ISSN 1907-9850

HIDROLISIS RUMPUT LAUT (Glacilaria sp.) MENGGUNAKAN KATALIS ENZIM DAN ASAM UNTUK PEMBUATAN BIOETANOL

Yohanes Armawan Sandi1), Wiwik Susanah Rita1*), dan Yenni Ciawi2)

1)Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali 2)Fakultas Teknik Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali, penulis koresponden *E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh konsentrasi katalis enzim dan asam pada hidrolisis Glacilaria sp. menjadi glukosa sebagai bahan baku dalam proses produksi bioetanol. Konsentrasi katalis enzim selulase yang digunakan adalah 200 unit/mL, 400 unit/mL, 600 unit/mL, 800 unit/mL, konsentrasi katalis asam sulfat (H2SO4), dan asam klorida (HCl) yang digunakan adalah 1%, 3%, 5%, 7% (b/v). Kadar gula reduksi diukur dengan spektrofotometri UV-Vis menggunakan pereaksi Anthrone dan kadar etanol diukur dengan kromatografi gas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar gula reduksi yang dihasilkan dari hidrolisis dengan asam sulfat (H2SO4) adalah 26,19%; 36,69%; 41,40%; 45,01% (v/v), dengan asam klorida (HCl) adalah 12,12%; 14,03%; 15,17%; 16,50% (v/v), dan dengan selulase adalah 46,15%; 46,73%; 47,68%; 48,25% (v/v). Kadar gula reduksi optimum yang dihasilkan dari hidrolisis menggunakan selulase dengan konsentrasi 800 unit/mL adalah 48,25% (v/v). Waktu optimum untuk memproduksi bioetanol berbahan baku Glacilaria sp. adalah 5 hari. Penggunaan inokulum dengan konsentrasi 5% dan 10% (b/v) menghasilkan kadar etanol sebesar 0,85% dan 1,51% (v/v).

Kata kunci : Gracilaria sp., selulase, H2SO4 dan HCl, fermentasi, bioethanol

ABSTRACT

The aim of this research is to determine the effect of enzyme and acids concentration on the yield of glucose produced in the hydrolysis of Glacilaria sp. in the production of bioethanol. The concentrations of cellulase used were 200 units/mL, 400 units/mL, 600 units/mL, 800 units/mL and the concentration of sulphuric acid (H2SO4) and hydrochloric acid (HCl) used were 1%, 3%, 5%, 7% (w/v). The concentration of reduction sugar was determined using Anthrone and analyzed using UV-Vis spectrophotometry and the determination of ethanol concentration was carried out by using gas chromatography.

The results showed that the contents of reducing sugar produced by sulphuric acid (H2SO4) hydrolysis were 26,19%; 36,69%; 41,40%; 45,0% (v/v), by hydrochloric acid (HCl) were 12,12%; 14,03%; 15,17%; 16,50% (v/v), and by cellulase enzyme were 46,15%; 46,73%; 47,68%; 48,25% (v/v). Optimum concentration of reducing sugar produced by hydrolysis using 800 units/mL cellulase was 48,25% (v/v). The optimum length of fermentation to produce bioethanol using Glacilaria sp. as raw material was 5 days. In the fermentation, inoculum with a concentrations of 5% and 10% (w/v) produced 0,85% and 1,51% (v/v) ethanol.

Keywords : Gracilaria sp., cellulase, H2SO4 and HCl, fermentation, bioethanol

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia karena terdiri atas banyak pulau-pulau dan sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan. Hal ini yang menyebabkan Indonesia

kaya dengan sumber daya alam lautnya, khususnya rumput laut yang melimpah. Krisis energi dapat ditanggulangi dengan bioetanol dari rumput laut (Anggadiredja et al., 2006).

Salah satu jenis rumput laut yang banyak tumbuh di pantai adalah Glacilaria sp. yang

merupakan salah satu jenis alga merah yang tumbuh melekat pada substrat tertentu. Polisakarida dalam Glacilaria sp. dapat dihidrolisis menggunakan asam dengan memecah struktur polisakarida menjadi molekul glukosa. Hidrolisis dengan enzim bertujuan untuk membantu proses konversi pati menjadi gula sederhana. Glukosa (gula reduksi) dapat diubah menjadi etanol melalui suatu proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme berupa khamir jenis Saccharomyces cerevisiae (Harvey, 2009).

Bioetanol merupakan energi terbarukan yang berasal dari tumbuhan yang memiliki kadar pati tinggi, yang kemudian difermentasi menjadi etanol. Etanol adalah cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, dan tidak berwarna, serta termasuk alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH yang merupakan isomer fungsional dari dimetil eter (Anggadiredja et al., 2006). Media untuk produksi etanol harus memenuhi kebutuhan elemen dasar dalam pembentukan biomassa dan produk fermentasi. Selain itu, diperlukan zat tambahan seperti sumber nitrogen, sulfur, dan mineral dalam media fermentasi.

Menurut Susmiati (2010), kadar gula reduksi hasil hidrolisis ditentukan oleh konsentrasi asam. Semakin tinggi konsentrasi asam semakin tinggi gula reduksinya. Hasil hidrolisis ubi kayu dengan konsentrasi asam 0,2-0,5 M menghasilkan kadar gula reduksi 239,47-285,53 g/L. Menurut Rahmasari et al. (2011), kadar gula reduksi hasil hidrolisis limbah tepung tapioka dengan menggunakan selulase dengan konsentrasi 10 unit/gram dan 15 unit/gram adalah 11,8 g/L dan 11,25 g/L. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi katalis yang digunakan dalam proses hidrolisis, semakin besar pula kadar gula reduksi yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi katalis yang digunakan dalam proses hidrolisis, semakin besar pula kadar gula reduksi yang dihasilkan. Berdasarkan kenyataan tersebut perlu dilakukan hidrolisis dengan konsentrasi katalis yang berbeda untuk mendapatkan hasil gula reduksi yang optimum sebagai bahan baku proses pembuatan bioetanol.

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: rumput laut Glacilaria sp. yang diambil dari Pantai Maukawini yang terletak di Kota Waingapu, Sumba Timur, selulase (SQzyme CSP-F), isolat Saccharomyces cereviseae S-14, akuades, larutan glukosa 5%, media GYP (glucose yeast pepton), media MEA (mannitol yeast agar), media NA (nutrient agar), gliserol, asam sulfat (H2SO4), asam klorida (HCl), natrium hidroksida (NaOH), natrium klorida (NaCl), asam sitrat (C6H8O7), natrium sitrat (C6H5Na3O7.2H2O), buffer sitrat pH 5,4, pereaksi Anthrone, alkohol 70%, spiritus, dan larutan standar etanol.

Peralatan

Alat-alat utama yang digunakan pada penelitian ini adalah: inkubator (Memmert), shaker (ELEYA Tokyo Rikakikai), botol fermentasi (botol kaca), spektofotometer UV-Vis (Thermo Spectronic), pH meter (Toa Ion Meter Im-40s), blender (Philips), hotplate (Maspion Electric Stove), seperangkat alat destilasi dan seperangkat alat kromatografi gas (Varian 3300).

CaravKerja

Persiapan sampel rumput laut

Sampel rumput laut dibersihkan dari pengotornya, kemudian dikeringkan dengan sinar matahari selama ± 3 hari. Setelah kering, sampel dihancurkan dengan menggunakan blender dan disaring menggunakan ayakan sehingga didapatkan tepung rumput laut.

Penentuan kadar air

Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada 105 0C, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105 0C selama 5 jam, didinginkan di dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan (AOAC, 1970).

Penentuan kadar abu

Cawan porselin kosong dipanasakan dalam oven pada 105 ºC selama 1 malam, lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit, dan ditimbang. Ke dalam cawan porselin dimasukkan 5 gram sampel yang telah dihaluskan kemudian dioven pada 100 ºC selama 24 jam. Kemudian, cawan dipindahkan ke tungku pengabuan dan temperaturnya dinaikkan secara bertahap sampai 600 ºC dan dipertahankan selama 8 jam sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah itu, suhu diturunkan menjadi 40 ºC, Selanjutnya, cawan porselin didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (Apriyantono et al., 1989). Penentuan kadar lemak

Labu lemak kosong ditimbang sebagai berat awal, setelah itu ditambahkan 5 gram sampel rumput laut yang telah dihaluskan ke dalamnya. Sebanyak 150 mL dietil eter dan beberapa batu didih dimasukkan ke dalam labu lemak, dimasukkan ke dalam alat sokhlet, yang kemudian dirangkaikan dengan pendingin. Ekstraksi dilakukan pada 60 ºC selama 8 jam. Campuran lemak dan dietil eter dalam labu lemak diuapkan sampai kering. Labu yang berisi lemak dimasukkan ke dalam oven pada 105 ºC selama ± 2 jam untuk menghilangkan sisa pelarut dan uap air. Selanjutnya, labu dan lemak didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Hal ini dilakukan berulang sampai beratnya konstan (Woodman, 1941).

Penentuan kadar protein

Kadar protein ditentukan dengan 3 tahapan, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pada tahap destruksi, sampel ditimbang sebanyak 0,15 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjedahl, serta ditambahkan batu didih dan 6 gram katalis campuran (4 gram selenium + 3 gram CuSO4.5H2O + 190 gram Na2SO4), dan 20 mL H2SO4 pekat. Selanjutnya, campuran tersebut didestruksi selama 1-1,5 jam sampai larutan berwarna hijau kekuningan jernih. Sebelum destilasi, hasil destruksi diencerkan dengan akuades sampai volumenya 300 ml dan dikocok sampai homogen. Dalam labu distilasi, larutan dijadikan basa dengan menambahkan kira-kira 100 mL NaOH 33%, ditambahkan batu didih dan didistilasi. Ke dalam bejana penampung destilat, diisi 50 mL H3BO3 0,1 N, 100 mL air, dan 3 tetes indikator campuran bromochresol green dan metil

red (2:1). Destilasi diakhiri setelah destilat mencapai 200 mL. Larutan blanko dibuat dengan prosedur yang sama dengan mengganti sampel dengan air. Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai timbul perubahan warna, dan volume HCl dicatat. Dilakukan juga titrasi untuk blanko (Sudarmaji, 1984).

Penentuan kadar karbohidrat

Kadar karbohidrat ditentukan dengan metode “carbohidrat by difference”, dengan rumus: 100% dikurangi kadar air, abu, protein, dan lemak.

Penentuan kadar gula reduksi

Sebanyak 5 mL sampel diencerkan dalam labu takar 100 mL. Dalam tabung reaksi bertutup dan dalam lemari asap, 1 mL sampel ditambahkan 5 mL pereaksi Anthrone (0,1% 9,10-dihidro-9-oksoantrasena dalam asam sulfat pekat), dipanaskan dengan penangas air pada 100 0C selama 12 menit lalu didinginkan, diperoleh larutan berwarna biru kehijauan. Setelah dingin, absorbansinya diukur dengan spektofotometer pada 630 nm (Apriyantono et al, 1989). Kurva standar dibuat konsetrasi 0 (blanko) 20; 40; 60; 80; dan 100 ppm.

Pembuatan inokulum

Inokulum Saccharomyces cerevisiae S-14 ditumbuhkan secara berturut-turut pada media GYP dan NB selama 24-48 jam, dikocok pada suhu kamar di atas shaker pada 170 rpm. Diperoleh densitas sekitar 108 sel/ml (Suartama, 2013).

Pembuatan kurva standar etanol

Labu ukur 10 mL kosong ditimbang terlebih dahulu. Sebanyak 8 buah larutan standar etanol 5%; 10%; 15%; 20%; 25%; 30%; 35%, dan 40% v/v masing-masing disiapkan dalam labu ukur 10 ml kemudian ditimbang dan dicatat massanya.

Hidrolisis rumput laut dengan Asam sulfat (H2SO4)

Lima gram Glacilaria sp. dicampurkan dengan 100 mL konsentrasi H2SO4 (1%, 3%, 5%, 7% (v/v)). Hidrolisis dilakukan triplo dengan 4 variasi konsentrasi H2SO4. Kemudian, sampel dipanaskan pada suhu 100 oC diaduk dengan batang pengaduk selama 1 jam (Taherzadeh et al., 2007).

Hidrolisis rumput laut dengan asam klorida (HCl)

Lima gram Glacilaria sp. dicampurkan dengan 100 mL konsentrasi HCl (1%, 3%, 5%, 7% (v/v)). Hidrolisis dilakukan triplo dengan 4 variasi konsentrasi HCl. Kemudian, sampel dipanaskan pada suhu 100oC diaduk dengan batang pengaduk selama 1 jam (Taherzadeh et al., 2007).

Hidrolisis rumput laut dengan selulase

Lima gram Glacilaria sp. dicampurkan dengan 100 mL konsentrasi enzim selulase (200 unit/mL, 400 unit/mL, 600 unit/mL, 800 unit/mL (v/v)). Hidrolisis dilakukan triplo dengan 4 variasi konsentrasi enzim. Kemudian, sampel dipanaskan pada suhu 55 oC dan diaduk dengan batang pengaduk selama 1 jam (Taherzadeh et al., 2007). Fermentasi

Hasil hidrolisis dengan selulase 800 unit/mL diatur pH-nya menjadi 4,5. Inokulum Saccharomyces cerevisiae S-14 disiapkan dalam media GYP. Fermentasi dilakukan selama 48 jam di atas shaker pada suhu kamar. Konsentrasi inokulum yang digunakan untuk fermentasi adalah 5% dan 10% dari volume total botol (60 mL, yaitu 57 mL suspensi rumput laut ditambah 3 mL inokulum (5%) atau 54 mL suspensi rumput laut ditambah 6 mL inokulum (10%)). Fermentasi dilakukan triplo ditambah 2 kontrol pada 29-30oC didalam inkubator. Sampel diambil pada hari ke- 4 dan ke- 5 dengan, mengambil seluruh isi dari 1 botol. Setelah itu, sampel disentrifuga selam 15 menit pada 3000 rpm.

Penentuan konsentrasi inokulum

Konsentrasi inokulum ditentukan dengan metode pour plate count. Sebanyak 100 µL cairan fermentasi dicampur dengan 900 µL NaCl 0,9%, dilakukan berurutan untuk memperoleh tingkat pengenceran 10-1 sampai 10-7. Kemudian, 100 µL larutan dari tingkat pengenceran 10-3, 10-5, dan 107 disebar pada permukaan media MEA, diinkubasi pada suhu kamar selama satu malam, dan koloni yang tumbuh dihitung. Hasil yang diperoleh dari 3 pengulangan dirata-ratakan (Suartama, 2013). Penentuan Kadar Etanol

Kadar etanol ditentukan dari densitasnya (Harvey, 2009, dimodifikasi). Sampel dengan kadar etanol terbaik diperiksa ulang dengan metode kromatografi gas. Sebanyak 1 µL sampel diinjeksikan ke dalam kolom dan kadar etanol ditentukan dengan membandingkan luas area puncak pada kromatogram dengan luas area puncak larutan standar 10%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air Rumput Laut Gracilaria sp.

Kadar air rumput laut kering yang diperoleh dari penelitian ini adalah 7,34%. Menurut penelitian Luthfy (1988) kadar air dari rumput laut Eucheuma cottonii adalah 11,28%. Kadar air di dalam rumput laut mempunyai fungsi tertentu di dalam suatu proses yang melibatkan bahan tersebut (Fellows, 2000). Kadar air dalam suatu bahan sangat erat kaitannya dengan aktivitas air (aw) dari bahan tersebut. Aktivitas air (aw) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan untuk mengetahui daya tahan dari bahan. Namun, kadar air pada bahan tidak selalu berbanding lurus dengan aw, karena tergantung pada jenis bahannya (Sudarmadji et al., 1998). Rumput laut dengan kadar air yang rendah akan lebih mudah dalam penyimpanan dan aplikasinya.

Kadar Abu Rumput Laut Gracilaria sp.

Kadar abu yang terdapat pada rumput laut Gracilaria sp. adalah 14,03%. Menurut penelitian Luthfy (1988) kadar abu dari rumput laut Eucheuma cottonii adalah 19,92%. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Atmarita, 2009). Kadar abu tidak akan berubah dalam proses modifikasi karena panas yang diberikan pada proses modifikasi tidak mampu membakar abu serta reaksi hidrolisis tidak menjangkau mineralmineral yang terkandung di dalam bahan tersebut.

Kadar Lemak Rumput Laut Gracilaria sp.

Kadar lemak rumput laut kering yang diperoleh adalah 3,34%. Sedangkan, kadar lemak rumput laut dari jenis Eucheuma cottonii menurut penelitian Luthfy (1988) adalah 1,78%. Lemak pada rumput laut merupakan sumber energi alami yang berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K. kandungan lemak terdapat hampir pada semua bahan pangan, tetapi berbeda-beda terngantung dari bahan pangannya tersebut (Winarno, 2004).

Kadar Protein Rumput Laut Gracilaria sp.

Kadar protein rumput laut kering yang diperoleh dari ini adalah 1,60%. Menurut penelitian Luthfy (1988) kadar protein dari rumput laut Eucheuma cottonii adalah 2,80%. Protein di dalam rumput laut mempunyai fungsi sebagai zat pembangun dan pengatur dalam jaringan-jaringan makhluk hidup. Protein merupakan komponen utama di dalam suatu senyawa sel hidup yang menghasilkan metabolit primer selain karbohidrat, lemak, dan asam nukleat. Protein terdiri atas asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno, 2004).

Kadar Karbohidrat Rumput Laut Gracilaria sp.

Kadar Karbohidrat rumput laut kering yang diperoleh dari ini adalah 73,66%. Sedangkan, kadar karbohidrat rumput laut dari jenis Eucheuma cottonii menurut penelitian Luthfy (1988) adalah 68,48%.Karbohidrat pada rumput laut mempunyai fungsi tertentu yaitu untuk menentukan kadar suatu gula reduksi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis. Semakin banyak karbohidrat (pati, glikogen, selulosa, dan hemiselulosa) semakin banyak juga gula reduksi yang terbentuk (Winarno, 2004).

Larutan standar glukosa

y = 0.0052x + 0.0018

0.4 R² = 0.99

0.2

0^—τ----τ----τ----r

0     20     40     60     80 100 120

Konsentrasi (mg/L)

Gambar 1. Kurva absorbansi larutan standar glukosa untuk penentuan kadar gula reduksi

Larutan standar glukosa yang digunakan adalah larutan glukosa dengan konsentrasi 20, 40,

60, 80, dan 100 ppm. Kurva hasil pengukuran absorbansi larutan standar glukosa disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan data pada Gambar 1, diperoleh kurva kalibrasi dengan persamaaan garis linier y = 0,00526x + 0,0018, dengan koefisien regresi sebesar 0,9999.

Hidrolisis rumput laut untuk fermentasi dengan asam sulfat (H2SO4)

Kadar gula diperoleh dengan cara memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan garis linearnya. Kadar gula reduksi dari masing-masing konsentrasi adalah 26,19%; 39,69%; 41,40%; 45,01% (v/v). Kurva hasil hidrolisis dapat dilihat pada Gambar 2. Pada penelitian Susmiati (2010), kadar gula reduksi hasil hidrolisis ditentukan oleh konsentrasi asam sulfat (H2SO4) dari hasil hidrolisis ubi kayu dengan konsentrasi 0,2-0,5 M menghasilkan kadar gula reduksi 239,47-285,53g/L. Semakin besar kosentrasi asam yang digunakan semakin besar pula kadar gula reduksi yang diperoleh, karena konsentrasi asam yang tinggi mempengaruhi proses pemecahan rumput laut (pati dan selulosa) menjadi glukosa (Taherzadeh et al., 2007).

Gambar 2. Diagram hidrolisis rumput laut Gracilaria sp. dengan H2SO4

Hidrolisis rumput laut untuk fermentasi dengan asam klorida (HCl)

Kadar gula diperoleh dengan cara memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan garis linearnya. Kadar gula reduksi dari masing-masing konsentrasi adalah 12,12%; 14,03%; 15,17%; 16,50% (v/v). Kurva hasil hidrolisis dapat dilihat pada Gambar 3. Pada penelitian Yusrin (2010), gula reduksi yang dihasilkan dari hidrolisis onggok dengan konsentrasi asam klorida 1-5%

(v/v) adalah 23,73-33,88% (v/v). Semakin besar kosentrasi asam yang digunakan semakin besar pula kadar gula reduksi yang diperoleh, karena konsentrasi asam yang tinggi mempengaruhi proses pemecahan rumput laut (pati dan selulosa) menjadi glukosa (Taherzadeh et al., 2007).

Gambar 3. Diagram hidrolisis rumput laut Gracilaria sp. dengan HCl

Hidrolisis rumput laut untuk fermentasi dengan enzim selulase

Konsentrasi Enzim Selulase (unit/mL)

Gambar 4. Diagram hidrolisis rumput laut

Gracilaria sp. dengan enzim selulase

Hidrolisis rumput laut secara enzimatis menggunakan enzim acid cellulose powder (SQzyme CSP-F) yang dilarutkan dengan buffer sitrat pH 5,4. Analisis kadar gula hasil hidrolisis rumput laut Glacilaria sp. dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 630 nm. Kadar gula diperoleh dengan cara memasukkan nilai absorbansi ke dalam persamaan garis linearnya. Kadar gula reduksi dari masing-masing konsentrasi adalah 46,15%; 46,73%; 47,68%; 48,25% (v/v). Kurva hasil hidrolisis dapat

dilihat pada Gambar 4. Menurut Rahmasari et al. (2011), kadar gula reduksi hasil hidrolisis limbah tepung tapioka dengan menggunakan enzim selulase dengan konsentrasi 10 unit/gram dan 15 unit/gram adalah 11,8 g/L dan 11,25 g/L. Semakin besar kosentrasi enzim yang digunakan semakin besar pula kadar gula reduksi yang diperoleh, karena konsentrasi enzim yang tinggi mempengaruhi proses pemecahan rumput laut (pati dan selulosa) menjadi glukosa (Taherzadeh et al., 2007).

Fermentasi Sampel Rumput Laut

Fermentasi Glacilaria sp. menggunakan isolat Saccharomyces cerevisiae S-14 sebagai sumber Saccharomyces cerevisiae dalam media fermentasi. Isolat tersebut dibiakkan sebagai inokulum dengan tujuan untuk mengadaptasi sel terhadap media fermentasi. Media yang digunakan pada media fermentasi adalah glukosa yeast pepton (GYP) dengan perbandingan 2:1:2. Konsentrasi inokulum fermentasi yang digunakan adalah 5% dan 10% (v/v) dengan waktu 4 dan 5 hari. Kadar etanol yang di peroleh dari hasil fermentasi adalah 3,62% (v/v) (inokulum 5%) dan 4,39% (v/v) (inokulum 10%) selama 4 hari. Pada hari yang ke-5 didapatkan hasil sebesar 5,13% (v/v) (media 5%) dan 9,06% (v/v) (media 10%).

pH Akhir Hasil Fermentasi

Pengukuran pH fermentasi dilakukan untuk mengetahui perubahan derajat keasaman dari media sebelum dan sesudah proses fermentasi. pH awal media sebelum fermentasi adalah 4,5 yang menunjukkan pH optimum bagi mikroba untuk tumbuh dan melakukan fermentasi. Dalam penelitian ini, produk fermentasi yang dihasilkan adalah alkohol.Menurut Irfandi (2005), pH awal substrat perlu diketahui agar fermentasi dapat berlangsung secara optimal. Proses fermentasi bioetanol tidak hanya menghasilkan etanol tetapi juga hasil samping (by product) yang berupa gas CO2. Seiring meningkatnya lama fermentasi, produksi gas CO2 juga semakin bertambah meskipun hasilnya tidak signifikan. Peningkatan produksi gas juga diikuti dengan penurunan nilai pH. Hal ini dapat dilihat pada akhir fermentasi yaitu pada hari ke-5, nilai pHnya paling rendah. Ini membuktikan bahwa produksi gas juga berkontribusi terhadap nilai pH. Sesuai

dengan pendapat Kartohardjono et al. (2007), bahwa gas CO2 sering disebut gas asam (acid whey) karena gas CO2 memiliki sifat asam. Oleh karena itu gas CO2 juga berkontribusi terhadap nilai pH. pH akhir yang diperoleh dari proses fermentasi dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. pH Akhir Hasil Fermentasi Rumput Laut Gracilaria sp.

Perlakuan Sampel

pH Hari Ke-4

pH Hari Ke-5

Kontrol 5%

4,50

4,50

Kontrol 10%

4,50

4,50

Sampel 5%

4,29

3,95

Sampel 10%

4,13

3,75

Kadar inokulum total

Jumlah koloni yang tumbuh pada media MEA adalah sebanyak 5,7 x 108 CFU/ml yang dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Koloni yang tumbuh pada media untuk fermentasi Gracilaria sp.

Kadar etanol

Kadar etanol optimum hasil GC pada konsentrasi sampel dengan media fermentasi 5% dan 10% dengan waktu fermentasi 5 hari adalah 5,07% dan 8,92%. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kadar gula reduksi dan dosis inokulum yang diberikan maka semakin tinggi pula kadar alkohol yang diperoleh(Sudaryanto, 2007).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

  • 1.    Semakin besar konsentrasi asam (H2SO4 dan HCl), semakin besar kadar gula reduksi yang diperoleh. Kadar gula reduksi dengan konsentrasi asam sulfat (H2SO4) 1%, 3%, 5%, 7% (b/v) adalah 26,19%; 39,69%; 41,40%; dan 45,01% (v/v) dan kadar gula reduksi dengan konsentrasi asam klorida (HCl) 1%, 3%, 5%, 7% (b/v) adalah 12,12%; 14,03%; 15,17%; dan 16,50% (v/v).

  • 2.    Semakin besar konsentrasi enzim selulase, semakin besar kadar gula reduksi yang diperoleh. Kadar gula reduksi dengan konsentrasi enzim selulase 200 unit/ml, 400 unit/ml, 600 unit/ml, 800 unit/ml adalah 46,15%; 46,73%; 47,68%; dan 48,25% (v/v).

Saran

  • 1.    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji toksisitas terhadap hidrolisis asam dalam pembuatan bioetanol. Karena tingkat toksisitas yang tinggi bisa menghambat pertumbuhan mikroba dalam proses fermentasi dan mempengaruhi hasil kadar etanol yang diperoleh.

  • 2.    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis mikroba lain yang mampu memfermentasi Gracilaria sp. yang menghasilkan kadar etanol yang optimal. Semakin aktif dan spesifik mikroba yang digunakan, semakin efektif juga dalam memecah gula menjadi alkohol.

  • 3.    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan metode yang berbeda (Luff Schrool dan Nelson-Somogyi) dalam menentukan kadar gula reduksi menggunakan konsentrasi hidrolisis yang sama untuk menghasilkan kadar gula reduksi yang optimal dengan harga yang terjangkau. Karena semakin efektif metode yang digunakan semakin efektif juga dalam pemecah pati menjadi gula reduksi serta didukung dengan bahan-bahan yang terjangkau

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan terima kasih kepada bapak I Wayan Arnata, S.TP., M.Si., ibu Ketut Ratnayani, S.Si., M.Si., dan ibu Ir. Ni Gusti

Ayu Made Dwi Adhi Suastuti, M.Si. atas saran dan masukannya, serta pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Penelitian ini dibiayai oleh program Dikti melalui Hibah Bersaing.

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, J., Zantika, A., Syatmiko, W., dan Istini, S., 2006, Rumput Laut, Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial, Penebar Swadaya Informasi Dunia Pertanian, Jakarta, h. 147

Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, dan Budiyanto, S., 1989, Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor

Atmarita, S., 2009, Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga, PT Kompas Media Nusantara, Jakarta

AOAC, 1970, Official Methods of Analysis of the Assosiation of Official Analytical Chemist, Assosiation of Official Analytical Chemist, Washington, D.C.

Fellows, P.J., 2000, Food Processing Technology, 2nd ed., Cambridge-England, CRC Press, New York Washington D.C.

Harvey, F., 2009, Bioetanol Berbahan Dasar Ampas Rumput Laut Kappaphycus alvarezii, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Irfandi, 2005, Karakteristik Morfologi Lima Populasi Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.), Skripsi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Karta, I. W., 2012, Pembuatan Bioetanol dari Alga Codium gerpiorum dan Pemanfaatan Batu Kapur Nusa Penida Teraktivasi untuk Meningkatkan Kualitas Bioetanol, Tesis, Program Studi Kimia Terapan, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar

Kartohardjono, S., Anggara, S., dan Yuliusman, 2007, Absorbsi CO2 dari campurannya

dengan CH4 atau N2 melalui kontaktor membrane serat berongga menggunakan pelarut air, Jurnal Teknologi, 11 (2) : 97102

Luthfy S., 1988, Mempelajari ekstraksi karagenan dengan metode semi refined dari Eucheuma cottonii,    Skripsi, Fakultas

Teknologi Pertanian, IPB, Bogor

Rahmasari, S. dan Khaula, P.P., 2011, Pengaruh Hidrolisis Enzim pada Produksi Ethanol dari Limbah Padat Tepung Tapioka (Onggok), Skripsi, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh September, Surabaya.

Suartama, I.P.O., 2013, Produksi Etanol dari Sisa Gula Limbah Pabrik Brem, Skripsi, Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi, 1984, Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty, Yogyakarta

Sudaryanto, 2007, Pengembangan Etanol di Indonesia, Penebar Swadaya, Jakarta

Suriawiria, U., 1985, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Angkasa, Bandung

Susmiati, Y., 2010, Rekayasa Proses Hidrolisis Pati dan Serat Ubi Kayu untuk Produksi Bioetanol, Skripsi, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Taherzadeh, M.J. and Karimi, K., 2007, EnzymeBased Hydrolysis Processes for Ethanol from Lignocellulosic Materials: A Review, Bio Resources, 2 (4) : 707-738

Taherzadeh, M.J. and Karimi, K., 2007, AcidBased Hydrolysis Processes for Ethanol from Lignocellulosic Materials: A Review, Bio Resources, 2 (3) : 472-499

Winarno, F.G., 2004, Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia, Jakarta

Woodman, A.G., 1941, Food Analysis 4th Edition, Mc.Graw Hill Book Company Inc, New York

Yusrin, 2010, Proses Hidrolisis Onggok Dengan Variasi Asam Pada Pembuatan Etanol, Jurnal, Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang

14