JURNAL KIMIA 7 (1), JANUARI 2013: 102-112

STUDI LAJU KOROSI DAN MEKANISME INHIBISI ALUMINIUM MURNI MENGGUNAKAN NATRIUM SITRAT

Tiurlina Siregar

Universitas Cenderawasih, Jalan Raya Abepura, Kampus UNCEN Jayapura-Papua

ABSTRAK

Proses korosi pada logam adalah peristiwa spontan yang berlangsung bersamaan dengan adanya elektron yang mengalir di dalam logam dari bagian yang berfungsi sebagai anoda kebagian logam yang bertindak sebagai katoda. Dengan demikian, korosi pada logam merupakan proses elektrokimia. Bentuk korosi yang umum terjadi pada aluminium adalah korosi sumuran. Korosi sumuran dapat terjadi pada permukaan logam yang kontak langsung dengan udara lembab, umumnya dengan logam yang memiliki lapisan tipis oksida. Karena hal-hal tersebut di atas, pada berbagai proses di industri logam-logam perlu mendapat perlakuan khusus untuk meningkatkan ketahanan korosinya terhadap lingkungannya; yaitu dengan penambahan inhibitor korosi. Inhibitor korosi merupakan bahan aditif pada fluida yang dapat memperlambat laju korosi. Natrium sitrat adalah inhibitor anodik yang merupakan senyawa organik ampifilik yaitu garam organik yang anionnya mempunyai gugus polar dan gugus non polar. Natrium benzoat dan natrium tartrat adalah garam ampifilik yang keduanya dikenal sebagai zat aditif makanan / minuman, keduanya dapat berperan sebagai inhibitor pada korosi aluminium. Temuan ini sangat menarik dan membuka wawasan untuk mencoba Natrium Sitrat sebagai inhibitor korosi pada aluminium, yang ramah lingkungan mengingat garam benzoat pada kadar yang tinggi merusak lingkungan.

Kata kunci: Korosi, Inhibisi, Aluminium dan Natrium Sitrat

ABSTRACT

The process of corrosion in metals is a spontaneous one that goes along with the flow of the electrons in the metal that serves as the anode to that which act as a cathode. Thus, metal corrosion is an electrochemical process. A common form of corrosion on aluminum is pitting corrosion. Pitting corrosion can occur on metal surfaces in direct contact with moist air, usually with a metal that has a thin layer of oxide. Because of the a corrosions, a variety of processes in the metallurgical industry should get special treatment to improve the corrosion resistance of the environment, ie with the addition of a corrosion inhibitor. A corrosion inhibitor is an additive in the fluid that can slow the rate of corrosion. Sodium citrate is an anodic inhibitor which is an ampifilik organic salt with both polar and non-polar groups. Sodium benzoate and sodium tartrate salt are ampifilic known as food additive, show that salts can act as corrosion inhibitor on aluminum. These findings drive the author to try Sodium Citrate as a corrosion inhibitor on aluminum which is environmentally friendly given that the benzoate salt at high levels the can’t damage environment.

Keywords: Corrosion, Inhibition, Aluminum and Sodium Citrate

PENDAHULUAN

Sifat tahan korosi suatu logam merupakan parameter yang harus dipertimbangkan dalam memilih logam yang dapat digunakan pada suatu konstruksi, peralatan industri maupun keperluan sehari-hari. Dari beberapa logam seperti baja, tembaga, seng, aluminium dan paduannya, maka aluminium memiliki keunggulan, terutama dalam hal ketahanan terhadap korosi (dalam suasana netral), ringan, kaku, dan mudah dibentuk, sehingga logam aluminium memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai konstruksi pesawat terbang, peralatan industri, alat-alat rumah tangga sampai ke bahan pengemas makanan/minuman (Bradford,1992). Aluminium maupun paduannya memiliki sifat tahan terhadap korosi karena terbentuknya lapisan tipis pasifasi yang bersifat protektif. Korosi aluminium membentuk lapisan Al2O3, lapisan tersebut terbentuk secara spontan pada permukaan logam, karena logam mempunyai komposisi kimia yang tidak homogen. Lapisan Al2O3 stabil pada lingkungan pH 4 s/d pH 9 (Diagram sistim pH-potensial dalam kesetimbangan aluminium-air pada temperatur 25oC (Pourbaix, 1974).

Inhibitor dapat menurunkan laju korosi. Penurunan laju korosi terjadi karena berkurangnya daerah anodik, hal ini disebabkan akibat dari terbentuknya lapisan pasif sehingga laju transfer ion-ion logam ke dalam larutan menjadi berkurang atau menurun. Nyoman dan Isdiriyani (2000), telah melaporkan natrium benzoat, konsentrasi 60 ppm, pH 3 digunakan pada paduan aluminium, efisiensi inhibisi diperoleh sebesar 70 % namun belum melaporkan bagaimana mekanisme inhibisinya. Shao (2001) garam natrium tartart dengan konsentrasi 60 ppm, pH 3 digunakan sebagai inhibitor pada aluminium murni, efisiensi inhibisinya 71 % namun belum ada penelitian lanjut bagaimana mekanisme inhibisinya. Natrium tartrat adalah inhibitor anodik yang merupakan senyawa organik ampifilik yaitu suatu garam organik yang anionnya mempunyai gugus polar dan gugus non polar. Garam-garam organik ampifilik seperti natrium merupakan inhibitor anodik serta ramah lingkungan.Asam

sitrat memiliki rumus kimia C6H8O7 dan rumus molekulnya adalah CH2(COOH)COH(COOH) CH2(COOH) (masa relatif = 221). Nama lain dari asam sitrat adalah asam 2-hidroksi 1,2,3 propanatrikarboksilat. Penentuan laju korosi dilakukan dengan metode pengukuran tahanan polarisasi linier. Polarisasi terjadi bila suatu logam tidak berada dalam kesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion-ionnya, potensial elektrodanya berbeda dari potensial korosi bebas dan selisih antara keduanya.

MATERI DAN METODE

Bahan

Sampel lempeng logam aluminium tebal 1,2 mm dengan ø =14 mm, EDAX, dan Inhibitor Natrium sitrat.

Peralatan

Metoda eksperimental laboratorium secara elektrokimia dan metode tahanan polarisasi linier untuk menentukan laju korosi.

Cara Kerja

Sampel yang diuji berupa lempeng logam aluminium tebal 1,2 mm dengan ø =14 mm. Sampel tersebut dikarakterisasi menggunakan EDAX, kemudian ditentukan kondisi kerja (konsentrasi inhibitor 60 ppm; pH 3; temperatur 250C (menurut Nyoman, 2000; Shao, 2002). Inhibitor yang diuji adalah natrium sitrat. Dari kondisi-kondisi tadi selanjutnya terhadap logam aluminium dilakukan pengujian korosi dengan metode tahanan polarisasi linier untuk menentukan laju korosi. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan morfologi pada permukaan aluminium : sebelum terkorosi, setelah terkorosi dan setelah terkorosi dengan penambahan inhibitor.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis dengan menggunakan Energy

Dispersive Analys X-ray (EDAX)

Analisis      aluminium      dengan

menggunakan energy dispersive analys x–ray

(EDAX) bahwa kemurniannya 100 %, disajikan pada Gambar 1.

Aluminium telah banyak digunakan pada industri – industri, sehingga perlu diadakan perlakuan khusus terhadap medium tempat bekerjanya aluminium untuk meningkatkan ketahanan korosinya terhadap lingkungan yang ada, yaitu dengan inhibitor (Megvid,2003).

Uji Korosi dengan menggunakanTahanan Polarisasi Linier

Hasil analisis uji korosi dilakukan dengan menggunakan tahanan polarisasi linier (Gambar 2), aluminium dimasukkan ke dalam larutan medium 1 % NaCl 0,1 M HCl, lalu dimasukkan inhibitor 60 ppm natrium sitrat pH 3 dan temperatur 250C.

Dari Gambar 2 diperoleh efisiensi inhibisi ( IE ) sebesar :

ie = ~~—— x 100% Hp1

(0,138-0,023) _____ x 100%

IE =  82,80 %

Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi inhibisi sebesar 82,80 %, berarti natrium sitrat dapat digunakan sebagai inhibitor pada aluminium murni.

Cacahan (cpd)


Energi (keV)

Gambar 1. EDAX Aluminium

Gambar 2. Uji korosi aluminium dengan inhbitor natrium sitrat pH 3, temperatur 250C dengan menggunakan tahanan polarisasi linier

Gambar 3. Hasil uji korosi aluminium dengan inhbitor natrium sitrat pH 3, temperatur 250C dengan menggunakan tahanan polarisasi linier

Tabel 1. Perhitungan laju korosi sebelum dan setelah ditambahkan inhibitor

No

Rp (k ohm cm2)

Ikor (µA/cm2)

Laju Korosi

(μm∕th)

Keterangan

1   a

0,02

1,28

13,8

Blanko

b

0,13

0,18

2,11

Natrium Sitrat

Dari Gambar 3. diperoleh efisiensi inhibisi sebesar :

x 100%

(0,355-0,042) _____

x 100%

0,36

IE =  86,90 %

Perhitungan Laju Korosi

Perhitungan dari laju korosi sebelum dan setelah ditambahkan inhibitor dapat dilihat pada Tabel 1.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa penambahan inhibitor tahanan polarisasi (Rp) semakin besar, arus korosi (icorr) semakin kecil sedangkan laju korosi semakin kecil. Dengan

laju korosi. Hal ini berarti dengan penambahan inhibitor garam-garam natrium dan kalsium dari anion ampifilik sitrat dan stearat dapat memperkecil laju korosi maka mengakibatkan laju korosi pada aluminium semakin lambat.

Analisis dengan menggunakan Spektrometri Infra Red (FTIR)

Analisis spektrometri FTIR reflaktan digunakan untuk membandingkan gugus fungsi yang terjadi sebelum dan sesudah inhibisi.

Spektrum spektrometri FTIR Alumina (Al2O3) digunakan sebagai pembanding, ditunjukkan pada Gambar 4. berikut dan data bilangan gelombang, bentuk pita, intensitas dan gugus terkait yang mungkin ditunjukkan pada Tabel 2.

Gambar 4.  Spektrum dari Al2O3 menggunakan FTIR reflaktan P/N seri 19756


Data spektrum spektrometri FTIR dari alumina (Al2O3) menunjukkan bahwa pita serapan pada daerah bilangan gelombang 33501670 cm-1 diduga merupakan serapan untuk gugus OH- yang terikat pada Al2O3. Pita serapan di daerah bilangan gelombang 1200-950 cm-1 diduga merupakan serapan gugus AlO-.

Spektrum spektrometri FTIR natrium sitrat sebagai inhibitor ditunjukkan pada Gambar 5. dan data bilangan gelombang, bentuk pita, intensitas dan gugus terkait yang mungkin ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 2. Data spektrum spektrometri FTIR (bilangan gelombang, bentuk pita, intensitas dan gugus terkait yang mungkin dari Al2O3)


Bilangan gelombang (cm-1)

Bentuk pita

Intensitas

Gugus terkait yang mungkin

3350-1670

Melebar

Kuat

OH

1200-950

Tajam

Sedang

AlO-

Gambar 5. Spektrum spektrometri FTIR dari logam aluminium dengan inhibitor 60 ppm natrium sitrat pH 3

Tabel 3. Data spektrum spektrometri FTIR (bilangan gelombang, bentuk pita, intensitas dan gugus terkait yang mungkin dari Al2O3)

Bilangan gelombang (cm-1)

Bentuk pita

Intensitas

Gugus terkait yang mungkin

3350-1670

Melebar

Kuat

OH

1600-1300

Tajam

Lemah

AlO-

1350-1200

Tajam

Sedang

νC=O

1000-700

Tajam

Sedang

O-K

Data spektrum spektrometri FTIR dari aluminium dengan inhibitor natrium sitrat menunjukkan bahwa pita serapan pada daerah bilangan gelombang ν 3350-1670 cm-1diduga merupakan serapan untuk gugus OH- yang terikat pada Al2O3.Pita serapan di daerah bilangan gelombang ν 1600-1300 cm-1 diduga merupakan serapan gugus AlO-. Pita serapan tajam dengan intensitas sedang di daerah bilangan gelombang ν 1350-1200 cm-1 diduga merupakan serapan ulur C = O, sedangkan pita serapan di daerah bilangan gelombang ν 1000700 cm-1 diduga merupakan serapan untuk gugus O-K

Dari data tersebut maka gugus fungsi sebelum ditambah inhibitor adalah gabungan gugus fungsi yang terdapat pada setelah penambahan inhibitor, jadi tidak ada gugus fungsi yang baru.

Garam – garam organik ampifilik separti natrium dari anion ampifilik sitrat merupakan inhibitor anodik serta ramah lingkungan. Asam sitrat memiliki rumus kimia: C6H8O7 dan rumus molekulnya adalah CH2(COOH)COH(COOH)CH2(COOH) (masa relatif = 221). Nama lain dari asam sitrat adalah asam 2-hidroksi 1,2,3 propanatrikarboksilat.

Inhibitor natrium dari anion ampifilik dari sitrat berfungsi sebagai pengadsorpsi inhibitor (lapisan film tipis) pada permukaan aluminium yang terkorosi sehingga mengubah karakteristik lingkungan, yaitu dengan menghasilkan endapan yang bersifat sebagai pelindung terhadap korosi yang tengah berlangsung dan membuat korosi tidak aktif lagi, sehingga tidak dapat menyebabkan korosi pada aluminium dalam lingkungan asam khususnya pada pH 3 dan temperatur 25 0C.

Mekanisme Inhibisi Aluminium dengan Garam-garam Natrium dari Anion Ampifilik Sitrat

Mekanisme inhibisi aluminium dengan inhibitor natrium sitrat.

  • 1.    Mekanisme korosi aluminium sbb:

2 Al (s) + 6 HCl (aq ) ÷

2 AlCl3 (ag)

2 Al3+ + 6 OH

2 Al(OH)3

3 H3O

2 AlCl3(aq) + 3 H2(g)

2 Al 3+ + 6 Cl

2 Al(OH)3

Al2O3 + 3 H2O

3 OH - + 3/2 H2


  • 2.    Mekanisme inhibisi aluminium dengan inhibitor natrium, kalsium sitrat dan stearat sbb:  Setelah aluminium terkorosi maka

disuntikkan dengan menggunakan natrium dan kalsium sitrat atau stearat, hal ini mengakibatkan aluminium teradsorpsi di permukaan (dapat dilihat pada Gambar 6-8).


A = Anoda

K = Katoda


Gambar 6. Model mekanisme elektrokimia reaksi korosi aluminum tanpa inhibitor

Dari Gambar 6-8 dapat dilihat bahwa pada anoda aluminium melepaskan elektron (teroksidasi), reaksi 2 Al ÷ 2Al 3+ + 6e-, dan

pada katoda tereduksi (menerima elektron), reaksi 2H+ + 2e- ÷ H2 (g), selanjutnya di anoda OH- bergabung dengan Al3+ membentuk Al(OH)3 sebagai hasil korosi reaksi sebagai berikut:

2 Al3+ + 6 OH- ÷ 2 Al(OH)3

Setelah inhibitor disuntikkan maka terbukti bahwa laju korosi turun (dapat dilihat dari hasil LPR pada Gambar 6-8). Diduga terjadi adsorpsi permukaan dari inhibitor pada permukaan aluminium. Dengan adanya lapisan permukaan maka reaksi pada nomor 3-4 akan dihambat keberlangsungannya, sehingga reaksi korosi menjadi terhambat, sebagaimana dilihat pada Gambar 7-8

= Inhibitor OO


data KCKT + UV + MO


Gambar 7. Model mekanisme elektrokimia reaksi korosi dengan inhibitor ← kalsium sitrat

Dari Gambar 8 menunjukkan bahwa terjadi adsorpsi permukaan dari inhibitor pada permukaan aluminium. Dengan adanya lapisan permukaan maka reaksi pada nomor 3-5 dapat dihambat keberlangsungannya, sehingga reaksi korosi menjadi dihambat. Adsorpsi pada permukaan aluminium juga dibuktikan dari data kromatografi KCKT

UV + MO


Gambar 8. Model mekanisme elektrokimia reaksi korosi dengan inhibitor kalsium stearat

Analisis dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Pengukuran     kromatografi dengan

KCKT, inhibitor natrium sitrat dengan medium 1 % NaCl 0,1 M HCl tanpa aluminium λmax 210 nm, dapat dilihat pada Gambar 9.

Waktu Retensi (menit)


Gambar 9. Kromatogram larutan natrium sitrat dengan 1 % NaCl 0,1 M HCl

Hasil pengukuran kromatografi dengan KCKT, aluminium dengan inhibitor natrium sitrat dengan medium 1 % NaCl 0,1 M HCl λmax 227,5 nm, dapat dilihat pada Gambar 10.

Dari data kromatografi KCKT (Gambar 11-12) diperoleh konsentrasi sampel (natrium sitrat) adalah 0,0220 mol inhibitor natrium sitrat dalam tiap 1 g serbuk aluminium 100 mesh. Hal ini menunjukkan bahwa adsorpsi pada permukaan aluminium sebesar 0,0220 mol inhibitor natrium sitrat dalam tiap 1 g serbuk aluminium 100 mesh.

Panjang Gelombang (nm)



Gambar 11.  Kromatogram larutan natrium

sitrat dengan 1 % NaCl 0,1 M HCl


Gambar 12. Kromatogram larutan natrium sitrat dengan 1 % NaCl 0,1 M HCl dengan adanya aluminium

Gambar 10. Kromatogram larutan natrium sitrat dengan 1 % NaCl 0,1 M HCl dengan adanya aluminium l

Analisis dengan menggunakan Spetrometri Ultra Violet (UV)

Analisis derngan spektrometri UV, inhibitor natrium sitrat dengan medium 1 %

NaCl 0,1 M HCl λmax 226,5 nm tanpa

aluminium, dapat dilihat pada Gambar 11. Pengukuran dengan menggunakan spektrometri UV, aluminium dengan inhibitor natrium sitrat dengan medium 1 % NaCl 0,1 M HCl λmax

227,0 nm, dapat dilihat pada Gambar 12.

Dari data spektrometri UV (Gambar 1415) diperoleh konsentrasi sampel (natrium sitrat). adalah 0,0375 mol inhibitor natrium sitrat dalam tiap 1 g serbuk aluminium 100 mesh. Hal ini menunjukkan bahwa adsorpsi pada permukaan aluminium sebesar 0,0375 mol inhibitor kalsium sitrat dalam tiap 1 g serbuk aluminium 100 mesh.

Dari hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa inhibitor anion sitrat sangat baik untuk menginhibisi aluminium murni, hal ini disebabkan anion dari sitrat mempunyai 2 ikatan kovalen koordinasi yang cukup kuat untuk mengadsorpsi pada permukaan aluminium, dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Model adsorpsi natrium sitrat


Dari Gambar 14 menunjukkan bahwa pada permukaan aluminium murni ada lubang-lubang kecil yang pertumbuhannya berlangsung relatif singkat. Lubang-lubang kecil ini biasanya membentuk korosi sumuran (pitting corrosion).


Keterangan :



Anion sitrat



Analisis dengan menggunakan Mikroskop Optik (MO)

Analisis permukaan aluminium sebelum dan setelah disuntikkan inhibitor dengan menggunakan Mikroskop Optik (MO) dilihat Gambar 14.

Gambar 14. Permukaan aluminium murni (Perbesaran pada negatif 35 mm, 100x)

Gambar 15. Permukaan aluminium dengan 1% NaCl 0.1 M HCl (Perbesaran pada negatif 35 mm, 100x)

Gambar 16. Permukaan aluminium dengan 1 % NaCl 0.1 M HCl dengan inhibitor natrium sitrat (Perbesaran pada negatif 35 mm, 100x)

Korosi sumuran dapat terjadi pada permukaan logam yang kontak langsung dengan udara lembab, umumnya logam yang memiliki lapisan pasif dan tanpa keberadaan inhibitor.

Dari Gambar 15 menunjukkan bahwa permukaan      aluminum   murni setelah

penambahan larutan medium (1 % NaCl 0.1M HCl) maka semakin jelas dibuktikan pada aluminium terjadi korosi sumuran (pitting corrosion). Dalam penelitian ini untuk mencegah terjadinya korosi sumuran digunakan inhibitor.

Dari Gambar 16 menunjukkan bahwa dengan penambahan inhibitor natrium sitrat ke aluminium murni maka pada permukaan aluminium korosi sumuran yang terbentuk semakin berkurang atau   dengan kata lain

keberadaannya dapat dicegah. Hal ini terjadi karena natrium sitrat mempunyai 2 ikatan kovalen koordinasi uang cukup kuat untuk menghalangi terjadinya korosi pada aluminium (adsorpsi pada permukaan aluminium).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

  • 1.    Efisiensi inhibisi menggunakan tahanan polarisasi linier yaitu : natrium sitrat 82,80 %,

  • 2.    Laju korosi setelah penambahan inhibitor untuk menginhibisi aluminium dengan menggunakan natrium sitrat sebesar 2,11 μm pertahun

  • 3.    Analisis spektrometri FTIR reflaktan menunjukkan bahwa aluminium dengan inhibitor : natrium sitrat pada spektrum 3350-1670 cm-1 (gugus OH- pada Al2O3), 1600-1300 cm-1 (gugus AlO-), 1350-1200 cm-1 (gugus C = O), 1000-700 cm-1 (gugus

O-K);

  • 4.    Perhitungan dari data kromatografi KCKT diperoleh masing-masing inhibitor yang teradsorpsi pada permukaan aluminium sebesar : 0,0220 mol natrium sitrat, untuk tiap 1 g serbuk aluminium 100 mesh.

  • 5.    Perhitungan dari data spektrometri UV diperoleh masing-masing inhibitor yang teradsorpsi pada permukaan aluminium sebesar masing-masing sebesar: 0,0375 mol natrium sitrat untuk tiap 1 g serbuk aluminium 100 mesh.

  • 6.    Analisis mikroskopi MO menunjukkan bahwa dengan penambahan inhibitor

natrium sitrat ke aluminium murni maka pada permukaan aluminium korosi sumuran yang terbentuk tidak muncul atau dengan kata lain keberadaanya dapat dicegah.

Saran

Perlu diteliti lagi iabilitor – iabilitor lain untuk menginhibilisi logam aluminium dan logam-logam lainnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bradford, S.A. (1992). Corrosion Control, John Wiley & Sons Ltd, New York.

Fontana, M.G. (1987). Corrosion Engineering Third Edition, McGraw-Hill Book Company, New York.

Jones, D.A. (1992). Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan Publishing Company, New York.

Kenneth, R. (1995). Corrosion, 2nd Edition, Longman Singapore.

Meguid, E.A., and Mahmoud, E.A. (2003). Inhibition     of Bromide-Pitting

Corrosion of Type 904L Stainless Steel, Journal of Corrosion Science Section, 104-111.

Nyoman (2000). Pengendalian Korosi Paduan Aluminium Menggunakan Inhibitor Natrim Benzoat, Disertasi, Jurusan Teknik Kimia, ITB, Bandung.

Pourbaix, M. (1974). Atlas of Electrochemical Equilibria in Aqueous  Solutions,

National Association of Corrosion Engineers, Houston, Texas, USA.

Shao, H.B. (2001). Inhibition Effect of Calcium Tartrate on the Corrosion of Pure Aluminum in an Alkaline Solution, Journal of Corrosion Science Section, 577-580

112