Rekonstruksi Penis pada Entrapped Penis setelah Perbaikan Hipospadia: Laporan Dua Kasus
on
Rekonstruksi Penis pada Entrapped Penis setelah Perbaikan Hipospadia: Laporan
Dua Kasus
Gede Wirya Diptanala Putra Duarsa1, Pande Made Wisnu Tirtayasa2, I.B. Putra Pramana2, Gede Wirya Kusuma Duarsa2*
-
1 Dokter Internship di RS Sanjiwani Gianyar.
-
2 Divisi Urologi, Departemen Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
*Penulis korespondensi: [email protected].
ABSTRAK
Latar belakang: Entrapped penis adalah bentuk concealed penis yang didapat, disebabkan oleh jaringan sikatrik tebal yang terdapat pada penis. Jaringan sikatrik tersebut dapat disebabkan oleh sirkumsisi, operasi hipospadia atau trauma. Kasus: Kami melaporkan dua kasus entrapped penis yang muncul setelah operasi rekonstruksi pada hipospadia. Kasus pertama adalah laki-laki 13 tahun dan kasus kedua adalah anak laki-laki berusia 8 tahun, kedua pasien datang dengan keluhan entrapped penis. Kedua pasien lahir dengan kelainan hipospadia dan sudah menjalani beberapa kali operasi rekonstruksi untuk keluhan hipospadia yang dialami. Setelah operasi, kedua pasien mengeluhkan kondisi entrapped penis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi entrapped penis, dengan ukuran penis yang normal saat diretraksi. Tidak terdapat keluhan kesulitan miksi, nyeri saat miksi maupun nyeri suprapubik. Pada pasien dilakukan operasi rekonstruksi untuk membebaskan jaringan ikat pada penis dan skin flap. Pada pasien dilakukan pemasangan kateter foley 12 Fr dan pembebatan penis selama 5 hari. Pasien juga diberikan antibiotika dan analgesik. Kedua pasien dipulangkan tanpa komplikasi. Simpulan: Entrapped penis merupakan suatu komplikasi yang sering terjadi pada operasi rekonstruksi hipospadia maupun sirkumsisi. Penanganan rekonstruksi terdiri dari pembebasan jaringan ikat pada penis, skin flap dan operasi lain yang diperlukan sesuai kondisi pasien.
Kata kunci: entrapped penis, hipospadia, sikatrik.
DOI: https://doi.org/10.24843/JBN.2020.v04.i02.p03
ABSTRACT
Background: Entrapped penis is an acquired concealed penis, caused by a dense cicatricle tissue on penis. The abnormal tissue usually caused by circumcision, hypospadias repair or trauma. Case: We reported two cases of entrapped penis following hypospadias repair and reconstructions were performed afterward. First case was a 13-year-old boy and second case was an 8-year-old boy; both came with chief complaint of entrapped penis. Both patients were born with hypospadias and have had reconstruction surgery for several times. Entrapped penis was occurred after some time following reconstruction. Physical examination showed an entrapped penis, but normal size of penis observed when retracted. There was no urinating difficulty, urinating pain, nor suprapubic tenderness. We performed a reconstruction surgery to release the connective penile tissue and skin flap. A 12 Fr Foley catheter was inserted and penis bandage for 5 days, antibiotic and analgesic were also given to both patients. The patients were discharged without any complication. Conclusion: Tendon repair operations with this suturing technique with chain of jasmine methods can shorten the operation time and risk of losing small, messy tendon pieces. The results of the surgery were quite good, there were no post operative infections and the patient felt satisfied.
Keywords: entrapped penis, hypospadias, cicatricle.
PENDAHULUAN
Entrapped penis adalah suatu kondisi di mana penis terbenam pada jaringan sekitar yang terjadi akibat komplikasi operasi seperti eksisi kulit berlebihan pada saat sirkumsisi atau pembentukan jaringan parut setelah operasi.1 Terdapat 2 bentuk entrapped penis yang terjadi setelah operasi. Pertama, terjadi insufisiensi kulit pada batang penis sehingga penis tampak kecil.2,3 Kedua, terjadi pertumbuhan jaringan parut yang sirkumferensial sehingga menarik batang penis.4 Selain sirkumsisi kondisi lain seperti trauma maupun kondisi inflamasi pada penis seperti balanitis xerotica obliterans juga dapat menyebabkan kondisi ini. Insiden entrapped penis belum dapat ditentukan secara pasti. Menurut Pieretti dkk.,5 pada pelayanan kesehatan tersier, entrapped penis terjadi 2% dari pasien post sirkumsisi. Sedangkan, kasus entrapped penis setelah rekonstruksi hipospadia seperti pada kasus kami, masih jarang dilaporkan.
Pasien dengan entrapped penis biasanya datang dengan keluhan penis yang berukuran kecil, kesulitan menjaga higienitas, dribbling yang terjadi terus menerus setelah miksi2, pada kasus yang lebih parah, dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi saluran kencing dan retensi urin.6,7 Namun pada pemeriksaan stretch penile length (SPL) didapatkan panjang dan diameter penis yang normal.8
Penatalaksanaan pasien dengan kondisi ini dilakukan secara pembedahan dengan pendekatan yang berbeda-beda. Pada prinsipnya pembedahan yang dilakukan bertujuan untuk membebaskan jaringan parut, sehingga penis terbebas dari jeratan, menutup kekurangan kulit, membuat neo-uretra, eksisi jaringan dartos inelastik yang tersisa dan menangani faktor predisposisi. Terdapat beberapa modalitas terapi konservatif yang dapat dilakukan pada kondisi ini seperti
dilatasi hemostat halus dan retraksi manual dengan krim betamethasone topical.9
LAPORAN KASUS
Kasus Pertama
Pasien laki-laki berusia 13 tahun datang ke Poliklinik Urologi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar dengan keluhan penis yang dikatakan terbenam sejak 8 tahun yang lalu. Buang air kecil dikatakan tidak ada keluhan. Nyeri saat ereksi terutama di pagi hari serta bentuk penis yang aneh. Keluhan lain seperti kencing berdarah disangkal oleh pasien. Dari riwayat penyakit dahulu dikatakan bahwa pasien terlahir dengan kelainan penis yang bengkok ke bagian ventral dan kencing keluar dari daerah skrotum, terdiagnosis dengan hipospadia. Pasien sudah menjalani 2 tahap operasi untuk keluhan yang dialaminya. Operasi tahap pertama dilakukan chordectomy, orthoplasty, dan scrotoplasty pada tahun 2007 dengan tujuan untuk
memisahkan testis dengan penis pasien.
Operasi tahap kedua dilakukan dilakukan urethroplasty pada penis pasien. Setelah
dilakukan tindakan, pasien dan orang tua
mengeluhkan penampakan penis yang semakin masuk dan dikatakan lebih kecil dari anak seusia dengan pasien.
Gambar 1. Keadaan Klinis Sebelum Operasi.
Keluhan ini sudah dirasakan sejak 8 tahun yang lalu, dikatakan keluhan ini sangat mengganggu pasien terutama kondisi psikis pasien sehingga pasien tidak berani berganti baju dengan teman-temannya dan buang air kecil di toilet umum.
Pemeriksaan pada genitalia eksterna didapatkan penis yang terbenam, namun saat diretraksi dan diukur didapatkan ukuran penis yang normal pada pasien seusianya yaitu 8,5 cm. Tidak didapatkan nyeri ketok pada area flank maupun nyeri tekan suprapubik. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit darah dan faktor pembekuan darah untuk persiapan dilakukan operasi, tidak didapatkan adanya kelainan. Pasien didiagnosis dengan entrapped penis dan dilakukan operasi rekonstruksi penis (Gambar 1).
Anestesi umum digunakan dalam melakukan operasi rekonstruksi berupa degloving penis pada pasien dengan tujuan membebaskan jaringan ikat fibrosis pada penis dan skin flap. Setelah dilakukan operasi didapatkan ukuran penis normal sesuai usia pasien yaitu ± 8,5 cm. Dipasang kateter uretra dengan ukuran 12 Fr dan dilakukan pembebatan pada penis selama lima hari. Antibiotika dan analgetika selama lima hari setelah operasi (Gambar 2).
Gambar 2. Keadaan Klinis Setelah Operasi.
Kateter dibuka satu minggu setelah pembedahan secara poliklinis. Kontrol berkala dilakukan mulai 3 bulan setelah pembedahan. Tidak ditemukan adanya kehilangan jaringan pada skin flap ataupun tanda-tanda rekurensi dari entrapped penis. Berdasarkan hasil pemeriksaan urin lengkap, darah lengkap serta uroflowmetry juga tidak ditemukan adanya kelainan. Pasien dan keluarga menyatakan puas dengan penampilan kosmetik dari penis setelah operasi.
Kasus Kedua
Pasien laki-laki berusia 8 tahun datang ke Poliklinik Urologi RSUP Sanglah dengan keluhan penis yang dikatakan kecil. Keluhan dikatakan muncul sejak 3 tahun yang lalu setelah pasien menjalani operasi rekonstruksi tahap pertama dari keluhan hipospadia yang pasien alami. Untuk masalah buang air kecil dikatakan tidak ada. Hanya bentuk penis saja yang dikatakan kecil. Keluhan lain seperti kencing berdarah dan nyeri saat kencing disangkal oleh pasien. Dari riwayat penyakit dahulu dikatakan bahwa pasien terlahir dengan kelainan hipospadia. Pasien sudah menjalani 1 tahap operasi untuk keluhan yang dialaminya. Operasi tahap pertama dilakukan 4 tahun yang lalu saat pasien berusia 4 tahun. Karena secara kosmetik hasilnya tidak optimal, operasi kedua dikerjakan saat pasien berusia 7 tahun. Setelah operasi, orang tua mengeluhkan penampakan penis yang lebih kecil dari anak seusia dengan pasien. Keluhan ini sangat mengganggu pasien terutama kondisi psikis pasien sehingga pasien tidak berani berganti baju dengan teman-temannya dan buang air kecil di toilet umum.
Pemeriksaan fisik didapatkan penis yang terbenam, namun saat di retraksi didapatkan ukuran penis yang normal pada pasien sesuai usia yaitu 5,5 cm. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit darah dan faktor pembekuan darah untuk persiapan operasi, tidak didapatkan
adanya kelainan. Pasien didiagnosis dengan entrapped penis dan disiapkan untuk dilakukan operasi rekonstruksi penis (Gambar 3).
Gambar 3. Keadaan Klinis Sebelum Operasi.
Anestesi umum digunakan dalam melakukan degloving penis pada pasien dengan tujuan melepaskan jaringan ikat fibrosis pada penis dan skin flap. Setelah dilakukan operasi didapatkan ukuran penis normal sesuai usia pasien yaitu ± 5,5 cm (Gambar 4).
Gambar 4. Keadaan Klinis Selama Operasi.
Tahap berikutnya dipasang kateter uretra dengan ukuran 10 Fr dan dilakukan pembebatan pada penis kemudian pada pasien ditambahkan pemberian antibiotik dan anti nyeri. Pembebatan penis dibuka setelah lima
hari, kateter di buka kurang lebih satu minggu setelah pembedahan (Gambar 5). Kontrol berkala dilakukan 3 bulan setelah pembedahan. Tidak ditemukan adanya kehilangan jaringan pada skin flap ataupun tanda-tanda rekurensi dari entrapped penis. Pasien dan keluarga menyatakan puas dengan penampilan kosmetik dari penis setelah operasi.
Gambar 5. Keadaan Klinis Setelah Operasi.
DISKUSI
Entrapped penis adalah terbenamnya penis pada jaringan sekitar yang terjadi akibat komplikasi operasi seperti eksisi kulit berlebihan pada saat sirkumsisi, eksisi jaringan dartos inelastic yang kurang radikal, dan pembentukan jaringan parut setelah operasi.1 Pasien dengan entrapped penis biasanya datang dengan keluhan penis yang berukuran kecil, kesulitan menjaga higienitas, dribbling yang terjadi terus menerus setelah miksi. Hal tersebut dapat disebabkan oleh jaringan parut sirkular yang menghambat pengeluaran urin. Hal tersebut juga menyebabkan komplikasi akut berupa retensi urin.2,9 Hasil berbeda didapatkan oleh Elbratany dkk.,8 di mana sebagian besar pasien dengan entrapped penis datang dengan keluhan cemas dan gangguan kosmetik. Namun, keluhan tidak spesifik dapat muncul terutama pada pasien bayi.9
Entrapped penis dapat terjadi dalam 2 bentuk, yaitu: terjadinya insufisiensi kulit pada batang penis dan pertumbuhan jaringan parut yang sirkumferensial sehingga menarik batang penis.1-4 Jaringan parut yang terjadi sering karena eksisi jaringan dartos inelastic yang kurang adekuat saat operasi awal. Pada kedua pasien kami datang dengan keluhan utama penis tampak masuk dan tampak lebih kecil. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Isik dkk.1
Sebagian besar entrapped penis terjadi akibat operasi sirkumsisi sebelumnya, namun pada kedua pasien kami, entrapped penis terjadi setelah uretroplasti. Kondisi lain seperti trauma dan inflamasi pada penis seperti balanitis xerotica obliterans juga dapat menyebabkan kondisi ini.4 Selain itu, sirkumsisi yang dilakukan secara tradisional oleh orang awam juga meningkatkan risiko terhadap terjadinya entrapped penis. Al-ghazo dkk.,10 melaporkan angka kejadian entrapped penis sebesar 86,5% terjadi pada sirkumsisi yang dilakukan secara tradisional. Sedangkan, sirkumsisi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan hanya 3,1%.11 Bahkan laporan lain menyebutkan, bahwa angka kejadian entrapped penis yang dilakukan oleh tenaga medis profesional hanya 0,2%.12 Hal ini mungkin disebabkan karena pada sirkumsisi yang dilakukan secara tradisional lebih banyak dilakukan dengan teknik electrocautery, sehingga terjadi eksisi kulit yang berlebihan dan dapat menyebabkan kondisi ini.10
Entrapped penis terjadi dalam jangka waktu yang bervariasi. Pada salah satu pasien kami, entrapped penis terjadi kurang dari 1 tahun setelah dilakukan operasi. Kondisi yang sama juga dilaporkan oleh Isik dkk.,1. Namun, berbeda halnya dengan laporan Botcho dkk.,9 keluhan terjadi 5 minggu setelah dilakukan operasi sirkumsisi. Elbratany dkk.,8 melaporkan pada pasien sirkumsisi keluhan
akibat entrapped penis dapat muncul setelah 1-117 bulan setelah operasi.
Prinsip pembedahan pada entrapped penis yakni dilakukan untuk membebaskan penis dari jaringan parut yang menjerat, menutup kekurangan kulit, eksisi jaringan dartos inelastic dan menangani faktor predisposisi. Isik dkk.,1 mengawali pembebasan jaringan parut pada arah jam 6 dan 12, kemudian dilakukan insisi sirkumcoronal dan degloving dartos fascia hingga ke pubis. Operasi tambahan dilakukan dengan memotong ligamen suspensorium jika didapatkan panjang penis yang belum adekuat. Skin graft dilakukan dengan mengambil kulit dari bagian tubuh lainnya seperti, retroarticular, inguinal bilateral dan lainya. Kemudian dilanjutkan dengan eksisi jaringan adiposa
subdermal.1,9,13-15 Al-ghazol dkk.,10 hanya melakukan sleeve, teknik konvensional dengan hasil yang memuaskan. Pada entrapped penis iatrogenic dewasa, Allesandro zucci melakukan dua tahap operasi setelah insisi coronal dan degloving penis berupa penile scrotalization dan
descrotalization.16
Terapi konservatif seperti pemberian krim betamethasone yang dikombinasikan dengan retraksi manual atau dilatasi lembut dengan menggunakan hemostat untuk melepaskan jaringan parut dapat menjadi modalitas terapi yang dapat dipertimbangkan pada pasien yang terdiagnosis dengan entrapped penis di bawah 4 minggu setelah operasi. Palmer dkk.,5 melaporkan 79% pasien yang dilakukan pemberian krim betamethasone dapat sembuh tanpa operasi. Sedangkan Blalock dkk.,6 melaporkan dilatasi dengan menggunakan hemostat dengan pemberian anastesi lokal memberikan hasil yang cukup memuaskan untuk pasien yang menjalani prosedur rawat jalan.
Pada kasus kami, kedua pasien dilakukan degloving penis dengan tujuan melepaskan
jaringan ikat fibrosis pada penis, eksisi sisa jaringan dartos inelastic dan menutup kulit dengan rotation skin flap. Terapi konservatif seperti pemberian krim Betamethasone dengan manual retraksi atau dilatasi jaringan parut dengan hemostat tidak dilakukan karena kedua pasien terdiagnosis dengan entrapped penis di atas 4 minggu setelah operasi
Jenis, rute, dan durasi pemberian antibiotik profilaksis bervariasi. Berdasarkan Isik dkk.,1 memberikan antibiotik Sultamycillin sebagai profilaksis infeksi saluran kemih selama 5 hari per oral. Sedangkan, Botcho dkk.,9 memberikan antibiotik selama 3 hari secara parenteral. Pada kedua pasien kami diberikan ceftazidime 1 jam sebelum operasi dan dilanjutkan dengan cefixime per oral sampai kateter dilepaskan.
Kontrol berkala entrapped penis pada anak-anak setelah sirkumsisi dilakukan sampai bulan ketiga setelah operasi.1 Sedangkan, pada entrapped penis dewasa follow up dilakukan selama 6 bulan sampai 72 bulan. Pasien dapat memulai aktifitas seksual setelah 4 minggu sampai 8 minggu setelah operasi.16 Pada kedua pasien kami dilakukan follow up mulai 3 bulan setelah operasi yang dinyatakan sembuh. Pada kasus entrapped penis setelah urethroplasty karena hypospadia, sesuai dengan kebijakan di Bagian Urologi RSUP Sanglah Denpasar, observasi dilakukan secara kontinyu sampai usia akil balik.8
SIMPULAN
Entrapped penis merupakan komplikasi yang sering karena riwayat operasi pada penis seperti rekonstruksi hipospadia atau sirkumsisi. Operasi rekonstruksi pada kasus ini terdiri dari pembebasan jaringan ikat pada penis, penutupan kulit dan modalitas terapi dan operasi lain sesuai dengan kondisi klinis pasien.
PERNYATAAN
Penulis menyatakan tidak terdapat konflik kepentingan dalam penulisan artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Isik D, Isik Y, Peker E, dkk. Buried and trapped penis: a case report. Andrologia. 2010;42:281-3.
-
2. Gillett MD, Rathbun SR, Husmann DA, dkk. Split-Thickness Skin Graft for The Management of Concealed Penis. J Urol. 2005;173:579-82.
-
3. Yildirim S, Akoz T, Akan M. A Rare Complication of Circumcision:
Concealed Penis. Plast Reconstr Surg. 2000;106:1662-3.
-
4. Pieretti RV, Goldstein AM, Pieretti R, dkk. Late Complications of Newborn Circumcision: A Common and Avoidable Problem. Pediatr Surg Int. 2010;26:515-8.
-
5. Palmer JS, Elder JS, Palmer LS. The Use of Betamethasone to Manage the Trapped Penis Following Neonatal Circumcision. J Urol. 2005;174:1577-8.
-
6. Blalock HJ, Vemulakonda V, Ritchey ML, dkk. Outpatient Management of Phimosis Following Newborn
Circumcision. J Urol. 2003;169:2332-4.
-
7. Yachia D. Buried/Concealed Penis and Webbed Penis. In: Yachia D, editor. Text Atlas of Penile Surgery. UK: Informa Healthcare; 2007. p.125-30.
-
8. Elbatarny AM. Surgical Treatment of Post Circumcision Trapped Penis. Ann Pediatr Surg. 2014;10:119-124.
-
9. Botcho G, Segbedji K, Kpatcha T, dkk. Trapped Penis and Urinary Retention in a Child with Severe Phimosis After Traditional Circumcision: A Case Report and Literature Review. Archives of Urology. 2018;1:26-8.
-
10. Al-Ghazo M, Kamal E. Circumcision Revision in Male Children. Int Braz J Urol. 2006;32:454-8.
-
11. O’Brien TR, Calle EE, Poole WK. Incidence of neonatal circumcision in Atlanta, 1985-1986. South Med J.
1995;88:411-5.
-
12. Christakis DA, Harvey E, Zerr DM, dkk. A Trade-Off Analysis of Routine Newborn Circumcision. Pediatrics. 2000;105:246-9.
-
13. Alter GJ. Aesthetic Genital Surgery. In: Mathes SJ, editor. Plastic Surgery, 2nd
Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. p.389-410.
-
14. Borsellino A, Spagnoli A, Vallasciani S, dkk. Surgical Approach to Concealed Penis: Technical Refinements and
Outcome. Urology. 2007;69:1195-8.
-
15. Kim JJ, Lee DG, Park KH, dkk. A Novel Technique of Concealed Penis Repair. Eur J Pediatr Surg. 2014;24:158-62.
-
16. Zucchi A, Perovic S, Lazzeri M, dkk. Iatrogenic Trapped Penis in Adults: New, Simple 2-Stage Repair. J Urol. 2010;183:1060-4.
61
Discussion and feedback