ISSN 1907-9850

PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU MERBAU (Instia spp.) SEBAGAI PEWARNA KAIN KATUN DENGAN PENAMBAHAN KAPUR SIRIH

I Wayan Suirta*, Ida Ayu Gede Widihati, dan I Putu Eka Satria Suwita Negara

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali *E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan limbah serbuk kayu merbau (Instia spp.)sebagai pewarna kain katun dengan penambahan mordan kapur sirih. Ekstraksi zat warna limbah serbuk kayu merbau dengan pelarut air perbandingan 1:20 (b/v) (10 gram sampel : 200 mL pelarut) menghasilkan ekstrak berwarna coklat kemerahan yang selanjutnya digunakan untuk mewarnai kain katun dengan variasi penambahan mordan kapur sirih sebanyak 2, 3, 5, 8, dan 12 gram. Ekstrak dapat mewarnai kain katun dengan warna yang bervariasi yakni coklat muda, coklat kemerahan, dan coklat tua. Penambahan mordan kapur sirih mampu membentuk ikatan yang kuat antara zat warna dengan serat pada kain katun serta dapat mempertajam warna pada kain yang dihasilkan. Uji ketahanan warna kain katun dilakukan dengan perendaman menggunakan air deterjen 1% yang dalam waktu 10 menit menunjukkan kain katun yang diwarnai tanpa penambahan mordan mudah luntur, sedangkan pewarnaan dengan penambahan kapur sirih tidak mudah luntur.

Kata kunci : Serbuk kayu merbau, Ekstraksi, Kain katun, Kapur sirih, Mordan

ABSTRACT

Research about the utilization of merbau (Instia spp.) sawdust waste as cotton fabric dyes with the addition of quick lime mordants has been conducted. The extraction of dyes from merbau sawdust waste using water as the solvent with the ratio of 1:20 (w/v) (10 grams of the sample : 20 mL of solvent) has obtained reddish brown extract which was used for dyeing cotton fabric with varied addition of quick lime mordant as much as 2, 3, 5, 8, and 12 grams. The extract dyed the cotton fabric with a variety of colors namely light brown, reddish brown, and dark brown. The addition of quick lime mordant was able to strengthen the bond between the dyes and the cotton fibers and sharpen the color of fabric produced. The durability test for color shift on cotton fabric that was soaked in 1% of detergent water for 10 minutes indicated that the cotton fabric dyed without the addition of mordant did not easily fade, while the one with the addition of quick lime faded easily.

Keywords : Merbau sawdust waste, Extraction, Cotton fabric, quick lime, Mordan

PENDAHULUAN

Meningkatnya perkembangan industri pewarna alam di Indonesia beberapa tahun terakhir terjadi di berbagai bidang yang menyebabkan tuntutan baru terhadap warna tekstil yang bervariasi sebagai salah satu unsur untuk menarik minat konsumen. Hal ini diikuti dengan meningkatnya penelitian untuk memperoleh pewarna alam yang memiliki kualitas tinggi dan memenuhi kriteria konsumen. Pewarna alam pada umumnya diperoleh dari hasil ekstraksi atau

gabungan beberapa bagian tumbuhan seperti kayu, daun, biji, bunga, atau buah. Potensi zat pewarna alam tergantung pada coloring matter yang ada. Coloring matter ini menentukan warna yang dihasilkan. Umumnya semua bagian yang terdapat pada tumbuhan mengandung zat pewarna yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alam secara langsung atau dikombinasikan lagi dengan produk lain yang berbahan dasar kimia (Setiawan, 2003).

Potensi pasar yang dimiliki zat warna alam sangat menjanjikan sebagai salah komoditi khas Indonesia guna menghadapi persaingan di pasar

nasional ataupun internasional dengan eksklusi-fitas serta keunikan tersendiri. Untuk itu sebagai salah satu cara menumbuhkan kembali pemakaian zat warna alam khususnya di bidang tekstil perlu dilakukan uji coba dan eksplorasi sumber zat warna alam yang masih melimpah jumlahnya di Indonesia. Penelitian mengenai penggunaan berbagai jenis tumbuhan sebagai pewarna alami untuk mewarnai kain, maupun kayu telah banyak dilakukan. Beberapa tanaman yang telah banyak diteliti penggunaannya sebagai pewarna contohnya tanaman sirih, manggis, mangga, kunyit dan daun suji. Selain itu tanaman lain yang memiliki potensi sebagai penghasil zat warna alam yakni kayu merbau (Hakim, dkk., 1999).

Merbau merupakan kayu keras berkualitas tinggi dengan tekstur kasar dan merata. Arah serat kayunya kebanyakan lurus, mengkilap, dan indah. Kayu merbau seringkali dipergunakan untuk bahan pembuatan kusen pintu dan jendela karena teksturnya yang kuat dan awet. Kayu ini juga sering digunakan untuk konstruksi massa seperti balok-balok tiang, bantalan di bangunan rumah, serta jembatan. Selain itu kayu merbau juga sangat cocok untuk lantai parket karena memberikan kesan indah, teduh dan alami. Kayu merbau memiliki kandungan zat warna ekstraktif tanin yang tinggi. Senyawa tanin merupakan polifenol yang mengandung gugus-gugus hidroksil yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga mampu membentuk kompleks dengan logam yang menyediakan orbital kosong (Dalzell dan Kerven, 1998).

Zat warna alam memiliki kelemahan yaitu sifatnya yang mudah luntur dan tingkat kecerahan warna yang rendah. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan larutan fixer seperti kapur sirih dan tawas. Larutan fixer yang sering digunakan adalah kapur sirih karena mudah didapat serta harganya terjangkau. Larutan fixer berfungsi untuk mengikat zat warna alam pada kain setelah mengalami proses pencelupan dengan zat warna alam sehingga kekuatan warna kain serta ketajamannya tinggi dan merata (Suheryanto, 2010). Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian tentang pemanfaatan limbah serbuk kayu merbau (Instia spp.) sebagai pewarna kain katun dengan penambahan kapur sirih untuk dapat mengetahui rendemen, massa optimum zat warna yang teradsorpsi serta kekuatan warna kain yang

dihasilkan setelah proses pewarnaan dengan pengaruh penambahan kapur sirih.

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kain katun putih (yang belum diwarna), serbuk kayu merbau, kapur sirih, deterjen, dan air.

Peralatan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: seperangkat alat gelas, neraca analitik, kain penyaring, corong, panci, kompor, dan stopwatch.

Cara Kerja

Penyiapan kain yang akan diberi pewarna

Kain katun terlebih dahulu dipotong dengan ukuran 15x10cm sebanyak 18 lembar kemudian dicuci dengan air deterjen sampai bersih dari pengotor dan dikeringkan. Kain yang sudah kering massanya ditimbang dan dicatat. Selanjutnya diberi kode A (kontrol tanpa mordan), B (dengan penambahan mordan 2g), C (dengan penambahan mordan 3g), D (dengan penambahan mordan 5g), E (dengan penambahan mordan 8g), dan F (dengan penambahan mordan 12g).

Ekstraksi zat warna

Serbuk kayu merbau (sampel) dioven hingga mencapai massa yang konstan kemudian diayak dan ditimbang massanya. Sampel kering diekstraksi dengan menggunakan pelarut air dengan perbandingan 1g sampel: 20mL air). Campuran dipanaskan pada suhu 60oC hingga volume pelarut menjadi setengahnya. Dalam keadaan panas, hasil ekstrak disaring menggunakan kain bersih selanjutnya didinginkan. Perhitungan rendemen serbuk kayu merbau

Rendemen yang dihasilkan dari proses ekstraksi serbuk kayu merbau dihitung dengan cara massa dari serbuk kayu merbau yang telah diekstrak dibagi dengan massa dari serbuk kayu merbau yang belum diekstraksi kemudian dikalikan 100%.

Pewarnaan kain tanpa penambahan mordan kapur sirih

Ekstrak zat warna diambil sebanyak 250mL lalu dimasukkan ke dalam gelas beker.

Kain katun yang sudah disiapkan sebelumnya direndam pada larutan ini selama 1 hari (24 jam). Kemudian kain dijemur hingga kering dibawah matahari dan ditimbang kembali. Warna serta massanya dicatat. Dilakukan pengulangan sesuai prosedur kerja yang sama sebanyak 2 kali.

Pewarnaan kain dengan penambahan mordan kapur sirih

Ekstrak zat warna diambil sebanyak 250mL lalu dimasukkan ke dalam gelas beker kemudian ditambahkan kapur sirih dengan bervariasi yaitu: 2g; 3g; 5g; 8g; dan 12g. Larutan dipanaskan sebentar sambil diaduk sampai mordan larut. Kain katun yang sudah disiapkan sebelumnya dimasukkan dan direndam di larutan ini selama 1 hari (24 jam). Kemudian kain dijemur hingga kering dibawah matahari dan ditimbang kembali. Warna serta massanya dicatat. Dilakukan pengulangan sesuai prosedur kerja yang sama sebanyak 2 kali.

Uji ketahanan warna pada kain

Kain katun berwarna yang sudah kering diberi label masing-masing A; B; C; D; E; dan F, dimana kain A adalah kain berwarna tanpa penambahan mordan kapur sirih dan digunakan sebagai kontrol sedangkan Kain B; C; D; E; dan F masing-masing adalah kain berwarna dengan penambahan mordan kapur sirih sebanyak 2g; 3g; 5g; 8g; dan 12g. Kain tadi direndam dalam air 100mL dicampur dengan deterjen (rinso) 1g selama 10 menit kemudian diangkat, dikeringkan dan direndam lagi dalam larutan yang sama selama 10 menit. Pengulangan prosedur kerja yang sama dilakukan sebanyak 2 kali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi zat warna alam serbuk kayu merbau

Proses ekstraksi dari serbuk kayu merbau ini menghasilkan ekstrak berwarna coklat kemerahan. Ekstrak ini kemudian digunakan dalam proses pewarnaan. Pemilihan pelarut air pada proses ekstraksi ini dikarenakan air merupakan pelarut yang bersifat polar dimana pelarut tersebut dapat mengekstrak senyawa polar atau yang memiliki kepolaran yang hampir sama yang terdapat pada limbah serbuk kayu merbau. Zat

warna yang terekstrak diperkirakan mengandung gugus polar seperti hidroksil (-OH) (Atmaja, 2011).

Rendemen serbuk kayu merbau

Rendemen serbuk kayu merbau yang dihasilkan dari 20g sampel adalah sebesar 47,15%. Penentuan rendemen disini bertujuan mengetahui berapa besar kandungan zat warna yang terkandung dalam sampel.

Pewarnaan kain katun dengan zat warna alam tanpa penambahan mordan kapur sirih

Gambar 1. Adsorpsi zat warna alam tanpa mordan kapur sirih pada selulosa (Sukardjo, 1985)

Hasil pengamatan menunjukkan zat warna dari serbuk kayu merbau yang diekstrak bisa mewarnai serat kain katun. Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan warna pada kain katun yang awalnya putih menjadi berwarna coklat. Massa zat warna yang teradsorpsi oleh kain katun dengan kode A(A1, A2, A3) adalah sebesar 0,0287±0,0007g. Adanya perubahan massa kain katun ini disebabkan oleh zat warna yang diadsorpsi oleh kain katun sehingga terjadi peningkatan massa pada kain katun.

Proses adsorpsi ini terjadi diakibatkan adanya gugus OH- pada serat kain katun membentuk ikatan hidrogen dengan gugus OH-dari zat warna dimana sifat ikatan tersebut sangat

lemah serta mudah putus (Sukardjo, 1985). Oleh karena itu, untuk memperkuat ikatan antara kain katun dengan zat warna diperlukan penambahan mordan saat proses pewarnaan.

Pewarnaan kain katun dengan zat warna alam dengan penambahan mordan kapur sirih

Daya serap zat warna pada masing-masing kain dapat terjadi karena gugus OH- dari selulosa pada serat kain mampu membentuk ikatan kovalen. Semakin banyak kapur sirih yang digunakan maka semakin besar pula zat warna yang terserap oleh serat kain katun sehingga warna yang diperoleh menjadi semakin tajam. Adsorspi atau penyerapan yang terjadi tergolong adsorpsi kimia dengan sifat ikatan lebih kuat dibandingkan dengan adsorpsi fisik. Adanya Kalsium (Ca) pada kapur sirih (Ca(OH)2) mampu memberikan efek ikatan pseudoeter dimana dapat menjembatani serat kain dengan pewarna (Manurung, dkk., 2004). Mekanisme terbentuknya ikatan antara zat warna dengan salah satu gugus serat pada kain katun yang ditambahkan mordan kapur sirih dapat dilihat pada Gambar 2.

Uji ketahanan zat warna dengan air deterjen 1%

Pada Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukkan kain yang diwarnai tanpa penambahan mordan kapur sirih (dengan kode A) mengalami penurunaan massa yang lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya, yang mana zat warna yang terserap oleh kain katun luntur setelah direndam selama 10 menit. Hal tersebut disebabkan gugus OH- pada serat kain katun membentuk ikatan hidrogen dengan gugus OH- dari zat warna dimana sifat ikatan tersebut sangat lemah serta mudah putus (Sukardjo, 1985).

Gambar 2. Adsorpsi zat warna  alam  dengan

mordan kapur sirih pada  selulosa

(Manurung dkk., 2004)

Tabel 1. Data pengamatan pewarnaan kain katun tanpa penambahan mordan dan dengan penambahan

Kode

mordan kapur sirih

Massa kain rata-rata  Massa kain rata-

Adsorpsi rata-rata Standar deviasi

sebelum pewarnaan     rata setelah                                       Warna kain

zat warna (g)      rata-rata (g)

(g)           pewarnaan (g)

A

1,7250             1,7538            0,0287       0,0287±0,0007      Coklat

B

1,7253             1,7911           0,0657       0,0657±0,0066   Coklat muda

C

1,7257             1,7980            0,0719       0,0719±0,0021    Coklat tua

D

1,7250             1,9146            0,1896       0,1896±0,0063      Coklat

kemerahan

E

1,7264            2,00988          0,3723       0,3723±0,0056      Coklat

F

1,7246            2,2627           0,5381       0,5381±0,0318      Coklat

kemerahan

Tabel 2. Data pengamatan uji ketahanan zat warna tanpa mordan dan dengan mordan kapur sirih

Kode

Massa rata-rata kain awal (g)

Massa rata-rata kain setelah pewarnaan (g)

Massa rata-rata kain setelah pengujian I (g)

Massa rata-rata kain setelah pengujian II (g)

Prosentase rata-rata kelunturan warna (%)

Massa kain rata-rata yang berkuran g (g)

Warna kain

A

1,7250

1,7538

1,7422

1,7276

1,52

0,0262

Coklat muda

B

1,7262

1,7911

1,7809

1,7705

1,18

0,0205

Coklat muda

C

1,7257

1,7976

1,7875

1,7774

1,17

0,0203

Coklat muda

D

1,7250

1,9146

1,9053

1,8959

1,08

0,0187

Coklat kemerahan

E

1,7264

2,0988

2,9035

2,0881

0,61

0,0106

Coklat kemerahan

F

1,7246

2,2627

2,2584

2,2538

0,51

0,0089

Coklat tua

Kain katun (dengan kode B, C, D, E, dan F) setelah dilakukan pengujian ketahanan warna dengan air deterjen 1% tidak mengalami penurunan massa yang besar seperti halnya kain katun tanpa penambahan mordan. Hal ini membuktikan bahwa dengan penambahan mordan kapur sirih pada pewarnaan kain katun dapat memperkuat ikatan yang terjadi antara zat warna dengan serat kain katun karena adsorspi atau penyerapan yang terjadi tergolong adsorpsi kimia dengan sifat ikatan lebih kuat (Manurung dkk., 2004).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa rendemen zat warna yang dihasilkan dari serbuk kayu merbau adalah sebesar 47,15%. Massa optimum zat warna alam yang teradsorpsi sebesar 0,5381g dengan penambahan kapur sirih sebanyak 12g. Hasil pengujian ketahanan warna dengan penambahan mordan kapur sirih pada kain katun sebanyak 12g menghasilkan prosentase kelunturan warna yang minimum sebesar 0,50%.

Saran

Adapun saran-saran yang dapat disampaikan untuk lebih menyempurnakan penelitian ini perlu dilakukan variasi jenis pelarut maupun mordan untuk dapat menghasilkan tingkat kecerahan dan kekuatan warna yang lebih baik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak I Wayan Sudiarta, S.Si., M.Si., Ibu Dra Ida Ayu Raka Astiti Asih, M.Si., Ibu Ir. I. G. A. Kunti Sri Panca Dewi, M.Si., dan Ibu Oka Ratnayani, S.Si., M.Si., Ph.D atas segala bantuan dan bimbingannya pada proses pengerjaan jurnal ini hingga dapat diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, W.G.P.W., 2011, Potensi Pewarna Alam dari Campuran Biji Pinang, Daun Sirih, Gambir dengan Mordan KAlSO4 serta Pemanfaatannya dalam Pewarnaan Kayu Albasia (Paraserianthes falcataria), Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA Udayana, Bukit Jimbaran

Dalzell, S. and Kerven, G.L., 1998, A Rapid

Method for the Measurement of Leucana spp.     Proantocyanidins     by the

Proantocyanidins (Butanol/HCl) Assay, Journal of the Science of Food and Agriculture, 78 (3) : 405-416

Hakim, E. H., Sjamsul, A.A. Lukman, M., Yang Maolana, S., Didi, M., 1999, Zat Warna Alami: Retrospek dan Prospek, Seminar: Bangkitnya     Warna-Warna    Alam,

Yogyakarta, 3 Maret 199

Setiawan, A.P., 2003, Potensi Tumbuh-Tumbuhan Bagi Penciptaan Ragam Material Finishing Untuk Interior, Jurnal Dimensi Interior, 1 (1) : 46-60

Suheryanto, D.,  2010, Optimalisasi Celupan

Ekstrak Daun Mangga pada Kain Batik

Katun dengan Iring Kapur, Prosiding :Seminar Rekayasa Kimia dan Proses 2010, Semarang, 4-5 Agustus 2010, ISSN: 1411-4216

Sukardjo, 1985, Kimia Anorganik, Bina Aksara, Yogyakarta

Manurung, R., Hasibuan, R., dan Irvan, 2004, Perombakan Zat Warna Azo Reaktif Secara Anaerob-Aerob, Jurnal e-USU Repository, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Hal. 1-19

180