JURNAL KIMIA 9 (1), JANUARI 2015: 86-92

EFEKTIVITAS PENURUNAN KADAR SURFAKTAN LINIER ALKIL SULFONAT (LAS) DAN COD DARI LIMBAH CAIR DOMESTIK DENGAN METODE LUMPUR AKTIF

Ni G. A. M Dwi Adhi Suastuti, I Nengah Simpen, dan Nanik Ayumi

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali

Email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan penggunaan lumpur aktif dalam menurunkan kadar surfaktan Linear Alkil Sulfonat (LAS) dan COD pada limbah cair domestik. Penelitian diawali dengan pembuatan media cair selanjutnya dilakukan pencampuran media cair dengan sampel sedimen untuk menghasilkan lumpur aktif. Pengolahan dilakukan dengan menambahkan lumpur aktif pada 1250 mL limbah domestik dalam sistem aerasi yang berlangsung selama 168 jam.Pengamatan dilakukan terhadap nilai LAS dan COD yang dimonitor dalam periode 6 jam, 24 jam, 72 jam, 120 jam, dan 168 jam. Hasil pengamatan mendapatkan bahwa dalam 168 jam lumpur aktif mampu menurunkan nilai LAS sebesar 99,70% dan COD sebesar 91,08% dengan menggunakan jumlah sedimen 5 gram. Penurunan nilai LAS dan COD paling signifikan terjadi pada setiap perlakuan pada 6 jam proses berlangsung. Laju penurunan nilai LAS dan COD sebesar 82,78 % dan 55 %.

Kata kunci : Lumpur aktif, LAS, COD, Limbah deterjen

ABSTRACT

This study aimed to determine the ability of the activated sludge in decreasing the concentration of surfactant Linear Alkyl Sulfonate (LAS) and COD in domestic wastewater. The study was begun with the preparation of liquid medium, then mixed with sediment samples to produce the activated sludge. The treatment was carried out by adding the activated sludge to 1250 mL of domestic sewage in the aeration system running for 168 hours. Observations of the LAS and COD values were performed in a period of 6, 24, 72, 120, and 168 hours. The results showed that 5 g activated sludge were able to reduce the values of LAS and COD of 99.70 and 91.08% respectively in 168 hours. The most significant declining values of LAS and COD took place at 6 hours treatment. The rate of declining values of LAS and COD were 82.78 and 55%.

Keywords : Activated sludge, LAS, COD, detergent Waste Water

PENDAHULUAN

Deterjen merupakan salah satu bahan yang mengandung surfaktan yang memiliki sifat dapat menurunkan tegangan permukaan, sehingga digunakan sebagai bahan pembersih kotoran yang menempel pada benda. Deterjen dalam air sadah tidak mengendap bersama ion logam namun memiliki sifat toksisitas yang cukup tinggi terhadap lingkungan (Veenstra, 1995).

Penggunaan deterjen untuk keperluan rumah tangga dari hari ke hari terus meningkat,

sehingga limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga yang mengandung deterjen (greywater) juga meningkat (Veenstra, 1995). Penggunaan deterjen dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya penduduk. Menurut Bisnis Indonesia dalam Nida 2008 menunjukkan bahwa tingkat konsumsi deterjen meningkat yaitu 2,11 kg pada 1999, 2,26 kg pada 2001 dan 2,32 kg pada 2002.

Pencemaran deterjen di perairan dikarenakan adanya kandungan surfaktan dalam

deterjen. Jenis surfaktan yang paling banyak digunakan adalah tipe anionik dalam bentuk sulfat (SO42–) dan sulfonat (SO3). Berdasarkan rumus struktur kimianya, detergen golongan sulfonat dibedakan menjadi dua jenis yaitu jenis rantai bercabang sebagai contoh alkil benzene sulfonat (ABS), dan jenis rantai lurus linear alkil sulfonat (LAS) (Grayson, 1983 dalam Sudiana, 2003). Limbah deterjen yang kerap di buang ke perairan dan tanpa pengolahan dengan baik akan berakibat terakumulasinya surfaktan pada badan perairan yang akan menimbulkan masalah pendangkalan perairan akibat dari menumpuknya sedimentasi di perairan dan terhambatnya transfer oksigen. Hal tersebut menyebabkan proses penguraian secara aerobik menjadi terganggu dan berdampak pada laju biodegradasi berjalan sangat lambat, selain itu kandungan oksigen terlarut dalam perairan tersebut akan menjadi rendah. Kandungan surfaktan dalam air limbah akan mempengaruhi nilai BOD dan COD dari limbah tersebut, apabila kandungan surfaktan dalam air limbah tinggi maka nilai BOD dan COD pada limbah tersebut juga semakin tinggi karena senyawa organik yang terkandung dalam limbah tersebut juga tinggi.

Upaya mengurangi limbah deterjen dari limbah rumah tanggga dilakukan pengolahan limbah secara fisik, kimia, dan biologis. Pengolahan limbah secara fisika, hanya mengubah bentuk limbah sehingga terbentuk secondary waste yang membutuhkan pengolahan limbah lebih lanjut. Penggunanaan zat kimia dalam pengolahan limbah dapat mengakibatkan kerusakan limbah dan penggunaan zat kimia dalam kapasitas yang sangat besar untuk pengolahan limbah menyebabkan biaya pengolahan limbah menjadi tinggi. Pengolahan limbah secara biologis yang menggunakan katalis mikroba menghasilkan beberapa produk yang tidak dapat diuraikan menjadi molekul sederhana (Ginting, 2007).

Metode Pengolahan limbah deterjen secara biologis salah satu contohnya adalah metode lumpur aktif. Metode lumpur aktif merupakan salah satu metode pengolahan limbah yang sederhana dan ekonomis. Lumpur aktif merupakan suatu padatan organik yang telah mengalami peruraian secara hayati sehingga terbentuk biomassa yang aktif dan mampu merombaknya kemudian membentuk massa yang mudah mengendap. Dalam lumpur aktif

terkandung bakteri-bakteri yang dapat mencapai 1000 juta per mili liter. Dalam proses lumpur aktif terdapat dua proses penting yaitu pertumbuhan mikroorganisme dalam lumpur dan penambahan oksigen (aerasi) untuk mendukung kehidupan bakteri (Ginting, 2007).

Lumpur aktif dapat mengandung berbagai jenis mikroorganisme heterotrof, dimana mikroorganisme tersebut dapat memanfaatkan bahan terlarut maupun yang tersuspensi di dalam air sebagai sumber energi (Waluyo, 2009). Mikroorganisme tersuspensi dalam lumpur yang akan digunakan untuk mengolah limbah secara mikrobiologis dapat dikembangkan melalui pembibitan (seeding) lumpur yang dapat berasal dari ekosistem alami yang memiliki sifat-sifat khas maupun ekosistem tercemar (Laksmi, 1990).

Menurut penelitian Suastuti (2010) diketahui metode lumpur aktif dapat menurunkan senyawa dodesil benzene sulfonate (DBS) yang terdapat dalam limbah deterjen. Selain itu penelitian yang dilakukan Sudiana (2003) menunjukkan bahwa linear alkyl sulfonate (LAS) pada limbah industri dapat didegradasi oleh mikroba pada lumpur aktif. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk megetahui kemampuan penggunaan lumpur aktif dalam menurunkan kadar surfaktan Linier Alkil Sulfonat (LAS) dan COD pada limbah cair domestik.

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : sedimen selokan, air limbah, akuades, MgSO4.7H2O, C6H12O6, K2HPO4, K2Cr2O7, Ag2SO4, H2SO4 pekat, Fe(NH4)2(SO4), indikator ferroin, HgSO4, KH2PO, glukosa, NaOH, indikator fenolftalein, CHCl3, metilen biru dan (CH3)2CHOH.

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : gelang karet, kapas, kain kasa, aerator, toples pengolahan dengan volume 3 L atau lebih, batang pengaduk, spatula, botol semprot, bola hisap, corong pisah, corong gelas, buret, pipet tetes, pipet volume 3 mL; 5 mL; 10 mL; 25 mL,

buret, labu refluks, tabung refluks, timbangan analitik, erlenmeyer 250 dan 500 mL, gelas ukur 100 dan 250 mL, gelas beker 2 L, spetrofotometer UV-Vis.

Cara Kerja

Sampling Sedimen Lumpur

Sampling sedimen lumpur sebagai lumpur aktif dilakukan di Jalan Sedap Malam Kesiman Denpasar. Sedimen diambil menggunakan serokan dengan dengan kedalaman ±10 cm dari permukaan sebanyak ±10 g, kemudian diletakkan pada satu kantong plastik, dan disimpan pada box sampel. Sampling Air Limbah Deterjen

Sampel air limbah diambil dari saluran pembuangan air mesin cuci yang menggunakan deterjen jenis LAS. Air limbah dimasukkan ke dalam jerigen plastik dengan volume 30 L, kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk dianalisis kadar surfaktan dan nilai COD pada limbah tersebut.

Pembuatan Media Cair

Media isolasi atau penumbuhan bakteri pendegradasi limbah domestik dibuat dengan cara ditimbang sebanyak 2 g glukosa, 0,1 g K2HPO4, 0,1 g KH2PO4, 0,2 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O, 0,02 g MgSO4.7H2O kemudian dimasukkan ke dalam gelas beker 2 L. Setelah itu sebanyak 1800 mL akuades dan 200 mL air limbah deterjen ditambahkan pada campuran tersebut. Campuran diaduk hingga semua zat larut. Media cair yang sudah siap kemudian digunakan dalam pembuatan media seeding.

Pembuatan Lumpur Aktif

Pembuatan media seeding dilakukan dengan mencampurkan media cair yang telah dibuat sebelumnya sebanyak 1500 mL dengan sedimen yang diambil dari selokan pembuangan air limbah domestik dimana variasi berat dari sedimen yaitu 1 g ; 5 g ; 10 g ke dalam tiga gelas beker 2 L. Ketiga campuran selanjutnya diaerasi dengan aerator lalu ditutup dengan kain kasa dan diikat dengan karet gelang selama 1 hari. Media seeding yang sudah siap kemudian digunakan untuk mengolah air limbah deterjen.

Pengolahan Limbah Deterjen

Disiapkan sebanyak 4 buah toples dengan volume 3 L. Masing-masing toples diberi kode I, II, III dan IV. Pada toples I ditambahkan sebanyak

250 mL bibit proses seeding yang menggunakan 1 g sedimen, toples II dengan bibit proses seeding yang menggunakan 5 g sedimen dan toples III dengan bibit proses seeding yang menggunakan 10 g sedimen. Ketiga toples tersebut kemudian ditambahkan air limbah domestik sehingga volume totalnya 1500 mL. Pada toples IV berisi air limbah sebanyak 1250 mL yang digunakan sebagai kontrol. Keempat toples tersebut kemudian dilakukkan aerasi menggunakan aerator dan ditutup dengan kain kasa diikat dengan tali. Proses adaptasi dilakukan selama dua puluh empat jam. Pengukuran kadar surfaktan dan COD dilakukan pada awal proses dan selang waktu pada 6; 24; 72; 120; dan 168 jam.

Penentuan Kadar Deterjen dalam Sampel

Sebanyak 50 mL sampel/standar dimasukkan ke dalam corong pisah yang telah disiapkan. Standar/sampel dibuat basa dengan diteteskan larutan NaOH 1N yang diuji dengan indikator fenolftalein. Warna merah muda yang terbentuk dihilangkan dengan diteteskan larutan H2SO4 1N dengan hati-hati sampai warna merah muda tepat hilang.

Selanjutnya sebanyak 10 mL CHCL3 dan 25,0 mL reagen metilen biru ditambahkan kedalam corong pisah kemudian campuran dikocok selama 30 detik. Untuk mengurangi terjadinya emulsi, ditambahkan beberapa mL(<10 mL) isopropil alkohol. Campuran didiamkan sampai terjadi dua lapisan. Lapisan CHCl3 dipisahkan dan dimasukkan ke dalam corong pisah lainnya Ekstraksi CHCl3 diulangi sebanyak dua kali dengan menambahkan 10 mL CHCl3 pada tiap ekstraksi.

Ekstraksi CHCl3 yang terkumpul pada corong pisah kedua kemudian ditmbahkan dengan 50 mL larutan isopropil alkohol/(CH3)2CHOH dan dikocok selama 30 detik. Ekstraksi diulangi sebanyak dua kali dengan masing-masing ditambah 10 mL CHCl3. Lapisan CHCl3 dipisahkan dan dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL kemudian diencerkan sampai tanda batas. Absorbansi diukur pada 652 nm dengan menggunakan CHCl3 sebagai blanko (Lenore, 1998).

Penentuan Nilai COD pada Sampel

Sebanyak 25,0 mL sampel limbah cair dipipet kedalam labu refluks kemudian ditambahkan 0,4 g HgSO4 ; 10,0 mL K2Cr2O7

0,025 N ; 25,0 mL larutan Ag2SO4-H2SO4 dan beberapa batu didih, selanjutnya larutan dikocok. Air pendingin dialirkan melalui kondensor. Larutan dalam labu kemudian direfluks selama 2 jam. Setelah 2 jam, sampel didinginkan lalu ditambahkan akuades sampai volumenya kira-kira 150 mL. Selanjutnya sampel ditmbahkan 1-2 tetes indikator ferroin dan dititrasi dengan larutan Fe (NH4)2(SO4)2 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari biru kehijauan menjadi merah bata. Volume titran yang diperlukan dicatat. Prosedur di atas juga dilakukan untuk pengukuran blanko (SNI 06-6989.15-2004).

Perhitungan Efektivitas

Untuk mengetahui besar efektivitas lumpur aktif dengan cara menghitung persen efektivitas yang diperoleh dalam menurunkan kadar surfaktan dan COD pada pengolahan limbah domestik dengan menggunakan rumus:

μ-F)

% efektivitas = —^ % 100% Jl

Keterangan :

A = Nilai COD awal ; Kadar LAS awal (hari ke-0) B = Nilai COD akhir ; Kadar LAS akhir

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penurunan Kadar Surfaktan Linear Alkil Sulfonat (LAS) dari limbah Cair Domestik dengan Metode Lumpur Aktif

Data penurunan kadar surfaktan selama proses pengolahan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penurunan kadar deterjen (dalam ppm) selama perlakuan

Waktu (Jam)

Penurunan Kadar Deterjen (ppm) Selama Perlakuan

1 gram

5 gram

10 gram

Kontrol

Awal

457

457

457

457

6

90,24

78,66

98,78

343,29

24

68,90

65,85

64,02

336,58

72

28,05

9,76

59,76

214,02

120

15,85

1,83

38,41

210,98

168

12,80

1,22

31,09

104,27

Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan kadar deterjen selama perlakuan. Pada pengolahan setelah 168 jam menunjukkan kadar yang paling rendah, untuk penggunaan sedimen 1, 5, 10, dan kontrol masing-masing 12,80; 1,22; 31,09, dan 104,27 ppm. Grafik penurunan kadar deterjen selama 168 jam perlakuan dapat ditampilkan pada Gambar 1.

500

400

m 300

pp 200

100

0



Awal 24  120


1 gram

5 gram

10 gram

K on tro l


W aktu (Hari)


Gambar 1. Penurunan Kadar LAS pada Limbah Deterjen Selama Waktu Perlakuan


Berdasarkan Gambar 1, selama 168 jam kadar deterjen pada sampel yang berisikan sedimen 1, 5, 10 gram dan kontrol telah mengalami penurunan, namun pengolahan limbah deterjen dengan menggunakan jumlah sedimen yang berjumlah 5 gram menunjukkan penurunan yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan 1 dan 10 gram. Penurunan kadar deterjen disebabkan oeh adanya aktivitas perombakan surfaktan oleh mikroba. Proses perombakan ini terjadi dalam tiga tahap yaitu pertama adanya proses oksidasi gugus alkil yang terletak di ujung membentuk intermediete berupa alkohol dan proses oksidasi ini terjadi hingga rantai alkil hanya memiliki 4-5 atom karbon (Simoni dkk, 1996). Tahapan selanjutnya yaitu proses desulfonasi yaitu proses penghilangan gugus sulfonat yang dikatalisis oleh sistem enzim kompleks, koenzim NAD(P)H dan oksigen sehingga terbentuk hidroksi fenolik pada cincin aromatik. Tahapan yang terkahir yaitu pemecahan/ pembukaan cincin benzena melalui jalur orto atau meta (Bhatnagar, 1991).

Efektivitas Penurunan Kadar Surfaktan LAS

Data penurunan kadar deterjen pada limbah deterjen selama waktu perlakuan dapat dihitung nilai efektivitasnya yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Efektivitas penurunan kadar LAS (dalam %) pada limbah deterjen

Waktu Efektivitas Penurunan Kadar LAS (%)

(Jam)

pada Limbah Deterjen

1 gram

5 gram

10 gram

Kontrol

6

80,25

82,78

78,38

24,88

24

84,92

85,59

85,99

26,35

72

93,86

97,86

86,92

53,17

120

96,53

99,59

91,59

53,83

168

97,19

99,73

93,19

77,18

Tabel 2 menunjukkan efektivitas penurunan kadar deterjen pada limbah deterjen dari waktu pengolahan selama 6 jam sampai 168 jam. Pengamatan setelah pengolahan selama 168 jam terjadi efektivitas paling tinggi dari masing-masing perlakuan. Perlakuan dengan jumlah sedimen 5 gram menunjukan nilai efektivitas

paling tinggi yaitu sebesar 99,73 % bila dibandingkan dengan kontrol yang hanya mencapai 77,18 %. Hal ini mungkin disebabkan oleh keberadaan mikroba yang mendegradasi LAS paling optimal pada sedimen 5 gram. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dewi (2006) yang menunjukkna bahwa jumlah sedimen sebanyak 5 gram juga dapat menurunkan kadar deterjen jenis LAS dalam limbah laundry. Pernyataan ini juga didukung oleh Waluyo (2005) yang menyebutkan bahwa oleh adanya aktivitas sedimen lumpur aktif dengan konsorsium mikroorganisme dalam mendegradasi senyawa organik dan anorganik dalam limbah, maka dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Penambahan zat-zat yang mengandung N, P, K sebagai nutrien menyebabkan kebutuhan makanan dari mikroorganisme akan terpenuhi, sehingga laju metabolisme bahan organik dan anorganik dalam sampel menjadi tinggi.

Pengaruh Waktu Perlakuan Terhadap Nilai COD

Penurunan nilai COD pada limbah deterjen selama proses pengolahan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Penurunan nilai COD (dalam ppm) selama proses pengolahan

Waktu (Jam)

Penurunan Nilai COD (ppm) Selama Proses Pengolahan

1 gram

5 gram

10 gram

Kontrol

Awal

13176

13176

13176

13176

6

5832

5832

4968

13026

24

4320

4968

4752

12960

72

4104

3024

3888

12744

120

3240

1080

3456

7344

168

1944

1080

2376

6696

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai COD selama perlakuan. Proses pengolahan setelah 168 jam menunjukkan nilai COD yang paling rendah. Penggunaan sedimen sebanyak 1 gram, 5 gram, 10 gram dan kontrol masing-masing 1944, 1080, 2376 dan, 6696 ppm. Grafik penurunan nilai COD disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva pengaruh waktu perlakuan terhadap penurunan nilai COD


Gambar 2 menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai COD dari pengolahan selama 6 jam sampai pengolahan selama 168 jam baik pada sampel maupun kontrol. Penurunan ini dapat ditunjukkan dari keadaan awal sampel yang memliki nilai COD sebesar 13176 ppm dan setelah 168 jam pengolahan untuk perlakuan jumlah sedimen 1 gram, 5 gram, 10 gram dan kontrol masing-masing sebesar 1944, 1080, 2376, dan 6696 ppm.

Penurunan nilai COD menunjukkan adanya suatu proses biodegradasi atau oksidasi bahan organik dan anorganik. Penurunan nilai COD pada sedimen 5 gram paling optimal dibandingkan dengan sampel yang variasi sedimen lebih banyak maupun lebih sedikit dari 5 gram sedimen. Hal ini dikarenakan aktivitas mikroorganisme yang ada pada sedimen 5 gram mampu merombak dan mengoksidasi secara optimal bahan organik dan anorganik yang ada sehingga terjadi penurunan nilai COD.

Kristanto (2002) juga menyatakan bahwa penambahan aerasi dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut di dalam air dan berguna untuk mikroorganisme memperbanyak diri serta meningkatkan kemampuan kerja mikroorganisme aerobik dalam mendegradasi bahan organik dan anorganik dalam air.

Efektivitas Penurunan Nilai COD

Efektivitas penurunan nilai COD pada sampel limbah deterjen selama proses pengolahan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Efektivitas Penurunan COD (dalam %)

Waktu Efektivitas Penurunan COD (%)

(Jam)

1 gram

5 gram

10 gram

Kontrol

6

55

55

62,29

0

24

67,21

62,29

63,93

1,63

72

68,85

77,04

70,49

3,27

120

75,40

91,80

73,77

44,26

168

85,24

91,80

81,96

49,18

Tabel 4 menunjukkan persen efektivitas penurunan COD selama 168 jam pada sedimen 1, 5, 10 gram serta kontrol masing-masing sebesar 85,24; 91,80; 81,96 dan 49,18 %. Dari data ini efektivitas penurunan nilai COD pada sedimen yang terisi sebanyak 5 gram paling besar. Penambahan sedimen pada sistem lumpur aktif pada limbah deterjen dapat memberikan hasil yang lebih baik terhadap penurunan nilai COD pada sampel. Hal ini didukung oleh pernyataan Effendi (2000) yang menyebutkan bahwa terjadinya penurunan nilai COD diakibatkan adanya proses oksidasi oleh mikroba yang merombak bahan-

bahan organik maupun anorganik dalam sampel limbah deterjen menjadi karbondioksida dan air.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

  • 1.    Lumpur aktif mampu menurunkan kadar LAS dari sampel limbah deterjen sebesar 97,19% untuk sedimen 1 g; 99,73% untuk sedimen 5 g;

  • 93,19% untuk sedimen 10 g; sedangkan yang tanpa lumpur aktif hanya mampu menurunkan kadar LAS sebesar 77,18%.

  • 2.    Lumpur aktif dapat menurunkan nilai COD dari sampel limbah deterjen sebesar 85,24% untuk sedimen 1 g; 91,80% untuk sedimen 5 g; dan 81,96% untuk sedimen 10 g.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan parameter lain seperti Total Suspended Solid (TSS) dan fosfat dengan waktu pengolahan yang lebih lama untuk melihat kemampuan bibit inokulum dan efektivitasnya serta mengenai penambahan NPK sebagai nutrien yang membantu mengoptimalkan pertumbuhan mikroorganisme.

DAFTAR PUSTAKA

Bisnis Indonesia, 2004, Deterjen, Bisnis raksasa yang makin “berbusa-busa”, Bisnis Com

Bhatnagar, L. and B.Z. Fathepure, 1991, Mixed Culture in Detoxyfication of Hazardous

Waste, Edited by G. Zeikus and E.A Johnson, Mixed Culture in Biotechnology, Mc Graw Hill. Inc., USA

Dewi, A.C., 2006, Kemampuan Bibit Inokulum Lumpur Aktif dalam Menurunkan Nilai COD dan Kadar Surfaktan Linier Alkil Sulfonat (LAS) pada Limbah Laundry, Skripsi, Universitas Udayana, Bali

Effendi, H, 2000, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor

Ginting, P., 2007, System Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri, Edisi 1, CV. Yrama Widya, Bandung

Grayson M, 1983. Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology. 3rd. Wiley Interscience, New York

Kristanto, P., 2002, Ekologi Industr, Penerbit ANDI Yogyakarta  dengan LPPM

Universitas Kristen  Petra Surabaya,

Yogyakarta

Laksmi, J., Betty, S. dan Winiati, P.R., 1996, Penanganan Limbah Industri Pangan, Kanisius, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Nida, S., 2008, Pengelolaan limbah deterjen sebagai upaya minimilisasi polutan dibadan air dalam rangka pembangunan berkelanjutan, Jurnal LIPI,

Suastuti, Ni G.A.M. Dwi Adhi, 2010, Efektivitas Penurunan Kadar Dodesil Benzen Sulfonat (DBS) dari Limbah Deterjen yang Diolah dengan Lumpur Aktif, Jurnal Kimia,

Waluyo, L., 2005, Mikrobiologi Lingkungan, UMM, Malang

Veenstra, 1995, Wastewater Treatment, IHE Delf

92