ISSN 1907-9850

ANALISIS BILANGAN PEROKSIDA MINYAK SAWIT HASIL GORENGAN TEMPE PADA BERBAGAI WAKTU PEMANASAN DENGAN TITRASI IODOMETRI

Dwi Anggraeni Putri Suandi1*, Ni Made Suaniti1, dan Anak Agung Bawa Putra1

1Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

*E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak yang biasanya dimanfaatkan untuk menggoreng berbagai hidangan. Mutu atau kualitas minyak goreng dapat mempengaruhi gizi pangan hasil gorengan yang selanjutnya minyak sisa gorengan dapat ditentukan nilai bilangan peroksida akibat adanya proses oksidasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bilangan peroksida pada minyak goreng sawit yang telah digunakan untuk menggoreng tempe yang terkontaminasi logam berat Pb pada berbagai waktu pemanasan secara Iodometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan bilangan peroksida minyak yang terkontaminasi Pb seiring bertambah lamanya waktu pemanasan minyak, yaitu berkisar antara 0,8715 meq/kg sampai 4,0852 meq/kg. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa semakin banyak bilangan peroksida pada minyak maka semakin jelek kualitas minyak dan pangan yang digoreng. Adanya peningkatan bilangan peroksida pada penelitian ini tidak hanya disebabkan oleh adanya oksigen tetapi juga logam berat Pb yang terkandung dalam tempe yang digoreng.

Kata kunci : minyak sawit, bilangan peroksida, titrasi iodometri

ABSTRACT

Palm oil is one of cooking oil which usually used for cooking and frying various dishes. Quality of cooking oil can affect the quality and nutritional of fried food. Peroxide number value of used cooking oil can indicate the qulaity of cooking oil due to oxidation process. This study aimed to analyse peroxide number value of used palm oil fried tempe contaminated with lead (Pb) at various time of cooking by Iodometry titration method. The results showed that peroxide number value of used fried tempe cooking oil contaminated with Pb increased as the length of frying time increased ranging from 0.8715 meq/kg to 4.0852 meq/kg. These results suggested that the more peroxide present on used cooking oil, the worst quality of the oil and the fried food. The increased of peroxide number value found in this research was not only due to the presence of oxygen but also caused by contaminant of heavy metal Pb.

Keywords: palm oil, peroxide value, iodometry

PENDAHULUAN

Seperti yang kita ketahui masyarakat Indonesia tidak dapat terlepas dari minyak goreng dalam kesehariannya untuk aktivitas masak-memasak (Winarno, 2004). Salah satu jenis minyak yang sering dimanfaatkan ialah minyak nabati. Hal ini dibuktikan oleh penggunaan

minyak nabati oleh masyarakat Indonesia yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Siswanto dan Mulasari, 2015). Salah satu jenis pangan yang telah sejak lama dikenal menjadi santapan keseharian masyarakat Indonesia dalam proses pengolahannya menggunakan minyak nabati yaitu tempe. Selain karena harganya yang ekonomis, tempe juga umumnya bisa dikonsumsi

oleh berbagai kalangan usia termasuk kaum vegetarian yang telah lama menggunakan tempe sebagai pengganti daging (Astawan, 2008).

Beberapa jenis tanaman jenis serealia, seperti jagung, gandum, dan beras, jenis kacang-kacangan, seperti: kacang kedelai dan kacang tanah, jenis palma-palmaan, seperti: kelapa dan kelapa sawit, serta biji-bijian, seperti: biji bunga matahari, biji wijen,dan biji kakao dapat dimanfaatkan sebagai minyak nabati (Nugraha, 2004). Minyak biji kapas, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari merupakan minyak yang tergolong ke dalam jenis minyak setengah mengering (semi drying oil) yang tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini dikarenakan sifatnya yang mudah teroksidasi dan dapat menimbulkan bau tengik apabila mengalami kontak dengan udara pada suhu tinggi. Salah satu contoh minyak yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas memasak sehari-hari yaitu minyak sawit. Minyak sawit termasuk ke dalam golongan non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan membentuk lapisan keras meskipun dibiarkan mongering di udara terbuka (Ketaren, 2008).

Minyak sawit dapat disebut sehat karena mengandung vitamin A, D, E, K serta lemak untuk pembentukan sel serta pertahanan tubuh. Namun, di sisi lain minyak goreng juga dapat memberikan efek yang berbahaya bagi tubuh. Hal tersebut dikarenakan dalam penggunaannya selama proses memasak menggunakan pemanasan dengan suhu yang tinggi (Graha, 2010). Pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan sebagian minyak teroksidasi. Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak yang dimulai dengan pembentukan radikal bebas kemudian peroksida dan hidroperoksida sehingga menghasilkan ketengikan pada minyak (Ketaren, 2012). Proses oksidasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: suhu, ketersediaan oksigen, cahaya, dan adanya enzim atau logam-logam berat yang bertindak sebagai katalisator selama proses oksidasi (Almatsier, 2001).

Minyak goreng yang telah rusak dapat diketahui dengan melakukan berbagai jenis uji, salah satunya yaitu uji bilangan peroksida yang menunjukkan tingkat ketengikan minyak akibat proses oksidasi (Stier, 2003). Penentuan bilangan peroksida dilakukan dengan cara titrasi iodometri

menggunakan larutan tiosulfat sebagai penitrasi. Prinsip dari titrasi ini adalah senyawa dalam lemak (minyak) akan dioksidasi oleh Kalium iodida (KI) dan Iod yang dilepaskan kemudian dititrasi dengan tiosulfat (Wildan, 2002).

Tujuan penelitian ini adalah melakukan penentuan bilangan peroksida dalam minyak goreng sawit hasil penggorengan tempe yang telah terkontainasi Pb pada berbagai waktu pemanasan minyak. Proses pemanasan menyebabkan minyak mengalami oksidasi yang disebabkan oleh asam lemak terutama asam lemak tak jenuh yang dapat membentuk suatu peroksida dan radikal bebas (Wildan, 2002). Adanya logam berat juga dapat menyebabkan meningkatnya toksisitas pada pangan dan meningkatnya bilangan peroksida yang dapat menurunkan kualitas gizi suatu pangan dan berefek bahaya bagi kesehatan tubuh (Almatsier, 2001).

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: minyak sawit hasil gorengan tempe yang terkontaminasi timbal (Pb), Na2S2O3.5H2O, K2Cr2O7, KI, HCl pekat, amilum, CH3COOH glasial, CHCl3, dan NaCO3.

Peralatan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain: timbangan analitik, buret, corong plastik, klem dan statif, pipet volumetrik, bola hisap, pipet tetes, gelas ukur, gelas beaker, dan Erlenmeyer bertutup.

Cara Kerja

Pembuatan Pereaksi

Indikator amilum 1 % : ditimbang 1 g amilum, dilarutkan dengan 100 mL akuades dalam gelas beaker 250 mL, dipanaskan di atas kompor listrik sampai mendidih dan dibiarkan sampai 3 menit. Larutan ini digunakan setelah dingin. Larutan baku kalium dikromat (K2Cr2O7): ditimbang 0,1240 g K2Cr2O7, dimasukkan ke dalam labu takar 1 Liter, ditambahkan akuades hingga tanda batas, lalu dikocok. Larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,01 N : Ditimbang 2,4817 g kristal Na2S2O3.5H2O, dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL, dilarutkan dengan

akuades. Kemudian larutan dipindahkan ke dalam labu takar 1 L dan diencerkan dengan akuades sampai tanda batas, lalu dikocok sampai homogen. Larutan standar ini disimpan tertutup pada botol kaca berwarna gelap.

Penentuan Bilangan Peroksida Minyak Goreng

Erlenmeyer bertutup diletakkan di atas timbangan analitik, diatur massa Erlenmeyer menjadi 0 kg. Selanjutnya sampel minyak dimasukkan sebanyak 5 g ke dalam Erlenmeyer ditimbang secara bersamaan pada timbangan analitik. Lalu ke dalam erlenmeyer ditambahkan 15 mL campuran larutan yang terdiri dari 30 mL asam asam asetat glasial dan 20 mL kloroform, lalu larutan dikocok sampai bahan terlarut semua. Setelah semua bahan tercampur, ditambahkan 0,5 mL larutan jenuh KI. Selama 1 menit campuran larutan dikocok, selanjutnya ditambahkan 15 mL akuades. Kemudian campuran larutan segera dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 N sampai warna kuning muda hampir hilang, lalu ditambahkan 0,5 mL indikator amilum 1%. Titrasi dilanjutkan hingga warna larutan mengalami perubahan dari warna biru sampai dengan warna biru hampir hilang dan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali.

Bilangan peroksida dinyatakan dalam mg-equivalen peroksida dalam setiap 1000 g sampel yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

AxNxIOOO

Bilangan peroksida = -----—-----

(Ketaren, 2005)

Dimana:

A = volume larutan Na2S2O3 (mL)

G = bobot contoh (g)

N = normalitas Na2S2O3 (grek/L)

Bilangan peroksida = jumlah meq peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak (meq/kg)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas minyak dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu uji yaitu uji bilangan peroksida menggunakan titrasi iodometri. Pada titrasi iodometri digunakan Na2SO3 0,01 N sebagai titran yang sebelumnya telah distandardisasi terlebih dahulu dengan kalium dikromat agar diketahui normalitas sebenarnya dari Na2S2O3

yang digunakan (Wildan, 2002). Pada penelitian ini digunakan tiga jenis sampel minyak goreng sawit, diantaranya:   minyak goreng hasil

pemanasan, minyak goreng hasil gorengan tempe yang terkontaminasi dan tidak terkontaminasi logam berat Pb yang semuanya diberikan perlakuan pemanasan dengan variasi waktu pemanasan 0 menit, 10 menit, 20 menit, dan 30 menit.

Tabel 1. Kadar Logam Berat Pb dalam MinyakSawit pada berbagai Waktu Pemanasan Minyak Goreng

Kadar Pb berdasarkan variasi

Sampel       waktupemanasan minyak

Minyak              (mg/kg)

0      10     20      30

menit   menit   menit   menit

Pemanasan biasa

0,0002

0,0005

0,0012

0,0014

Tempe Negatif Pb

0,0004

0,0006

0,0010

0,0015

Tempe

Positif Pb

1,0492

1,2190

1,5544

1,7683

Hasil uji kuantitatif kandungan logam berat Pb pada minyak disajikan pada Tabel 1. Pengujian dilakukan menggunakan Spektro fotometer Serapan Atom (SSA).Pada Tabel 1 yang disajikan menjelaskan bahwa pada minyak sawit pemanasan biasa diperoleh kadar Pb berkisar antara 0,0002 mg/kg sampai 0,0014 mg/kg. Pada minyak sawit yang negatif mengandung Pb diperoleh kadar Pb berkisar antara 0,0004 mg/kg sampai 0,0015 mg/kg. Sedangkan pada minyak sawit yang positif mengandung Pb memberikan hasil bahwa kadar Pb berkisar antara 1,0492 mg/kg sampai 1,7683 mg/kg. Pada Tabel 1 juga dijelaskan bahwa kadar Pb pada minyak sawit positif Pb terus mengalami peningkatan seiring bertambahnya waktu pemanasan minyak goreng. Semakin bertambah besarnya kandungan Pb dikarenakan Pb dapat larut dengan baik dalam minyak dan adanya panas akan menyebabkan semakin meningkatnya kelarutan Pb. Pb mudah larut dalam larutan garam, seperti: asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat dan serta dalam minyak dan lemak (Palar, 2004).

Volume tiosulfat yang digunakan pada saat titrasi disajikan pada Tabel 2 yang

menjelaskan bahwa volume tiosulfat terus mengalami peningkatan seiring bertambahnya waktu pemanasan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak volume tiosulfat yang digunakan, maka semakin banyak peroksida yang terbentuk pada saat proses oksidasi minyak berlangsung (Abdullah, 2007).

Tabel 2. Volume Titrasi Tiosulfat berbagai Sampel Minyak Goreng Sawit berdasarkan Variasi Waktu Pemanasan Minyak

Sampel (minyak)

r

Vol. Na2S2O3 berdasarkan variasi waktu pemanasan minyak (mL)

0’

10’

20’

30’

Pemanasan

1

0,34

0,40

0,50

0,60

biasa

2

0,32

0,42

0,49

0,61

3

0,34

0,42

0,49

0,61

Tempe Negatif

1

0,35

0,42

0,49

0,62

Pb

2

0,36

0,43

0,48

0,61

3

0,35

0,43

0,48

0,62

Tempe Positif

1

0,45

0,80

1,60

2,10

Pb

2

0,44

0,82

1,62

2,10

3

0,45

0,82

1,62

2,12

Keterarangan r = ulangan

Pada Tabel 2 didapatkan hasil uji kuantitatif bilangan peroksida dalam minyak sawit hasil pemanasan biasa pada berbagai variasi waktu berkisar antara 0,6466 meq/kg sampai 1,1823 meq/kg. Pada minyak sawit yang negatif mengandung Pb didapatkan hasil bilangan peroksida berkisar antara 0,6852 meq/kg sampai 1,1960 meq/kg. Sedangkan hasil bilangan peroksida minyak sawit yang positif mengandung Pb pada berbagai waktu pemanasan minyak didapatkan berkisar antara 0,8715 meq/kg sampai 4,0852 meq/kg.

Badan Standar Nasional Indonesia (2013) memberikan suatu ketetapan standar baku mutu bilangan peroksida untuk minyak goreng khususnya jenis minyak sawit ialah 2 meq/kg. Hal ini mengindikasikan bahwa pada minyak goreng sawit hasil pemanasan biasa dan negatif Pb pada berbagai waktu masih layak untuk digunakan dikarenakan bilangan peroksida yang diperoleh tidak melebihi standar nasional yang ditetapkan. Sedangkan pada minyak sawit hasil gorengan

tempe yang terkontaminasi Pb hanya minyak goreng pada pemanasan 0 menit yang memenuhi standar baku mutu bilangan peroksida untuk minyak goreng sawit. Adanya kandungan logam berat Pb pada penelitian ini menyebabkan meningkatnya peroksida yang terbentuk pada minyak. Hal ini diungkapkan oleh Ketaren (2012), yang menyatakan bahwa proses oksidasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: panas, ketersediaan oksigen, cahaya, dan enzim atau logam berat yang bertindak sebagai katalisator selama proses oksidasi. Proses oksidasi menyebabkan terbentuknya peroksida pada minyak dan menyebabkan minyak berbau tengik (Almatsier, 2001)

(menit)

Gambar 1 Bilangan Peroksida Minyak Sawit Rata-rata Hasil Gorengan Tempe yang Terkontaminasi Pb pada Berbagai Waktu Pemanasan

Berdasarkan Gambar 1 yang merupakan histogram hubungan antara waktu pemanasan minyak dengan bilangan peroksida minyak memberikan informasi bahwa terjadi peningkatan bilangan peroksida seiring bertambahnya waktu pemanasan minyak. Bilangan peroksida erat kaitannya dengan proses oksidasi yaitu terjadinya reaksi antara asam lemak minyak terutama asam lemak tak jenuh pada minyak pada ikatan rangkapnya dengan O2 yang secara terus menerus menyediakan radikal bebas menghasilkan peroksida lebih lanjut (Ketaren, 2012).

Histogram yang disajikan pada Gambar 1 menyatakan bahwa rata-rata bilangan peroksida

minyak pada pemanasan 0 menit masih rendah karena proses oksidasi lemak terutama lemak tak jenuh masih minimal. Sedangkan untuk sampel pada pemanasan berikutnya dengan semakin bertambahnya waktu pemanasan maka proses oksidasi akan terjadi semakin cepat, akibatnya bilangan peroksida menjadi meningkat (Oktaviani, 2009).

Kerusakan lemak atau minyak nabati yang utama diakibatkan oleh adanya peristiwa penguraian minyak oleh adanya air (hidrolitik) dan karena adanya oksigen (oksidasi) yang akan menimbulkan bau tengik dan menurunkan cita rasa pangan yang digoreng. Ketengikan hidrolitik biasanya disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang bekerja pada lemak/minyak sehingga menimbulkan suatu hidrolisis sederhana dari lemak menjadi asam lemak digliserida, monogliserida, dan gliserol yang tidak akan mengganggu kualitas gizi dari pangan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa bilangan peroksida minyak sawit yang diperoleh dari hasil penggorengan tempe yang terkontaminasi Pb pada berbagai waktu pemanasan yaitu berkisar antara 0,8715 meq/kg sampai 4,0852 meq/kg yang mengindikasikan bahwa semakin banyak bilangan peroksida pada minyak maka semakin buruk kualitas minyak apalagi bila disertai dengan adanya logam berat yang dapat meningkatkan toksisitas minyak maupun pangan yang digoreng sehingga dapat membahayakan kesehatan tubuh.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, maka dapat disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa tokoferol sebagai antioksidan dalam menjaga kestabilan minyak goreng dan hendaknya masyarakat menghindari penggunaan minyak goreng dengan pemanasan yang terlalu lama.

Ketengikan oksidatif disebabkan oleh asam lemak terutama asam lemak tak jenuh yang mempunyai hidrogen labil pada atom karbon berdekatan dengan ikatan rangkap sehingga terbentuk radikal bebas yang terpisah dari hidrogen yang labil. Radikal bebas tersebut menyebabkan proses oksidasi semakin peka untuk membentuk peroksida radikal bebas yang tidak stabil. Radikal bebas berperan sebagai inisiator dan adanya logam berat bertindak sebagai katalisator yang kuat pada oksidasi lebih lanjut sehingga pemecahan oksidatif lemak dalam minyak goreng menjadi terus menerus berlangsung. Akibatnya akan terjadi kerusakan yang semakin parah pada minyak tersebut, terbentuk polimer-polimer (keton dan aldehid) yang tentunya dapat menurunkan kualitas gizi suatu pangan dan berefek berbahaya bagi kesehatan tubuh apalagi bila disertai adanya logam berat, yang dapat menyebabkan meningkatnya toksisitas pada pangan (Wildan, 2002).

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak I Nengah Wirajana selaku ketua jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, dan Bapak I Made Sukadana, serta Ibu Oka Ratnayani atas segala saran dan masukannya, serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, 2007, Pengaruh Gorengan dan Intensitas Penggorengan terhadap Kualitas Minyak Goreng, Jurnal Pilar Sains, 6 (2) : 45-46

Almatsier, S., 2001, Prinsip Dasar llmu Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Astawan, 2008, Sehat dengan Tempe, PT. Dian Rakyat, Jakarta

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), 2013, Syarat Mutu Minyak Goreng Sawit Berdasarkan SNI, BPOM Indonesia, Jakarta

Graha, K.C., 2010, 100 Question & Answers of Cholesterol, PT Elex Komutindo, Kelompok Gramedia, Jakarta

Ketaren, S., 2012, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, UI Press, Jakarta

Nugraha, W.S., 2004, Skripsi Kendali Adsorben Karbon Aktif dan Magnesium Silikat dalam Efisiensi Pemakaian Minyak Goreng di Further Processing PT. Chaeroen Pokhand Indonesia-Serang,     Sarjana     Jurusan

Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Tenologi Pertanian, IPB, Bogor

Siswanto, W., dan Mulasari, S.,  A.,  2015,

Pengaruh Frekuensi Penggorengan terhadap Peningkatan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Frotifikasi Vitamin A, Jurnal KESMAS, 9 (1) : 5

Stier, R., 2003, Finding Functionalityin Fat and Oil, Gramedie Pustaka, Makassar

Oktaviani, D. N., 2009, Hubungan Lamanya

Pemanasan dengan Kerusakan Minyak Goreng Curah Ditinjau dari Bilangan Peroksida, Jurnal Biomedika, 1(1) : 34

Wildan, F, 2002, Penentuan Bilangan Peroksida dalam Minyak Nabati dengan Cara Titrasi, Jurnal Temu Teknis Fungsional Non Peneliti, 3(2): 64-65

Winarno, F.G., 2004, Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia

74