ISSN 1907-9850

AKTIVITAS ANTITUBERKULOSIS EKSTRAK METANOL DAUN KEDONDONG HUTAN (SPONDIAS PINNATA (L.f.) Kurz.)

ANTITUBERCULOSIS ACTIVITY OF METHANOLIC EXTRACT OF KEDONDONG HUTAN (SPONDIAS PINNATA (L.f.) Kurz.) LEAVES

Ida Bagus Nyoman Putra Dwija1, I Ketut Juniarta2, Sagung Chandra Yowani2, dan Ni Putu Ariantari2*

1 Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Umum Universitas Udayana 2 Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, Jalan Kampus Bukit-Jimbaran, Badung-Bali, email: [email protected]

ABSTRAK

Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan global. Munculnya strain bakteri Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat antituberkulosis baik lini pertama maupun lini ke dua, mendorong penemuan obat alternatif yang berperan sebagai komplemen maupun pengganti obat antituberkulosis saat ini. Kedondong hutan (Spondias pinnata (L.f) Kurz), suku Anacardiaceae, secara tradisional sering digunakan untuk pengobatan batuk kronis, yang merupakan salah satu gejala umum tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antituberkulosis ekstrak metanol daun kedondong hutan terhadap isolat Mycobacterium tuberculosis strain multidrug resistant. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan metanol, dilanjutkan dengan skrining fitokimia. Pengujian aktivitas antituberkulosis ekstrak dilakukan dengan metode proporsi pada konsentrasi 10, 50 dan 250 mg/mL dengan dan tanpa rifampisin 40 µg/mL menggunakan medium L-J. Pengamatan dilakukan setiap hari pada minggu ke-3 hingga minggu ke-4, data yang didapat dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak metanol daun kedondong hutan mengandung triterpenoid dan flavonoid. Aktivitas antituberkulosis ekstrak daun kedondong hutan pada konsentrasi 10 mg/mL tunggal sebesar 52-73%, dan kombinasi ekstrak 10 mg/mL + 40 µg/mL rifampisin sebesar 85-89,5%. Aktivitas antituberkulosis ekstrak pada konsentrasi 50 dan 250 mg/mL baik tunggal maupun kombinasi sebesar 100%. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ekstrak metanol daun kedondong hutan memiliki potensi sebagai antituberkulosisl.

Kata kunci : daun Spondias pinnata (L.f) Kurz, Mycobacterium tuberculosis, aktivitas antituberkulosis

ABSTRACT

Tuberculosis remains global health problem nowadays. The presence of resistant strain of Mycobacterium tuberculosis against first and second line antiberculosis drugs, support any effort for discovering alternative and complementary therapy. Kedondong Hutan (Spondias pinnata (L.f) Kurz.) belongs to Anacardiaceae family, traditionally used to treat chronic cough, which is one of common symptoms of tuberculosis. The objective of this study was to investigate antituberculosis activity of methanolic extract of Kedondong hutan leaves against multidrug resistant strain of M. tuberculosis. Kedondong hutan leaves were extracted with methanol continued with phytochemical analysis. Antituberculosis activity assay of this extract was performed by proportion method using L-J medium. Extract was tested within 3 different concentration of 10, 50 and 250 mg/mL, with and without any additional rifampicin of 40 µg/mL. The observation of colonies was done every day started from 3rd week until 4th week and then analyzed qualitatively. The result of phytochemical analysis showed the presence of triterpenoids and flavonoids. Antituberculosis activity of kedondong hutan leaves extract at a concentration of 30 mg/mL was 52-73% and that ofcombination of 10 mg/mL extract + 40 µg/mL rifampicin was 85-89.5%. Extract concentration of 50 and 250 mg/mL, alone and combined with rifampicin showed growth inhibiton of 100%. In conclusion, methanol extract of kedondong hutan leaves has a potential antituberculosis activity.

Keywords : Spondias pinnata (L.f) Kurz leaves, Mycobacterium tuberculosis, antituberculosis activity

PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dengan gejala umum batuk kronis (Tjay dan Rahardja, 2007). Saat ini, Indonesia berada pada peringkat kelima di antara negara dengan jumlah pasien tuberkulosis terbanyak di dunia, dengan jumlah penderita sekitar 430.000 pasien baru per tahun serta angka kematian sebesar 61.000 per tahun. Masalah tuberkulosis diperberat dengan adanya koinfeksi dengan HIV yang meningkatkan angka kejadian tuberkulosis secara signifikan (Kemenkes RI, 2011). Peningkatan kasus resistensi bakteri M. tuberculosis terhadap obat-obat antituberkulosis, baik lini pertama maupun lini kedua juga merupakan tantangan besar pada penanggulangan penyakit ini. Upaya berkesinambungan dalam pengembangan obat antituberkulosis menjadi strategi penting dalam penanganan tuberkulosis.

Eksplorasi tanaman obat merupakan salah satu sumber potensial untuk menemukan bahan aktif dalam pengembangan obat tuberkulosis. Daun Kedondong hutan (Spondias pinnata (L.f.) Kurz. suku Anacardiaceae merupakan salah satu tanaman obat yang secara tradisional digunakan sebagai obat batuk kronis (Johnny, 1994). Ekstrak etanol daging buah S. pinnata dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap     bakteri     Escherichia     coli,

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa (Keawsa-ard, 2009). Kajian ilmiah mengenai aktivitas antituberkulosis tanaman ini belum pernah dilaporkan. Beberapa tanaman dari suku Anacardiaceae dilaporkan memiliki aktivitas antituberkulosis yaitu Spondias mombin L (Olugbuyiro et al., 2009) dan Mangifera

indica (Balestieri et al., 2001). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas antituberkulosis ekstrak metanol daun kedondong hutan dan potensinya sebagai kombinasi terapi dengan rifampisin.

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan tanaman

Daun kedondong hutan diperoleh dari daerah Bukit Jimbaran, Badung-Bali dan telah dideterminasi di Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Udayana. Daun kedondong hutan dikumpulkan dan dikeringkan dengan diangin-anginkan.

Isolat bakteri

Isolat bakteri M. tuberculosis diperoleh dari RSUP Sanglah Denpasar dan telah melalui uji sensitivitas obat di Laboratorium Kesehatan Daerah Surabaya. Strain isolat bakteri yang digunakan adalah strain resisten terhadap rifampisin dan isoniazid (multidrug resistant).

Cara Kerja

Ekstraksi Daun kedondong hutan

Satu kilogram serbuk kering daun kedondong hutan diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan 18 L pelarut metanol. Maserat dienapkan semalam, disaring dan pelarut diuapkan dengan vaccum rotary evaporator pada suhu 50ºC sehingga diperoleh 102,7 g ekstrak kental.

Skrining fitokimia

Skrining fitokimia ekstrak metanol daun kedondong hutan untuk menguji keberadaan kandungan minyak atsiri, alkaloid, glikosida, steroid, terpenoid, saponin, tanin dan flavonoid, dilakukan dengan mengacu pada prosedur standar (Departemen Kesehatan RI, 1989; Evans, W.C., 2000; Jones, W. P. and Kinghorn A. D., 2006).

Uji aktivitas antituberkulosis

Uji aktivitas antituberkulosis dilakukan dengan metode proporsi menggunakan medium Lowenstein-Jensen (L-J), mengacu pada Gupta, et al. (2010) Ekstrak daun kedondong hutan ditimbang dan dicampurkan dengan medium L-J sehingga diperoleh tiga seri konsentrasi yaitu 10, 50 dan 250 mg/mL dengan dan tanpa penambahan 40 µg/mL rifampisin. Kontrol negatif berupa medium L-J tanpa ekstrak dan kontrol obat berupa medium L-J yang dicampurkan dengan obat rifampisin. Bakteri uji dimasukkan pada masing-masing media dan diinkubasi pada inkubator CO2 suhu 370C selama

4 minggu. Pengamatan jumlah koloni bakteri dilakukan setiap hari selama 8 hari mulai minggu ke-3 sampai minggu ke-4.

Analisis data

Analisis data hasil uji aktivitas antituberkulosis ekstrak metanol daun kedondong hutan dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan membandingkan jumlah cfu (colony forming unit) dari kelompok perlakuan terhadap kontrol negatif. Persentase hambatan pertumbuhan M. tuberculosis tiap kelompok perlakuan dihitung dari perbandingan antara jumlah cfu kelompok perlakuan terhadap kontrol negatif dikalikan 100%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil skrining fitokimia ekstrak daun

kedondong hutan menunjukkan adanya

kandungan triterpenoid dan flavonoid. Perkembangan jumlah koloni bakteri M. tuberculosis selama waktu pengamatan ditampilkan pada tabel 1.

Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa pertambahan jumlah koloni yang pesat terjadi pada kelompok kontrol negatif dan kontrol obat rifampisin. Pertambahan jumlah koloni juga terjadi pada kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak daun kedondong hutan konsentrasi 10 mg/mL tunggal maupun kombinasi dengan rifampisin, dengan jumlah pertambahan koloni jauh lebih rendah daripada kelompok kontrol negatif dan kontrol obat. Pertambahan jumlah koloni pada model kombinasi ekstrak dan rifampisin lebih rendah daripada ekstrak tunggalnya. Pada kelompok perlakuan ekstrak konsentrasi 50 dan 250 mg/mL baik tunggal maupun kombinasi dengan rifampisin tidak teramati adanya pertumbuhan koloni M. tuberculosis.

Tabel 1. Perkembangan jumlah cfu M. tuberculosis strain MDR pada Media L-J tiap kelompok perlakuan setiap hari selama 8 hari dari minggu ke-3 sampai minggu ke-4

Jumlah cfu pada media

Minggu ke-

Hari ke-

Kontrol negatif

Kontrol obat

Ekstrak tanaman

Ekstrak tanaman + Rifampisin

Rifam-pisin

10 mg/mL

50 mg/mL

250 mg/mL

10 mg/mL + 40 µg/mL

50 mg/mL + 40 µg/mL

250 mg/mL + 40 µg/mL

3

1

44

39

21

0

0

8

0

0

2

49

44

21

0

0

8

0

0

3

53

50

21

0

0

8

0

0

4

60

57

21

0

0

9

0

0

4

5

66

63

22

0

0

9

0

0

6

71

70

22

0

0

9

0

0

7

79

80

22

0

0

9

0

0

8

86

87

23

0

0

9

0

0

Tabel 2. Persentase hambatan pertumbuhan isolat M. tuberculosis strain MDR pada tiap kelompok perlakuan setiap hari dari minggu ke-3 sampai ke-4

Minggu  Hari      %

ke-     ke-   Hambatan

% Hambatan Ekstrak tanaman     % Hambatan Ekstrak tanaman +

Rifampisin

Rifampisin 40 µg/mL

10         50        250        10         50       250

mg/mL   mg/mL   mg/mL   mg/mL +  mg/mL +  mg/mL

40 µg/mL 40 µg/mL   + 40

µg/mL

3       1      11,36%

2     10,20%

3      5,66%

4     5,00%

52,27%    100%     100%    81,82%    100%    100%

57,14%    100%     100%    83,67%    100%    100%

60,38%    100%     100%    84,91%    100%    100%

65,00%    100%     100%    85,00%    100%    100%

4       5      4.55%

66,67%    100%     100%    86,36%    100%    100%

6      1,41%

7      0%

69,01%    100%     100%    87,32%    100%    100%

72,15%    100%     100%    88,61%    100%    100%

8      0%

73,26%    100%     100%    89,53%    100%    100%

Persentase hambatan pertumbuhan M. tuberculosis pada tiap kelompok perlakuan ditampilkan pada tabel 2. Data pada tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan dengan ekstrak daun kedondong hutan konsentrasi 10 mg/mL memberikan persentase hambatan pertumbuhan yang meningkat seiring dengan lamanya waktu pengamatan mulai pengamatan ke-1 hingga ke-8 dan pada perlakuan dengan ekstrak konsentrasi 10 mg/mL yang dikombinasi dengan rifampisin memberikan persentase hambatan yang lebih besar daripada ekstrak tunggalnya yang mengalami peningkatan mulai pengamatan ke-1 hingga ke-8. Perlakuan dengan ekstrak konsentrasi 50 dan 250 mg/mL baik tunggal maupun kombinasi dengan rifampisin memberikan persentase hambatan yang sama selama waktu pengamatan, sebesar 100%.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak metanol daun kedondong hutan dengan konsentrasi 10, 50 dan 250 mg/mL mampu menghambat pertumbuhan bakteri M. tuberculosis dengan persentase hambatan jauh lebih besar daripada perlakuan dengan rifampisin. Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini merupakan strain multidrug

resistant terhadap obat rifampisin dan isoniazid, sehingga sejalan dengan data persentase hambatan yang ditunjukkan dengan pemberian rifampisin yang cenderung menurun selama waktu pengamatan bahkan tidak memberikan aktivitas hambatan pada akhir waktu pengamatan. Menurut Gupta et al. (2010), bahwa ekstrak dinyatakan memiliki aktivitas antituberkulosis apabila memberikan peningkatan hambatan pertumbuhan M. tuberculosis yang sebanding dengan waktu. Suatu ekstrak juga dinyatakan aktif sebagai antituberkulosis apabila persentase hambatannya ≥ 90%. Mengacu pada pustaka tersebut, ekstrak metanol daun kedondong hutan memiliki aktivitas antituberkulosis yang poten dan prospektif untuk dikembangkan sebagai antituberkulosis dari bahan alam. Kombinasi ekstrak daun kedondong hutan konsentrasi 10 mg/mL dengan rifampisin memberikan peningkatan aktivitas antituberkulosis yang cukup besar dibandingkan dengan ekstrak dan rifampisin sendiri. Kombinasi ekstrak konsentrasi 50 dan 250 mg/mL dengan rifampisin memberikan aktivitas antituberkulosis sama besar dengan ekstrak sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak konsentrasi 10 mg/mL dengan rifampisin

merupakan model kombinasi yang lebih efisien untuk dikembangkan sebagai antituberkulosis, dan kombinasi ekstrak pada konsentrasi lebih tinggi dengan rifampisin kurang efisien lagi karena ekstrak sendiri pada konsentrasi 50 dan 250 mg/mL sudah memberikan hambatan sebesar 100%.

Kandungan kimia flavonoid dan triterpenoid dalam ekstrak metanol daun kedondong hutan kemungkinan berkontribusi pada aktivitas antituberkulosisnya. Berbagai hasil penelitian mengenai aktivitas antituberkulosis golongan flavonoid dan triterpenoid juga telah dilaporkan. Cowman (1999), melaporkan bahwa senyawa yang diduga aktif sebagai antituberkulosis pada tanaman Matricaria chamomilla adalah golongan senyawa flavonoid. Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri secara umum adalah dengan membentuk ikatan kompleks dengan protein yang terdapat pada dinding sel bakteri. Mekanisme kerja flavonoid sebagai antomikobakteria belum pernah dilaporkan.

Penelitian sebelumnya mengenai aktivitas antituberkulosis S. mombin L. menyebutkan bahwa kandungan kimia yang diduga aktif sebagai antituberkulosis ekstrak tanaman tersebut adalah golongan triterpenoid (Olugbuyiro et al., 2009). Mekanisme kerja senyawa golongan triterpen sebagai antibakteri secara umum belum diketahui dengan jelas, tetapi diduga kerja triterpen dengan melisiskan dinding sel bakteri (Cowman, 1999). Mekanisme kerja triterpen sebagai antimikobakteria belum pernah dilaporkan, namun adanya subtituen hidroksil atau keto pada cincin A atau B dan subtituen karboksil pada cincin D/E pada struktur inti pentasiklik triterpenoid dilaporkan memberikan aktivitas antituberkulosis. Sifat triterpen yang cenderung semi polar hingga non polar memudahkannya berpenetrasi melewati dinding sel M. tuberculosis yang kaya akan lipid (Jimenez, 2007).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak metanol daun kedondong hutan memiliki aktivitas antituberkulosis terhadap

isolat M. tuberculosis strain MDR dan perlakuan kombinasi ekstrak dengan rifampisin mampu meningkatkan aktivitas antituberkulosis.

Ekstrak metanol daun kedondong hutan potensial dikembangkan sebagai antituberkulosis untuk komplemen terapi saat ini.

Saran

Penelitian lebih lanjut untuk menelusuri senyawa aktif antituberkulosis dari ekstrak daun kedondong hutan sangat prospektif untuk dilakukan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai dari Dana DIPA Universitas Udayana melalui Hibah Dosen Muda dengan nomor kontrak: 1637A.81/UN.14/KU.03 .04/PERJANJIAN/201, tanggal 6 Mei 2011.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 1989, Materia Medika Indonesia V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, p. 549-553

Evans, W. C. and Evans, D.,  2002.

Pharmacognosy, Fifteenth Edition, Saunders, Philadelphia, p. 223-337

Gupta, R., B., Thakur, P. Singh, H. B., Singh, V. D., Sharma, V. M., Katoch, and S. V. S. Cauhan, 2010, Antituberculosis Activity of Selected Medicinal Plants Against Multi Drug Resisten Mycobacterium tuberculosis Isolates, International Journal Medicine Research, 811-812

Jones, W. P. and Kinghorn A. D., 2006,

Extraction of Plant Secondary Metabolites, In: Sarker, S. D., Latif, Z., and Gray, A. I., 2006, Natural Products Isolation, Second Edition, Humana Press, New Jersey

Kemenkes RI, 2011, Pedoman Pelaksanaan Hari TB Sedunia 2011, (serial online), (Cited 2011, Sept, 12). Available from: http://www.tbindonesia.or.id/pdf/PEDO MAN_HTBS_2011.pdf

Balestieri, F. M. P., P. R. T. Romao, J. T. De souto, and M. A. L. Torres, 2001, Mangifera indica L.(Ancardiaceae) Stem Bark Extract Inhibits Mice Humoral Immune Respone, Acta Farm. Bonaerense, 4 (4) : 252-253

Cowman, M. M.,  1999, Plant Producst as

Antimicrobial      Agent,      Clinical

Microbiology Reviews, 12 (4) : 566-568

Jimenez, A. A., M. Meckes, J. Torres, and J. L. Herrera, 2007, Antimicobacterial Triterpenoids From Lantana Hispida (Verbenaceae),       Journal       of

Ethnopharmacology, p. 202-205

Johnny, R. H., 1994, Invetarisasi Tanaman Obat Indonesia, Edisi III, Depkes RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Keawsa-ard, S. and B. Liawruangrath, 2009, Antimicrobial Activity of Spondias pinnata Kurz. Pure and Applied Chemistry International Conference, p. 428-429

Olugbuyiro, J. A. O., Mody, J. O., and Hamann, M. T.,  2009, AntiMtb Activity Of

Triterpenoid-Rich Fractions From Spondias mombin L. African Journal of Biotechnology, 8 (9) : 1807-1809

Tjay, T. H. dan Raharja, K., 2007, Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek   Sampingnya,   Elex Media

Komputindo, Jakarta, p. 154

30