JURNAL KIMIA 8 (2), JULI 2014: 220-225

PEMANFAATAN TEH KOMBUCHA SEBAGAI OBAT HIPERURISEMIA MELALUI PENGHAMBATAN AKTIFITAS XANTIN OKSIDASE PADA Rattus norvegicus

Dewa Ayu Windu Manik Anandagiri, I. B. Putra Manuaba, dan Ni G. A. M. Dwi Adhi Suastuti

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

*email : [email protected]

ABSTRAK

Pembentukan asam urat yang tinggi dan terganggunya proses ekskresi asam urat di dalam tubuh dapat memicu hiperurisemia. Penelitian ini untuk meneliti teh kombucha sebagai obat hiperurisemia melalui penghambatan aktivitas enzim xantin oksidase. Teh kombucha yang digunakan adalah teh kombucha dengan tiga variasi waktu fermentasi, teh A (4 hari), teh B (8 hari), teh C (12 hari), serta dua variasi dosis yaitu 10mL/kg BB dan 40mL/kg BB. Penelitian ini menggunakan rancangan posttest only control group design. Sebanyak 27 ekor tikus wistar (Rattus norvegicus) dikelompokan menjadi 9 kelompok K (kontrol negatif), H (kontrol hiperurisemia), A (kontrol allopurinol), P1 (teh A dosis 10 mL/kg BB), P2 (teh A dosis 40 mL/kg BB), P3 (teh B dosis 10 mL/kg BB), P4 (teh B dosis 40 mL/kg BB), P5 (teh C dosis 10 mL/kg BB), P6 (teh C dosis 40 mL/kg BB). Tikus penelitian diberikan pakan tinggi purin yaitu jus hati ayam dan melinjo untuk mendapatkan kondisi hiperurisemia. Pemberian pakan tinggi purin ini dilakukan pada semua kelompok tikus kecuali kelompok kontrol negatif. Tikus hiperurisemia diberikan pengobatan dengan variasi teh kombucha dan allopurinol. Pemberian allopurinol dilakukan pada satu kelompok tikus sebagai pembanding efektifitas dengan pengobatan menggunakan teh kombucha. Perlakuan ini dilakukan selama sembilan hari. Pada hari terakhir dilakukan penentuan kadar asam urat dan aktifitas xantin oksidase, dan dianalisis menggunakan Anova. Hasil penelitian menunjukan teh kombucha yang menunjukan nilai penurunan terbesar adalah teh B dengan dosis 40 mL/kg BB.

Kata kunci : Kombucha, Teh, Asam-urat, Hiperurisemia, Xantin-oksidase, Allopurinol

ABSTRACT

The formation of high levels of uric acid and problems of its excretion from the body can lead to hyperuricemia. This study serves to examine the kombucha tea as a hyperuricemia drug activity through the inhibition of the enzyme xanthine oxidase. Kombucha tea was used with three different variations of fermentation namely: tea A (4 days), tea B (8 days), tea C (12 days), and two variations of the dose, i.e. 10 mL/kg BW and 40 mL/kg BW. This study uses a “posttest only control group” design. A total of 27 Wistar rats (Rattus norvegicus) are grouped into 9 groups, K (negative control), H (control hyperuricemia), A (control allopurinol), P1 (tea A dose of 10 mL/kg BW), P2 (tea A dose 40 mL /kg BW), P3 (tea B dose 10 mL/kg BW), P4 (tea B dose 40mL/kg BW), P5 (tea C dose 10 mL/kg BW), P6 (tea C dose 40 mL/kg BW). The rats were given high feed purine for research, namely chicken liver juice and melinjo so that they contracted the hyperuricemia condition. The high purine feeds were administered on all groups of rats except the negative control group. Experiment was undertaken to compare the effectiveness of allopurinol with kombucha tea. This experiment was done for nine days. On the last day, an analysis of the levels of uric acid and xanthine oxidase activity was undertaken and the data was analyzed using ANOVA. The conclusion was that the biggest decline in drug for the treatment of hyperuricemia was kombucha tea B with the dose of 40 mL/kg BW.

Keywords : Kombucha, Tea, Uric-acid, Hyperuricemia, Xanthine-oxidase, Allopurinoll

PENDAHULUAN

Kasus penderita asam urat bahkan menuju hiperurisemia, baik di negara maju maupun negara berkembang, semakin meningkat dewasa ini. Berdasarkan data The National Institutes of Health (NIH) pada tahun 2002, jumlah penderita asam urat di Amerika Serikat mencapai 2,1 juta. Sebagian besar penderita adalah pria berusia 40-50 tahun (90%) dan wanita (10%) pada masa menopouse, sedangkan Indonesia 35% penderita asam urat terjadi pada pria di bawah usia 34 tahun (Ekayatun et al., 2010).

Penyakit asam urat ditandai dengan rasa sakit terutama di daerah persendian tulang dan tidak jarang timbul rasa nyeri bagi penderitanya. Penyakit ini merupakan suatu bentuk artritis (peradangan sendi) yang umumnya menyerang jari-jari kaki, lutut, tumit, pergelangan tangan, pergelangan kaki, jari-jari tangan, dan siku (Redaksi Agromedia, 2010 ; Sustrani et al., 2006 ; Soeryono, 2011). Menurut (Krisnatuti et al., 1997), rasa sakit tersebut diakibatkan adanya radang pada persendian yang disebabkan oleh penumpukan kristal di daerah persendian akibat tingginya kadar asam urat di dalam darah.

Asam urat adalah asam yang berbentuk kristal yang merupakan hasil akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan nukleoprotein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat di inti sel tubuh (Redaksi Agromedia, 2010). Asam urat merupakan produk akhir yang diekskresikan dari pemecahan purin pada manusia dan hewan primata. Pada hewan selain primata, asam urat mengalami degradasi lanjutan menjadi allantonin. Pada manusia, 18-20% dari asam urat yang hilang dipecah oleh bakteri menjadi CO2 dan amonia (NH3) di usus dan diekskresikan melalui feses. (Krisnatuti et al., 1997). Apabila asupan purin tinggi dan sistem pengeluaran asam urat terganggu, maka dapat mengakibatkan peningkatan kadar asam urat di dalam tubuh.

Setiap manusia memiliki asam urat. Namun, permasalahan muncul ketika kadarnya dalam tubuh meningkat hingga melebihi batas normal, dan dapat memunculkan penyakit asam urat (Redaksi Agromedia, 2010). Kadar asam urat normal pada laki – laki 3,4 – 7,0 mg/dL dan pada wanita 2,4 – 6,0 mg/dL (Febrina et al., 2011). Asam urat dengan kadar tinggi dalam darah dapat

mengendap sebagai kristal berbentuk jarum di sendi. Kristal yang dianggap benda asing oleh tubuh ini menyebabkan terjadinya pelepasan Immunoglobulin G oleh sistem imun yang memicu produksi sel darah putih. Penggumpalan sel ini pada kristal menyebabkan pembengkakan sendi dan menimbulkan rasa nyeri (Sustrani, 2006).

Pada penelitian ini digunakan hewan uji tikus Rattus norvegicus. Kadar normal asam urat yang dimiliki tikus adalah 1,7-3,0 mg/dL (Mazzali et al., 2001), dengan demikian tikus dikatakan sudah pada kondisi hiperurisemia jika kadar asam urat darahnya di atas 3,0 mg/dL. Hiperurisemia adalah suatu keadaan kelebihan kadar asam urat di darah yang melewati batas normal, dan kondisi ini harus segera ditangani karena memiliki gejala yang sangat mengganggu bagi penderitanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti potensi teh kombucha sebagai obat hiperurisemia.

Teh kombucha adalah minuman segar hasil fermentasi dari teh manis dengan bantuan jamur dan bakteri pembentuk asam. Minuman ini biasa dikonsumsi karena minuman ini bermanfaat untuk kesehatan (Dufresne dan Farnworth, 1999). Teh kombucha memiliki beberapa kandungan asam-asam organik dan beberapa vitamin yang baik untuk kesehatan tubuh. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Setiawan et al. (2012), teh kombucha dapat mengurangi kadar asam urat pada tikus. Pada daun teh yang menjadi bahan pembuatan teh kombucha, terdapat senyawa antioksidan yang dapat pula menekan kinerja radikal bebas di dalam darah (Pribadi dan Ernawati, 2010).

Tujuan penelitian adalah untuk pemanfaatan teh kombucha sebagai obat hiperurisemia. Ini didasarkan pada kajian teori yang telah didapatkan yaitu teh kombucha tidak khusus mempengaruhi organ tubuh tertentu. Teh kombucha mempengaruhi tubuh secara menyeluruh, dengan menstabilkan metabolisme tubuh dan detoksifikasi racun dengan asam glukoronat. Hal ini menyebabkan peningkatan kapasitas pertahanan dalam tubuh terhadap pengaruh dan tekanan lingkungan. Ini berujung pada metabolisme sel yang rusak diperkuat dan berlanjut dengan pemulihan kesehatan tubuh. Potensi teh kombucha untuk kesehatan perlu didukung dengan penelitian ilmiah. Kajian praklinis akan memberikan data yang mencakup

inhibisi teh kombucha terhadap aktifitas xantin oksidase. Xantin oksidase merupakan enzim yang berperan penting dalam pembentukan asam urat.

MATERI DAN METODE

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sampel uji teh kombucha (cairan jernih, warna coklat tua, bau dan rasa agak masam) dengan tiga variasi waktu fermentasi (4 hari, 8 hari, dan 12 hari), emping melinjo, pakan standar tikus, hati ayam mentah. Hewan uji yang digunakan adalah 27 ekor tikus jantan galur wistar dengan berat rata-rata 210-220 g dan berumur sekitar 3 bulan, normal dan sehat. Tikus tersebut diperoleh dari UPT. Laboratorium Analitik Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali.

Bahan-bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah allopurinol, akuades, alkohol, XO Assay Buffer, OxiRedTM Probe (in DMSO), XO Enzyme Mix, XO Substrate Mix, XO Positive Control, H2O2 standard 0,88 M, dan reagen uric acid FS TBHBA.

Peralatan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau, timbangan, blender, sarung tangan, masker, pipet tetes, neraca analitik (Chyo Jupiter C3-100 MD), aluminium foil, gelas beaker, gelas ukur, pipet volume, batang pengaduk, ball filler, kertas saring, corong, seperangkat alat spektrofotometer UV-Vis (E. Merck Darmstadt, Germany), tabung darah (blood tube), eppendorf dan sentrifuge.

Cara Kerja

Pengambilan Serum Darah

Hewan uji diambil darahnya dari aorta jantung dengan pipa kapiler sebanyak ± 1-2 mL, ditampung pada eppendorf, dibiarkan menggumpal selama 1 jam. Kemudian darah dan serum dipisahkan dengan cara disentrifugasi selama 15 menit pada 1.000 x g.

Penentuan Kadar Asam Urat

Kadar asam urat ditetapkan berdasarkan reaksi enzimatik menggunakan reagen uric acid FS TBHBA, dengan cara 20 µ L serum ditambahkan

1000 µ L monoreagen. Serum yang telah dicampur homogen dengan pereaksi uric acid FS TBHBA diinkubasi selama 10 menit pada suhu 370C, dan dibaca absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 546 nm. Perhitungan kadar asam urat serum (mg/dl) dihitung berdasarkan persamaan berikut :

ASx - ASb ASs ASb


x 6mg /dl


Ket :


ASx = Absorbansi larutan uji

ASb = Absorbansi blanko ASs = Absorbansi standar

Penentuan Aktifitas Xantin Oksidase

Aktifitas xantin oksidase diukur dengan menggunakan kit xantin oksidase biovision USA. Pengerjaannya mengikuti manual yang terdapat pada kit, dengan cara 50 µ L serum ditambahkan dengan 100 µ L reagen kit. Hidrogen peroksida (H□O□) yang yang dihasilkan oleh reaksi xantin oksidase akan bereaksi secara stoikiometri dengan OxiRed™ Probe dan menghasilkan warna merah muda. Pembacaan dilakukan pada T1 dan T2, serta dibaca absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 570 nm. Aktifitas xantin oksidase dihitung berdasarkan persamaan :

Oktifitasxantin oksidasi=^d^d2^f!21=nmoιmenitιnl = mU /mi

Keterangan :

T1 : waktu pembacaan awal

T2 : waktu pembacaan ke dua

B : jumlah dari H2O2 yang menunjukkan xantin oksidase dari kurva standar

V : volume sampel sebelum penambahan ke dalam lubang pengukuran

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan kadar asam urat ditetapkan dengan metode enzimatik, dengan menggunakan reagen Uric acid FS* TBHBA dengan menggunakan alat spektrofotometer. Mekanisme yang terjadi adalah asam urat dioksidasi oleh

enzim urikase dengan bantuan H2O dan O2 menjadi senyawa allantoin, karbondioksida dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida yang terbentuk akan bereaksi dengan 4-amino antipirin dan TBHBA menjadi kuinonimin yang berwarna merah muda dimana reaksi tersebut dikatalisis oleh enzim peroksidase. Besarnya intensitas warna yang dihasilkan oleh kuinonimin tersebut sebanding dengan kadar asam urat dalam darah (Ariyanti et al., 2007). Kadar asam urat rata-rata adalah K (1,833 mg/dL), H (4,607 mg/dL), A (2,433 mg/dL), P1(3,020 mg/dL), P2(2,897 mg/dL), P3 (2,640 mg/dL), P4 (2,000 mg/dL), P5 (2,773 mg/dL), dan P6 (2,230 mg/dL).

Pada penelitian ini juga dilakukan penentuan aktifitas xantin oksidase pada serum darah tikus wistar dari masing-masing populasi karena xantin oksidase merupakan lokasi essensial untuk intervensi farmakologis pada penderita asam urat. Hal ini dikarenakan pembentukan asam urat terjadi melalui jalur oksidasi hipoxantin dan guanin menjadi xantin dan guanase. Kemudian xantin terosidasi menjadi asam urat dalam reaksi selanjutnya yang dikatalisis oleh xantin oksidase. (Murray, 1996). Penentuan aktifitas xantin oksidase dikerjakan sesuai dengan manual yang terdapat pada kit. Kit yang digunakan memiliki prinsip keberadaan xantin oksidase di dalam sampel akan mengoksidasi xanthin menjadi hidrogen peroksida (H2O2) yang sesuai dengan stoikiometri reaksi. Adapun mekanisme reaksinya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Mekanisme Konversi Xantin Menjadi Asam Urat

Pada mekanisme reaksi, xantin oksidase memiliki peranan dalam oksidasi hipoxantin menjadi xantin, dan dari xantin menjadi asam urat. Dalam setiap reaksi oksidasi tersebut, akan menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2). Hidrogen peroksida tersebut nantinya akan berikatan dengan OxiRed Probe ™ sehingga menghasilkan warna dan dapat dibaca secara

spertrofotometri pada panjang gelombang ( λ) = 570 nm). Intensitas warna pada bacaan akan sebanding dengan jumlah produk yang terbentuk, kemudian hasil akan dikonversikan dengan aktifitas xantin per satuan waktu. Nilai aktifitas xantin oksidase adalah K (3,470 mU/mL), H (7,043 mU/mL), A (4,480 mU/mL), P1 (5,637 mU/mL), P2 (5,463 mU/mL), P3 (4,960 mU/mL), P4 (4,110 mU/mL), P5 (5,703 mU/mL), dan P6 (4,360 mU/mL).

Pada teh terdapat suatu kandungan senyawa seperti katekin dan vitamin B1 yang memiliki rumus struktur mirip dengan allopurinol. Menurut Setiawan et al. (2012), senyawa kaffein di dalam kandungan teh juga memiliki struktur yang mirip dengan allopurinol. Allopurinol merupakan suatu senyawa yang kerap digunakan sebagai obat menekan produksi asam urat di dalam tubuh penderita karena senyawa ini dapat menginhibisi kerja xantin oksidase.

Pada daun teh terdapat kandungan senyawa kuersetin dan vitamin C. Kuersetin dan vitamin C merupakan suatu senyawa yang memiliki fungsi sebagai antioksidan. Kuersetin adalah senyawa bioflavonoid yang dapat menghambat kerja xantin oksidase dalam produksi asam urat, sedangkan vitamin C dosis tinggi memberikan efek meningkatkan pembuangan asam urat melalui urin. (Sustrani et al., 2006). Menurut Waji dan Sugrani (2009), kuersetin memiliki tiga gugus yang berperan sebagai antioksidan, dan menjaga kestabilan kuersetin saat berperan sebagai penghambat proses oksidasi. Kuersetin dapat mencegah proses oksidasi dengan cara menangkap radikal bebas dan mengkhelat logam transisi.

Keaktifan dari golongan seyawa-senyawa yang berfungsi sebagai antiradikal bebas ditentukan adanya gugus fungsi –OH (hidroksil) bebas dan ikatan rangkap pada atom karbon (Waji dan Sugrani, 2009). Senyawa-senyawa yang berperan sebagai penghambat aktifitas xantin oksidase adalah senyawa yang memiliki kemiripan struktur dengan allopurinol dan memiliki peran sebagai antioksidan. Senyawa-senyawa tersebut akan berkompetisi dengan xantin dan hipoxantin, sehingga jumlah asam urat yang merupakan produk akhir konversi xantin dapat ditekan. Keunggulan teh kombucha dibandingkan teh seduh biasa adalah kandungan asam organik sebagai hasil dari proses fermentasi. Kandungan asam-asam

organik dan beberapa senyawa seperti vitamin dan asam amino memiliki peranan dalam meningkatkan sistem metabolisme di dalam tubuh, sehingga ini berakibat proses ekskresi asam urat dalam tubuh dapat lebih ditingkatkan, yang berujung pada penurunan kadar asam urat di dalam tubuh. Pada penderita asam urat, konsumsi makanan yang banyak mengandung air dan kebiasaan minum sangat disarankan, sebab ini dapat meningkatkan proses ekskresi melalui urine (Sustrani et al., 2006)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil uji pemberian teh kombucha terhadap tikus hiperurisemia memiliki efek perbedaan kadar asam urat antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Pada penentuan aktifitas xantin oksidase pada kelompok tikus kontrol dan tikus perlakuan menunjukkan hasil adanya penghambatan aktifitas xantin oksidase, yang ditandai dengan penurunan aktifitas xantin oksidase pada masing-masing kelompok perlakuan, dengan nilai persentase penurunan rata-rata adalah A (71,73%), P1 (39,35%), P2 (44,22%), P3 (58,30%), P4 (80,09%), P5 (37,50%), dan P6 (75,09%). Teh kombucha yang memiliki efek penurunan tertinggi adalah teh B dengan dosis 40 mL/kg BB.

Saran

Pada penelitian disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemeriksaan histopatologi pada organ ginjal tikus penelitian. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap kelompok kontrol normal, hiperurisemia, kontrol positif, dan kelompok perlakuan, sehingga diketahui perbedaan pengaruh asam urat dan aktifitas xantin oksidase terhadap fungsi ginjal serta organ dalam tikus.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Jurusan Kimia F.MIPA Unud dan UPT. laboratorium Analitik Universitas Udayana, serta

semua pihak yang telah membantu demi kelancaran penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, R., Wahyuningtyas, N., dan Wahyuni, A. S., 2007, Pengaruh Pemberian Infusa Daun Salam (Eugenia polyantha Wight) terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Darah Mencit Putih Jantan yang Diinduksi dengan Potasium Oksonat, Jurnal, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dufresne, C. dan Farnworth, E., 1999, Tea, Kombucha, and Health, Journal, Food Research and Development Centre, Agriculture and Agri-Food Canada, 3600 Casavant Blvd. West, Saint-Hyacinthe, QC, Canada J2S 8E3

Ekayatun, D., 2010, JAKERS (JAM KERSEN) Sebagai Alternatif Obat Asam Urat, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta

Faramayuda, F., Alatas, F., dan Desmiati, Y., 2010, Formulasi Sediaan Losion Antioksidan Ekstrak Air Daun Teh, Jurnal, Jurusan Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi, Majalah Obat Tradisional, 15(3): 105-111

Febrina, M., Helmy, A., dan Almahdy, 2011, Pengaruh Pemberian Alopurinol dan Probenesid terhadap Kadar Asam Urat Mencit Diabetes, Jurnal, Universitas Andalas

Krisnatuti, D., Yenrina, R., dan Uripi, V., 1997, Perencanaan Menu Untuk Penderita Gangguan Asam Urat, PT. Penebar Swadaya, Jakarta

Kurniastuty, A., 2008, Pengaruh Pemberian Fraksi Etil Asetat Estrak Etanol 70% Herba Meniran (Phyllantus niruri L.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Mencit Putih Jantan Galur Balb-C Hiperurisemia, Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Surakarta

Mazzali, et al., 2001, Hyperuricemia Induces A Primary Renal Arteriopathy in Rats By A Blood Pressure-Indipendent Mechanism,

Division of Nephrology, Baylor College of Medicine, Houston, Texas 77030

Murray, R.K., 2009, Biokimia Harper, a.b. Nanda Wulandari, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Pribadi, F.W. dan Ernawati, D. A., 2010, Efek Catechin terhadap Kadar Asam Urat, C-Reaktive Protein (CRP) dan Malondialdehid Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) Hiperurisemia, Jurnal, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Redaksi Agromedia, 2010, Solusi Sehat Mengatasi Asam Urat dan Rematik, PA dr. Prapti Utami, Agromedia Pustaka, Jakarta

Setiawan, Iwan, dan Suyono, 2012, Pengaruh Pemberian Teh Kombucha terhadap Kadar Asam Urat Rattus norvegicus, Jurnal, Jurusan Kimia, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya

Sustrani, L., Alam, S., dan Hadibroto, I., 2006, Asam Urat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Waji, R.A. dan Sugrani, A., 2009, Flavonoid (Quersetin), Makalah Kimia Organik Bahan Alam, Program S2 Kimia, FMIPA, Universitas Hasanudin

225