dan keasaman permukaan katalis, meningkatkan stabilitas katalis, serta luas permukaan spesifik katalis.
Oleh karena itu, mendapatkan katalis heterogen hijau fungsi ganda dengan memanfaatkan cangkang kepiting limbah seafood melalui kalsinasi pada suhu tertentu sebagai sumber CaO (CaO-base), selanjutnya dilakukan pengembanan K2CO3 dan TiO2 secara reaksi fasa padat untuk konversi minyak jelantah menjadi biodiesel dilakukan.
MATERI DAN METODE
Bahan
Cangkang kepiting limbah seafood, minyak goreng bekas, TiO2 (anatas), K2CO3, NaOH, HCl, metanol, dan indikator phenolpthalein (pp).
Alat
Seperangkat alat refluks dengan labu leher tiga, pengaduk magnet dan penangas air, pengayak (ukuran 100 mesh), cawan porselin (125 mL), N2 gas sorption analyzer, X-ray diffraction (XRD), dan gas chromatographymass spectrometer (GC-MS).
Cara Kerja
Preparasi CaO dari Cangkang Kepiting
Cangkang kepiting dari limbah seafood dicuci dengan air panas dan aquades untuk menghilangkan pengotor, kemudian cangkang kepiting ditumbuk dan dihaluskan hingga berbentuk bubuk. Cangkang kepiting yang telah halus dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC selama 2 jam, kemudian dikalsinasi pada suhu 800oC selama 5 jam untuk mendapatkan CaO. CaO yang diperoleh (CaO hijau) diayak dengan ayakan berukuran 100 mesh (Astuti, et al., 2019).
Modifikasi CaO Hijau dengan K2O
Penambahan K2O pada matrik CaO hijau secara metode reaksi fasa padat dengan pengembanan K2CO3 10% (b/b). CaO dicampur secara merata dengan K2CO3 dalam cawan porselin, kemudian dikalsinasi pada suhu 550oC selama 3 jam (Degirmenbasi et al., 2015; Astuti, et al., 2019).
Sintesis Katalis Fungsi Ganda
CaO/K2O/TiO2
Untuk membuat katalis fungsi ganda, katalis CaO/K2O yang telah diperoleh (hasil modifikasi CaO hijau dengan K2O)
dimodifikasi dengan TiO2 secara reaksi padat-padat. CaO/K2O dicampur secara merata dengan TiO2 dalam cawan porselin dengan memvariasikan rasio berat antara TiO2 dengan CaO/K2O, yaitu berturut-turut 0:1, 1:3, 1:1, dan 3:1 selanjutnya dikalsinasi pada suhu 500oC selama 5 jam. Katalis hasil sintesis diberi kode CaO/K2O, CaO/K2O:TiO2 (1:3),
CaO/K2O:TiO2 (1:1), dan CaO/K2O:TiO2 (3:1). Katalis tersebut dikarakterisasi sifat fisiko-kimianya, meliputi keasaman-kebasaan dan jumlah situs aktif permukaan secara titrasi asam-basa, luas permukaan spesifik dan rerata ukuran partikel dengan N2 gas sorption analyzer, dan kristalinitas dengan XRD. Rasio optimum campuran CaO/K2O dan TiO2 ditentukan dari katalis yang memiliki karakteristik terbaik, yakni memiliki sifat asam-basa permukaan dan situs aktif optimum yang diikuti dengan luas permukaan spesifik optimum. Katalis yang dipilih ditentukan dari hasil karakterisasi, selanjutnya diuji aktivitasnya untuk mengkonversi minyak jelantah menjadi biodiesel dan sebagai pembanding digunakan CaO dan CaO/K2O.
Uji Aktivitas Katalis Fungsi Ganda dalam Pembuatan Biodiesel
Sebelum pembuatan biodiesel, minyak jelantah disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan pengotor. Kemudian dilanjutkan dengan pemanasan untuk menghilangkan kandungan air yang masih tersisa. Pemanasan dilakukan pada suhu 110oC selama 30 menit agar air menguap. Setelah proses pemanasan minyak kemudian dibiarkan mendingin hingga suhu berkisar 50-55oC (Bobade dan Kyade, 2012). Dalam pembuatan biodiesel, reaksi esterifikasi dan transesterifikasi dilakukan secara bersamaan menggunakan katalis fungsi ganda CaO/K2O:TiO2 karakteristik terbaik (luas permukaan spesifik dan asam-basa permukaan tinggi). Kondisi reaksi optimum yang digunakan adalah massa katalis terhadap minyak 5%, rasio molar metanol/minyak 9:1 waktu reaksi 60 menit, pada suhu reaksi 65oC dan pengadukan skala rendah (Simpen et al., 2020). Yield biodiesel selanjutnya dihitung dan yield tertinggi dianalisis kandungan metil ester menggunakan GC-MS. Persentase yield biodiesel dihitung menggunakan rumus:
yield=
jumI ah b io di es e I yang d ip ero I eh jumlah minyak yang digunakan
x 100 (1)
(Abbah at al., 2016).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Luas Permukaan Spesifik BET dan Ukuran Partikel
Luas permukaan spesifik dan ukuran partikel katalis ditunjukkan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa luas permukaan spesifik katalis setelah adanya K2O dalam struktur CaO, mengalami peningkatan, namun mengalami penurunan kembali seiring penambahan jumlah TiO2. Luas permukaan spesifik katalis terendah diperoleh pada katalis CaO/K2O:TiO2 rasio 1:3. Katalis CaO/K2O:TiO2 pada rasio 3:1 mengalami kenaikan luas permukaan spesifiknya. Menurunnya luas permukaan spesifik katalis berkaitan dengan tertutupnya pori pada matrik CaO/K2O oleh TiO2. Luas permukaan spesifik yang tinggi dapat memperbesar peluang terjadinya interaksi antara molekul reaktan dengan situs aktif katalis dalam reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi minyak jelantah menjadi biodiesel. Berdasarkan rerata
ukuran partikel (D), semua katalis berukuran maka menyebabkan semakin besar luas
nano sehingga dikatagorikan sebagai permukaan spesifiknya, begitu pula sebaliknya.
nanopartikel. Semakin kecil ukuran partikel,
Tabel 1. Luas permukaan spesifik dan ukuran partikel katalis
Katalis |
Luas permukaan spesifik Rerata ukuran partikel (m2/g) (D, nm) |
CaO CaO/K2O CaO/K2O:TiO2 (1:1) CaO/K2O:TiO2 (1:3) CaO/K2O:TiO2 (3:1) |
25,59 70,61 45,91 39,36 29,42 63,14 19,95 90,56 32,48 55,65 |
Keasaman-kebasaan permukaan dan jumlah situs aktif permukaan
Nilai kebasaan permukaan dan jumlah situs basa (Tabel 2), meningkat secara signifikan setelah K2O diembankan ke dalam struktur CaO, namun mengalami penurunan seiring dengan penambahan jumlah TiO2 dalam struktur CaO/K2O, terendah pada katalis CaO/K2O:TiO2 rasio 1:3. Sementara, nilai keasaman permukaan mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan rasio TiO2. Situs basa katalis terbentuk dari spesi Ca(OH)2
karena reaksi antara CaO dan uap air. Selain itu, situs basa juga diperoleh dari K2O yang terbentuk dari kalsinasi K2CO3 pada suhu 550oC. Turunnya nilai kebasaan permukaan katalis disebabkan oleh basa Bronsted maupun basa Lewis pada permukaan katalis yang ternetralkan oleh asam Lewis dari Ti4+. Berdasarkan luas permukaan spesifik (Tabel 1) dan jumlah situs aktif asam-basa permukaan (Tabel 2), katalis CaO/K2O:TiO2 rasio 3:1 dipilih sebagai katalis untuk uji konversi minyak jelantah menjadi biodiesel.
Tabel 2. Keasaman-kebasaan permukaan dan situs aktif permukaan katalis
Katalis |
Keasaman permukaan (mmol/g) |
Jumlah situs aktif asam (x 1021 atom/g) |
Kebasaan permukaan (mmol/g) |
Jumlah situs aktif basa (x 1021 atom/g) |
CaO |
0 |
0 |
20,5103 |
12,3534 |
CaO/K2O |
0 |
0 |
20,8022 |
12,5292 |
CaO/K2O:TiO2 (1:1) |
0,0026 |
0,0016 |
10,2134 |
6,1515 |
CaO/K2O:TiO2 (1:3) |
0,0043 |
0,0026 |
5,1109 |
3,0782 |
CaO/K2O:TiO2 (3:1) |
0,0030 |
0,0018 |
15,6549 |
9,4289 |
Kristalinitas
Hasil XRD (Gambar 1) diperoleh bahwa CaO, K2O dan TiO2 semua tergolong kristalin dan semi kristalin. K2O muncul pada 2θ 28,57o dengan intensitas relatif 29,90 counts dan TiO2 muncul pada 2θ 25,19o dengan
intensitas relatif 67,45 counts. Ini berarti, kristal K2O dan TiO2 telah masuk ke dalam struktur CaO. Hal ini sejalan dengan penelitian Fadhil (2017), bahwa TiO2 cenderung membentuk kristalin dan semikristalin.

Gambar 1. Difraktogram XRD dari katalis CaO, CaO/K2O, dan CaO/K2O:TiO2 (3:1)
Uji Aktivitas Katalis
Yield biodiesel dari katatalis CaO, CaO/K2O, dan CaO/K2O/TiO2 pada kondisi optimum ditunjukkan pada Tabel 3. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa konversi minyak jelantah dengan kandungan FFAs di atas 2% secara satu tahap, dengan katalis CaO/K2O terembankan TiO2 memiliki aktivitas lebih baik dibandingkan tanpa terembankan. Oleh karena, katalis terembankan TiO2 memiliki situs asam permukaan dibandingkan CaO maupun CaO/K2O (Tabel 2). Situs asam permukaan pada katalis berperan dalam reaksi esterifikasi untuk menurunkan kadar FFAs minyak, utamanya dalam pembentukan karbokation
pada asam lemak agar lebih mudah bereaksi dengan metanol untuk membentuk ester. Situs asam permukaan yang dimiliki katalis dimungkinkan untuk terjadinya reaksi esterifikasi dan transesterifikasi secara satu tahap (sinambung). Selain itu, situs asam Lewis juga berperan dalam reaksi transesterifikasi, yaitu membentuk ion metoksida (CH3O-) yang bersifat sangat reaktif dalam bereaksi dengan molekul trigliserida (minyak) (Refaat, 2011). Hasil tersebut menunjukkan bahwa katalis fungsi ganda CaO/K2O:TiO2 (3:1) memiliki aktivitas yang baik untuk reaksi satu tahap konversi minyak jelantah menjadi biodiesel tanpa adanya pretreatment (proses esterifikasi) pada minyak jelantah.
Tabel 3. Yield biodiesel dari aktivitas katalis CaO, CaO/K2O, dan CaO/K2O/TiO2pada kondisi optimum
Katalis |
Yield biodiesel (%) |
CaO |
64,09 |
CaO/K2O |
65,03 |
CaO/K2O:TiO2 (3:1) |
88,24 |
Karakteristik biodiesel hasil analisis GC-MS
Hasil analisis GC-MS yang dirangkum dan disajikan dalam Tabel 4, menunjukkan 6 puncak utama. Puncak-puncak fragmentasi dapat diidentifikasi berdasarkan alur pemecahan yang diketahui dengan membandingkan terhadap senyawa standar, yaitu metil laurat, metil meristat, metil
palmitoleat, metil palmitat, etil palmitat dan metil linoleat. Ini berarti bahwa minyak jelantah telah dominan berhasil dikonversi menjadi biodiesel (metil ester). Berdasarkan luas spektra yang diperoleh, ini bererti bahwa masih ada komponen asam lemak yang belum terkonversi menjadi metil ester akibat kerusakan disaat penggorengan (mengalami degradasi panas dan oksidasi).
Tabel 4. Hasil identifikasi ester dalam biodiesel
Waktu retensi (menit) |
Luas spektra Identifikasi senyawa (%) |
12,23 15,55 18,72 18,96 19,80 21,03 |
4,08 Metil laurat 19,49 Metil miristat 14,18 Metil palmitoleat 7,74 Metil palmitat 10,44 Etil palmitat 10,26 Metil linoleat |
SIMPULAN
Karakteristik fisiko-kimia optimum diperoleh pada katalis CaO/K2O:TiO2 (3:1). Hasil uji aktivitas katalitik katalis untuk konversi minyak jelantah menjadi biodiesel diperoleh dengan yield 88,24% lebih tinggi dibandingkan katalis CaO (64,09%) dan CaO/K2O (65,03%). Hasil analisis GC-MS menunjukkan bahwa minyak jelantah telah berhasil secara dominan dikonversi menjadi biodiesel (metil ester), namun masih ada komponen asam lemak yang belum terkonversi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Diucapkan terima kasih kepada LPPM Universitas Udayana melalui Fakultas MIPA Universitas Udayana atas dana PNBP dari skema Penelitian Unggulan Program Studi (PUPS). Disampaikan pula untuk Sofyan atas bantuan dalam pengumpulan data.
DAFTAR PUSTAKA
Abbah, E. C., Nwandikom, G. I., Egwuonwu, C. C. and Nwakuba, N. R. 2016. Effect of Reaction Temperature on the Yield of Biodiesel from Neem Seed Oil. American Journal of Energy Science. 3(3): 16-20.
Astuti, N. K. D., Simpen, I N., dan Suarsa, I W.
2019. Transesterifikasi Minyak Biji Karet (Hevea Brasiliensis)
Menggunakan Katalis Heterogen Cangkang Kepiting Limbah Seafood Termodifikasi K2O. Jurnal Kimia. 13(1): 1-8.
Atadashi, I M., Aroua, M. K., Aziz, A.R., and Sulaiman, N. M. N. 2013. The Effects of Catalysts in Biodiesel Production: A
Review. Journal of Industrial and Engineering Chemistry. 19(1): 14–26.
Bobade, S. N. and Khyade, V. B. 2012. Detail Study on the Properties of Pongamia Pinnata (Karanja) for the Production of Biofuel. Research Journal of Chemical Sciences. 2 (7): 16-20.
Borges, M. E. and Díaz, L. 2012. Recent Developments on Heterogeneous Catalysts for Biodiesel Production by Oil Esterification and
Transesterification Reactions: A
Review. Renewable and Sustainable Energy Reviews. 16: 2839-2849.
Degirmenbasi, N., Coskun, S., Boz, N., and Kaylon, D. M. 2015. Biodiesel Synthesis from Canola Oil via Heterogeneous Catalyst using Functionalizes CaO Nanoparticle. Fuel. 153: 620-627.
Encinar, J. M., Gonzalez, J. F., Pardal, A., and Martinez, G. 2010. Rape Oil
Transesterification over
Heterogeneous Catalyst. Food Processing Technology. 91: 1530
1536.
Endalew, A. K., Kiros, Y., and Zanzi, R. 2011. Heterogeneous Catalysis for Biodiesel Production From Jatropha Curcas Oil (JCO). Energy. 36: 2693-2700.
Enweremadu, C. C. and Mbarawa, M. M. 2009. Technical Aspects of Production and Analysis of Biodiesel from Used Cooking Oil-A Review. Renewable and Sustainable Energy Reviews. 13: 2205–22024.
Fadhil, D. H. 2017. Titanium Oxide
Nanoparticles: Analysis and
Photodegradation Activity for Hexamethylpararosaniline Chloride. J. Pharm. Sci. and Res. 9(5):685-689.
Guo, F. and Fang, Z. 2011. Biodiesel
Production with Solid Catalysts.
Biodiesel Feedstocks and Processing
Technologies. 1–21.
Istadi, I., Sebastianus, A. P., and Tito, S. N. 2015. Characterization of K2O/CaO-ZnO Catalyst for Transesterification of Soybean Oil to Biodiesel. Procedia Environmental Sciences. 23: 394-399.
Mangesh, G., Kulkarni, and Ajay, K. D. 2006. Waste Cooking Oil-An Economical Source for Biodiesel: A Review. Industrial and Enginering Chemistry Research. 45: 2901-2913.
Math, M. C., Kumar, S. P., and Chetty, S. V. 2010. Technologies for Biodiesel Production from Used Cooking Oil-A Review. Energy for Sustainable Development. 14: 339–45.
Nair, P., Singh, B., Upadhyay, S. N., and Sharma, Y. C. 2012. Synthesis of Biodiesel from Low FFA Waste Frying Oil Using Calcium Oxide Derived from Mereterix as A Heterogeneous Catalyst. J. Cleaner Prod. 29–30: 8290.
Nasreen, S., Liu, H., Skala, D., Waseem, A. and Wan, L. 2015. Preparation of Biodiesel from Soybean Oil using La/Mn Oxide Catalyst. Fuel Processing Technology. 13: 290-296.
Pereira, d-S.M.A., Mello, V.R.A., and Schmal, M. 2000. Interaction between Pt and MoO3 Dispersed over Alumina. Applied Catalyst A: General. 190: 177190.
Refaat, A. A. 2011. Biodiesel Production using Solid Metal Oxide Catalysts. Int. J. Environ. Sci. Tech. 8(1): 203-221.
Robles, Medina, A., González, Moreno, P. A., Esteban, Cerdán, L., Molina, and Grima, E. 2009. Biocatalysis: Towards Ever Greener Biodiesel Production. Biotechnol. Adv. 27: 398-408.
Salinas, D., Guerrero, S., and Araya, P. 2010. Transesterification of Canola Oil on Potassium-Supported TiO2 Catalysts. Catalysis Communications. 11: 773– 777.
Setiawati, Evy, dan Fatmir, E. 2012. Teknologi Pengolahan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi Sebagai Alternatif Bahan Bakar Mesin Diesel. Jurnal Riset Industri. 6(2): 117127.
Simpen, I N., Negara, I M. S., and Puspawati N. M. 2018. The Characterization of Heterogeneous Nanocatalyst of Biohydroxyapatite-Lithium and its Application for Converting Malapari Seed Oil (Milletia pinnata L.) to Biodiesel. Oriental Journal of Chemistry. 34(4): 1817-1823.
Simpen, I N., Negara, I M. S. and Jayanto, S. D. 2020. Optimizing Reaction Conditions of Biodiesel Production from Waste Cooking Oil Using Green Solid
Catalyst. International Journal of Engineering Technologies and Management Research. 7(8): 65-71.
Zhang, Y., Dubé, M. A., McLean, D. D., and Kates, M. 2010. Biodiesel Production from Waste Cooking Oil: 2. Economic Assessment and Sensitivity Analysis. Bioresour Technol. 90: 229-240.
194
Discussion and feedback