EFEKTIVITAS PENURUNAN KADAR DODESIL BENZEN SULFONAT (DBS) DARI LIMBAH DETERJEN YANG DIOLAH DENGAN LUMPUR AKTIF
on
ISSN 1907-9850
EFEKTIVITAS PENURUNAN KADAR DODESIL BENZEN SULFONAT (DBS) DARI LIMBAH DETERJEN YANG DIOLAH DENGAN LUMPUR AKTIF
Ni G. A. M. Dwi Adhi Suastuti
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat efektifitas lumpur aktif dalam menurunkan kandungan senyawa dodesil benzene sufonat (DBS) yang terdapat dalam limbah deterjen. .Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama pembibitan atau pembuatan lumpur aktif dan kedua proses pengolahan limbah detergen dengan lumpur aktif. Tahap pembibitan dilakukan dalam toples plastik dengan volume kira-kira 2 liter. Ke dalam toples dimasukkan sebanyak 3 gram sedimen (lumpur) dari Sungai Mati, 1 gram NPK, dan akuades sampai volume 1 liter. media yang mengandung 1 gram pupuk NPK selanjutnya diaerasi selama 1 minggu. Tahap kedua adalah pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) wadah plastik yang berisi yang bervolume kira-kira 5 liter. Ke dalam wadah pertama diisi dengan 2 liter limbah deterjen dan 1 liter cairan pembibitan, sedangkan wadah kedua diisi dengan 3 liter limbah deterjen sebagai kontrol selanjutnya masing-masing diaerasi. Pengamatan dilakukan pada 0, 3, 5,7, 10 dan 15 hari. Kandungan DBS dianalisis dengan metode metilen biru, selanjutnya dihitung tingkat efektifitas lumpur aktif dalam menurunkan kandungan DBS dalam limbah deterjen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum selama pengolahan baik kontrol maupun lumpur aktit terjadi penurunan kandungan DBS. Kandungan DBS terendah diperoleh pada pengolahan selama 15 hari baik kontrol maupun lumpur aktif dengan kandungan DBS masing-masing 46,726 dan 0,381 mg/L. Pada kontrol kandungan DBS tidak terjadi penurunan yang nyata, hal ini kemungkinan disebabkan pada kontrol tidak terdapat mikroorganisme yang cukup untuk merombak DBS. Sedangkan pada lumpur aktif terjadi penurunan yang sangat tajam, hal ini kemungkinan disebabkan oleh terjadi perombakan DBS oleh mokroorgsnisme yang terdapat dalam lumpur aktif. Dilihat dari nilai efektifitas penurunan DBS di akhir pengolahan (15 hari) untuk kontrol dan lumpur aktif masing-masing 8,18% dan 99,25 %. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pengolahan limbah deterjen menggunakan lumpur aktif sangat efektif dalam menurunkan BDS.
Kata kunci : Lumpur aktif, DBS, limbah deterjen
ABSTRACT
This research aims to find out the decrease effectivity of dodecil benzene suphonate (DBS) concentration from detergent waste treated using activated sludge. This research was carried out in two steps : the first step was seeding process or preparation of the activated sludge. This was carried out on plastic container of 2 L. About 3 g sediment taken from Tukad Mati, 1 g NPK were mixed in a plastic container. The volume was made 1 L by adding aquadest, the mixture was aerated for 1 week. The second step was treatment of detergent waste which was carried out using 2 plastic container of 5 L each. About 2 L detergent waste and 1 L activated sludge solution were mixed in the plastic container. Mean while, 3 L detergent waste as a control were palced in the other plastic container. Both container were aerated for observation for decrease DBS concentration was carried out during 0, 3, 5, 7, 10 and 15 days. DBS concentration was analyzed using Methylen blue method.
The research result indicated that generally, there were decrease of BDS concentration both in control and treated samples. The lowest DBS concentration was observed on day 15 both on control and treated samples with value, of 46.726 and 0.381 mg/L respectively. The decrease effectivity were 8.18% for control and 99,25% for treated samples. From this research, it can be seen that treatment of waste using activated sludge was effective to decrease DBS concentration in detergent containing waste.
Keywwords : activated sludge, DBS, detergent waste
PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan utama bagi mahluk hidup. Air yang dibutuhkan adalah air bersih dan sehat yaitu air yang tidak mngandung bibit penyakit, bahan kimia yang beracun serta partikel-partikel pengotor (Mahida, 1984). Dalam kehidupan sehari-hari manusia menggunakan air untuk berbagai keperluan seperti minum, mencuci, industry, pertanian dan lain sebagainya (Darmono, 2001).
Dewasa ini tingkat pencemaran air mengalami peningkatan secara tajam seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah akibat adanya limbah deterjen. Produk deterjen saat ini sudah digunakan oleh hampir semua penduduk untuk berbagai keperluan seperti mencuci pakaian dan perabotan serta sebagai bahan pembersih lainnya. Salah satu usaha yang berkembang pesat saat ini, yang banyak menggunakan deterjen adalah usaha laundry (Golib, 1984).
Salah satu senyawa utama yang dipakai dalam deterjen adalah senyawa dodesil benzena sulfonat dalam bentuk natrium dodesil benzena sulfonat (NaDBS). Senyawa ini mempunyai kemampuan untuk menghasilkan buih. Senyawa utama yang lainnya adalah natrium tripolifosfat (STTP) yang mempunyai kemampuan sebagai pembersih kotoran. Kedua senyawa ini sulit terurai secara alamiah dalam air, sehingga kedua senyawa ini dapat mencemari lingkungan perairan. Salah satu dampak yang terjadi adalah timbulnya buih di permukaan perairan sehingga dapat mengganggu pelarutan oksigen dalam air dan dapat mengurangi keindahan (estitika). Oleh karena itu diperlukan teknik yang tepat dan efektif dalam pengolahan limbah deterjen (Izidin, 2001).
Pengolahan limbah cair dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia dan biologi. Pengolahan limbah dengan cara biologi adalah salah satu metoda yang memanfaatkan mikroorganisme dalam menguraikan senyawa yang terkandung dalam air limbah. Proses pengolahan limbah secara biologis dapat bersifat aerobik dan anaerobik tergantung pada tujuannya. Adapun cara pengolahan limbah secara biologis meliputi pengunaan lumpur aktif,
kolam oksidasi, kolam aerasi, trickling filter. Lumpur aktif dapat mengandung berbagia ragam mikroorgansisme heterotrofik seperti bakteri, protozoa dan beberapa organisme yang lebih tinggi. Pertumbuhan mikroorganisme dapat membentuk gumpalan massa yang dapat dipertahankan dalam suspense bila lumpur aktif diaduk. Untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan mem-pertimbangkan sifat mikroorganisme perlu diperhatikan kondisi agar mikroorgansime dapat berkembang dengan baik sesuai dengan lingkungannya (Buchari, et al., 2001; Laksmi, et al., 1990).
Sedimen berupa lumpur dalam perairan merupakan penunjang kehidupan penting bagi mikroorganisme. Lumpur banyak mengandung mineral, bahan organik dan unsur hara. Mikroorganisme dalam lumpur berperan penting dalam daur karbon, nitrogen, dan sulfur dalam perairan. Populasi mikroorganisme terbanyak yang terdapat dalam lumpur adalah pada bagian permukaan (Rhizophore). Mikroorganisme dari lumpur tanah pertanian yang digunakan sebagai lahan pembuangan limbah kemungkinan memiliki kemampuan yang lebih tingga dalam menguraikan senyawa pencemaran (Buchari, et al., 2001).
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, mikroorganisme memerlukan sumber nutrisi seperti karbon, nitrogen, fosfor, sulfur dan unsur-unsur mikro lainnya yang digunakan dalam proses metabolisme. Mikroorganisme juga dapat memanfaatkan kandungan senyawa yang terdapat dalam limbah untuk memenuhi kebutuhan nutrien mikroorganisme itu sendiri (Buchari, et al., 2001). Perkembangan mikroorganisme dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik seperti cahaya, tempertur, tekanan, turbiditas,dan lain sebagainya, sedangkan faktor biotik meliputi kompetisi nutrient, vitamin dan antibiotic serta keberadaan mikroorganisme lainnya (Waluyo, 2005). Penggunaan metode lumpur aktif merupakan salah satu metode yang efektif dalam pengolahan limbah. Mikroorganisme dalam kondisi aerobik dapat mengkonversi bahan organik menjadi biomasa. Senyawa Nitrogen organik dikonversi menjadi ammonium atau nitrat. Senyawa organik fosfat dapat dikonversi
menjadi ortofosfat. Dalam pengolahan limbah dengan aerasi biasanya proses degradasi terjadi pada akhir fase log dari mikroorganisme tersebut (Manahan, 1994).
MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain limbah deterjen, sedimen (lumpur), NaDBS, pupuk NPK, Bahan kimia yang digunakan antara lain reagen Methylene blue, klroform, H2SO4, NaH2PO4.H2O dan akuades.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian dikelompokkan menjadi dua yaitu peralatan pengolahan limbah deterjen dan peralatan analisis kimia. Peralatan pengolahan limbah deterjen antara lain bak pengolahan dengan volume 5 liter. Toples plastik dengan volume 2 liter, dan aerator. Peralatan analisis kimia antara lain peralatn gelas seperti tabung reaksi, pipet volume, corong pisah, timbangan analitik dan spektofotometer UV-Vis.
Cara Kerja
Pengolahan Limbah Detertjen
Pembibitan (seeding)
Sebanyak 3 gram lumpur yang diperoleh dari Sungai Mati, 1 gram NPK dimasukkan kedalam toples plastik yang sudah disii dengan akuades sebanyak 1 liter. Selama pembibitan dilakukan aerasi dengan aerator yang ujung selangnya ditempatkan pada dasar toples. Aerasi dilakukan selain sebagai sumber oksigen juga dapat sebagai alat pengadukan dari proses pembibitan. Pembibitan ini dilakukan selama 1 minggu.
Pengolahan Limbah Deterjen
Disiapkan 2 bak percobaan yang masing-masing diisi dengan 2 liter air limbah. Bak pertama diisi dengan 1 liter cairan pembibitan, dan bak kedua hanya diisi dengan
limbah deterjen. Pada sistem pengolahan ini dilakukan aerasi dan pengamatan dilakukan pada hari ke 3, 5, 7, 10 dan 15.
Pembuatan Larutan Standar DBS
Sebelum menentukan kadar DBS, dilakukan pembuatan standar DBS dari senyawa Na-DBS dengan konsentrasi DBS 100 ppm. Selanjutnya dibuat larutan standar 1,0; 2; 5; 10 dan 25 ppm.
Penentuan Kadar DBS pada Sampel
Sebanyak 10,0 mL sampel deterjen dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian ditambahkan dengan 25 mL kloroform dan 25 mL pereaksi methylene blue. Campuran dalam corong pisah dikocok selama 10 detik dan didiamkan sampai terbentuk dua fase yaitu fase kloroform dan fase air. Fase kloroform yang berada di bagian bawah diambil dan fase air dicuci dengan kloroform sampai warna biru pada fase air berkurang atau menghilang. Fase kloroform dikumpulkan pada corong pisah yang lainnya, kemudian ditambahkan 50 mL larutan pencuci dan dikocok selama 60 detik, selanjutnya didiamkan sampai terbentuk dua fase lagi. Fase kloroform ditampung, sedangkan fase larutan pencuci dilakukan pencucian sebanyak dua kali dengan masing-masing 10 mL klroform. Fase klroroform dikumpulkan dan dibaca serapannya dengan spekrtofotometer pada panjang gelombang maksimum 644 nm.
Perhitungan Efektivitas
Untuk menentukan nilai efektivitas penurunan BDS dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
DBS awal–DBS selama pengolahan Efektifitas % =
DBS awal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi standar dibuat dengan mengukur nilai absorbansi beberapa konsentrasi larutan standar DBS yaitu 0,0; 1,0; 2,0; 5,0; 10,0
dan 25,0 ppm pada panjang gelombang maksimum 644 nm. Adapun data pengukuran ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Absorbansi Larutan Standar DBS
Konsentrasi DBS (ppm) |
Absorbansi |
0,0 |
0,000 |
1,0 |
0,061 |
2,0 |
0,077 |
5,0 |
0,142 |
10,0 |
0,275 |
25,0 |
0,530 |
Dari data Tabel 1 dapat dibuat kurva seperti terlihat pada Gambar 1.
0,8
θ KoJPntration ∣⅛∕L)
Gambar 1. Kurva kalibrasi DBS
Karakterisasi Limbah Deterjen.
Limbah deterjen diperoleh dari usaha laundry mempunyai kondisi awal berwarna putih keruh, berbau, dan berbusa. Kadar DBS limbah deterjen sebesar 50,884 ppm. Kadar DBS sampel deterjen yang tinggi dapat menimbulkan buih yang dapat menghambat penetrasi sinar matahari dan pelarutan oksigen sehingga mengakibatkan oksigen terlarut pada sampel menjadi rendah. Rendahnya kandungan oksigen terlarut ini dapat menyebabkan ikan dan hewan lain yang membutuhkan oksigen hidupnya terganggu. Laidler (1991) menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut sebagai pendukung semua kehidupan dalam perairan. Waluyo (2005) juga menyatakan bahwa oksigen diperlukan oleh sebagian besar tanaman dan hewan untuk melakukan respirasi.
Pengaruh Lumpur Aktif terhadap Penurunan Kadar DBS Limbah Deterjen.
Pada pengolahan limbah dengan menggunakan lumpur aktif dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar DBS Limbah Deterjen yang diolah dengan Lumpur Aktif selama pengolahan
Hari ke |
Kadar DBS (ppm) | |
Kontrol |
Lumpur Aktif | |
0 |
50,888 |
50,888 |
5 |
48,122 |
14,137 |
7 |
47,843 |
1,244 |
10 |
46,980 |
0,152 |
15 |
46,726 |
0,381 |
Dari Tabel 2 bahwa secara umum terjadi penurunan kadar DBS selama pengolahan baik untuk kontrol maupun pengolahan dengan lumpur aktif. Kadar DBS terendah diperoleh pada pengolahan dengan lumpur aktif selama 15 hari. Rendahnya kadar DBS pada pengolahan dengan lumpur aktif selama 15 hari ini kemungkinan disebabkan oleh terjadi degradasi oleh mikroorganisme yang terdapat pada lumpur aktif. Penurunan kadar DBS dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Penurunan Kadar DBS selama
pengolahan.
Bila dibandingkan dengan kontrol, penurunan kadar BDS limbah deterjen yang diolah dengan lumpur aktif mengalami penurunan yang tajam. Pada kontrol tidak terjadi penurunan yang berarti selama pengolahan. Hal ini disebabkan oleh tidak terjadi proses
degradasi DBS secara maksimal. Pada perlakuan kontrol hanya dilakukan aerasi
Efektivitas Pengolahan Limbah Deterjen
Efektivitas pengolahan limbah deterjen
dengan lumpur aktif dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Efektivitas penurunan DBS limbah
deterjen untuk ontrol dan lumpur aktif
Hari ke |
Efektifitas (%) | |
Kontrol |
Lumpur Aktif | |
0 |
5,44 |
72,22 |
5 |
5,95 |
97,56 |
7 |
7,68 |
99,70 |
10 |
7,78 |
99,45 |
15 |
8,18 |
99,25 |
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa tingkat efektivitas pengolahan dengan lumpur aktif sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat pada hasil perhitungan efektifitas pada lumpur aktif pada pengolahan selama 15 hari sebesar 99,25%. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan limbah dengan lumpur aktif sangat efektif dalam menurunkan kadar DBS dari limbah deterjen.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :
-
1. Kandungan DBS pada kontrol lebih tinggi daripada pengolahan dengan lumpur aktif.
-
2. Penurunan kandungan DBS pada lumpur aktif lebih banyak dibadingkan dengan kontrol Kandungan DBS terendah pada kontrol dan pengolahan dengan lumpur aktif selama 15 hari masing-masing 46,726 dan 0,381 mg//L.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan parameter yang lebih lengkap seperti pH, kandungan fosfat, COD, BOD, padatan tersuspensi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Dras. I Wayan Budiarsa Suyasa, M.Si, Bapak A.A. Bawa Putra, S.Si, M.Si. dan Turhayati atas kerjasamanya dalam penyelesaian tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Buchari, I Wayan Arka, K. G. Dharma Putra dan I G. A. Kunti Sri Panca Dewi, 2001, Kimia Lingkungan, UPT Udayana, Bali
Darmono, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran, UI-Press., Jakarta
Gholib, I., 1994, Kimia Lingkungan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Izidin, J., 2001, Studi Pengolahan Limbah Deterjen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, Yogyakarta
Laidler, G., 1991, Environmental Chemistry an Australian Perspective, Australia
Laksmi Jenie, Betty Sri, dan Winiati Pudji Rahayu, 1996, Penanganan Limbah Industri Pangan, Kanisius, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Manahan E. Stanley, 1994, Environmental
Chemistry, Lewis Publishers. New York Waluyo L., 2005, Mikrobiologi Lingkungan, UMM, Malang
53
Discussion and feedback