JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 17 (1), JANUARI 2023

DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2023.v17.i01.p01

p-ISSN 1907-9850

e-ISSN 2599-2740

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SLOW RELEASE FERTILIZER (SRF) MENGGUNAKAN FORMULA CAMPURAN UREA DAN LEMPUNG BENTONIT

K. R. Pangestu, P. Suarya* dan I. A. G, Widihati

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan iAlam, Universitas Udayana, Jimbaran, Bali, Indonesia

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penggunaan pupuk nitrogen secara berlebihan mengakibatkan pencemaran lingkungan serta merusak kondisi tanah. Penelitian ini bertujuan untuk membuat pupuk slow release fertilizer (SRF) mengunakan formula campuran lempung bentonit dengan urea. Sintesis pupuk SRF mengunakan metode pencampuran padat-cair dengan mengelusikan senyawa urea ke dalam 20 g lempung bentonit dengan variasi massa urea sebesar 10, 20, 30, 40, dan 50 g. Karakterisasi terhadap hasil sintesis pupuk SRF dilakukan dengan FTIR dan metode Kjeldahl. Spektra FTIR menunjukkan adanya vibrasi dari gugus fungsi N-H, C=O, dan C-N yang menjadi penyusun pupuk urea pada bilangan gelombang 3506.59, 1691.57, dan 1176.58. Kadar nitrogen yang terkandung dalam pupuk SRF di analisis dengan metode Kjeldhal dan didapatkan kadar nitrogen tertinggi sebesar 13.35 g/100g, dengan komposisi lempung bentonit 20 g dan 50 g pupuk urea.

Kata kunci: lempung bentonit, slow release fertilizer, urea.

ABSTRACT

Excessive use of nitrogen fertilizers causes environmental pollution and damages soil conditions. This research aimed to synthesis a slow release fertilizer (SRF) using a mixture of bentonite clay with urea. The synthesis of SRF using the solid –liquid method was carried out by eluting the urea fertilizer in the 20 g of bentonite clay with various masses of urea of 10, 20, 30, 40, and 50 g. The characterization of the SRF was done by FTIR and Kjeldhal methods. The FTIR spectra showed the presence of vibration of N-H, C=O, and C-N functional groups, which indicated the urea constituents, at the wave number of 3506.59, 1691.57, and 1176.58 cm-1. The nitrogen content in the SRF analyzed by the Kjeldhal method resulted in the highest value of 13.35 g/100g prepared with a composition of 20 g of bentonite clay and 50 g of urea fertilizer.

Keywords: bentonite clay, slow release fertilizer, urea

PENDAHULUAN

Tanaman mampu berproduksi apabila ketersediaan unsur hara yang diperlukan terpenuhi. Unsur hara yang meliputi tiga unsur utama yang sering digunakan sebagai komposisi penyusun pupukberupa unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Kebutuhan unsur hara pada tanaman biasanya dipengaruhi oleh jenis tanaman, dan usia tanaman. Dari ketiga unsur hara tersebut, nitrogen memiliki peran penting sebagai bagi tanaman dimana nitrogen merupakan penyusun klorofil pada tanaman, dimana klorofil merupukan komponen yang berperan dalam proses fotosintesis. Menurut Sari (2013), di dalam tanah senyawa nitrogen terbagi menjadi N-inorganik dan N-organik.

Senyawa N-inorganik dalam tanah memiliki peran yang sangat penting bagi tanaman yang biasanya berupa senyawa ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-) serta N-inorganik lainnya seperti gas N2, nitrit (NO2-), oksida nitrit (NO), dan oksida nitrous (N2O). Unsur nitrogen dalam tanah mudah hilang yang mengakibatkan jumlahnya rendah yang disebabkan oleh proses denitrifikasi, pencucian dan volatilisasi.

Fenomena pemakain pupuk, terutama pupuk nitrogen secara berlebihan akan menyisakan pupuk yang tidak dapat diserap oleh tumbuhan mengakibatkan pencemaran lingkungan serta merusak kondisi tanah. Dalam perairan, sisa pupuk N yang menumpuk ikut mengalir melalui irigasi sawah dalam bentuk senyawa nitrat, nitrit, dan ammonium

akan menimbulkan terjadinya pencemaran air dengan bentuk pencemaran air berupa pertumbuhan tanaman air yang tidak terkendali (eutrofikasi). Upaya untuk mengoptimalisasi penggunaan pupuk dapat dilakukan dengan membuat pupuk yang terlapisi dengan suatu bahan pelapis. Slow Release Fertilizer (SRF) merupakan modifikasi pupuk yang dilapisi dengan suatu bahan pelapis yang dapat membentuk senyawa polimer yang berguna bagi tanaman. Prinsip utama dari pengunaan pupuk SRF karena adanya intraksi molekuler yang dimiliki oleh pupuk SRF sehingga dapat menghambat pelepasan zat hara dalam pupuk ke lingkungan (Firdas Aviantri et al., 2017). Menurut Jarosiewicz (2003), Penggunaan pupuk SRF memiliki keuntungan dibandingkan pengunaan pupuk pada umumnya seperti, ketersediaan pupuk di dalam tanah akan bertahan dalam waktu yang lama, dapat mengatasi masalah penguapan unsur hara terutama unsur N. Selain itu, pupuk SRF dapat memberikan efisiensi dari pengunaan pupuk mencapai 70 % unsur N yang dapat diserap oleh tanaman dari pupuk dibandingkan dengan penggunakan pupuk pada umumnya, tanaman hanya mampu menyerap unsur N sebanyak 50-60 %.

Dalam modifikasi pupuk SRF digunakan senyawa pelapis berupa lempung salah satunya lempung bentonit. Lempung bentonit terdiri atas filosilikat yang memiliki lembaran yang berstruktur tertrahedral pada ikatan silika – oksigen dan struktur oktahedral pada ikatan aluminium-oksigen-hidroksida atau yang sering dikenal sebagai montmorilonit (Utracki, 2004). Selain itu, lempung memiliki nilai kapasitas tukar kation (KTK) yang cukup tinggi, sehingga dapat menukar kation anorganik yang berada pada gallery space seperti Ca2+, Na+, K+, dan Mg2+ dengan kation organik yang umumnya berupa senyawa alkyl ammonium (CnH2n+1NH3+) (Xavier Kornmann et al., 2001). Menurut Wijaya (2003), dalam aplikasinya sebagai bahan penjerap, lempung tanpa modifikasi akan memberikan hasil yang kurang maksimal. Karena lempung tanpa modifikasi memiliki sifat hidrofilik sehingga pori- pori yang dimilikinya tidak seragam sehingga kurang stabil apabila digunakan sebagai bahan penjerap. Modifikasi lempung dapat dilakukan

dengan cara aktivasi dan interkalasi pada lempung.

Aktivasi lempung dilakukan dengan menambahkan asam mineral untuk menghasilkan lempung yang memiliki luas permukaan yang lebih besar, dan tingkat keasamaan pada permukaan menjadi lebih tinggi (Suarya, 2008). Metode interkalasi didasari pada pertukaran kation yang terdapat pada basal spacing (antarlapis silikat montmorillonite), seperti Na+, K+, dan Ca+ yang akan digantikan dengan kation yang terkandung dalam bahan lain yang disisipkan dalam proses interkalasi. Bahan yang disisipkan berupa surfaktan kationik yang bertujuan untuk memperoleh muatan positif pada permukaan lempung. Surfaktan kationik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) dan kapasitas adsorpsi dari surfaktan kationik sangat tinggi. Pada penelitian ini, akan dilakukan modifikasi lempung dengan surfaktan kationik benzalkonium klorida (BKC). Susianah (2005) melaporkan bahwa penambahan surfaktan kationik benzalkonium klorida (BKC) dapat meningkatkan sifat hidrofobisitas dari lempung hasil interkalasi yang mengakibatkan lempung memiliki kapasitas adsorpsi tertinggi terhadap adsorbat.

Kebutuhan nitrogen dapat terpenuhi dengan adanya pemberian pupuk yang mengandung unsur nitrogen seperti pupuk urea, di dalam tanah urea terhidrolisis menjadi ion ammonium yang tersedia untuk tanaman. Dengan adanya kapasitas tukar kation (KTK) pada lempung dapat menukar kation dalam gallery space dengan kation dari urea yang berupa ion ammonium. Lempung yang termodifikasi dengan surfaktan kationik benzalkonium klorida (BKC) membuat ruang antar lapis dalam lempung terinterkalasi sehingga urea dapat teradsorpsi ke dalam ruang antar lapis. Dengan adanya proses adsorpsi urea ke dalam antar lapis, maka Lempung yang termodifikasi dengan surfaktan kationik benzalkonium klorida (BKC) dapat digunakan sebagai bahan untuk pelapis pupuk urea yang akan digunakan sebagai pupuk Slow Release Fertilizer (SRF). Berdasarkan latarbelakang diatas penulis ingin melakukan suatu penelitian tentang pembuatan pupuk lepas lambat yang sering disebutslow release fertilizer (SRF) mengunakan formula campuran lempung dengan urea.

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan - bahan yang diperlukan berupa: Lempung bentonit, Urea prill Pupuk Kaltim, BaCl2, Surfaktan Benzalkonium klorida, H2SO4 pekat, H2SO4 1,5 M, H2SO4 0,25 N, AgNO3, H2SO4 pekat, NaOH 40 %, NaOH 0,25 N, Indikator Conway,Indikator PP, dan KBr.

Peralatan

Alat – alat yang digunakan sebagai berikut: Seperangkat peralatan gelas beker, Hot plate, Magnet stirer, Oven, Ayakan 75 dan 125 mesh, Mortar, Desikator, Neraca analitik, Seperangkat alat destilasi, Seperangkat alat titrasi, XRD X’pertPRO PANalytical, dan FTIR Shimadzu IR Prestige-21.

Cara kerja

Interkalasi lempung

Preparasi proses interkalasi lempung diawali dengan membersihkan lempung secara dicuci dengan aquades, selanjutnya lempung yang telah bersih dikeringkan dalam oven pada temperatur 110-120 0C sampai kadar air menghilang, didinginkan dalam desikator. Lempung yang sudah bersih diayak dengan ayakan berukuran 75  -  125 µm (S0-0).

Sebanyak 200 gram S0-0 dimasukkan ke dalam 1000 mL larutan H2SO4 1,5 M sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Aktivasi dilakukan selama 24 jam, kemudian disaring dan dicuci dengan air panas (sampai dihasilkan uji negatif terhadap larutan BaCl2), lempung teraktivasi asam yang bebas ion SO42- dikeringkan dalam oven pada temperatur 110-120 0C hingga

kadar air menghilang, didinginkan dalam desikator. Selanjutnya lempung tersebut digerus, diayak menggunakan ayakan ukuran 75 -125 µm, diberi kode (Sa-0). Sa-0 yang

diperoleh, kemudian ditambahkan ke dalam 800 mL aquades, selanjutnya diaduk dengan stirrer magnetik selama 5 jam (suspensi lempung). Selanjutnya suspensi ditambahkan secara perlahan larutan surfaktan BKC konsentrasi 1  %  (v/v), kemudian diaduk

dengan stirrer magnetik selama 24 jam. Selanjutnya lempung hasil interkalasi disaring dan dicuci dengan akuades hingga dihasilkan uji negatif terhadap AgNO3 (bebas dari ion klorida), kemudian dikeringkan dalam oven pada temperatur 100-1100C, didinginkan dalam desikator sampai didapatkan berat

lempung yang konstan. Selanjutnya lempung tersebut digerus, diayak menggunakan ayakan ukuran 75 - 125 µm, kemudian diberi kode Sa-1. Selanjutnya sampel Sa-0 dan Sa-1 dilakukan uji XRD (Suarya et a.l, 2009).

Sintesis pupuk SRF lempung bentonit-urea

Setelah dilakukan proses Interkalasi lempung mengunakan surfaktan BKC dengan konsentrasi 1 % (v/v). Selanjutnya dilakukan proses sintesis pupuk slow release fertilizer (SRF) mengunakan modifikasi dari metode pencampuran padat-cair dengan mengelusikan senyawa urea ke dalam senyawa lempung yang telah di interkalasi. komposisi massa lempung dibuat tetqp sebanyak 20 g dan komposisi massa urea dibuat bervariasi 10; 20; 30; 40; dan 50 g yang dilarutkan kedalam aquades sebanyak 100 mL lalu diaduk menggunakan pengaduk magnetic selama 10 jam. kemudian lempung dikeringkan pada suhu ±100 oC dalam oven untuk menghilangkan kandungan airnya (Prihadi W, 2011). Kemudian diberi kode SSRF10; SSRF20; SSRF30; SSRF40; dan SSRF50.Selanjutnya sampel Sa-1, dan SSRF10; SSRF20; SSRF30; SSRF40; dan SSRF50 dilakukan uji kadar nitrogen menggunakan metode kjeldhal.

Analisis kadar nitrogen total senyawa Slow Release fertilizer (SRF) dengan destilasi Kjeldahl secara titrasi

Preparasi sampel dilakukan dengan mengambil beberapa 5 g contoh dengan kode Sa-0,Sa-1, SSRF10; SSRF20;SSRF30;SSRF40; danSSRF50. Sampel dimasukan ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 25 mL larutan H2SO4 pekat secara hati-hati. Selanjutnya, dilakukan proses destruksi menggunakn temperatur yang dinaikkan secara bertahap selama 20 menit sampai terbentuk asap putih atau sampai larutan berwarna bening.Kemudian dibiarkan suhu larutan kembali dalam suhu ruang.

Ekstrak yang dihasilkan dipindahkan ke dalam labu takar 500 mL, kemudian diencerkan dengan akuades secara hati-hati sampai tanda batas dan dikocok hingga larutan homogen. Sampel dipipet sebanyak 25 mL, dimasukkan dalam labu destilasi, ditambahkan akuades sampai volume menjadi 300 mL, kemudian ditambahkan indikator PP dan larutan NaOH 40 % (Penambahan Larutan NaOH harus dilakukan secara cepat)sampai larutan berwarna merah. Proses destilasi

berlangsung hingga menghasilkan destilat yang ditampung dalam erlenmeyer berisi 50 mL H2SO4 0,25 N dan indikator Conway sebanyak 100 mL. Destilat yang dihasilkan dititrasi dengan larutan NaOH 0,25 N. Perlakuan pada blanko dilakukan dengan menggunakan prosedur yang sama (SNI 2801:2010).

Volume titrasi pada blanko dan sampel Sa-0, Sa-1, SSRF10; SSRF20; SSRF30; SSRF40; dan SSRF50 digunakan untuk menghitung kandungan nitrogen total. Untuk mengetahui kandungan nitrogen total digunakan rumus seperti tertera pada persamaan:

Total nitrogen (%)


(V1 - V2) x N x 14,008 x f

Wx1000

Keterangan :

V1    : Volume NaOH 0,25 N sebagai titran sampel(mL)

V2    : Volume NaOH 0,25 N sebagai titran Blanko(mL)

N     : Normalitas NaOH 0,25 N

W     : Berat sampel (g)

14,008  : berat atom (BA) nitrogen

Karakterisasi senyawa Slow Release Fertilizer (SRF) lempung-urea menggunakan FTIR

Karakterisasi dilakukan dengan mengambil 10 mg sampel S0,Sa-1 dan SRF dengan kadar N tertinggi digerus dalam mortar kecil bersama dengan 100 mg kristal KBr. campuran di press dengan alat penekan hidrolitik hingga menjadi pelet yang transparan. Kemudian, dianalisis dengan mengunakan alat FTIR (Golbashy mohammad et al, 2016).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Lempung Bentonit dengan XRD

Proses interkalasi lempung diawali dengan aktivasi asam menggunakan larutan H2SO4 1,5 M selama 24 jam untuk menghomogenkan kation pada lempung bentonit sehingga meningkatkan situs aktif terhadap permukaan lempung bentonit (Khoirina et al, 2016). Lempung bentonit yang telah teraktivasi asam dilakukan proses interkalasi dengan surfaktan BKC dengan konsentrasi 1 % (v/v). Menurut Sekarini (2005), proses interkalasi didasari atas pertukaran kation yang terdapat pada antarlapis lempung, seperti Na+, K+, dan Ca2. Proses penyisipan surfaktan BKC ke dalam ruang antar lapis (basal spacing) bersifat reversible dimana surfaktan BKC terdistribusi ke dalam ruang antar lapis dalam posisi vertikal sehingga oligomer BKC membentuk pilar yang dapat meningkatkan jarak antral lapis (Widya et al, 2017).

Karakterisasi dengan menggunakan XRD bertujuan untuk mengetahui jarak antar lapis (basal spacing) dan kristalinitas dari lempung bentonit. Pada Gambar 1. terlihat perbedaan difraktogram akibat aktivasi lempung dengan H2SO4 1,5 M

Dengan aktivasi menggunakan asam H2SO4 1,5 M terlihat puncak difraksi pada 2θ = 19.56, dan 34.720 dengan basal spacing berturut-turut sebesar 4.54 Å, dan 2.58 Å.

Hasil difraksi ini berbeda dengan hasil sebelum dilakukan aktivasi yang memiliki nilai 2θ dan jarak antar lapis (basalspacing) berturut –turut pada 2θ = 7.04, 19.62, dan

600


Lempung teraktivasi H SO

Lempung awal

400



200



0                20                40                60

2theta

Gambar 1. Difaktogram Lempung awal dan teraktivasi H2SO4

34.540 dengan basal spacing berturut-turut sebesar 12.56 Å, 4.53 Å, dan 2.60 Å. Perbedaan terjadi pada struktur montmorillonite bentonit alam dengan struktur

montmorillonit pada bentonit teraktivasi asam ditandai dengan hilangnya difraksi pada 2θ = 7.04.

400



Lempung BKC

Lempung H SO


200


-1------------------,------------------1------------------,------------------1

20               40               60

2theta


0


Gambar 2. Difraktogram Lempung teraktivasi H2SO4 dan lempung terinterkalasi BKC

Difraktogram pada Gambar 2, menyatakan bahwa telah terjadi proses interkalasi Benzalkonium chloride (BKC) ditandai dengan adanya pergeseran sudut 2θ dari 7.04, 19.62, dan 34.540 menjadi 6.18, 19.54, dan 34,820 dan terjadi peningkatan basalspacing sebesar 1.74 Å (14.30 Å -12.56 Å), 0.01 Å (4.54 Å - 4.53 Å), dan 0.02 Å (2.60 Å – 2.58 Å).

Sintesis Slow Release Fertilizer (SRF) lempung bentonit-urea

Sintesis Slow Release Fertilizer (SRF) lempung bentonit-urea memiliki prinsip pertukaran kation dalam ruang antar lapis. Kapasitas tukar kation (KTK) pada lempung bentonit yang relatif tinggi menyebabkan urea yang berupa ion ammonium (NH4+) ditukar dengan kation yang berada pada ruang antar lapis lempung bentonit, penjerapan NH4+ ini di dalam ruang antar lapis (basal spacing) hanya bersifat sementara (Suwardi, 2002). Sintesis Slow Release Fertilizer (SRF) menggunakan komposisi lempung bentonite sebesar 20 g dan komposisi urea 10,20,30,40, dan 50 g sehingga terbentuk pupuk SRF20:10, SRF20:20, SRF20:30,

SRF20:40, dan SRF20:50 dengan berat secara berurutan sebesar 22.2141; 23.4225; 24.6884; 25.2246; dan 26,1284 g.

Analisis kadar nitrogen total Slow Release Fertilizer (SRF) dengan metode Kjeldahl.

Dari metode Kjeldahl yang digunakan didapatkan hasil, bahwasanya dalam Lempung-BKC, SRF20:10, SRF20:20, SRF20:30, SRF20:40, dan SRF20:50 terdapat kadar nitrogen ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kadar protein dan Nitrogen pada sampel

Sampel

Nitrogen (g/100g)

Lempung-BKC

0.15

SRF20:10

4.42

SRF20:20

8.03

SRF20:30

10.20

SRF20:40

9.94

SRF20:50

13.35

Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa kadar protein diperoleh data pada SRF20:40

terjadi penurunan kadar nitrogen yang kemungkinan diakibatkan adanya senyawa ammonium yang menguap ketika proses pemanasan pada suhu 100 oC sehingga kadar nitrogennya menurun dibandingkan dengan kadar nitrogen pada SRF20:30. Hasil analisa pada SRF20:50 memiliki kadar nitrogen paling tinggi sebesar 13.35 g/100g.

Karakterisasi Slow Release Fertilizer (SRF) lempung-urea menggunakan FTIR

Spektra inframerah pada pupuk Slow Release Fertilizer (SRF) pada Gambar 3. Gambar diatas menunjukkan bahwa pupuk SRF campuran lempung bentonite – urea memiliki pita serapan khas lempung bentonite pada daerah serapan

Gambar 3. Spektra FTIR dari Pupuk SRF


Spektra inframerah pada lempung bentonit alam memiliki pita serapan pada daerah bilangan gelombang 3633.89 cm-1 merupakan pita serapan gugus fungsi OH. Pita serapan pada daerah 790.81 cm-1dan 501.49 cm-1 memiliki pita serapan berbentuk sama menunjukkan adanya gugus Si-O. konfirmasi keberhasilan proses sintesis pupuk SRF ditandai adanya gugus fungsi N-H, C-N, dan C=O yang merupakan penyusun urea (NH2CONH2). Menurut Silverstein et al (2005), pada bilangan gelombang mendekati 3500 cm-1 dan 3400 cm-1 merupakan pita serapan yang menunjukan adanya ikatan bebas yang membentuk pola simetris dan asimetris pada gugus fungsi N-H dengan mode ulur. Serapan pada daerah bilangan gelombang 3506.59 cm-1 terkonfirmasi sebagai gugus fungsi N-H. selain itu, Silverstein et al (2005) juga menjelaskan bahwa pada pita serapan daerah bilangan

gelombang mendekati 1429 cm-1 dengan pita serapan kuat dan melebar menunjukkan karakteristik dari ion ammonium (NH4+). Pada spektra inframerah pada pupuk SRF keberhasilan proses sintesis dapat diketahui dengan keberadan ion NH4+ pada pupuk SRF ditunjukan dalam serapan pada daerah bilangan gelombang 1460.11 cm-1. Selain NH4+gugus fungsi penyusun pupuk urea muncul pada pita serapan 1691.57 cm-1 yang menunjukan adanya gugus fungsi C=O dengan memiliki vibrasi ulur pada bilangan gelombang 1870-1540 cm-1dan pita serapan pada 1176.58 cm-1 menunjukan adanya gugus fungsi C-N dengan vibrasi ulur, dimana C-N dengan vibrasi ulur muncul pada wilayah bilangan gelombang 1250 – 1020 cm-1 (Silverstein et al, 2005).

SIMPULAN

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa komposisi terbaik dari SRF yang menghasilkan kadar N tertinggi adalah pupuk SRF dengan komposisi lempung bentonite dan urea sebesar 20:50 yang memiliki kadar nitrogen sebesar 13.35 g/100g.

DAFTAR PUSTAKA

Aviantri, F. 2017. Pelepasan Nitrogen pada Pupuk Slow Release Urea dengan Menggunakan Matriks Kitosan-Bentonit. UNESA Journal of Chemistry 6 (1): 68-72.

Golbashy, M. Sabahi, H. Alahdadi, I. Nazokdast, H. dan H., Morteza. 2016. Synthesis of highly intercalated urea-clay nanocomposite via domestic montmorillonite as eco-friendly slow-release fertilizer. ISSN: 0365-0340. Archives of Agronomy and Soil Science. 63(1): 84-95.

Jarosiewicz, A. dan Tomaszewska, M. 2003. Controlled-Release NPK Fertilizer Encapsulated     by     Polymeric

Membranes. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 51(2): 413-417.

Kornmann, X. Henrik, L. dan L. A. Berglund. 2001. Synthesis of Epoxy-Clay Nanocomposites: Influence of The Nature of The Curing Agent on Structure. Elsevier Science Polymer. 42(4): 1303-1310.

Madejova, J. 2003. FTIR techniques in clay mineral                        studies.

PIIS9242031(02)00065-6. Elsevier Science B.V. Bratislava. Slovak Republic

Sari, E., P. 2013. Formulasi Pupuk Nitrogen Lambat tesedia dari bahan Urea, Zeolit,  dan asam  Humat  serta

Pengaruhnya terhadap Tumbuhan

Jagung. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

SNI 2801. 2010. Pupuk Urea. Badan Standar Nasional Indonesia. Jakarta.

Silverstein. R. M., Francis X. W. and David. J. K. 2005. Spectrometric Identification of Organic Compounds. Seventh Edition. John Wiley & Sons, Ltd. New York.

Stuart, B. 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications. John Wiley & Sons, Ltd. New Jersey.

Suarya, P. dan I N. Simpen. 2009. Interkalasi Benzalkonium Klorida ke dalam Montmorillonit Teraktivasi Asam dan Pemanfaatannya untuk Meningkatkan Kualitas Minyak Daun Cengkeh. ISSN 1907-9850. Jurnal Kimia. 3(1): 41-46.

Susianah, T. 2005. Interkalasi  Surfaktan

Kationik ke dalam Struktur Antarlapis Lempung       Bentonit       dan

Pemanfaatannya sebagai  Adsorben

Pengotor Minyak Daun Cengkeh. Tesis.Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Utracki, L. A. 2004. Clay-Containing Polymeric  Nanocomposites.  Rapra

Technology Limited. Shawbury.

Waluyo. P. B. 2011. Slow Release Fertilizer Sebagai Dasar Perumusan SNI Pupuk UREA Berpelepasan Diperlambat. Digilib.BPPT.

Widya. T. D., I Nengah. S., dan I. Wayan. S. 2017. Modifikasi Lempung Bentonit Teraktivasi     Asam     Denagan

Benzalkonium Klorida Sebagai Adsorben Zat Warna Rhodamine B.

ISSN 1907-9850. Jurnal Kimia. 11(1): 75-81.

Wijaya, K. Mudasir, Tahir, I. dan Asean, F. 2003. Inklusi Senyawa p-Nitroanilin ke dalam pori-pori Montmorillonit Terpilar TiO2. Jurnal Kimia. 2(6): 8494.

7