PEMBUATAN ARANG BAMBU TABAH (Gigantochloa nigrociliata) DENGAN AKTIVATOR ZnCl2 SEBAGAI ADSORBEN CONGO RED
on
JURNAL KIMIA (JOURNAL OF CHEMISTRY) 18 (1), JANUARI 2024
DOI: https://doi.org/10.24843/JCHEM.2024.v18.i01.p06
p-ISSN 1907-9850
e-ISSN 2599-2740
ARANG BAMBU TABAH TERAKTIVASI ZnCl2 SEBAGAI ADSORBEN CONGO RED
M. Manurung*, S. B. Hartanto dan I. B. P. Manuaba
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia
*Email :manuntun_manurung@unud.ac.id
ABSTRAK
Arang aktif merupakan material unik sebab mampu menjerap ion positif, negatif, dan netral dengan baik. Penelitian bertujuan untuk mempelajari adsorpsi congo red menggunakan arang bambu tabah, tanpa aktivasi dan dengan aktivasi. Penelitian dimulai dengan membuat arang bambu tabah secara pirolisis. Sebagian arang diaktivasi dengan ZnCl2 secara impregnasi, sehingga didapatkan arang aktif. Arang tanpa aktivasi dan teraktivasi dikarakterisasi gugus fungsinya. Kapasitas adsorpsi masing-masing adsorben juga diukur setelah mengoptimasi beberapa parameter adsorpsi seperti waktu kontak, jumlah massa adsorben, pH larutan, dan suhu. AB2 yaitu arang teraktivasi, memiliki kemampuan terbaik dalam mengadorpsi congo red dengan nilai kapasitas adsoprsi sebesar 64,472 mg/g, waktu kontak 120 menit, massa adsorben 0,1 g, suhu 30 oC dan pH 2. Kapasitas adsorpsi AB0, AB1, dan AB2 secara berturut-turut adalah 31,137; 61,855; dan 64,472 mg/g. Arang bambu tabah memiliki potensi yang baik untuk menjerap congo red dari larutan.
Kata kunci: Adsorpsi, arang aktif, bambu Tabah, congo red, ZnCl2
ABSTRACT
Activated charcoal is a unique material because it can absorb positive, negative, and neutral ions well. This research aimed to study the adsorption of Congo red by using inactivated and activated Tabah bamboo charcoals. The research began by preparing Tabah bamboo charcoal using pyrolysis. Some charcoal was activated with ZnCl2, by impregnation to obtain activated charcoal. The functional groups of inactivated and activated charcoal were characterized. The adsorption capacity of each adsorbent was also measured after optimizing several adsorption parameters such as contact time, adsorbent mass amount, solution pH, and temperature. AB2, namely activated charcoal, had the best ability to adsorb Congo red with an adsorption capacity value of 64.472 mg/g, contact time of 120 minutes, adsorbent mass of 0.1g, temperature of 30 ℃, and pH 2. The adsorption capacities of AB0, AB1, and AB2 are respectively 31,137; 61,855; and 64.472 mg/g. Tabah bamboo charcoal has good potential to absorb congo red from the solution.
Keywords: Activated charcoal, adsorption, Congo red, Tabah bamboo, ZnCl2
PENDAHULUAN
Pada saat ini masalah limbah cair industri tekstil, percetakan, pencelupan menjadi salah satu tantangan serius, baik dari segi volume maupun jenisnya di berbagai wilayah di Indonesia. Peningkatan pencemaran semakin meluas karena tuntutan pasar atau trending fashion yang terus berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Sebagian besar industri tekstil memilih pewarna sintetis karena harganya terjangkau, daya tahan yang baik, mudah didapat, dan penggunaannya sederhana. Namun, limbah cair yang dihasilkan mengandung sisa pewarna, logam berat yang toksik dan berbahaya bagi kehidupan air jika
dibuang ke badan air tanpa penangan yang baik (Enrico, 2019). Beberapa pewarna sintetis yang sering digunakan seperti congo red, metilen biru, remazol yellow FG. Congo red merupakan salah satu zat warna tekstil yang banyak digunakan untuk memberi warna merah pada serat. Menurut Kustomo dan Santosa (2019), tidak seluruhnya pewarna terserap oleh kain saat proses pencelupan, tetapi sekitar 1015% tersisa dalam air yang dibuang ke perairan. Akumulasi congo red dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati, ginjal, dan sistem saraf (Srivatsav, et al.,2020).
Upaya untuk meminimalisir kandungan pewarna dalam perairan telah dikembangkan berbagai metode, seperti koagulasi, Ozonisasi,
membran, nano filtrasi, lumpur aktif dan adsorpsi. Dari beberapa metode tersebut adsorpsi merupakan yang paling murah dan sederhana, khususnya bila melibatkan limbah pertanian sebagai material sumber karbon (Herlina, et al.,2017). Arang aktif adalah arang yang direkayasa dengan cara aktivasi, sehingga struktur pori lebih terbuka, luas permukaannya bertambah dan daya adsorpsi meningkat. Penggunakan arang aktif menjadi favorit karena harganya terjangkau, memiliki kapasitas adsorpsi yang tinggi, dan dapat diregenerasi. Bahan yang dapat digunakan untuk menghasilkan arang aktif adalah material yang mengandung karbon tinggi, misalnya bambu melalui karbonisasi pada suhu tinggi tanpa atau dengan oksigen terbatas (Sihombing, 2019).
Pada penelitian ini arang aktif dibuat berbasis bambu tabah yang belum dimanfaatkan optimal tetapi mudah ditemukan di Bali. Peneliti terdahulu (Negara, 2020) melaporkan karakteristik arang bambu tabah teraktivasi H3PO4, dari sisi perubahan tekstur. Manurung, et al. (2023) juga melaporkan adsorpsi arang bambu tabah teraktivasi ZnCl2 sebagai adsorben zat warna kationik metilen blue, sedangkan untuk zat warna anionik Cono red belum ada yang melaporkan. Dalam penelitian ini ada tiga perlakuan yang di kerjakan yaitu bambu tabah dijadikan arang,diberi kode ABo, bambu diaktivasi ZnCl2 dahulu sebelum diarangkan diberi kode AB1 dan arang bambu di aktivasi ZnCl2 diberi kode AB2. Ke tiga jenis adsorben ini ditentukan kapasitas adsorpsinya terhadap congo red dengan metode Bacth. Aktivasi arang ABo dengan larutan ZnCl2 diperkirakan mampu menyerap ion Zn2+, sehingga permukaan arang menjadi bermuatan positif akibatnya arang AB2 mampu menyerap congo red yang bermuatan negatif lebih baik. Untuk mengoptimalkan kapasitas adsorpsi, AB0, AB1 dan AB2 dilakukan optimasi parameter adsorpsi seperti waktu kontak, jumlah massa adsorben, pH, dan suhu. Model Isoterm adsorpsi di uji terhadap tipe Langmuir dan tipe Freundlich.Gugus fungsi ketiga jenis arang ditentukan dengan FTIR.
MATERI DAN METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang bambu tabah yang diambil dari Pupuan, Tabanan, Bali. Bahan-bahan kimia yang digunakan meliputi serbuk
ZnCl2(Merck), aquades, KBr, HCl 0,1 M, NaOH 0,1 M, dan congo red.
Peralatan
Alat yang digunakan mencakup neraca analitik, ayakan 100 dan 200 meshoven, desikator, penggerus porselin, papan pemanas, pengaduk magnetik, pH meter, peralatan gelas, karet penghisap, spatula, kertas saring Whatman no 40, pengukur waktu, tanur, Spektrofotometer FT-IR Shimadzu Prestige-1, dan Spektrofotometer UV-Vis Shimadzu UV-1800.
Cara Kerja
Preparasi Bambu
Batang bambu tabah dipotong kecil hingga ukurannya ± 2 x 2 cm, lalu dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Potongan Bambu dicacah, dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan oven pada suhu 110 °C hingga bobot yang diperoleh konstan. Sampel bambu dibagi menjadi 3 dan diberi kode AB0, AB1, dan AB2. Sampel bambu kode AB0 diarangkan tanpa aktivasi. Sampel bambu kode AB1 diaktivasi kemudian diarangkan. Sampel bambu kode AB2 diarangkan kemudian diaktivasi. Sampel bambu kode AB1 diaktivasi terlebih dahulu dengan larutan ZnCl2 1% selama 24 jam, disaring, lalu dibilas dengan aquades hingga pH netral. Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 110 oC hingga massanya konstan. Sampel bambu kode AB1 kemudian dikarbonisasi (Manurung, et al., 2019).
Karbonisasi Bambu
Sebanyak 1000 g sampel bambu AB0 dan hasil aktivasi sampel bambu AB1 dikarbonisasi dengan tanur pada suhu 600 °C selama 90 menit. (Manurung, et al.,2019). Setelah itu, arang yang telah terbentuk didinginkan dalam desikator dan ditimbang untuk mengukur persentase rendemen. Hasil arang digerus dan diayak menggunakan ayakan 100 mesh. Serbuk arang yang lolos kemudian diayak kembali menggunakan ayakan 200 mesh. Arang yang tidak lolos ayakan 200 mesh dikumpulkan, digunakan sebagai adsorben.
Aktivasi Arang
Sampel arang dengan kode AB0 dibagi menjadi 2 bagian, yaitu AB0 (tanpa aktivasi) sebagai pembanding, sebagian AB0 diaktivasi dengan larutan ZnCl2 disebut AB2. Sebanyak 5g
sampel arang kode AB0 dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 mL lalu ditambahkan 100 mL ZnCl2 1%. Campuran diaduk selama 24 jam dengan pengaduk magnetik, kemudian disaring dan dibilas dengan aquades hingga diperoleh pH neteral. Kemudian arang aktif dikeringkan dengan oven pada suhu 110 oC hingga massa konstan.
Analisis Gugus Fungsi
Masing-masing AB0, AB1, dan AB2 sebelum dan sesudah adsorpsi congo red ditimbang sebanyak 0,1 gram, lalu dicamur dengan serbuk KBr. Campuran dipadatkan dalam cetakan membentuk pellet, selanjutnya dianalisis dengan FTIR.
Daya Adsorpsi terhadap Congo Red Optimasi Waktu Kontak
Optimasi waktu kontak dilakukan dengan mencampurkan 25 mL larutan congo red 50 ppm dengan masing-masing sebanyak 0,1 gram AB0, AB1, dan AB2, dalam gelas kimia 50 mL,diaduk dengan pengaduk magnetik selama variasi waktu 30; 60; 90; 120; 150; 180; 240 menit. Berikutnya, masing-masing campuran disaring dan absorbansi filtrat diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Jumlah zat warna congo red yang terjerap oleh adsorben dapat ditentukan.
Optimasi Massa Adsorben
Optimasi massa adsorben dilakukan dengan mencampurkan 25 mL larutan congo red 50 ppm dengan variasi massa AB0, AB1, dan AB2 dari 0,1; 0,2; 0,3; dan 0,5 gram, dalam gelas kimia 50 mL diaduk selama waktu optimum, disaring dan absorbansi filtratnya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Jumlah zat warna congo red yang terjerap dapat ditentukan.
Optimasi pH
Optimasi pH dilakukan dengan mencampurkan 25 mL larutan congo red 50 ppm dalam gelas kimia 50 mL, lalu pH larutan divariasi dari 2; 4; 6; 8; dan 10 menggunakan NaOH 0,1 M atau HCl 0,1 M. Sampel larutan ditambahkan AB0, AB1, dan AB2 masing-masing sebanyak massa optimum, dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama waktu optimum. Campuran disaring dan absorbansi filtratnya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis.
Optimasi Suhu
Optimasi suhu adsorpsi dilakukan dengan mencampurkan 25 mL larutan congo red 50 ppm, dengan masing-masing AB0, AB1, dan AB2 dalam gelas kimia 50mL pada kondisi optimum, suhu divariasi dari 30; 40; dan 50 oC. Campuran disaring dan absorbansi filtratnya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis.
Kapasitas Adsorpsi
Kapasitas adsorpsi ditentukan dengan mencampurkan 25 mL larutan cong red 50, 100, 150, 200 dan 300 ppm dalam gelas kimia 50 mL dengan pada kondisi optimum masing-masing adsorben. Campuran di aduk dan disaring. Absorbansi filtratnya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Jumlah zat warna congo red yang teradsorpsi dapat ditentukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan adsorben meliputi tiga tahap utama, yaitu preparasi, karbonisasi, dan aktivasi. Pada proses preparasi adsorben, bambu dipotong berukuran ± 2 x 2 cm sesuai pada gambar 1A (Gambar 1). Adsorben AB1, bambu diaktivasi dengan ZnCl2 kemudian dikarbonisasi. Aktivasi AB1 diduga menyebabkan ion Zn2+ terikat oleh gugus fungsi yang terdapat pada bambu membentuk komplek dan pada karbonisasi membentuk ZnO, yang berpengaruh terhadap daya adsorpsi congo red. Pada adsorben AB0, bambu dikarbonisasi dengan suhu 650 oC selama 90 menit yang hasilnya terdapat pada gambar 1B (Gambar 1). Tampilan arang mengkilap dan menjadi rapuh. Pada proses karbonisasi, terjadi pemecahan senyawa organik menjadi karbon. Suhu tinggi pada proses karbonisasi menyebabkan hilangnya zat-zat yang mudah menguap (volatile matter). Tiga komponen pokok hasil karbonisasi adalah karbon, tar, dan gas. Arang bambu digerus hingga menjadi serbuk seperti pada Gambar 1C.
Aktivasi ABo bertujuan untuk menghilangkan pengotor dari permukaan arang yang tidak hilang pada saat karbonisasi, seperti oksida logam, tar dan senyawa organic yang menempel dipermukaan arang. Dengan aktivasi tersebut, pengotor menjadi hilang dan pori menjadi lebih terbuka, akibatnya luas permukaan bertambah, akhirnya kapasitas adsorpsi meningkat (Manurung, et al.,2019).

Gambar 1. Bahan baku bambu (A), hasil karbonisasi (B), dan serbuk arang bambu (C)
Optimasi Massa Adsorben

Optimasi Waktu Kontak
Waktu kontak merupakan lamanya interaksi antara adsorben dan adsorbat( congo red) hingga mencapai keadaan jenuh( setimbang adsorpsi).
Waktu (menit)
Gambar 2. Hubungan Persen adsorpsi terhadap waktu untuk ABo, AB1 dan AB2
Gambar 2 menunjukkan bahwa adsorben AB0 dan AB1 memilki waktu kontak optimum yang sama yaitu 150 menit, sedangkan AB2 lebih cepat yaitu 120 menit. Ketiga adsorben menunjukkan adanya penurunan persentase adsorpsi pada waktu yang lebih lama misalnya 180 menit. Adanya kenaikan dan penurunan persentase adsorpsi pada grafik menandakan permukaan adsorben mengalami titik jenuh. Perbedaan waktu kontak, dan persentase adsorpsi ada kaitannya dengan luas permukaan dan kecepatan adsorpsi. Berdasarkan Gambar 2 diketahui, bahwa urutan kereaksifan adsorpsi AB2 > AB1>ABo, artinya proses aktivasi berperan penting untuk meningkan persentase adsorpsi. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Ma, et.al.(2015). Namun, setelah mencapai kondisi keseimbangan, adsorben memiliki kecenderungan untuk melepaskan kembali (desorpsi) congo red, sehingga persentase adsorpsi menjadi berkurang.
Gambar 3. Perbandingan massa adsorben terhadap persentase adsorpsi untuk ABo, AB1 dan AB2
Gambar 3 menunjukkan bahwa AB0 memiliki massa optimum 0,2 gram, sedangkan AB1 dan AB2 memiliki massa optimum 0,1 gram. Persentase adsorpsi ABo meningkat dari 96,92% pada massa 0,1 gram menjadi 99,39% pada massa adsorben 0,2 gram. Hal ini terjadi, karena bertambahnya pusat aktif seturut dengan penambahan jumlah adsorben. Namun penambahan lebih lanjut, justru menurunkan persentase adsorpsi sebab terjadi interaksi sesama adsorben, yang akhirnya menghambat proses adsorpsi, seperti dikemukakan oleh Putra,I.G.(2023). AB0 yang merupakan arang tanpa aktivasi mampu mengadsorpsi congo red dengan maksimal dengan massa adsorben 2 gram, sedangkan AB1 dan AB2 memiliki massa optimum yang sama dan lebih kecil yaitu 0,1 gram meskipun perlakuan terhadap keduanya berbeda. AB1 yaitu bambu tabah diaktifkan terlebih dahulu dengan activator ZnCl2 sebelum diarangkan, sedangkan AB2 yaitu arang ABo yang diaktivasi dengan ZnCl2. Fakta ini menguatkan bahwa aktivasi mampu meningkatkan daya adsorpsi terhadap congo red lebih baik, terbukti dari massa adsorben yang hanya 0,1 gram telah mampu mengatasi daya adsorpsi ABo dengan massa 0,2 gram.
Optimasi pH
Gambar 4 menunjukkan bahwa AB0 dan AB1 memiliki pH optimum 6, sedangkan AB2 memilki pH optimum 2. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui persentase adsorpsi congo red relatif tinggi di pH asam. Hal ini diakibatkan oleh konsentrasi ion H+ yang terdapat pada larutan cukup tinggi yang memudahkan ion tersebut tertarik ke permukaan arang sehingga mampu berikatan dengan ion negatif dari congo red dengan baik.


Gambar 4. Perbandingan pH terhadap persentase adsorpsi
Kemampuan adsorpsi congo red cenderung menurun seiring peningkatan pH (pada kondisi basa). Penurunan ini terjadi karena keberadaan ion OH- dalam larutan bersaing dengan molekul anion congo red di situs penyerapan yang aktif (Yang, et al., 2017).
Optimasi Suhu


—•— AB0
■ AB1
—⅛— AB2
Suhu (oC)
Gambar 5. Pengaruh suhu terhadap persentase adsorpsi
Peningkatan suhu menunjukan terjadinya efek negative yang konsisten terhadap daya adsorpsi untuk ketiga jenis adsorben. Adsorben AB0 memiliki penurunan daya adsorpsi tertinggi dibandingkan adsorben lainnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa interaksi antara adsorben dengan congo red melibatkan gaya van der Walls, ikatan hydrogen sehingga mudah lepas/rusak sebagaimana dilaporkan oleh Alam,et.al.(2022), Tay,et.al.(2022). Suhu adsorpsi terbaik untuk ke tiga adsorben yaitu pada suhu 30 oC.
Kapasitas Adsorpsi
Data isotherm adsorpsi diperlukan untuk menentukan kapasitas adsorpsi dan menguji Model tipe adsorpsi, yang umumnya di uji terhadap model tipe Langmuir dan Freundlich.
Gambar 6. Pengaruh konsentrasi awal congo red terhadap kapasitas adsorpsi
Gambar 6 memperlihatkan kapasitas adsorpsi meningkat seiring bertambahnya konsentrasi awal congo red. Hal ini disebabkan oleh interaksi terus menerus antara adsorben dan adsorbat akibat kelimpahan zat warna dalam larutan, serta situs aktif dalam adsorben yang belum sepenuhnya jenuh (Putra, et al., 2023). Kapasitas adsorpsi maksimum AB0, AB1, dan AB2 pada konsentrasi congo red 300 ppm secara berturut-turut adalah (31,137 ± 0,01) mg/g, (61,855 ± 0,02) mg/g, dan (64,472 ± 0,02) mg/g. Hal tersebut menunjukan bahwa proses aktivasi meningkatkan kemampuan adsorpsi adsorben. Aktivasi menggunakan ZnCl2 diduga memberikan sifat kationik pada arang akibat adanya ion Zn2+ pada permukaan. Sifat kationik pada permukaan arang menyebabkan congo red lebih mudah teradsorpsi karena bersifat anionik. Berdasarkan Gambar 6 belum terlihat titik optimum untuk ketiga adsorben, artinya masih mungkin terjadi kenaikan adsorpsi untuk konsentrasi yang lebih tinggi meskipun efisiensinya berkurang.
Isoterm Adsorpsi
Tabel 1 menunjukkan data bahwa ketiga adsorben memiliki kecenderungan mengikuti pola adsorpsi Langmuir dengan R2 mendekati 1. Hal tersebut menjelaskan bahwa adsorpsi zat warna congo red terjadi pada situs tertentu dari arang dengan membentuk lapisan tipis monolayer. Dapat diketahui ketiga adsorben belum dalam keadaan jenuh, karena kapasitas adsorpsi untuk ketiga adsorben belum mencapai titik kapasitas adsorpsi secara teoritis( qeksp < qmax teori). Menurut Zakaria et al (2021), proses adsorpsi dan desorpsi terjadi secara terus menerus ketika adsorben mendekati kejenuhan. Namun dari nilai n > 1 menunjukkan interaksi dipermukaan berlangsung intensif.
Tabel 1. Isoterm Langmuir dan Feundlich
Model |
Adsorben |
KL(L/mg) |
qmax(mg/g) |
R2 qe eksperimen(mg/g) | |
AB0 |
0,2206 |
32,583 |
0,9747 |
31,137 | |
Langmuir |
AB1 |
0,2358 |
65,019 |
0,9709 |
61,855 |
AB2 |
0,3567 |
67,069 |
0,9921 |
64,472 | |
Model |
Adsorben |
KF(mg/g(L/mg)1/n |
n |
R2 | |
AB0 |
11,5 |
2,487 |
0,9642 | ||
Freundlich |
AB1 |
17,9 |
3,069 |
0,9461 | |
AB2 |
18,5 |
2,872 |
0,8515 |
Analisis Gugus Fungsi
Hasil analisis gugus fungsi menggunakan FTIR dapat dilihat pada Gambar 7 dan dirangkum dalam Tabel 2. Spektrum FTIR menunjukan tidak adanya perubahan gugus fungsi akibat proses aktivasi terhadap arang bambu tabah. Proses karbonisasi pada
suhu tinggi menyebabkan terjadinya cracking sehingga terjadi perubahan struktur alifatik selulosa menjadi struktur cincin bersatu melalui aromatisasi dan dikatalisis oleh activator ZnCl2 (Chen, et al., 2020).

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
Bilangan gelombang (nm1)
Gambar 7. Hasil spektra FTIR
Tabel 2. Rangkuman data spektrum FT-IR ABo,AB1 dan AB2
Kemungkinan gugus fungsi |
Pustaka Bilangan Gelombang (nm-1) (Silverstein et al., 2002) AB0 AB1 AB2 |
C=C aromatik renggang C-H bending C=C bending alkena |
1600-1500 1573 1575 1580 1000-650 957 954 950 895-885 885 883 882 |
SIMPULAN
Kapasitas adsorpsi adsorben AB0, AB1 dan AB2 terhadap zat warna congo red berturut-turut sebesar 31,137 mg/g, 61,855 mg/g dan 64,472 mg/g. Massa optimum AB0 sebesar 0,2 gram, pH 6, dan AB1 massa 0,1 gram, pH 6. Adsorben yang memiliki kemampuan terbaik dalam menjerap congo red adalah AB2 dengan waktu kontak optimum 120 menit, massa adsorben 0,1 gram, pH 2, dan suhu 30 oC. Model isoterm dari ke tiga jenis adsorben mengikuti model tipe Langmuir. Proses aktivasi tidak mengubah gugus fungsi yang dimiliki arang, tetapi aktivasi dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi secara signifikan dibandingkan tanpa aktivasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R., dan Mirza, A. 2018. Synthesis of Guar Gum/Bentonite A Novel Bionanocomposite: Iso- Therms,
Kinetics, and Thermodynamic Studies for The Removal of Pb (II) and Crystal Violet Dye. J. Mol. Liq. 249(2018): 805–814.
Aidha, N.N., Ardhanie, S.A., Cahyaningtyas, A.A., Jati, B.N., dan Naimah, S. 2014. Degradasi Zat Warna pada Limbah Cair Industri Tekstil dengan Metode Fotokatalitik Menggunakan
Nanokomposit TiO2 – Zeolit. Jurnal Kimia Kemasan. 36(1): 225-236.
Bandosz, T. J. 2006. Activated Carbon Surfaces in Environmental Remediation. Elsevier Inc. Amsterdam.
Bansal, R.C., dan Meenakashi, G. 2005. Activated Carbon Adsorption. Taylor and Francis Group. New York.
Chen, W., Gong, M., Kaixu, L., dan Xia, M. 2020. Insight Into KOH Activation Mechanism During Biomass Pyrolysis: Chemical Reactions Between O-Containing Groups And KOH. Applied Energy. 278(2020): 11573.
Enrico. 2019. Dampak Limbah Cair Industri Tekstil terhadap Lingkungan dan Aplikasi Tehnik Eco Printing sebagai Usaha Mengurangi Limbah. Jurnal MODA. 1(1): 5-13.
Herlina, R., Masri, M., dan Sudding. 2017. Studi Adsorpsi Dedak Padi terhadap Zat Warna Congo Red di Kabupaten Wajo. Jurnal Chemica. 18 (1):16 -25.
Kustomo, dan Santosa. S.J. 2019. Studi Kinetika dan Adsorpsi Zat Warna Kation (Metilen Biru) dan Anion (Metil Orange) pada Magnetit Terlapis Asam Humat. Jurnal Jejaring Matematika dan Sains. 1 (2): 64-69.
Manurung, M., Suprihatin, I.E., dan Ratnayani, O. 2023. Preparation and Characterization of Activated Charcoal from Bamboo Waste with Phosphoric Acid as A Biosorbent for Rhemazol Brilliant Blue. Rayasan J. Chem. 16(3): 1369-1377.
Manurung, M., Ratnayani, O., dan Prawira, R. 2019. Sintesis dan Karakterisasi Arang Aktif Dari Limbah Bambu dengan Aktivator ZnCl2. Cakra Kimia [Indonesian E-Journal of Applied Chemistry]. 7(1): 69 -77.
Putra, I.G.Y. 2023. Potensi Arang Aktif Dari Bambu Tabah (Gigantochloa Nigrociliata) Sebagai Adsorben Metilen Biru. Skripsi. Program Studi Kimia Universitas Udayana. Jimbaran.
Sihombing, Y.P. 2019. Adsorpsi Zat Pewarna Tekstil Methyl Orange Menggunakan Adsorben Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Srivatsav, P., Bargav. B., Shanmugansundaram, V, Arun, J, Gopinath, K.P, Bhatnagar, A,2020, Biochar as eco-friendly and economical adsorbent for removal of colorants(dyes) from aqueous environment, A review. Water2020(120: 3561.
Tay, C.C, Alice Daniel, Soon-Keong Yong and Suhaimi Abdul-Talib, 2022, Law Grass A Sustainable Adsorbent for Nickel(II) Removal, Malaysian Journal of Chemistry. 24(2);29-36.
Yang, G., L. Wu, Q. Xian, F. Shen, J. Wu, dan Y. Zhang. 2017. Removal of Congo Red and Methylene Blue from Aqueous Solutions by Vermicompost-Derived Biochars. Journal PLOS One-Tenth Anniversary. 11(7): 1-11.
Zakaria, R., Jamalludin, N., dan Bakar, M. 2021. Effect of Impregnation Rasio and Activation Temperatur Eon The Yield and Adsorption Performance of Mangrove Based Activated Carbon for Methylene Blue Removal. Result In Material. 10(2021): 100183.
40
Discussion and feedback