KOMBINASI BAHAN ORGANIK (RASIO C:N) PADA PENGOLAHAN LUMPUR (SLUDGE) LIMBAH PENCELUPAN
on
JURNAL KIMIA 5 (1), JANUARI 2011 : 64-71
KOMBINASI BAHAN ORGANIK (RASIO C:N) PADA PENGOLAHAN LUMPUR (SLUDGE) LIMBAH PENCELUPAN
Ida Ayu Ary Pramaswari, I Wayan Budiarsa Suyasa, dan Anak Agung Bawa Putra
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang ”Kombinasi Bahan Organik (Rasio C:N) pada Pengolahan Lumpur (sludge) Limbah Pencelupan”. Perlakuan terhadap lumpur dalam penelitian ini adalah dengan penambahan bahan organik berupa sampah daun dan kotoran sapi dengan komposisi yang berbeda-beda. Perlakuan pada komposisi 1 dengan perbandingan 3 (lumpur pencelupan) : 7 (bahan organik), komposisi 2 ; 1 (lumpur pencelupan) : 1 (bahan organik), komposisi 3 ; 7 (lumpur pencelupan) : 3 (bahan organik), dan kontrol ; lumpur pencelupan saja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompos pada komposisi 1 yang mengandung bahan organik tertinggi (rasio C/N terendah = 28,05/1) memberikan pengaruh terbaik terhadap proses pengomposan yang ditunjukkan dari karakteristik fisik. Kompos pada rasio C/N terendah (17,71/1) memberikan pengaruh terbaik terhadap kandungan hara yang dihasilkan yaitu kadar N-total (0,98%), C-organik (17,90 %), K-tersedia (22.092,1894 ppm), dan P-tersedia (568,2312 ppm) tertinggi diantara ketiga kompos. Kompos yang dihasilkan pada komposisi 1, 2 dan 3 memiliki kadar C-organik dan N-total memenuhi SNI 19-7030-2004, dan untuk P-tersedia dan K-tersedia memiliki kadar yang sangat tinggi sesuai dengan kriteria penilaian hasil analisis kesuburan. Dilihat dari karakteristik fisik, ketiga kompos yang dihasilkan menunjukkan suhu, warna, tekstur dan bau yang memenuhi SNI 19-7030-2004, sedangkan pH yang tidak memenuhi SNI 19-7030-2004.
Kata kunci : Rasio C:N, limbah pencelupan, kompos
ABSTRACT
A research on the Combination of Organic Matter (the ratio of C:N) in the Sludge Treatment of dying waste has been conducted. The sludge was mixed with organic matter wich were dried leaves and dung in various compositions. The compositions (sludge : organic matter) made were 3 : 7, 1 : 1, and 7 : 1.
In this research it was found that the first composition contained the highest organic matter (the lowest C : N = 28.05/1) and showed the best effect to the composting process indicated by physical characteristics. The Compost with the lowest ratio C:N (17,71/1) gave the best total N, organic C, available K, and available P contents which were 0.98%; 17.90 %; 22,092.1894 ppm; and 568.2312 ppm respectively. All composts had organic C and total N that meet the SNI 19-7030-2004, and high available P and K contents. These were in agreement to the evaluation of fertility analysis. More over, all compost showed physical caracteristic such as temperature, colour, texture, and odour that are in agreement to those of SNI 19-7030-2004. Unfortunately the pH did not meet the SNI 19-7030-2004.
Keywords : Ratio C:N, dyed waste, compost
PENDAHULUAN
Industri tekstil dan produk tekstil merupakan salah satu bidang yang sangat berkembang di Indonesia. Limbah cair dari proses pencelupan dan pencapan industri tekstil
mengandung zat warna yang merupakan salah satu sumber pencemaran air yang cukup tinggi jika tidak dilakukan pengolahan limbah. Teknologi pengolahan limbah cair baik secara biologi, kimia, fisika, maupun kombinasi antara
ketiga proses tersebut dapat digunakan untuk mengolah limbah cair industri.
Lumpur hasil pengolahan limbah ini biasanya dibuang pada lahan kosong di sekitar pabrik dan dibiarkan terbuka. Lumpur yang dibiarkan di tempat terbuka tanpa penanganan lebih lanjut berpotensi sebagai sumber pencemaran. Selain karena menimbulkan bau tak sedap, lumpur yang terkena hujan akan terikut aliran air tanah dan masuk ke sungai di sekitar pabrik. Lumpur yang mengandung senyawa-senyawa beracun dan bahan organik berpotensi meningkatkan “biological oxygen demand” (BOD) dan “chemical oxygen demand” (COD) air, yang selanjutnya akan mempengaruhi kualitas air sungai dan sistem kehidupan akuatik (Sulistijorini, 2003).
Melihat kenyataan seperti ini maka perlu dilakukan pengolahan lumpur limbah pencelupan agar selain tidak menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan tetapi dapat menambah daya guna limbah bagi masyarakat. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu lumpur limbah pencelupan adalah dengan mengolah limbah menjadi kompos.
Kualitas kompos biasanya dilihat dari kandungan unsur hara yang ada di dalamnya, dimana kadarnya sangat bergantung dari bahan baku atau proses pengomposan (Simamora dkk., 2006). Menurut standar kualitas kompos SNI : 19-7030-2004, kompos yang baik memiliki kandungan minimum 0,40% untuk unsur nitrogen, nilai rasio C:N 10-20 dan Karbon antara 9,80-32%. Menurut LPT (1983) tentang kriteria kualitas kompos kandungan fosfor tersedia yang bagus adalah lebih besar dari 15 ppm dan kalium lebih besar 1 ppm.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi bahan (rasio C:N) kompos terhadap karakteristik fisik selama proses pengomposan, mengetahui pengaruh kombinasi bahan (rasio C:N) terhadap kandungan unsur nitrogen, fosfor tersedia, karbon dan kalium tersedia pada kompos yang dihasilkan, dan untuk mengetahui karakteristik dan kualitas (kompos) yang dihasilkan dengan mengacu pada standar SNI 19-7030-2004 dan LPT (1983) mengenai kualitas kompos.
MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lumpur pencelupan, kotoran sapi, daun lamtoro, daun dadap, rumput gajah dan jerami padi; bahan kimia dengan kualitas teknis meliputi Buffer pH 7 dan 10, H2C2O4.2H2O, indikator conway, H2SO4 p.a., CuSO4, Na2SO4, NaOH 30%, H3BO3, K2Cr207 1N, indikator
diphenylamine, FeSO4 1 N, H3PO4 85%, HCl pekat, NH4F, NH4-molibdat, Na2SO3, Na2S2O3, KH2PO4, KCl, kertas saring whatman 541, batu didih, dan aquades.
Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah: sekop, kantong plastik, ember plastik dengan penutup, termometer, kayu, pipa berpori, timbangan, neraca analitik, peralatan gelas, seperangkat alat titrasi, botol semprot, pH meter, seperangkat alat kjeldahl, spektrofotometer ultraviolet Visible model 120-01 Shimadzu, dan Flame Fotometer Jen Way PFP7.
Cara Kerja
Penyiapan Sampel
Pengambilan lumpur kimia hasil pengolahan limbah dilakukan di Industri Pencelupan Cakra di Jalan Pulau Bangka, Denpasar. Lumpur diambil pada bak pengolahan limbah secara kimia pada bak 1, 2 dan bak 3, kemudian dicampur menjadi satu. Lumpur diambil secara acak pada lima titik di setiap bak yaitu titik utara, timur, selatan, barat dan tengah. Dan setiap titik diambil pada bagian bawah, tengah dan atas dari sedimen lumpur.
Bahan organik yang digunakan adalah kotoran sapi dan sampah daun. Kotoran sapi yang digunakan adalah dalam keadaan segar. Sampah daun yang digunakan adalah daun lamtoro, daun dadap, rumput gajah dan jerami padi. Daun yang masih segar tersebut di cacah kecil – kecil hingga memiliki panjang 60,5 cm. Sampah daun yang telah di cacah dan kotoran sapi dengan perbandingan 1 : 1 dicampur dan diaduk hingga homogen.
Proses pengomposan
Lumpur pencelupan dan bahan organik dicampur dengan berbagai komposisi sebanyak tujuh kilogram.
temperatur kompos telah stabil, tidak berbau dan campuran berwarna kehitaman maka kompos telah matang dan proses pengomposan dihentikan.
Tabel 1. Perbandingan Bahan
Sampel |
Lumpur Pencelupan |
Bahan Organik |
Komposisi 1 |
3 |
7 |
Komposisi 2 |
3 |
5 |
Komposisi 3 |
7 |
3 |
Kontrol |
10 |
0 |
Setelah semua bahan kompos tercampur rata maka tiap – tiap bahan pada komposter diukur kadar nitrogen (N), fosfor tersedia (P), kalium tersedia (K), karbon organik (C) dan dilakukan pengamatan bau, warna, suhu, pengukuran pH dan tekstur bahan. Campuran bahan kompos dan kontro dimasukkan ke dalam ember dan ditutup dengan penutup yang telah dipasangi pipa berpori yang berfungsi sebagai sirkulasi udara dan termometer untuk mengukur suhu. Bila tumpukan kompos ini kering, diperciki air tetapi tidak terlalu basah agar kelembapan kompos dapat dipertahankan dengan baik. Pengamatan suhu, warna, bau, tekstur bahan, dan pengukuran pH dilakukan setiap minggu dari minggu ke nol sampai proses pengolahan berakhir yang menghasilkan kompos matang. Kira - kira ±8 minggu, apabila
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Kadar P-tersedia
Dalam pengukuran kadar P-tersedia dapat disajikan datanya sebagai berikut
Tabel 2. Perubahan Kadar P-tersedia
Sampel |
Kadar P-tersedia awal pengomposan (ppm) |
Kadar P-tersedia akhir pengomposan (ppm) |
Komposisi 1 |
397,4467 |
568,2312 |
Komposisi 2 |
57,6913 |
126,6341 |
Komposisi 3 |
33,8497 |
78,4600 |
Kontrol |
31,3636 |
9,1111 |
Penurunan kadar P-tersedia pada lumpur (kontrol) disebabkan oleh adanya difiksasi (terikat) oleh mineral lempung dan oksida-oksida Fe3+, Al3+, Mg2+, dan Ca2+ membentuk Fe-P, AlP, Mg-P dan Ca-P yang tak larut sehingga tidak tersedia bagi tanaman, seperti reaksi dibawah ini :
H3PO4(l) -------► H2PO4-(aq) + H+(aq)
H2PO4-(aq) -------► HPO4-2(aq) + H+(aq)
HPO4-2(aq) + Ca+(aq) ------► CaHPO4(s) (mengendap)
Al3+(aq) + H2PO4-(aq) (larut) +2 H2O(l) ◄=^ 2H+(aq) + Al(OH)2H2PO4(s)
Al(OH)3(l) + H2PO4-(aq) ◄=► Al(H2PO4)(s) tidak larut + OH-(aq)
Akibat reaksi di atas berjalan ke kanan membentuk lebih banyak senyawa fosfor tidak larut, dengan demikian hanya sejumlah kecil H2PO4- tersisa yang merupakan bagian fosfor tersedia (Widya, 2006).
Perubahan Kadar K-tersedia
Adanya kandungan kalium pada tiap kompos karena bahan dasar kompos yaitu lumpur pencelupan memang mengandung kalium sebesar 610,7898 ppm yang terlihat dari kadar kontrol, sedangkan kotoran sapi
mengandung 0.68% K (Nurtjahya et al., 2003) dan sampah daun mengandung kalium yang bervariasi tergentung jenis daunnya.
Tabel 3. Perubahan Kadar K-tersedia
Sampel |
Kadar K-tersedia awal pengomposan (ppm) |
Kadar K-tersedia akhir pengomposan (ppm) |
Komposisi 1 |
21.111,4179 |
22.092,1894 |
Komposisi 2 |
8.043,9337 |
10.032,6165 |
Komposisi 3 |
3.700,4791 |
3.852,1638 |
Kontrol |
610,7898 |
363,5650 |
Adanya kandungan K tersedia pada kontrol disebabkan karena pada proses pencelupan digunakan zat tambahan seperti KMnO4 sebagai pemucat warna kain.
Perubahan Kadar C-Organik
Tabel 4. Perubahan Kadar C-organik
Sampel |
Kadar C-Organik |
Kadar C-Organik akhir |
awal pengomposan |
pengomposan | |
(%) |
(%) | |
Komposisi 1 |
29,73 |
17,53 |
Komposisi 2 |
22,73 |
17,34 |
Komposisi 3 |
19,78 |
15,89 |
Kontrol |
6,33 |
5,86 |
Perubahan Kadar N-total
Tabel 5. Perubahan Kadar N-total
Sampel |
Kadar N-Total awal pengomposan (%) |
Kadar N-Total akhir pengomposan (%) |
Komposisi 1 |
1,06 |
0,99 |
Komposisi 2 |
0,73 |
0,87 |
Komposisi 3 |
0,52 |
0,48 |
Kontrol |
0,13 |
0,12 |
Proses mineralisasi dalam proses dekomposisi menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana seperti NH4+, lalu mengalami oksidasi menjadi NO2- kemudian menjadi NO3-. Proses mineralisasi senyawa nitrogen terjadi tiga tahap, yaitu (Hanafiah, 2004):
-
a. Aminasi
Tahap awal dekomposisi bahan organik yang mengandung nitrogen adalah penguraian protein :
Protein ---► R-NH2+CO2+senyawa lain+energi
R-NH2 + H2O —► NH3 + H2O + energi
Gas amoniak hasil mineralisasi apabila tidak segera mengalami amonifikasi atau tidak dipakai oleh mikroorganisme akan segera tervolatilisasi (menguap) ke udara.
-
b. Amonifikasi
Sebagian besar gas amoniak ini akan segera berubah menjadi NH4+ akibat adanya proses ikatan elektron yang kuat dengan ion-ion H+.
NH3 + H2O ------» NH4+ + OH-
c Nitrifikasi
NH4++1,5O Nitrosomoans NO2-+2H++H2O+66 kal
NO2- + 1,5 O2 Nitrobakter-► NO3- + 17,5 kal
Proses denitrifikasi merupakan reaksi reduksi nitrat menjadi gas N2 yang kemudian mengalami penguapan ke atmosfer. Proses ini terjadi pada kondisi reduksi sehingga dilakukan oleh organisme anearobik (Achromobacter, Pseudomonas, Alcaligenisis) yang menggunakan nitrat sebagai pengganti oksigen dalam respirasinya, reaksi umum biokimiawi denitrifikasi adalah :
C8H12O6 + 4NO3- —► 6CO2 + 6H2O + 2H2 +
(NO, N2O, N2) ↑
Rasio C/N
Rasio C/N merupakan indikator yang menunjukkan proses mineralisasi-immobilisasi unsur hara oleh mikrobia dekomposer bahan organik. Kompos pada komposisi 1 dan 2 memiliki rasio C/N (akhir pengomposan) diantara 10-20 yang berarti telah terjadi proses dekomposisi bahan organik yang mengubah unsur organik menjadi anorganik (mineralisasi).
Tabel 6. Rasio C/N | ||
Komposisi |
Rasio C/N awal pengomposan |
Rasio C/N akhir pengomposan |
Komposisi 1 |
28,05/1 |
17,71/1 |
Komposisi 2 |
31,14/1 |
19,93/1 |
Komposisi 3 |
38,04/1 |
33,10/1 |
Kontrol (lumpur) |
48,69/1 |
48,83/1 |
Dinamika Perubahan Suhu
Dinamika perubahan suhu
mempengaruhi hasil dari penelitian. Pada proses
dekomposisi selanjutnya suhu bahan semakin meningkat, peningkatan suhu ini terjadi karena adanya aktivitas mikroba dalam mendekomposisikan bahan menghasilkan energi yang dibebaskan ke lingkungan berupa panas. Selanjutnya pada suhu > 400C, mikroba mesofilik akan digantikan oleh mikroba termofilik yaitu bakteri termofilik, actinomycetes, dan thermophilic fungi (Kastaman, et al., 2006).

-0 Kom posis 1
M M M M Kom posis 2
Kom posis 3
Kontrol
0 2 Minggu 4 6 8
Gambar 1. Grafik Dinamika Perubahan Suhu
Dinamika Perubahan pH
Dari data penelitian diperoleh dinamika perubahan pH. Dari keempat komposisi, komposisi 1 yang memiliki rasio C/N yang ideal untuk proses pengomposan yaitu 28,05/1 sehingga mikroba yang ada pada bahan dapat tumbuh dan berkembang biak dengan cepat.
Kadar keasaman (pH) pada akhir pengomposan untuk kompos pada komposisi 1, 2, dan 3 tidak dapat netral karena pada akhir pengomposan juga terjadi mineralisasi kation - kation basa seperti Ca2+ dan K+ sehingga pH kompos mendekati netral (Yuwono, 2006).
Table 7. Data dinamika perubahan pH
pH | |||||||||
Minggu | |||||||||
Komposisi |
0 |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
1 |
9,42 |
8,50 |
7,56 |
8,14 |
9,01 |
9,70 |
8,99 |
7,95 |
7,80 |
2 |
9,51 |
8,40 |
7,60 |
9,00 |
9,35 |
9,60 |
9,77 |
9,20 |
8,30 |
3 |
9,62 |
8,39 |
7,73 |
9,01 |
9,56 |
9,80 |
9,98 |
9,10 |
8,45 |
Kontrol |
10,51 |
10,31 |
10,20 |
10,04 |
10,10 |
10,31 |
10,52 |
10,03 |
10,00 |
Dinamika Perubahan Bau
Dari penelitian diperoleh dinamika perubahan bau
Table 8. Data dinamika perubahan bau
B a u | |||||||||
Minggu Komposisi |
0 |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
1 2 3 Kontrol |
BU BU AM BSM |
SB SB SB BSM |
SB BB BB BM |
BB BB BB BM |
BB BB AB BM |
AB AB AB BM |
AB AB TB AM |
TB TB TB AM |
BT BT BT AM |
Keterangan : BU = Bau kotoran, SB = sangat busuk, BB = bau busuk, TB = tidak busuk, AM = agak menyengat, AB = agak busuk, BT = berbau tanah, BSM = bau sangat menyengat, dan BM = bau menyengat
Dinamika Perubahan Warna Bahan
Warna bahan kompos pada mingggu ke nol pada komposisi 1 dan 2 adalah Coklat
kehijaun, Coklat keabuan pada komposisi 3 dan abu-abu pada kontrol.
Table 9. Data dinamika perubahan warna bahan
Minggu |
Komposisi | |||
1 |
2 |
3 |
Kontrol | |
0 |
CKH |
CKH |
CK |
AA |
1 |
CKK |
CKK |
CK |
AA |
2 |
K |
K |
CK |
AA |
3 |
K |
K |
K |
AA |
4 |
CT |
K |
K |
AA |
5 |
CT |
CT |
K |
AA |
6 |
KH |
CT |
CT |
AA |
7 |
KH |
KH |
CT |
AA |
8 |
KH |
KH |
KH |
AA |
Keterangan : CKH = Coklat kehijaun, CKK = Coklat kekuningan, K = Kecoklatan, CT = Coklat tua, KH = Kehitaman, CK = Coklat keabuan, AA = Abu – abu
Dinamika Perubahan Tekstur Bahan
Dari ketiga kompos, komposisi 1 yang paling cepat menjadi kompos yang ditandai dengan remahnya tekstur kompos, sedangkan komposisi 2 lebih lama menjadi kompos daripada komposisi 1 dan komposisi 3 yang paling lama menjadi kompos.
Tekstur kompos yang bagus adalah remah karena telah mencirikan kompos matang. Sehingga kompos yang dihasilkan pada komposisi 1 dan 2 sudah berkualitas, sedangkan kompos pada komposisi 3 kualitasnya lebih rendah karena masih ada gumpalan kecil walaupun sudah agak remah
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perlakuan pada komposisi 1 yang mengandung bahan organik tertinggi (rasio C/N terendah = 28,05/1) memberikan pengaruh
terbaik terhadap proses pengomposan yang ditunjukkan dari karakteristik fisik, meliputi suhu, pH, warna, bau, dan tekstur. Kompos pada rasio C/N terendah (17,71/1) memberikan pengaruh terbaik terhadap kandungan hara yang
dihasilkan yaitu kadar N-total, C-organik, K-tersedia, dan P-tersedia tertinggi diantara ketiga kompos. Kompos yang dihasilkan pada komposisi 1, 2 dan 3 memiliki kadar C-organik dan N-total memenuhi standar SNI 19-70302004, dan untuk P-tersedia dan K-tersedia memiliki kadar yang sangat tinggi sesuai dengan LPT (1983) mengenai kualitas kompos. Dilihat dari karakteristik fisik, ketiga kompos yang dihasilkan menunjukkan suhu, warna, bau dan tekstur yang telah memenuhi standar SNI 197030-2004, sedangkan pH yang tidak memenuhi.
Saran
Adapun hal yang dapat disarankan dalam laporan hasil penelitian yakni perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai kandungan logam berat yang terdapat pada lumpur pencelupan yang merupakan bahan dasar pengomposan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. I Wayan Suarsa, M.Si., Ibu Dra. Emmy Sahara,
M.Sc.(Hons), dan Ibu Dra. Ida Ayu Raka Astiti Asih, M.Si. yang memberikan masukan-masukan sehingga penelitian sampai penulisan karya ilmiah ini menjadi lebih sempurna
DAFTAR PUSTAKA
Atmojo, S. W., 2003, Peranan Bhan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta
Djuarnani, N., Kristian, dan Setiawan, S. S., 2005, Cara Cepat Membuat Kompos, PT Agromedia Pustaka, Jakarta Selatan
Hanafiah, K. A., 2004, Dasar – Dasar Ilmu Tanah, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Kastaman, R., Hermanto, T., dan Iskandar, Y., 2006, Rancangan Bangun dan Uji Kinerja Reaktor Kompos Skala Rumah Tangga, Jurnal Agrikultura, 11 (17) : 110
Manurung, R., Rosdanelli H., dan Irvan, 2004, Perombakan Zat Warna Azo Reaktif Secara Anaerob – Aerob, Laporan Penelitian, http://library.usu.ac.id/download/ft/tkimi a-renita2.pdf, 27 Juli 2008
Nurtjahya, E., Rumetor, S. D., Salamena, J., Elvia, H., Darmawati, S., dan Murni,
2003, Pemanfaatan Limbah Ternak Ruminansia Untuk Mengurangi
Pencemaran Lingkungan, Makalah Pengantar Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana (S3), Institut Pertanian Bogor, Bogor
Siregar, S. T., 2005, Instalasi Pengolahan Air Limbah, Kanisius, Yogyakarta
Sulistijorini, 2003, Pemanfaatan Sludge Industri Pangan Sebagai Upaya Pengelolaan Lingkungan, Makalah Falsafah Sains (Program Pasca Sarjana)/S3, Bogor
Suriwati, L. M., 2005, Kajian Proses
Komposting Kotoran Babi melalui Pengukuran Kadar N, P, K dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Lombok rawit (Capsicum frutescens), Skripsi, FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
Widawati, S., 2005, Daya Pacu Aktivator Fungi Asal Kebun Biologi Wamena terhadap kematangan Hara Kompos, Serta Jumlah Mikroba Pelarut Fosfat dan Penambat Nitrogen, Jurnal BioDiversitas, 6 (4) : 240-243
Widya, N., 2006, Pupuk Hayati, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Yuwono, T., 2006, Kecepatan Dekomposisi dan Kualitas Kompos Sampah, Jurnal Inovasi Pertanian, 4 (2) : 116-123
71
Discussion and feedback