JURNAL KIMIA 6 (2), JULI 2012 : 178-182

IDENTIFIKASI SENYAWA TOKSIK EKSTRAK KLOROFORM KULIT BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L.)

Sri Rahayu Santi, I Wayan Suirta, dan Kadek Agus Andika Pratama

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

ABSTRAK

Identifikasi senyawa toksik dari ekstrak kloroform kulit biji nyamplung (Chalohyllum inophyllum L.) telah dilakukan. Ekstraksi sekitar 1 kg kulit biji nyamplung secara maserasi menghasilkan ekstrak pekat n-heksana (2,85 g) berwarna kuning, ekstrak pekat kloroform (7,42 g) berwarna kuning, dan ekstrak pekat air (4,71 g) berwarna merah. Pemisahan 2 g ekstrak kloroform secara kromatografi kolom dengan fase diam silika gel 60 dan fase gerak kloroform-metanol (9,5:0,5 v/v) menghasilkan 4 fraksi, dimana fraksi berwarna kuning dengan noda tunggal sebanyak 0,473 g bersifat paling toksik terhadap larva udang (LC50 =8,241 ppm). Identifikasi isolat paling toksik dengan kromatografi gas-spektroskopi massa melalui pendekatan data base (WILEY229.LIB) diduga mengandung senyawa asam heksadekanoat (21,02%); asam 8-oktadekenoat (59,55%), dan asam oktadekanoat (19,43%).

Kata kunci : Calophyllum inophyllum L., Nyamplung, toksisitas

ABSTRACT

Identification of active toxic compounds from chloroform extract Nyamplung skin bean (Calophyllum inophyllum L) have been conducted. As much as 2,85 g n-hexane extract, 7,42 chloroform extract, and 4,71 water extract were resulted from 1 kg Nyamplung skin bean. Separation of 2 g chloroform extract using column chromatography (stationary phase: silica gel 60 and mobile phase chloroform-methanol 9,5:0,5) resulted in four fraction with yellowish fraction (0,473 g) as the most toxic fraction (LC50 8,241 ppm). Identification using GC-MS showed that the isolate was hexadecanoic acid (21,02%), 8-octadecenoic acid (59,55%), and oktadecanoic acid(19,43%).

Keywords : Calophyllum inophyllum L., Nyamplung, toxicity

PENDAHULUAN

Tanaman selain digunakan sebagai bahan pangan juga dimanfaatkan sebagai obat. Tanaman obat adalah tanaman yang bagian-bagiannya digunakan sebagai obat atau ramuan obat. Penggunaan tanaman sebagai obat telah dilakukan secara turun- temurun, dan hanya berdasarkan pengalaman saja sehingga masih banyak yang belum diketahui senyawa aktif yang terkandung didalamnya serta manfaat lainnya. Analisis pendahuluan, identifikasi struktur dan uji aktivitas terhadap komponen kimia aktif yang

diduga terkandung didalam tanaman obat harus dilakukan mengingat di era modern seperti saat ini penggunaan obat-obatan tradisional masih banyak dilakukan (Chairul, 2003; Elly, 1989).

Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) merupakan salah satu tanaman yang bijinya banyak digunakan sebagai obat karena memiliki beberapa aktivitas diantaranya berpotensi sebagai antivirus HIV, antibakteri dan antitumor (Dalimartha, 2000; Dalimartha, 2003; Heyne, 1987; Marie et al., 2004). Aktivitas senyawa-senyawa yang terdapat dalam suatu tanaman dapat dianalisis dengan metode-metode skrinning

tertentu. Salah satu metode skrinning awal aktivitas antitumor biasanya dilakukan dengan munguji toksisitasnya menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) yang merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa antitumor baru yang berasal dari tanaman. Hasil uji toksisitas dengan metode ini telah terbukti memiliki korelasi dengan daya sitotoksik senyawa antitumor (Spino et al., 1998).

Berdasarkan pemanfaatannya secara tradisional yang salah satunya untuk mengobati pembengkakan dan tumor (Heyne, 1987; Friday and Okano, 2006) serta hasil uji toksisitas pendahuluan yang menunjukkan bahwa ekstrak kloroform kulit biji nyamplung bersifat toksik dengan LC50 = 142,81 ppm. maka dalam

penelitian ini akan  dilakukan isolasi dan

identifikasi senyawa  aktif toksik terhadap

Artemia salina L.  dengan menggunakan

Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS).

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit biji nyamplung yang diambil dari daerah pantai Pekutatan, Jembrana, metanol, n-heksana, klorofom, silika gel GF254, silika gel 60, Tween 80, pereaksi Meyer, Wagner, Dragendroff, Willstater, NaOH 10%, dan pereaksi Liebermann-Burchard.

Peralatan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: seperangkat alat gelas, blender, pisau, rotary evaporator, timbangan elektronik, desikator, botol vial, bak kaca (akuarium), pipet tetes, pipet volum, seperangkat alat kromatografi lapis tipis (KLT) dan seperangkat alat kromatografi kolom. Identifikasi isolat aktif dilakukan dengan kromatografi gas-spektroskopi massa (GC-MS QP20105 SHIMADZU).

Cara Kerja

Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini diambil di daerah pantai Pekutatan,

Kabupaten Jembrana, Bali. Serbuk halus kulit biji nyamplung sebanyak ±1 kg diekstrak dengan cara maserasi menggunakan metanol sampai sampel terendam selama 24 jam. Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring dan ampasnya dimaserasi lagi dengan metanol. Proses ekstraksi diulang sampai semua metabolit yang terkandung didalamnya terekstraksi. Ekstrak metanol kemudian dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Ekstrak pekat metanol selanjutnya dilarutkan dengan metanol-air (7:3), kemudian dipartisi berturut-turut dengan n-heksana dan kloroform. Ketiga ekstrak kemudian diuapkan dengan rotary vacuum evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat.

Ekstrak kloroform dipisahkan dan dimurnikan dengan metode kromatografi kolom (silika gel) menggunakan eluen kloroform-metanol (9,5:0,5). Fraksi hasil pemisahan dengan kromatografi kolom kemudian diuji toksisitasnya dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach. Fraksi yang paling aktif selanjutnya diidentifikasi kandungan metabolit sekundernya dengan pereaksi fitokimia dan kromatografi gas-spektroskopi massa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Senyawa Toksik dari Kulit Biji Nyamplung

Hasil maserasi dari ± 1000 g serbuk kering kulit biji nyamplung menggunakan 7,6 L pelarut metanol menghasilkan sekitar 16,65 g ekstrak pekat metanol yang berwarna merah. Ekstrak metanol yang diperoleh dilarutkan dalam metanol-air kemudian dipartisi dengan n-heksana dan kloroform sehingga diperoleh ekstrak pekat n-heksana (2,85 g) berwarna kuning, ekstrak pekat kloroform (7,42 g) berwarna kuning dan ekstrak pekat air (4,71 g) berwarna merah.

Hasil pemisahan 2 g ekstrak kloroform dengan kromatografi kolom menghasilkan 116 eluat, dan eluat yang memiliki pola pemisahan yang sama digabungkan, sehingga diperoleh empat kelompok fraksi (F –F4) yang selanjutnya diuji toksisitasnya terhadap larva Artemia salina Leach. Jumlah larva yang mati pada tiap konsentrasi untuk fraksi F 1 sampai F4

dipaparkan pada Tabel 1 . Menurut Meyer (1982), suatu bahan dikatakan bersifat toksik apabila mempunyai nilai LC50 < 1000 ppm. Jadi berdasarkan data pada Tabel 1 semua fraksi bersifat toksik karena mempunyai nilai LC dibawah 1000 ppm, dan fraksi 3 (F3) dengan

noda tunggal sebanyak 0,473 g memiliki toksisitas paling tinggi terhadap larva Artemia salina Leach dengan nilai LC 8,241 ppm sehingga fraksi F3 dilanjutkan pada proses identifikasi dengan kromatografi gas-spektroskopi massa (GC-MS).

Tabel 1. Hasil uji toksisitas fraksi hasil kromatografi kolom terhadap larva Artemia salina Leach.

Fraksi

Konsentrasi (ppm)

Jumlah Larva yang Mati

Mortalitas (%)

LC50 (ppm)

1

2

3

F1 (1-19)

0

0

0

0

0

25,11

10

5

5

3

33,33

100

8

6

7

79,06

1000

10

10

10

100

F2 (20-32)

0

0

0

0

0

17,78

10

5

4

4

4,33

100

9

9

10

9,33

1000

10

9

10

9,66

F3 (33-116)

0

0

0

0

0

8,241

10

5

6

5

53,35

100

10

10

10

100

1000

10

10

10

100

F4 (sisa)

0

0

0

0

0

65,46

10

3

4

3

20,84

100

5

5

3

56,12

1000

9

10

10

98,13

Gambar 1. Kromatografi gas isolat aktif


Identifikasi Isolat (Fraksi F3)

Hasil kromatografi gas dari isolat aktif menghasilkan 3 puncak dengan waktu retensi (tR) dan kelimpahan (%) berturut-turut sebagai berikut: puncak 1, tR 20,731 menit (21,02%); puncak 2, tR 22, 543 menit (59,55%); dan puncak 3, tR 22,726 menit (19,43%) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

Spektrum massa senyawa pada puncak 1 memiliki ion molekuler pada m/z 256 (M+) dengan puncak-puncak penggalan pada m/z 213, m/z 199, m/z 185, m/z 171, m/z 157, m/z 143, m/z 129, m/z 115, m/z 73, dan m/z 60. Berdasarkan pendekatan data base (WILEY229.LIB) maka kemungkinan puncak 1 adalah senyawa asam palmitat dengan rumus molekul C16H32O2, berat molekulnya 256. dan rumus struktur seperti tampak pada Gambar 2.

OH

Gambar 2. Struktur asam palmitat

Spektrum massa senyawa pada puncak 2 memiliki puncak-puncak penggalan pada m/z 264, m/z 235, m/z 151, m/z 137, m/z 123, m/z 83, m/z 69, m/z 55. Tidak munculnya puncak ion molekuler kemungkinan disebabkan ion molekuler tersebut tidak stabil, karena adanya pelepasan molekul air pada m/z 264 Berdasarkan pendekatan data base (WILEY229.LIB) tampak pola-pola penggalan yang mirip dengan senyawa asam 8-oktadekenoat dengan rumus molekul C18H34O2. dan rumus struktur seperti tampak pada Gambar

oktadekenoat

Spektrum massa senyawa pada puncak 3 memiliki ion molekuler pada m/z 284 (M+) dengan puncak-puncak penggalan pada m/z 241, m/z 227, m/z 213, m/z 199, m/z 185, m/z 171,

m/z 157, m/z 143, m/z 129, m/z 115, m/z 73, m/z 60. Berdasarkan pendekatan data base (WILEY229.LIB) maka kemungkinan puncak 3 adalah senyawa asam oktadekanoat atau asam stearat dengan rumus molekul C18H36O2, berat molekulnya 284 serta rumus struktur seperti tampak pada Gambar 4.

HO


O

Gambar 4. Struktur molekul asam stearat


SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa senyawa toksik (LC = 8,241 ppm) dari isolat diduga mengandung asam heksadekanoat atau asam palmitat (21,02%); asam 8-oktadekenoat (59,55%); asam oktadekanoat atau asam stearat (19,43%).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi isolat toksik terhadap larva udang Artemia salina L dengan menggunakan instrument lain seerti LC-MS atau LC-NMR sehingga dapat ditetapkan suatu struktur usulan dari isolat tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs I Made Sukadana, M.Si., Staf Dosen, peneliti Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, dan DP2M DIKTI atas dukungan finansial melalui penelitian Fundamental tahun 2011.

DAFTAR PUSTAKA

Chairul, 2003, Identifikasi Secara Cepat Bahan Bioaktif pada Tanaman di Lapangan, Berita Biologi, Laboratorium Fitokimia,

Bidang Botani-Puslit Biologi LIPI, Bogor, 6 (4)

Dalimartha, S., 2000., Atlas Tanaman Obat

Indonesia., Jilid 1., Trubus Agriwidya, Jakarta

Dalimartha, S., 2003., Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Kanker., Penerbit Swadaya, Jakarta

Elly Suradikusumah., 1989, Kimia Tanaman, Departemen      Pendidikan      dan

Kebudayaan Direktorat Jendral Pajak Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, IPB, Bogor

Friday, J. B. and Okano, D.,    2006,

Callophyllum inophyllum (kamani) Species Profiles for Pasific Island Agro

Forestry. http://www.traditionaltree.org, akses tanggal 23 September 2011

Heyne, K., 1987, Tanaman Berguna Indonesia II, a.b. Anonimous, Yayasan Sarana Warna Jaya, Jakarta

Marie C. Yimdjo, Anatole G. Azebaze, Augustin E. Nkengfack, A. Michele Meyer, Bernard Bodo, and Zacharias T. Fomum, 2004, Antimicrobial and Cytotoxic Agents from Calophyllum inophyllum, Phytochemistry, 65 : 2789-2795

Spino Claude, Marco Dodier, and Subramaniam Sotheeswaran,     1998,     Anti-HIV

coumarins from calophyllum seed oil, Bioorganic &  Medicinal  Chemistry

Letters, 8 : 3475-3478

182