ISSN 1907-9850

INTERKALASI TETRAETIL ORTOSILIKAT (TEOS) PADA LEMPUNG TERAKTIFASI ASAM SULFAT DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI ADSORBEN WARNA LIMBAH GARMEN

P. Suarya, A. A. Bawa Putra, dan Devi Wisudawan

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

ABSTRAK

Telah pelajari interkalasi Tetraetil ortosilikat (TEOS) pada lempung dan penggunaannya sebagai adsorben untuk menghilangkan warna garmen. Lempung terlebih dahulu diaktivasi asam sulfat 1,2 M yang kemudian dilanjutkan dengan interkalasi TEOS. Karakterisasi dilakukan dengan metode titrasi asam basa untuk menentukan keasaman permukaan, dan metilen biru untuk mengukur luas permukaan spesifik serta spektrofotometri UV-Vis menunjukkan konsentrasi sisa adsorbat setelah diadsorpsi.

Hasil penelitian aktivasi dengan asam sulfat dan interkalasi TEOS pada lempung meningkatkan keasaman permukaan spesifik yang dihasilkan berturut-turut untuk adsorben S0-0(tanpa aktivasi); Sa-0 (lempung terinterkalasi TEOS 0%); Sa-5(lempung terinterkalasi TEOS 5%); Sa-10(lempung terinterkalasi TEOS 10%); Sa-15(lempung terinterkalasi TEOS 15%) 0,5064; 0,8733; 0,8486; 1,0005; dan 0,8926 mmol/g adsorben. Luas permukaan spesifik yang dihasilkan berturut-turut 27,2391 m2/g; 28,4019 m2/g; 28,2767 m2/g; 29,2220; m2/g dan 29,1621 m2/g adsorben untuk S0-0; Sa-0; Sa-5; Sa-10; Sa-15. Hasil uji adsorpsi terhadap warna garmen menunjukkan bahwa interkalasi dengan konsentrasi TEOS 10% merupakan adsorben terbaik dalam menyerap warna garmen yang didukung oleh data konsentrasi adsorbat terserap mencapai 83,64%. Perubahan warna limbah warna kuning sedikit pekat menjadi jernih.

Kata Kunci : lempung, adsorben, warna garmen, adsorpsi, tetraetil ortosilikat

ABSTRACT

Interchalation of Tetraethyl orthosilicate (TEOS) with acid activated clay has been studied. As for characterization of the modified clay. Acid-base titration methode was used to determine the surface acidity. Methylen blue method was used to determine the surface area while spectrophotometer UV-Vis was used to determine the amount of dye adsorbted by the modified clay.

The results showed that activation of clay with sulphuric acid and interchalat ion with TEOS increased the surface acidity of the clay. The value of surface acidity of S0-0(without activation); Sa-0(interchalated with TEOS 0%); Sa-5 (interchalated with TEOS 5%); Sa-10(interchalated with TEOS 10%); Sa-15 (interchalated with TEOS 15%) were 0.5064; 0.8733; 0.8486; 1.0005; and 0.8926 mmol/gadsorbent respectively. The specific surface area of S0-0; Sa-0; Sa-5; Sa-10; Sa-15 were27.2391 m2/g; 28.4019 m2/g; 28.2767 m2/g; 29.2220; m2/g dan 29.1621 m2/g, respectively. Further more, it was shown that, acid actived clay interchalated with 10% TEOS was the best adsorbent which adsorbed 83,64% of the dye indicated by the change of the colour from dark yellow to light yellow.

Keywords : clay, adsorbent, garment colour, adsorption, Tetraethyl orthosilicate

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam yang berlimpah. Wilayah darat di negeri kepulauan ini mengandung begitu banyak kandungan mineral, mulai mineral tambang hingga mineral yang ada di permukaan tanah, contohnya lempung. Namun lempung hanya menjadi potensi yang terbengkalai saja, belum ada sentuhan teknologi untuk mengolahnya menjadi bahan yang lebih berharga dengan nilai tambah tinggi. Pada umumnya lempung dikenal sebagai benda yang kurang bernilai (Sunarso, 2007).

Lempung tersusun dari mineral alumina silikat yang mempunyai struktur kristal berlapis dan berpori. Lempung bentonit merupakan mineral dengan kandungan utama monmorillonit kurang lebih 85%. Lempung bentonit mempunyai kemampuan mengembang (swellability) karena ruang antar lapis (interlayer) yang dimilikinya, dan dapat mengadsorpsi ion-ion atau molekul terhidrat dengan ukuran tertentu (Sunarso, 2007).

Perlakuan fisika dan kimia dapat menyebabkan perubahan sifat fisika dan kimia lempung sehingga menyebabkan perbedaan pemanfaatannya (Anonim, 2007). Pengaruh perlakuan dengan asam bergantung pada jenis asam dan logam yang diadsorpsi. Oleh karena itu, asam ini dipilih digunakan pada perlakuan tanah lempung (Sandra, 2004). Lempung teraktivasi asam sulfat 1,2 M memiliki luas permukaan dan keasaman permukaan yang relatif tinggi yaitu 29,0040 m2/g dan 1,2957 mmol/g sedangkan lempung tanpa dimodifikasi hanya memiliki luas permukaan 27,0307 m2/g dan keasaman permukaan sebesar 0,4665 mmol/g (Astari, 2008). Lempung yang diaktivasi asam sulfat 1,2 M memiliki luas permukaan tertinggi terhadap pengotor minyak daun cengkeh yakni sebesar 65,21 m2/g dibandingkan tanpa aktivasi sebesar 48,27 m2/g (Suarya, 2007). Penambahan tetraetil oetosilikat (TEOS) 10% pada lempung mampu memperbesar ukuran dan jumlah porinya, peningkatan konsentrasi TEOS pada lempung dapat memperbesar kemampuan menyerap dan ukuran porinya sesuai besar peningkatan konsentrasi. Kemudian

menjadi turun jika kandungan TEOS di atas 15% (Ratri, 2007).

Pada proses pencelupan, zat warna yang digunakan umumnya tidak akan masuk seluruhnya ke dalam bahan tekstil, sehingga limbah yang dihasilkan masih mengandung residu zat warna. Hal inilah yang menyebabkan limbah tekstil menjadi berwarna-warni dan mudah dikenali pencemarannya apabila dibuang langsung ke perairan umum. Berbagai cara pengolahan konvensional yang diterapkan belum memberikan hasil yang diharapkan dalam proses penghilangan warna. Metode koagulasi kimia dan flokulasi yang telah banyak digunakan umumnya mampu menyerap warna dalam limbah hingga 80%. Metode biologi konvensioanal umumnya tidak berhasil menghilangkan zat warna dalam air limbah (Anonim, 2007). Oleh karena itu perlu dicari metode alternatif untuk penghilangan warna, sehingga dalam penelitian ini dikembangkan cara pengolahan limbah warna secara adsorpsi.

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan yang digunakan adalah: Lempung, H2SO4, TEOS, AgNO3, NaOH , HCl, H2C2O4.2H2O p.a, BaCL2.2H2O, dan pp, Bahan warna Garmen, Akuades.

Peralatan

Alat yang digunakan adalah: timbangan analitik, ayakan ukuran 125µm, oven, desikator, cawan dan penggerus porselen, pengaduk magnet, corong, kertas saring, labu ukur, pipet volume, pipet ukur, buret, corong gelas, gelas ukur, gelas beker, Erlenmeyer, pipet tetes, kaca arloji, Spektrofotometer UV-VIS thermometer 100OC, Statif dan penjepitnya, bola hisap, serta pencatat waktu.

Cara Kerja

Sebanyak 100 gram lempung dimasukkan ke dalam 500 mL larutan H2SO4 1,2 M sambil diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam. kemudian disaring dan dicuci dengan air panas sampai terbebas dari ion sulfat (tes negatif terhadap BaCl2), dalam 4 tempat

terpisah, masing-masing sebanyak 8,00 gram suspensi lempung teraktivasi H2SO4 1,2 M (Sa) didispersikan dalam 400 mL akuades diaduk dengan pengaduk magnet selama 5 jam. Selanjutnya secara berturut-turut suspensi ditambah sedikit demi sedikit larutan surfaktan TEOS dengan konsentrasi 0; 5; 10; 15% (v/v), kemudian diaduk dengan pengaduk magnet selama 24 jam(Sampel berturut-turut diberi kode Sa-0 Sa-5; Sa-10; Sa-15;). Kemudian ditentukan luas dan keasaman permukaaannya. Sebanyak 1,0 g adsorben S0-0; Sa-0; Sa-5; Sa-10; Sa-15 masing-

masing digunakan untuk mengadsorpsi adsorbat dalam 50 mL warna garmen. Adsorpsi dilakukan dengan cara mengaduk warna garmen dengan adsorben pada kecepatan konstan selama 2 jam. Kemudian dianalisis dengan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 421,2 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut ini hasil pengukuran kesaman permukaan adsorben disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Keasaman Permukaan Adsorben

Adsorben

Keasaman permukaan (mmol/g)

Situs Aktif (1020 atom/g)

Tanpa aktivasi S0-0

0,5064 ± 0,0107

3,0495

Aktivasi, tanpa interkalasi Sa-0

0,8736 ± 0,0007

5,2608

Ineterkalasi 5% Sa-5

0,8486 ± 0,0163

5,1103

Interkalasi 10% Sa-10

1,0005 ± 0,0163

6,0250

Interkalasi 15% Sa-15

0,8926 ± 0,0007

5,3752

Tabel 1 menunjukkan terjadinya peningkatan keasaman permukaan pada adsorben lempung termodifikasi (Sa-0, Sa-5, Sa-10, Sa-15), jika dibandingkan dengan adsorben lempung tanpa dimodifikasi (S0-0,). Keasaman permukaan adsorben terus meningkat sampai

pada lempung teraktivasi H2SO4 1,2 M terinterkalasi 10% TEOS (Sa-10 > Sa-0> S0-0), kemudian menurun dengan meningkatnya konsentrasi TEOS yang diinterkalasikan pada lempung.

Gambar 1. Berikut Hubungan antara jenis adsorben S0-0, Sa-0, Sa-5, Sa-10, Sa-15 dengan luas permukaaan spesifik adsorben


Gambar 1 menunjukkan adsorben awal (S0-0) memiliki luas permukaan spesifik paling rendah dibandingkan dengan adsorben yang telah teraktivasi asam maupun terinterkalasi pada

lempung. Hal ini disebakan adanya aktivasi dengan asam menyebabkan terlarutnya lebih banyak pengotor yang menutupi pori-pori adsorben sehingga menjadi lebih terbuka,

akibatnya luas permukaan spesifik adsorben menjadi relatif besar dibandingkan dengan adsorben tanpa teraktivasi asam. Penambahan TEOS mampu meningkatkann luas permukaan lempung sesuai peningkatan konsentrasinya.

Setelah karakterisasi adsorben dilanjutkan pada adsorpsi terhadap warna limbah garmen. Dari adsorpsi yang dilakukan didapatkan data apada Tabel 2.

Tabel 2. Absorbansi dan jumlah adsorbat yang terserap masing-masing adsorben

Adsorben

Absorbansi

Xm (mg/g)

S0-0

0,253

0,0928

Sa-0

0,127

0,1469

Sa-5

0,130

0,1456

Sa-10

0,080

0,1671

Sa-15

0,120

0,1504

Tabel 2 menunjukkan bahwa, terjadi peningkatan daya adsorpsi untuk adsorben Sa-5, Sa-10. Adsorben S0-0 memiliki daya adsorpsi paling rendah, yang hanya dapat menyerap sebanyak 0,0928 mg/g, hal ini dapat terjadi karena adsorben S0-0 tidak mengalami aktivasi asam dan interkalasi. Kemudian daya adsorpsi meningkat pada Sa-0(adsorben dengan aktivasi asam dan interkalasi TEOS 0%), yang dapat menyerap sebanyak 0,1469 mg/g dan Sa-10 (adsorben dengan aktivasi asam dan interkalasi TEOS 10%), memiliki daya adsorpsi tertinggi karena mampu menyerap adsorbat terbanyak, yaitu 0,1671 mg/g.

Parameter penting lain yang dikaji adalalah waktu optimum. Dari hasil analisis adsorben dengan spektrofotometer UV-Vis didapatkan data absorbansi dan jumlah adsorbat yang terserap dengan variasi waktu terdapat pada Gambar 2.

Gambar 2. Konsentrasi warna sisa yang setelah diadsorpsi oleh Sa-10 dengan waktu pengadukan 15; 30; 60; 90; dan 120 menit


Pengadukan selama 15 menit, telah menghasilkan warna garmen yang secara visual setara dengan tingkat pengadukan 90 menit. Namun adsorbat yang terserap adsorben selama 15 menit pengadukan, lebih sedikit dibandingkan bila diaduk 90 menit. Dari data grafik diatas secara umum dengan meningkatnya waktu adsorpsi akan meningkatkan jumlah adsorbat yang terserap, tetapi akan mengalami penurunan jika waktu optimum sudah terlewati. Pengadukan selama 120 menit jumlah adsorbat

yang diserap menurun di bandingkan waktu pengadukan 90, hal ini dapat terjadi sebagai akibat pengadukan 120 menit telah melewati waktu optimuml adsorpsi sehingga adsorben sudah jenuh. Pada kondisi ini adsorbat yang terserap dapat terlepas kembali dan tergantikan oleh air sebagai pelarut warna garmen. Jadi dapat dikatakan bahwa pada waktu pengadukan selama 90 menit memberikan kapasitas adsorpsi tertinggi terhadap warna garmen.

Gambar 3. Konsentrasi warna sisa yang setelah diadsorpsi oleh Sa-10 pada volume 10,0; 20,0; 40,0; 50,0;

60,0 mL warna garmen


Kualitas warna limbah diadsorpsi dapat dilihat dari tingkat kejernihannya yang bersesuaian dengan data adsorbat, (Gambar 3) Data tersebut menunjukkan bahwa, warna gamen volume 10,0 mL, adsorben dapat mengadsorpsi 0,1504 mg/g, pada volume 20,0 mL, diserap sebanyak 0,1426 mg/g (selisih antara kedua jumlah adsorbat tersebut terlalu kecil), dan pada volume 40,0 mL, hanya dapat mengadsorpsi 0,1358 mg/g. Begitu juga pada volume 50,0 dan 60,0 mL, daya adsorpsinya menurun, yang hanya dapat menyerap adsorbat masing-masing 0,1336 mg/g dan0,1298 mg/g. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tingkat kejernihan Sv10>Sv20>Sv40>Sv50>Sv60.

Berdasarkan data-data pendukung yang telah disebutkan di muka, dapat dinyatakan bahwa tiap gram adsorben Sa-10 memiliki kapasitas adsorpsi tertinggi terhadap warna pada limbah sebanyak 40,0 mL dengan waktu adsorpsi optimum selama 90 menit. Hal ini didasari adsorpsi pada kondisi tersebut, menghasilkan konsentrasi warna relatif rendah dibandingkan warna garmen sebelum diadsorpsi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari data-data yang yang didapatkan dalam penelitian dan hasil pembahasan dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:

  • 1.    Adanya aktivasi asam dan interkalasi TEOS pada lempung mengakibatkan terjadinya peningkatan keasaman permukaan adsorben dari 0,5064 mmol/g untuk lempung kontrol (adsorben S0-0) menjadi 1,0005 mmol/g untuk lempung teraktivasi asam dan terinterkalasi TEOS 10%(Sa-10).

  • 2.    Lempung alam (adsorben kontrol) dan adsorben teraktivasi asam serta terinterkalasi TEOS masing-masing mampu menunjukkan aktivitas adsorpsi terhadap warna garmen, dimana adsorben teraktivasi asam dan terinterkalsi TEOS memiliki kemampuan lebih baik dalam mengadsorpsi warna garmen.

  • 3.    Hasil Spektrofotometri Ultraviolet-sinar tampak (UV-Vis) menunjukkan peningkatan kualitas air setelah proses adsorpsi yang ditandai dengan penurunan konsentrasi warna dari 4,0000 ppm menjadi 0,6543 ppm.

Saran

Dari hasil penelitian dan kesimpulan dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan variasi temperatur kalsinasi setelah interkalasi TEOS.

  • 2.    Perlu dikaji mengenai pengukuran jari-jari dan luas permukaan dengan Gas Sorption Analyzer.

  • 3.    Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai identifikasi adsorbat serapan adsorben.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis sampaiakn kepada Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana dan semua sataf yang membantu sehingga terselesaikannya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007, http//www.Balai besar tekstil, Bandung.com, 14 Maret 2008

Astari, N. L., 2008, Preparasi Komposit Alumunium Oksida Pada Lempung Teraktivasi Asam dan Aplikasinya untuk Meningkatkan kualitas Minyak Daun Cengkeh, Skripsi, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, h. 34, 72

Ratri J. P, 2007, http//w[email protected], 17 Maret 2009

Sandra, A., 2004, Kajian Termodinamika Adsorpsi Lempung Bentonit Teraktivasi Asam Sulfat dan Asam Klorida terhadap campuran Pb (II) dan Cr (III), Skripsi, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, h. 7, 9

Suarya, P., 2005, Preparasi Lempung Terpilar Besi Oksida dan Pemanfaatannya Sebagai adsorben Pengotor Minyak Daun Cengkeh, Tesis S-2, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, h. 38

Sunarso, 2007, http://mail.ppsdms.org, 11 Maret 2008

48