BIOAVAILABILITAS LOGAM Fe DAN Ca DALAM TANAH PERTANIAN SERTA KANDUNGAN LOGAMNYA DALAM TANAMAN BAYAM DENGAN PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI
on
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 15 (2), JULI 2021 DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2021.v15.i02.p08
p-ISSN 1907-9850
e-ISSN 2599-2740
BIOAVAILABILITAS LOGAM Fe DAN Ca DALAM TANAH PERTANIAN SERTA KANDUNGAN LOGAMNYA DALAM TANAMAN BAYAM DENGAN PEMBERIAN PUPUK KANDANG SAPI
I M. Siaka*, P. A. Rupadewi dan P. Suarya
Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia
*Email:made_siaka@unud.ac.id
ABSTRAK
Penggunaan pupuk kandang sapi pada tanah pertanian dapat memperbaiki kondisi tanah tersebut, terutama meningkatkan kesuburannya. Disamping sebagai penyubur tanah, pupuk kandang tersebut dapat sebagai pengikat logam berat dan menurunkan bioavailabilitas logam berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk kandang terhadap bioavailabilitas Fe dan Ca serta kandungannya dalam tanaman bayam. Metode ekstraksi bertahap dan digesti basah digunakan untuk mengekstraksi logam tersebut dari tanah dan tanaman bayam. Instrumen AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) digunakan untuk mengukur konsentrasi logam yang terekstraksi tersebut. Pada penelitian ini, diperoleh bahwa pola penyebaran spesies logam Fe dan Ca sebelum penanaman dan saat panen sama. Logam Fe didominasi oleh spesies resistant sedangkan logam Ca didominasi oleh spesies bioavailable. Kandungan logam dalam tanaman bayam yang tanpa dan penambahan pupuk kandang sapi berturut turut 2.844,627 ± 28,139 mg/kg dan 2.469,281± 16,779 mg/kg untuk Fe sedangkan, 31.657,305 ± 699,147 mg/kg dan 41.515,559 ± 754,808 mg/kg untuk Ca. Penambahan pupuk kandang sapi pada tanah pertanian mampu meningkatkan kandungan logam Fe dan Ca dalam tanaman bayam, dan juga meningkatkan logam Fe dan Ca yang bioavailable.
Kata Kunci: bioavailabilitas, Ca, Fe, logam, pupuk kandang sapi
ABSTRACT
The use of cow manure on agricultural soil can improve the condition of the soil, especially increasing its fertility. Apart from being a soil fertilizer, manure can act as a heavy metals binder and reduce their bioavailabilities. This study aimed to determine the effect of manure on the bioavailability of Fe and Ca and their contents in spinach plants. The sequential extraction and wet digestion methods were used to extract the metals from the soil and spinach plants. An AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) instrument was applied to measure the concentration of the extracted metals. In this study, it was found that the distribution patterns of Fe and Ca metals species before planting and at harvesting were the same. Fe metal was dominated by resistant species, while Ca metal was dominated by bioavailable species. The content of those metals in spinach plants without and the addition of cow manure were 2,844.627 ± 28.139 mg/kg and 2,469.281 ± 16.779 mg/kg for Fe while, 31,657.305 ± 699.147 mg/kg and 41,515.559 ± 754.808 mg/kg for Ca, respectively. The addition of cow manure to the agricultural soils could increase the contents of Fe and Ca metals in spinach plants, and also increased the bioavailable of those metals
Keywords: bioavailability, Ca, cow manure, Fe, metals
PENDAHULUAN
Pupuk anorganik dalam budidaya tanaman dianggap hal yang wajib diberikan oleh para petani. Bahkan tidak jarang petani memberikan pupuk anorganik dalam jumlah
yang melebihi dosis anjuran karena menganggap dengan begitu hasil panen akan semakin tinggi. Kenyataannya justru berbeda, karena semakin banyak input anorganik yang diberikan pada tanah akan menyebabkan kesuburan tanah akan semakin berkurang. Hal ini terjadi karena bahan
anorganik yang diberikan berlebih dan dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan tanah menjadi asam, padat dan aktivitas mikroorganisme tanah menurun. Semakin lama pemberian pupuk anorganik, semakin menurun kesuburan tanah bahkan kurang efektif sehingga akibatnya tidak meningkatkan produksi. Untuk dapat mengatasi dampak negatif dari penggunaan pupuk anorganik tersebut dapat digantikan dengan bahan organik pada tanah. Salah satu sumber bahan organik yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik yaitu pupuk kandang seperti kotoran sapi (Andayani, 2013).
Penggunaan pupuk kandang kotoran sapi pada tanah yang ditanami sayur-sayuran seperti tanaman bayam dapat menggantikan penggunaan pupuk anorganik. Akan tetapi, belum diketahui pengaruh penggunaan pupuk tersebut terhadap kandungan nutrisi yang terkandung dalam bayam setelah di panen. Tanaman bayam (Amaranthus sp.) merupakan salah satu sayuran yang dibutuhkan tubuh dalam menunjang pola hidup sehat. Bayam mempunyai banyak kandungan zat gizi alami dan kaya akan vitamin, mineral, dan antioksidan. Bayam termasuk salah satu jenis sayuran yang mengandung kalsium dan zat besi yang paling tinggi dibandingkan dengan sayuran lain seperti, kacang panjang, kemangi, sawi, kangkung dll. Kadar kalsium dan zat besi dalam tiap 100 gram bayam hijau adalah 81 mg dan 3,0 mg (Purwono dan Purnawati, 2007). Untuk mengetahui pengaruh penambahan pupuk kandang dalam tanah terhadap kandungan unsur hara seperti Fe dan Ca yang terdapat dalam tanaman bayam, maka perlu diketahui sifat bioavailabilitas kedua logam tersebut dalam tanah.
Bioavailabilitas adalah ketersediaan suatu zat atau senyawa yang diserap oleh organisme hidup sehingga dapat menyebabkan terjadinya respon fisiologis maupun toksikologi yang merugikan. Oleh karena logam dapat berinteraksi dengan mahluk hidup di lingkungan, maka bioavailabilitas logam dapat diartikan sebagai ketersediaan logam atau senyawa logam yang diserap oleh mahluk hidup dari lingkungan. Bioavailabilitas logam tidak sama dengan konsentrasi atau akumulasi logam total. Bioavailabilitas logam terhadap mahluk hidup sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan varisasi logam yang tersedia. Bioavailabilitas logam juga berhubungan
dengan jumlah logam yang dapat terserap oleh mahluk hidup. Tingginya kandungan logam dalam tanah dapat menyebabkan mahluk hidup di sekitarnya terutama tanaman tercemar logam terutama logam berat (Widaningrum et al., 2007). Perpindahan logam dari tanah ke dalam tanaman dipengaruhi oleh mobilitas logam tersebut. Mobilitas logam semakin tinggi pada tanah dengan pH yang semakin asam. Dengan demikian, mobilitas berpengaruh juga terhadap tingkat bioavailabilitasnya. Semakin meningkat bioavailabilitas logam seperti logam berat dalam tanah, semakin besar akumulasi logam tersebut dalam tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut (Kachenko dan Singh, 2007). Tingkat bioavailabilitas logam berat dapat diturunkan dengan aplikasi asam humat atau asam fulvat yang umumnya terkandung dalam pupuk organik.
Pupuk kandang, salah satunya adalah pupuk kandang kotoran sapi adalah salah satu pupuk organik dengan kandungan asam humat dan fulvat. Dengan demikian, pupuk kandang dapat menurunkan bioavailabilitas logam berat. Pupuk kandang kotoran sapi memiliki kandungan asam humat 3,42%, sehingga berdasarkan penelitian tersebut penambahan pupuk kandang kotoran sapi pada tanah memungkinkan untuk mengurangi ketersediaaan logam berat pada tanah terhadap tanaman (Mowidu, 2015).
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh penambahan pupuk kandang kotoran sapi pada tanah tempat tumbuh sayur bayam terhadap kandungan Fe dan Ca, serta bioavailabilitasnya pada tanah tempat tumbuhnya sayur bayam. Hal ini dilakukan dengan cara membuat model penelitian pertanian pada plastik polybag sebagai tempat tumbuh bayam yang diberi perlakuan penambahan dan tanpa penambahan pupuk kandang kotoran sapi pada tanah yang ditanami bayam, sehingga dapat diketahui pengaruh penambahan pupuk kandang kotoran sapi terhadap bioavailabilitas Fe dan Ca dalam tanah pertanian dan akumulasi logam total pada sayur bayam yang ditanam pada tanah tersebut.
MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah pertanian, pupuk kandang kotoran sapi, sampel tanaman bayam, HNO3, FeCl3.6H2O, CaCl2.2H2O, HCl, CH3COONH4,
CH3COOH, NH2OH.HCl, H2O2 kertas saring dan aquades.
Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, botol polietilen, sendok polietilen, labu ukur, tabung ekstraksi, gelas beaker, labu ukur, tabung ekstraksi, pipet volume, pipet mikro, labu Erlenmeyer, kaca arloji, thermometer, pH meter, corong, botol semprot, pipet tetes, mortar, ultrasonic bath, pemanas (hotplate), shaker (penggojog), oven, blender, ayakan polietilen 63 µm, sentrifuse, AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) Shimadzu AA-7000.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Universitas Udayana dan Laboratorium Bersama Fakultas MIPA Universitas Udayana.
Cara Kerja
Preparasi Sampel
Sampel tanah dipisahkan dari batu-batuannya yang agak besar kemudian di oven pada suhu 60oC sampai massa sampel konstan. Setelah itu digerus dengar mortar hingga halus, lalu diayak dengan ayakan 63 µm. Sampel tanah ditempatkan pada botol polietilen untuk analisis lebih lanjut (Siaka, 2016).
Sampel tanaman bayam dipisahkan bagian akar, batang dan daunnya kemudian dicuci dengan aquades kemudian dipotong kecil-kecil. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC sampai massa sampel konstan. Sampel kering dihancurkan dengan blender hingga halus, selanjutnya diayak dengan ayakan 63 µm. Sampel halus dimasukkan ke dalam kantong plastik polietilen untuk dilakukan analisis lebih lanjut (Siaka, 2016).
Penentuan Konsentrasi Logam Total Fe dan Ca pada Tanaman Bayam
Sebanyak 0,5 gram sampel serbuk tanaman bayam ditimbang lalu dimasukkan ke tabung digesti, kemudian ditambahkan 5 mL larutan HNO3 pekat. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa penambahan sampel. Sampel dan blanko dipanaskan pada hotplate selama 2 jam dengan suhu 80 – 90oC dan suhunya dinaikkan menjadi 150oC sampai mendidih. Selanjutnya dengan hati-hati ditambahkan HNO3 pekat dan H2O2 30% masing-masing sebanyak 3-5 mL lalu digesti dilanjutkan hingga
diperoleh larutan jernih. Larutan hasil digesti didiamkan hingga dingin, kemudian masing-masing larutan disaring dan filtratnya ditampung dalam labu ukur 25 mL. Filtrat diencerkan dengan aquades hingga tanda batas. Larutan ini diukur dengan AAS pada panjang gelombang 422,7 nm untuk logam Ca dan panjang gelombang 248,3 nm untuk logam Fe.
Ekstraksi Bertahap a. Ekstraksi Fraksi 1
Sampel tanah ditimbang teliti 1 gram kemudian ditambahkan 40 mL CH3COOH 0,1M. Larutan digojog selama 2 jam selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Sentrifugat didekantasi dan dimasukkan ke labu ukur 50 mL, kemudian diencerkan sampai tanda batas dengan HNO3 0,01 M. Larutan ini diukur dengan AAS pada panjang gelombang 422,7 nm untuk logam Ca dan panjang gelombang 248,3 nm untuk logam Fe Residu yang didapat digunakan untuk ekstraksi tahap selanjutnya.
Residu yang didapat pada fraksi I ditambahkan 40 mL NH2OH.HCl 0,1 M, kemudian ditambahkan HNO3 sampai pH larutan 2. Campuran larutan digojog selama 2 jam selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Filtrat didekantasi dan dimasukkan ke labu ukur 50 mL, kemudian diencerkan sampai tanda batas dengan HNO3 0,01 M. Larutan ini diukur dengan AAS pada panjang gelombang 422,7 nm untuk logam Ca dan panjang gelombang 248,3 nm untuk logam Fe Residu yang didapat digunakan untuk ekstraksi tahap selanjutnya.
Residu fraksi II ditambahkan 10 mL larutan H2O2 8,8 M kemudian campuran ditutup dengan kaca arloji. Campuran didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang dan sesekali dikocok. Campuran selanjutnya dipanaskan pada suhu 85oC selama 1 jam, lalu ditambahkan 10 mL larutan H2O2 8,8 M dan dipanaskan kembali. Campuran kemudian didinginkan pada suhu ruang dan setelah dingin ditambahkan 20 mL CH3COONH4 1M. Larutan ditambahkan HNO3 sampai pH larutan 2. Campuran tersebut digojog selama 2 jam selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Sentrifugat kemudian didekantasi dan dimasukkan ke labu ukur 50 mL. Setelah itu
diencerkan sampai tanda batas dengan HNO3 0,01 M. Larutan ini diukur dengan AAS pada panjang gelombang 422,7 nm untuk logam Ca dan panjang gelombang 248,3 nm untuk logam Fe. Residu yang didapat digunakan untuk ekstraksi tahap selanjutnya.
Residu fraksi III dicuci dengan 10 mL aquades dan ditambahkan 10 mL reverse aquaregia. Campuran didigesti pada suhu 60oC selama 45 menit dan dipanaskan pada suhu 140oC selama 45 menit (Siaka et al., 1998). Campuran selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Sentrifugat didekantasi dan dimasukkan ke labu ukur 50 mL. Setelah itu diencerkan sampai tanda batas dengan aquades. Larutan ini diukur dengan AAS pada panjang gelombang 422,7 nm untuk logam Ca dan panjang gelombang 248,3 nm untuk logam Fe.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi Fe dan Ca Total dalam Sampel Tanah
Konsentrasi Fe dan Ca total yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Konsentrasi Logam Fe Total dalam
Sampel Tanah
Perlakuan |
Konsentrasi Fe (mg/kg) | |
A |
B | |
T0 |
30.673,49 ± |
30.789,04 ± |
9,042 |
38,129 | |
T1 |
23.749,87 ± |
23.794,82 ± |
142,701 |
86,969 | |
T2 |
28.113,91 ± |
28.007,74 ± |
97,519 |
117,744 | |
T3 |
27.315,49 ± |
27.168,64 ± |
124,950 |
344,042 | |
PUPUK |
498,662 ± 9,235 |
Keterangan :
A = Sebelum Penanaman Bayam
B = Setelah Panen Bayam
T0 = Tanah tanpa pupuk
T2 = Tanah ditanami bayam
T1 = Tanah ditambah pupuk
T3 = Tanah ditambah pupuk dan ditanami bayam
Tabel 1 menunjukkan konsentrasi logam Fe total dalam tanah sebelum penanaman bayam dan setelah panen bayam pada masing – masing perlakuan. Konsentrasi logam Fe dalam tanah sebelum penanaman berkisar antara 23.607,169
mg/kg hingga 30.682,532 mg/kg sedangkan 23.707,851 mg/kg hingga 30.827,169 mg/kg pada sampel tanah setelah panen bayam. Pada perlakuan T0 dan T1 tanpa ditanami bayam memiliki konsentrasi Fe total yang meningkat dari sampel sebelum masa penanaman bayam dibandingkan saat masa setelah panen bayam. Berbeda terjadi pada tanah dengan perlakuan T2 dan T3 yang ditanami bayam, pada perlakuan tersebut terjadi penurunan jumlah logam total pada masa panen bayam dibandingkan saat sebelum penanaman bayam. Penurunan logam Fe dari sebelum penanaman ke setelah masa panen pada perlakuan T2 dan T3 adalah akibat terjadinya akumulasi logam Fe dari tanah ke dalam tanaman. Hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan atau penuruan logam Fe pada tanah pertanian (Arora et al., 2008).
Adanya peningkatan logam Fe total pada tanah dengan perlakuan T0 dan T1 diakibatkan karena di tanah tersebut tidak ada tanaman bayam yang menyerap logam Fe yang berasal dari pupuk kandang. Pada tanah perlakuan tersebut, tidak ditumbuhi tanaman bayam sehingga tidak terjadi perpindahan atau terserapnya sejumlah logam dari dalam tanah ke tanaman bayam. Akan tetapi, penurunan jumlah logam Fe pada perlakuan T2 dan T3 adalah akibatk adanya sejumlah logam Fe yang diserap oleh tanaman bayam pada tanah perlakuan tersebut, dan selanjutnya terdistribusi dalam tanaman selama proses pertumbuhan pada tanaman bayam tersebut. Akibatnya, logam Fe yang terserap ke tanaman akan terakumulasi pada bagian tertentu dari tanaman tersebut (Siaka, 2016).
Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 2 terlihat bahwa kandungan logam Ca pada perlakuan T0 dan T1 baik di awal maupun di akhir masa produksi bayam cenderung tidak mengalami perubahan. Berbeda yang terjadi pada tanah dengan perlakuan T2 dan T3 yang mengalami penurunan kandungan Ca total setelah proses produksi tanaman bayam. Penurunan kandungan logam tersebut diakibatkan oleh adanya tanaman bayam yang tumbuh pada tanah tersebut, sehingga sejumlah tertentu logam Ca menjadi berkurang selama proses pertumbuhan bayam, karena terserap oleh tanaman tersebut. Terserapnya sejumlah
Tabel 2. Konsentrasi Logam Ca Total dalam Sampel Tanah
Perlakuan |
Konsentrasi Ca (mg/kg) | |
A |
B | |
6.890,971 ± |
7.057,011 ± | |
T0 |
10,413 |
136,89 |
T1 |
6.024,577 ± |
6.051,332 ± |
33,431 |
51,285 | |
T2 |
6.092,827 ± |
5.606,963 ± |
191,027 |
33,291 | |
T3 |
7.119,371 ± |
6.372,546 ± |
114,634 |
77,468 | |
PUPUK |
1486,719 ± | |
29,742 |
Keterangan :
A = Sebelum Penanaman Bayam
B = Setelah Panen Bayam
T0 = Tanah tanpa pupuk
T2 = Tanah ditanami bayam T1 = Tanah ditambah pupuk T3 = Tanah ditambah pupuk dan ditanami bayam
logam dari tanah ke dalam bagian tanaman bayam mengakibatkan penurunan kandungan logam Ca total pada perlakuan tersebut.
Spesiasi dan Bioavailabilitas Logam Fe dan Ca dalam Tanah
Bioavailabilitas logam Fe dan Ca dalam penelitian ini ditentukan dengan metode ekstraksi bertahap menggunakan AAS sehingga didapatkan 4 fraksi logam berat dalam berbagai bentuk/spesies. Dengan mengetahui fraksi dari logam berat maka dapat ditentukan bioavailabilitas logam berat tersebut. Fraksi 1 (F1) merupakan fraksi EFLE (Easily, Freely, Leachable and Exchangeble) yang dapat dengan mudah terekstraksi oleh air, larutan asam asetat, sehingga logam pada fraksi 1 bersifat bioavailable atau tersedia bagi makhluk hidup. Fraksi 2 merupakan logam yang terikat pada Fe/Mn oksida dapat direduksi oleh asam biasanya menggunakan hydroxylamine hidro klorida. Fraksi ini dipengaruhi oleh perubahan pH dan redoks, sehingga fraksi 2 termasuk fraksi non resisten dan lebih stabil dari fraksi 1. Fraksi ini bersifat berpotensi bioavailable. Fraksi 3 merupakan fraksi yang logamnya terikat bahan organik seperti senyawa humat. Senyawa logam yang terekstrak pada fraksi 3 juga bersifat non resisten dan lebih stabil dari fraksi 1 dan 2. Logam pada fraksi ini juga berpotensi bioavailable. Fraksi 4 merupakan fraksi resisten,
dimana logam-logam yang terekstraksi pada fraksi 4 sebagian besar berbentuk silikat, semen, dan oksida terpasifkan. Logam berada dalam fase inert dan tidak mungkin menjadi ion sehingga bersifat non bioavailable (Gasparatos et al., 2005). Kandungan logam Fe dan Ca yang terekstraksi dari proses ekstraksi bertahap terhadap semua perlakuan pada sampel tanah sebelum penanaman dan setelah panen bayam ditunjukkan pada Tabel 3.
Pada Tabel 3 menunjukkan fraksi I pada tanah perlakuan T0 mengalami penurunan konsentrasi logam Fe sebesar ± 21 mg/kg dari tanah sebelum penanaman hingga setelah panen bayam. Akan tetapi, pada fraksi II dan fraksi III mengalami peningkatan sebesar ± 48 mg/kg dan ± 97 mg/kg. Ini menunjukkan bahwa, tanah tersebut sebelum diberi perlakuan sudah mengandung Fe/Mn oksida dan bahan organik yang memiliki situs-situs negatif seperti OH-dan/atau COO- sehingga mampu mengikat ionion Fe atau spesies Fe yang labil.
Berbeda pada perlakuan T2 logam Fe pada fraksi I dan fraksi II mengalami penurunan kadar berkisar ± 23,7 mg/kg dan ± 69,71 mg/kg. Ini menunjukkan bahwa hanya tanaman bayam yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar Fe tersebut pada fraksi I dan fraksi II, karena pada fraksi III tidak terlihat terjadi perubahan kadar Fe pada tanah baik sebelum penanaman maupun setelah panen.
Pada sampel tanah dengan perlakuan T3 mengalami penurunan pada fraksi I, namun mengalami peningkatan cukup besar ± 42,63 mg/kg pada fraksi II. Berbeda dengan perlakuan T3 logam Fe pada fraksi I mengalami penurunan, namun mengalami peningkatan pada fraksi II dan III yang peningkatannya sangat jauh lebih besar dari penurunan yang terjadi pada fraksi I.
Spesiasi logam Ca pada tanah perlakuan T0 menunjukkan bahwa logam pada fraksi I mengalami penurunan sekitar 39,74 mg/kg antara sebelum penanaman dan setelah panen bayam, serta terjadi peningkatan kandungan logam Ca pada fraksi II dan fraksi III yaitu sekitar ± 184,62 mg/kg dan ± 7,979 mg/kg. Keadaan ini menunjukkan bahwa Ca punya kecendrungan terikat atau berasosiasi lebih kuat dengan Fe/Mn oksida/hidroksida jika di dalam tanah banyak mengandung senyawa oksida/hidroksida tersebut. (Ani Susilawati dan Arifin Fahmi, 2013).
Tabel 3. Spesiasi Logam Fe dan Ca Dalam Tanah
Perlakuan |
Fraksi |
Tanah Sebelum Penanaman |
Tanah Saat Panen | ||
Fe (mg/kg) |
Ca (mg/kg) |
Fe (mg/kg) |
Ca (mg/kg) | ||
I (EFLE) |
548,021 ± 3,964 |
4.548,571 ± 46,648 |
527,1 ± 11,083 |
4.508,833 ± 162,346 | |
II (Fe/Mn Oksida) |
1.880,458 ± |
2.052,601 ± |
1.928,548 ± |
2.237,229 ± | |
T0 |
10,811 |
51,437 |
23,133 |
41,268 | |
III (Organik/ |
240,191 ± 8,049 |
129,655 ± 2,281 |
336,971 ± 6,397 |
137,634 ± | |
sulfida) |
15,019 | ||||
IV (Resistent) |
28.004,818 ± |
160,134 ± |
27.996,42 ± |
173,313 ± | |
12,601 |
17,919 |
17,752 |
6,070 | ||
I (EFLE) |
529,976 ± |
3.546,981 ± |
527,1 ± 11,083 |
3.419,891 ± | |
20,580 |
19,094 |
64,560 | |||
II (Fe/Mn Oksida) |
1.871,65 ± |
2.268,484 ± |
1.866,891 ± |
2.243,759 ± | |
T1 |
52,227 |
39,483 |
15,516 |
11,891 | |
III (Organik/ |
238,442 ± 6,710 |
79,410 ± 18,159 |
316,43 ± 5,433 |
257,978 ± | |
sulfida) |
7,873 | ||||
IV (Resistent) |
21.109,82 ± |
129,702 ± |
21.101,37 ± |
129,703 ± | |
105,743 |
12,747 |
103,908 |
9,985 | ||
I (EFLE) |
530,926 ± |
3.587,687 ± |
507,23 ± 14,031 |
3.308,098 ± | |
16,404 |
176,073 |
34,311 | |||
II (Fe/Mn Oksida) |
1.994,68 ± |
2.191,501 ± |
1.924,97 ± |
1.985,385 ± | |
T2 |
9,145 |
16,329 |
8,307 |
9,579 | |
III (Organik/ |
237,954 ± |
103,224 ± 6,899 |
237,834 ± |
103,172 ± | |
sulfida) |
14,766 |
14,720 |
3,999 | ||
IV (Resistent) |
25.350,35 ± |
210,415 ± 6,864 |
25.337,71 ± |
210,308 ± | |
120,974 |
129,444 |
10,429 | |||
I (EFLE) |
524,86 ± 9,845 |
4.481,55 ± |
505,98 ± 5,814 |
3.935,71 ± | |
116,412 |
20,011 | ||||
II (Fe/Mn Oksida) |
1.957,64 ± |
2.234,15 ± |
2.000,27 |
2.012,18 ± | |
T3 |
12,666 |
20,197 |
±24,399 |
68,861 | |
III (Organik/ |
263,882 ± |
206,38 ± 14,285 |
454,32 ± 5,162 |
206,38 ± | |
sulfida) |
11,524 |
10,497 | |||
IV (Resistent) |
24.593,99 ± |
218,29 ± 12,052 |
24.208,07 ± |
218,29 ± | |
149,074 |
314,351 |
18,231 |
Keterangan :
T0 = tanah tanpa pupuk T2 = tanah ditanami bayam
T1 = tanah ditambah pupuk T3 = tanah ditambah pupuk dan ditanami bayam
Perlakuan tanah T1 menunjukkan bahwa logam Ca mengalami penurunan kadar sebesar ± 127,09 mg/kg pada fraksi I dan ± 24,725 mg/kg pada fraksi II, sedangkan pada fraksi III meningkat sebanyak 178,568 mg/kg. Dengan melihat perubahan kadar Ca yang terjadi pada fraksi I – III, maka dapat diketahui bahwa sekitar ± 3,6% Ca yang bioavailable diikat oleh bahan organik dari pupuk kandang yang ditambahkan ke dalam tanah percobaan.
Perlakuan T2 dan T3 dari tanah sebelum penanaman dengan tanah setelah panen, menunjukkan bahwa logam Ca pada fraksi EFLE mengalami penurunan pada fraksi I dan pada fraksi II, tetapi tidak ada perubahan pada
fraksi III untuk tanah pertanian yang ditanami bayam dengan pemberian pupuk kandang sebelum penanaman dan setelah panen. Ini menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang tidak dapat mengubah jumlah Ca yang bioavailable menjadi berpotensi bioavailable. Keadaan ini membuktikan bahwa secara teori, asam humat berpengaruh langsung dalam pertumbuhan tanaman, diantaranya mempercepat perkecambahan benih, merangsang pertumbuhan akar, mempercepat pemanjangan sel akar, dan mempercepat pertumbuhan tunas, sehingga tanaman mampu menyerap unsur hara lebih banyak. Dengan demikian, Penambahan pupuk kandang sapi
yang mengandung asam humat tidak dapat mengikat Ca yang labil menjad lebih stabil.
Jumlah minimun logam Ca dalam tanah yang dikatakan sehat kesuburannya memiliki kandungan minimal logam Ca sebesar 1.4002.800 mg/kg dalam tanah. Kadar logam Ca dalam tanah pertanian tanpa pemberian dan pemberian pupuk kandang yang diperoleh pada penelitian ini masih tergolong sehat kesuburannya.
Pola penyebaran logam Fe pada tanah sebelum penanaman dan setelah panen secara umum adalah: F4 > F2 > F1 > F3 Pola penyebaran logam Ca pada tanah sebelum penanaman dan setelah panen secara umum adalah: F1 > F2 > F4 > F3. Persentase bioavailabilitas logam Fe dan Ca di dalam tanah sebelum penanaman bayam dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Bioavailabilitas Logam Fe dan Ca Sebelum Penanaman Bayam
Perlakuan |
Bioavailabilitas |
Konsentrasi Logam |
Persentase | ||
Fe (mg/kg) |
Ca (mg/kg) |
Fe (%) |
Ca (%) | ||
Bioavailable |
548,021 |
4.548,571 |
1,79 |
66,01 | |
T0 |
Berpotensi Bioavailable |
2.120,65 |
2.182,26 |
6,91 |
31,67 |
Non Bioavailable |
28.004,82 |
160,13 |
91,30 |
2,32 | |
Bioavailable |
529,976 |
3.546,981 |
2,23 |
58,88 | |
T1 |
Berpotensi Bioavailable |
2.110,092 |
2.347,894 |
8,88 |
38,97 |
Non Bioavailable |
21.109,82 |
129,70 |
88,88 |
2,15 | |
Bioavailable |
530,93 |
3587,69 |
1,89 |
59,67 | |
T2 |
Berpotensi Bioavailable |
2.232,634 |
2294,73 |
7,94 |
38,17 |
Non Bioavailable |
25.350,35 |
129,70 |
90,17 |
2,16 | |
Bioavailable |
548,021 |
4.481,55 |
1,92 |
62,95 | |
T3 |
Berpotensi Bioavailable |
2.120,649 |
2.440,53 |
8,04 |
34,28 |
Non Bioavailable |
24593,99 |
218,29 |
89,97 |
3,06 |
Keterangan :
T0 = tanah tanpa pupuk T2 = tanah ditanami bayam
T1 = tanah ditambah pupuk T3 = tanah ditambah pupuk dan ditanami bayam
Pada Tabel 4. menunjukkan logam Fe yang bioavailable jauh lebih kecil dibandingkan dengan logam yang berpotensi bioavailable dan non bioavailable, walaupun persentase Fe yang bioavailable sangat kecil, tapi dapat memenuhi kebutuhan tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut. Berbeda dengan bioavailabilitas logam Ca dalam tanah paling tinggi yaitu logam yang bersifat bioavailable dengan persentase berkisar 58,88 – 66,01%. Ini menunjukkan bahwa setiap tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut tidak akan kekurangan unsur Ca. Hal tersebut dapat terjadi karena logam Ca merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah besar bagi tanah dan tanaman. Persentase logam yang berpotensi bioavailable berada pada tingkat kadar yaitu berkisar 31,67 – 38,97% dan yang terendah adalah logam yang bersifat non bioavailable yaitu 2,15 – 2,32%. Akan tetapi, logam Fe yang bioavailable relatif rendah, karena Fe merupakan salah satu unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang tidak terlalu banyak dan
bervariasi tergantung dari jenis tanaman. Logam Fe paling tinggi dalam tanah berupa logam non bioavailable, sehingga tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap tanaman bayam yang tumbuh pada tanah percobaan, karena memiliki ikatan yang stabil dan sulit terlepas menjadi logam yang bersifat bioavailable.
Persentase Kandungan Logam Fe dan Ca pada Tanaman Bayam
Persentase kandungan logam Fe dan Ca pada bagian tanaman bayam disajikan pada Tabel 5. Pada tersebut, terlihat bahwa persentase logam Fe pada bagian tanaman pada perlakuan T2 dan T3 yang ditanami tanaman bayam cenderung sama. Tingkat akumulasi paling tinggi terdapat pada bagian akar dan paling rendah pada bagian batang. Berbeda dengan logam Ca pada perlakuan T2 di bagian akar dan batang dibandingkan dengan T3, sedangkan pada bagian daun, persentase Ca pada perlakuan T3 jauh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan T2.
Tingginya kandungan logam Fe dalam akar diduga karena sifat logam itu sendiri yang mempunyai massa yang besar sehingga sulit untuk tertranslokasi kejaringan tanaman bagian atas kecuali bila ada energi yang tersedia untuk memindahkan logam dari akar ke daun. Kandungan Ca lebih tinggi dalam daun dibanding dalam akar dan batang, karena logam Ca yang mempunyai massa yang relatif kecil sehingga lebih mudah tertranslokasi kejaringan tanaman bagian atas dengan bantuan energi yang tersedia untuk memindahkan logam dari akar ke daun (Stevenson, 1982).
Tabel 5. Persentase Kandungan Logam Fe dan Ca dalam Bagian Tanaman Bayam | ||||
Bagian Tanaman |
% Fe |
% Ca | ||
T2 |
T3 |
T2 |
T3 | |
Akar |
84,22 |
76,95 |
33,22 |
26,21 |
Batang |
4,81 |
3,63 |
31,17 |
25,29 |
Daun |
10,97 |
10,41 |
34,89 |
48,5 |
Keterangan : T2 = Tanah yang ditanami bayam T3 = Tanah ditambah pupuk dan ditanami bayam |
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pola penyebaran untuk logam Fe yaitu F4 > F2 > F1 > F3 dan F1 > F2 > F4 > F3 untuk logam Ca. Pola penyebaran bioavailabilitas dalam tanah sebelum penanaman bayam adalah bioavailabel < berpotensi bioavailabel < non bioavailabel untuk logam Fe dan bioavailabel > berpotensi bioavailabel > non bioavailabel untuk logam Ca.
Penambahan pupuk kandang sapi pada tanah mampu meningkatkan kandungan logam Fe dan Ca dalam tanaman bayam, dan juga meningkatkan logam Fe dan Ca yang bioavailable.
Saran
Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pupuk kandang sapi terhadap bioavailabilitas unsur hara selain Fe dan Ca. Selain penggunaan pupuk kandang sapi, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh berbagai pupuk organik terhadap bioavailabilitas unsur hara makro dan mikro.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani dan L. Sarido. 2013. Uji Empat Jenis Kotoran Hewan Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Cabai Kering. Jurnal Agrifor (Budidaya Agronomi dan Kehutanan). 12(1): 22-29.
Ani Susilawati, Arifin Fahmi. 2013. Dinamika Besi pada Tanah Sulfat Masam yang Ditanami Padi. Jurnal Sumberdaya Lahan. 7(2): 67-75.
Arora, M., Kiran, B., Rani, S., Rani, A., Kaur, B., and Mittal, N. 2008. Heavy Metal Accumulation in Vegetables Irrigated With Water From Different Source. Journal Food Chemistry. 20(2): 401415
Kachenco, A. G., Singh, B., Bhatia, N. P. 2007. Heavy Metal Tolerance in Common Fern Species. Australian Journal of Botany. 55(1): 63-73.
Mowidu, I., Sunarminto. B.H.,Purwanto, B.H., & Utami, S.N.H. 2015. Kadar Fe Total pada Tanah Sawah Rawa Lebak di Kabupaten Poso. Jurnal Agropet. 12(1): 1-5.
Novizan. 2001. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka.
Tanggerang
Purwono, dan H. Purnawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Stevenson, F.J. 1982. Humus Chemistry. New York: John Wiley&Sons.
Widaningrum, Miskiyah, dan Suismono. 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Cemarannya, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian 3: 1627.
Wisnawa, Putu D. P. K., Siaka, I. M., Putra, A. A. B. 2016. Kandungan Logam Pb dan Cu Dalam Buah Stroberi serta Spesiasi dan Bioavailabilitasnya dalam Tanah Tempat Tumbuh Stroberi di Daerah Bedugul. Jurnal Kimia . 10(1): 23-31.
187
Discussion and feedback