ISSN 1907-9850

STUDI PERBANDINGAN HASIL SINTESIS METIL-N(2,3-XILIL)ANTRANILAT DENGAN PEREAKSI DIAZOMETANA DAN BF3-METANOL

I W. G. Gunawan

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

ABSTRAK

Asam N(2,3-xilil)antranilat merupakan senyawa obat yang bekerja sebagai analgesik dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. Dengan mekanisme tersebut, Asam N(2,3-xilil)antranilat menyebabkan terjadinya iritasi pada lambung. Karena itulah maka pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa derivat dalam bentuk esternya dengan menggunakan pereaksi BF3-Metanol dan diazometana. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan metode yang memberikan hasil reaksi lebih tinggi, serta senyawa yang terbentuk dapat mengurangi efek samping dan iritasi pada lambung dapat dihindari.

Pada reaksi metilasi menggunakan diazometana, pereaksi ini perlu dibuat baru sebelum direaksikan, sebab diazometana merupakan gas yang sangat tidak stabil, sedangkan pereaksi BF3-metanol direfluks selama 10 – 15 jam. Hasil reaksi metilasi diidentifikasi menggunakan uji reaksi warna, penentuan titik lebur, dan harga Rf. Sedangkan strukturnya ditentukan menggunakan spektrofotometer UV-vis, FT/IR dan 1H-NMR.

Hasil penelitian menunjukkan pereaksi diazometana memberikan prosentasi hasil yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan pereaksi BF3-metanol. Senyawa hasil sintesis metil N(2,3-xilil)antranilat yang berasal dari kedua pereaksi berupa kristal mengkilap berwarna putih kekuningan, dengan rendemen 68 % dan 52%, serta mempunyai tingkat kemurnian yang sama.

Dengan membandingkan reaksi warna, titik lebur, harga Rf dan analisis spektroskopi hasil reaksi menunjukkan bahwa senyawa yang terbentuk dari kedua metode tersebut adalah identik yaitu ester metil N(2,3-xilil)antranilat dan berbeda dari senyawa awal asam N(2,3-xilil)antranilat.

Kata kunci : Metil N(2,3-xilil)antranilat, diazometana, BF3-metanol

ABSTRACT

N(2,3-xylyl)antranilic acid is an analgesic drug which works by inhibiting synthesis of prostaglandin. Through this mechanism N- (2,3-xylyl)antranilic acid causes gastro iritation. Therefore, this research aims to synthesise N- (2,3-xylyl)antranilic ester derivatives using BF3-methanol and diazomethane methods, and to find which methods will give the best result.

Diazomethane used for methylation reaction needs to be fresh because it is an unstable gas, while BF3-methanol needs refluxing for 10-15 hours. The physico chemical properties of methylation product were characterised using colour reaction testing, melting point, and Rf value, while the structure was identified using UV-vis, FT-IR and 1HNMR.

It was found that diazomethane method gave better yield (68%) compared to BF3-methanol (52%). N- (2,3-xylyl)antranilic methyl ester obtained using both methods was found as a yellowish-white shiny crystal having the same degree of purity. In addition, both product revealed the same physico chemical properties such as melting point, colour, and Rf value. Hence, the products obatined using both methods were identical which was N- (2,3-xylyl)antranilic methyl ester.

Keywords : Methyl N(2,3-xylyl) antranilic, diazomethane, BF3-methanol

PENDAHULUAN

Asam N(2,3-xilil)antranilat merupakan turunan dari asam antranilat yang mempunyai efek analgesik dengan mekanisme kerja menghambat sintesis prostaglandin dengan cara menghambat aktivitas enzim siklooksigenase (Anonim, 1989). Prostaglandin mempunyai fungsi sebagai penghambat sekresi asam lambung serta melindungi lambung dan usus terhadap kerusakan mukosal dan luka lambung. Melihat kenyataan tersebut telah dilakukan usaha untuk membuat derivatnya dengan tujuan meminimalkan efek samping tetapi meningkatkan potensi dan efektivitasnya. Salah satu usaha yang dilakukan adalah membuat bentuk ester metilnya. Hal ini disebabkan karena bentuk ester metil mempunyai struktur seperti alkaloid damascenine. Selain itu gugus metil mempunyai struktur ruang yang relatif kecil sehingga diharapkan akan mempermudah terjadinya pembentukkan ester (Siswandono dan Sukardjo, B., 1995)

Ada dua cara pembentukkan ester dari asamnya yaitu esterifikasi langsung dari asam karboksilat dengan alkohol, metode diazometana atau metode BF3-metanol. Dari kedua cara tersebut yang lebih dipilih adalah pembentukkan ester dengan metode diazometana dan BF3-metanol karena reaksinya searah, sedangkan esterifikasi langsung dari asam karboksilat dan alkohol, reaksinya dapat balik. Kemudahan pembentukkan ester tergantung pada halangan

ruang serta adanya rantai cabang baik dari alkohol maupun ng sangat asam karboksilat. Disamping itu letak gugus hidroksi dari alkohol pada atom C primer, sekunder, dan tersier akan mempengaruhi kecepatan pembentukkan ester. Untuk senyawa dengan gugus yang meruah (bulky) lebih dipilih cara pembuatan ester dengan metode diazometana atau BF3-metanol, karena metode ini banyak dipakai untuk pembuatan ester metil asam karboksilat (Fessenden,1984; Medline, R., 1997).

Diazometana merupakan suatu gas yang sangat tidak stabil sehingga dalam pelaksanaannya harus dibuat baru. Diazometana merupakan pereaksi metilasi yang kuat untuk asam karboksilat golongan fenol dan golongan enol (UATW Webmaster, 2000). Reaksi asam karboksilat dengan diazometana biasanya memberikan hasil yang kuantitatif dan halangan ruang tidak mempengaruhi reaksi, sehingga metode ini sangat cocok untuk pembuatan ester metil dari asam-asam yang mahal harganya atau senyawa yang mempunyai halangan ruang yang besar. Sedangkan BF3-metanol merupakan pemetilasi untuk senyawa asam-asam lemak, trigliserida, asam-asam aromatis serta asam karboksilat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan laju reaksinya (Fieser and Fieser, 1976). Mekanisme reaksi pembentukan metil N(2,3-xilil)antranilat dengan peraksi diazomatena dan BF3-metanol dapat dilihat pada skema 1.

OH

R – C = O + : -CH2 – N2+


O-

♦   CH3 – N2+ + R – C = O


OCH3


R – C = O


+ N2


OH


H


F


OCH3


R – C = O +


H – C – O B

T I I


– F


R – C = O


+ BF3


H H


F


Skema 1. Reaksi pembentukkan metil N(2,3-xilil)antranilat dengan pereaksi diazometana dan BF3-metanol


MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kapasitas p.a (pro analisis) antara lain; asam N(2,3-xilil)antranilat, nitrosometilurea,     BF3-metanol,     kalium

hidroksida, natrium hidroksida, dietileter, aseton, etanol, metanol, silika gel 60 F254 (230-400 mesh) dan silika gel 60 (70-230 mesh)

Peralatan

Alat-alat yang digunakan terdiri dari seperangkat alat refluks, destilasi, rotary vacuum evaporator, electrothermal melting point apparatus,bejana kromatografi lapis tipis, kolom kromatografi, timbangan analitik, alat-alat gelas, spektrofotometri UV-vis, FT/IR Jasco, dan 1H-NMR JNM-PMX 60.

Cara Kerja

Sintesis Metil-N(2,3-xilil)antranilat dengan pereaksi Diazometana

Kedalam labu erlenmeyer dimasukkan 5 gram (0,021 mol) asam N(2,3-xilil)antranilat dan 10 ml eter, diaduk hingga terbentuk suspensi, kemudian didinginkan pada suhu 0oC. Tambahkan sedikit demi sedikit diazometana melalui corong. Penambahan dihentikan bila larutan telah berwarna kuning pucat, tanda diazometana telah berlebih. Selanjutnya pelarut eter diuapkan dan kristal yang terbentuk direkristalisasi dengan pelarut etanol (Furniss, B. C., et al., 1978).

Sintesis Metil-N(2,3-xilil)antranilat dengan pereaksi BF3-metanol

Kedalam labu alas bulat 125 ml dimasukkan 5 gram asam N(2,3-xilil)antranilat dan 18 ml NaOH 0,5 N yang dilarutkan dalam metanol. Pendingin balik dipasang, kemudian campuran direfluks selama 30 menit. Selanjutnya campuran didinginkan tanpa melepas pendinginnya. Setelah dingin ditambahkan 7,0 ml kompleks BF3-metanol kemudian larutan direfluks selama 10 – 15 jam. Selanjutnya campuran didinginkan kembali tanpa melepas pendingin. Kemudian diekstraksi

dengan 40 ml destilasi bensin (T = 40–60oC). Labu ditutup, dikocok, didiamkan selama 1 jam dan diambil fase organiknya. Fase organik dicuci dengan air hingga bebas asam (test dengan indikator metil merah). Selanjutnya fase organik dikeringkan dengan magnesium sulfat anhidrat, setelah itu pelarut diuapkan (Kametani Tetsuji, 1957; Xiorong Li, 1990).

Pemurnian Hasil Reaksi

Hasil reaksi yang terbentuk dimurnikan dengan cara rekristalisasi menggunakan pelarut tunggal etanol. Padatan dilarutkan pada sejumlah etanol panas. Setelah seluruhnya larut, disaring dan didiamkan agar terjadi pendinginan secara perlahan-lahan. Kristal yang terbentuk disaring kemudian dicuci dengan sejumlah kecil etanol dingin. Kristal dibiarkan mengering pada eksikator.

Identifikasi Senyawa Hasil Sintesis

Untuk mengidentifikasi senyawa hasil sintesis, perlu dilakukan analisis fisikokimia meliputi; penentuan titik lebur, reaksi warna,dan harga Rf, Sedangkan untuk menentukan struktur senyawa hasil sintesis digunakan metode spektrofotometri UV-vis, FT/IR, dan 1H-NMR, yang mana spektrum senyawa hasil sintesis dibandingkan dengan spektrum senyawa awal (starting material) yaitu asam N(2,3-xilil)antranilat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis metil N(2,3-xilil)antranilat melalui metode esterifikasi, dapat dilakukan menggunakan pereaksi diazometana dan BF3-metanol. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan suatu metode yang memberikan hasil reaksi lebih tinggi. Dari kedua pereaksi tersebut diperoleh kristal pipih mengkilap, berwarna putih kekuningan dengan prosentase hasil 68% dan 52%.

Pada uji reaksi warna dengan larutan FeCl3-etanol, asam N(2,3-xilil)antranilat memberikan warna ungu, sedangkan pada hasil reaksi metilasi keduanya tidak menunjukkan warna ungu. Dengan menggunakan pereaksi NaOH/CuSO4, asam N(2,3-xilil)antranilat

membentuk endapan coklat muda, sedangkan hasil reaksi tidak terbentuk. Hal ini disebabkan karena bentuk ester yang terbentuk tidak terlarut dalam NaOH yang ditambahkan sehingga dengan penambahan CuSO4 tidak akan membentuk endapan coklat yang berbeda dengan asamnya.

Hasil penentuan titik lebur menunjukkan material awal melebur pada suhu 229 oC – 300oC, sedangkan kedua hasil reaksi melebur pada suhu 95 – 96oC. Hal ini disebabkan karena pada material awal terdapat ikatan hidrogen inter molekuler, sedangkan pada hasil reaksi ikatan hidrogen inter molekuler tersebut telah terputus karena adanya penyisipan gugus –CH3. Kemurnian hasil reaksi dapat dilihat menggunakan kromatografi lapis tipis. Hal ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan harga Rf dan jumlah noda yang terbentuk antara material awal dengan hasil reaksi, karena dengan cara ini dapat diketahui apakah hasil reaksi dalam keadaan murni secara kromatografi atau tidak. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa hasil reaksi metilasi dengan kedua pereaksi hanya membentuk satu noda dan memiliki harga Rf 0,89 - 0,90 lebih besar dibanding material awal yaitu; harga Rf 0,32. Hal ini disebabkan karena penggantian atom H pada –OH dengan –CH3 menyebabkan kepolaran senyawa berubah menjadi lebih non polar. Penentuan serapan pada daerah ultra violet dengan campuran metanol : HCl 1N (3:1), material awal memberikan serapan pada panjang gelombang maksimum 278 nm dan dengan pelarut NaOH 0,1N memberikan serapan pada panjang gelombang maksimum 284,2 nm. Sedangkan kedua hasil reaksi dalam pelarut metanol:HCl 1N(3:1) memberikan serapan pada panjang gelombang maksimum 223,4 nm, dan dalam pelarut NaOH tidak memberikan serapan karena kedua hasil reaksi tidak larut dalam NaOH 0,1N. Data ini menunjukkan bahwa senyawa hasil reaksi tidak dapat diubah menjadi bentuk anionnya. Hal ini dapat digunakan untuk memperkuat kesimpulan bahwa senyawa hasil reaksi dari kedua pereaksi tidak mengandung gugus karboksil.

Pada penentuan struktur dengan spektra inframerah, asam N(2,3-xilil)antranilat menyerap pada daerah bilangan gelombang; 3310 cm-1, 3000-2500 cm-1, 1649 cm-1, 1471- 1329 cm-1,

1257 cm-1, dan 780-760 cm-1.. Sedangkan senyawa hasil reaksi menunjukkan pita serapan pada daerah bilangan gelombang yang sama yaitu; gugus –NH ulur amina primer pada daerah 3333 cm-1, gugus -CH alkana pada daerah 2989 - 2943 cm-1, gugus –C=O ester pada daerah 1686 cm-1, gugus –CO karboksilat pada daerah 1254 cm-1, gugus –CH pada daerah 780 – 750 cm-1. Dengan membandingkan kedua spektrum inframerah tersebut, dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil reaksi dari kedua pereaksi baik diazometana maupun pereaksi BF3-metanol, mempunyai struktur inti yang sama dengan asam N(2,3-xilil)antranilat yaitu adanya gugus amina primer dan cincin aromatis. Senyawa hasil reaksi tidak menunjukkan adanya gugus OH asam karboksilat, hal ini dapat ditunjukkan tidak adanya pita lebar pada daerah 3300 – 2500 cm-1. Disamping itu senyawa hasil reaksi masih mempunyai gugus –C=O, gugus –C-O. Berdasarkan hal ini senyawa hasil reaksi merupakan bentuk ester, yang diperkuat dengan adanya pita dari gugus –C-O pada daerah 1254 cm-1.

Untuk memperkuat kesimpulan dilakukan penentuan jumlah proton secara spektrometri 1H-NMR. Pada spektra 1H-NMR, asam N(2,3-xilil)antranilat menunjukkan bahwa adanya proton pada inti aromatis ( δ =7,1), proton dari gugus metil yang terikat pada inti aromatis ( δ =2,4), proton dari gugus amino (δ = 9,4), dan proton dari gugus karboksil ( δ = 8,1), dimana proton-proton itu sesuai dengan protonproton yang terdapat pada asam N(2,3-xilil)antranilat. Sedangkan senyawa hasil reaksi menunjukkan adanya proton pada inti aromatis (δ = 7,2), adanya proton dari dua gugus metil yang terikat pada inti aromatis ( δ = 2,3), adanya proton dari gugus amino ( δ = 8,3), dimana proton-proton itu sesuai dengan proton-proton yang terdapat pada asam N(2,3-xilil)antranilat. Disamping muncul puncak yang mengintegrasi 3 proton ( δ = 3,2) yang merupakan proton-proton gugus metoksi. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil reaksi adalah ester metil N(2,3-xilil)antranilat.

Pembuatan ester metil-N(2,3-xilil)antranilat menggunakan pereaksi diazometana memberikan hasil reaksi yang lebih besar dibandingkan menggunakan pereaksi BF3-

metanol. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul asam N(2,3-xilil)antranilat yang pada posisi orto dari gugus karboksil ditempati oleh gugus N-Arilxilidin yang cukup meruah. Demikian juga kemampuan dari suatu reaksi dapat berjalan dengan baik sangat tergantung dari beberapa faktor, yaitu : suhu, halangan ruang senyawa awal maupun gugus yang akan menggantikan, katalisator dan lainnya.

Pada BF3-metanol, selain berfungsi sebagai katalisator pada reaksi esterifikasi, juga merupakan asam kuat lewis yang bekerja dengan cara meningkatkan keasaman proton dari gugus OH dan mempercepat reaksi balik, yaitu hidrolisa. Karena terjadinya reaksi balik, maka hasil reaksi dengan menggunakan pereaksi BF3-metanol lebih kecil dibandingkan menggunakan diazometana.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa;

  • 1.    Senyawa hasil reaksi dengan menggunakan peraksi diazometana dan BF3-metanol, merupakan senyawa target yaitu Metil-N(2,3-xilil)antranilat, berbentuk kristal mengkilap berwarna putih kekuningan, dengan titik lebur 95 – 96oC

  • 2.    Metil-N(2,3-xilil)antranilat           dengan

menggunakan peraksi diazometana memberikan persentase hasil yang lebih besar dibanding menggunakan pereaksi BF3-metanol yaitu; 68% dan 52%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang uji aktivitas dan efek samping dari Metil-N(2,3-xilil)antranilat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala

Laboratorium beserta staf Kimia Sintesis Fakultas Farmasi Universitas Airlangga atas fasilitas yang diberikan, sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1989, Martindale The Extra Pharmacopoei,   29th edition, The

Pharmaceutical Press, London

Clarke, E. G. C., 1986, Isolation and Identification of Drug in Pharmaceutical, Body Fluid and Post Mortem Material, 2nd edition, The Pharmaceutical Press, London

Crewell, C. J., Runguist O. H., Camphell, M. M., 1992, Analisis Spektrum Senyawa Organik, ITB Press, Bandung

Fessenden R. J., and Fessenden J. S., 1990, Kimia Organik,  a.b. A. Hadjana

Pudjatmika, Jilid 2, Edisi 3, Penerbit Airlangga, Jakarta

Fieser and Fieser, 1976, Reagents For Organic Synthesis, Vol. IV, John Wiley and Sons Inc, New York

Furniss, B. C., et al., 1978, Vogel’s : Text Book of Practical Organic Chemistry Including Qualitative Organic Analysis, 4th edition, English Language Book Society Longman, London

Kametani Tetsuji, Teruni H., Chu V. L., Mastaka I., and Keiichiro F., 1957, Studies on Synthesis of Heterocyclic Compounds. A Simple Synthesis of 1,3-Benoxazin-4-ones from Salicylic Acid, J. Chem. Pharm. Bull, 25 (10) : 2735-1738

Silverstein, R. M., Brisler, G. C., Morril, T. C., 1991, Spectrofotometric Identification of Organic Compounds, 5th edition, John Willet and Sons, Singapore

Siswandono dan Sukardjo B., 1995, Kimia Medisinal, Airlangga University Press, Surabaya,

UATW Webmaster, 2000, http ://www. Epa.gov/ttn/uatw/hlthef/diazomet. Html., 16 September 2007

Winder, C. V., Jones, E. M., and Short, F. W., 1962, Anti-inflamatory Anti-pyretic and Anti-nociceptive Properties of N(2,3-

xilil)anthranilic Acid, J. Pharmacol Exptl, Therap, 138 : 405-413

Xiorong Li, Qianquang Liv, 1990, Synthesis of 5-nitrofurfural di acetate and 5-nitro

furfural semicarbazone, J. Chem Educ, 67 : 986

60