DIRECTORY OF

OPEN ACCESS

JOURNALS

P-ISSN: 2548-5962

E-ISSN: 2548-981X


QmOiINAL ARTICLE


https://ojs.unud.ac.id/index.php/jbn



Riwayat Penggunaan Akses Kateter Double Lumen sebagai Faktor Risiko Independen Terjadinya Stenosis Vena Sentral pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis Stadium V Paska Operasi Fistula Arteri-Vena

I Gusti Ngurah Agung Aditya Prayoga1*, Ida Bagus Budiarta2, I Wayan Niryana3

  • 1    Peserta Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS-I) Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah, Denpasar, Bali, Indonesia, 80114.

  • 2    Staf Pengajar Divisi Bedah Vaskular, Departemen Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah, Denpasar, Bali, Indonesia, 80114.

  • 3    Staf Pengajar Divisi Bedah Saraf, Departemen Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah, Denpasar, Bali, Indonesia, 80114.

*Penulis korespondensi: Aditya.dmx@gmail.com.

ABSTRAK

Tujuan: Untuk menilai dan membuktikan hubungan antara riwayat pemasangan akses kateter double lumen dengan kejadian stenosis vena sentral paska operasi pembentukan fistula arteri-vena pada pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium V. Metode: Penelitian observasional analitik studi kasus-kontrol (case-control) terbagi 2 kelompok yaitu pasien penyakit ginjal stadium V dengan stenosis vena sentral dan tanpa stenosis vena sentral. Data jenis kelamin, usia, sisi lengan, lokasi fistula, riwayat infeksi pada kateter double lumen, penyakit komorbid, lama waktu setelah operasi fistula arteri-vena dan riwayat penggunaan kateter double lumen dikumpulkan. Analisis statistika meliputi analisis bivariat dan multivariat menggunakan uji Chi-Square dan Mann-Whitney. Hasil: Total subyek penelitian sebanyak 110 sampel, dengan masing masing kelompok berjumlah 55 subyek, dari hasil uji normalitas sebaran data tidak normal, usia ≥ 50 tahun sebanyak 78 (70,9%), laki-laki 60 (54,5%), ekstremitas atas kiri 61 (55,5%), lokasi fistula brachial-cephalic 47 (42,7%), tidak ada infeksi 33 (66%), IMT< 25 kg/m2 86 (78,2%), hipertensi 58 (52,72%), lama waktu setelah tindakan operasi fistula arteri-vena 1 tahun 66 (60%), riwayat penggunaan kateter double lumen 50 (45,5%) dengan OR=8 (IK 95% 3,39-18,89). Simpulan: Riwayat pemasangan kateter double lumen meningkatkan risiko kejadian stenosis vena sentral sebesar 8 kali pada pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium V paska operasi pembentukan fistula arteri-vena.

Kata kunci: gagal ginjal kronik, hemodialisis, kateter double lumen, stenosis vena sentral, stadium V.

ABSTRACT

Aim: To asses and prove the relationship between a history of insertion of a double lumen catheter access and the incidence of central venous stenosis after surgery for arteriovenous fistula formation in patients with stage V chronic kidney disease. Methods: The study used analytic observational with case-control design, divided into 2 groups, patient stage V chronic kidney disease with and without central venous stenosis.Gender, age, arm side, fistula location, history of infection with a double-lumen catheter, comorbid disease, length of time after surgery, arteriovenous fistula and a history of using a double-lumen catheter data were collected. Statistical bivariate and multivariate analysis using ChiSquare and Mann-Whitney was conducted. Results: Total subject was 110 samples, with each group was 55 subjects; the distribution of data was not normal based on the normality test,, age 50 years was 78 (70.9%), men 60 (54.5%), left upper extremity 61 (55.5%), location of brachial-cephalic fistula 47 (42.7%), no infection 33 (66%), BMI<25 kg/m2 86 (78.2%), hypertension 58 (52.72%), long time after action arteriovenous fistula surgery 1 year 66 (60%), history of using double lumen catheter 50 (45.5%) with OR 8 (95% CI 3.39-18.89). Conclusion: A history of double lumen catheter insertion increase the risk of central venous stenosis about 8 times in patients with stage V chronic kidney disease after surgery for the formation of an arteriovenous fistula.

8 | JBN (Jurnal Bedah Nasional)

Keywords: central venous stenosis, chronic renal failure, double lumen catheter, hemodialysis, stage V.

DOI: https://doi.org/10.24843/JBN.2024.v08.i01.p02

PENDAHULUAN

Akses vaskular dibutuhkan pada berbagai macam penyakit di dunia kedokteran khususnya pada mereka dengan penyakit ginjal stadium akhir. Pada kondisi tersebut, pasien memerlukan akses vaskular khusus yang dibuat melalui pembedahan, pada pembuluh darah sentral atau perifer. Akses vaskular merupakan suatu metode yang dikerjakan pada pasien dengan hemodialisis kronis serta merupakan predeterminan keberhasilan suatu program hemodialisis. Akses vaskular dengan fungsi yang baik merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk melakukan prosedur hemodialisis yang efisien.1

Akses vaskular secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu arteriovenous fistula (AVF), arteriovenous graft (AVG), dan kateter vena sentral. Kateter vena sentral adalah salah satu akses vaskular yang umum digunakan diantara pasien dengan hemodialisis. Namun, kateter berhubungan dengan risiko terbesar adanya komplikasi, yang meliputi infeksi, disfungsi kateter akibat trombosis, oklusi vena sentral, dan aliran darah yang tidak adekuat akibat dialisis yang buruk.2

Stenosis vena sentral (central venous stenosis/stenosis vena sentral) adalah komplikasi umum yang sering ditemukan pasca pemasangan kateter hemodialisis pada sistem vena sentral.3 Stenosis vena sentral merupakan komplikasi akibat dari pemasangan kateter vena sentral yang umumnya terlihat pada pasien yang menerima hemodialisis melalui akses arteri-vena sebanyak 60-70%.4 Penyebab terjadinya

stenosis yaitu pemakaian kateter dalam jangka waktu yang lama dan penempatan kateter yang salah. Angka kejadian stenosis diketahui terjadi 4,3% dari 2811 pasien.5 Letak stenosis terbanyak di vena subklavia (42%).6

Stenosis vena sering asimptomatik namun dapat mengakibatkan konsekuensi jangka panjang seperti kegagalan maturasi arterious venous fistula (AVF), resirkulasi yang sebabkan hantaran dialisis yang tidak adekuat, penurunan patensi jangka panjang akses vena dan superior vena cava syndrome.7 Adanya peningkatan jumlah prosedur akses vaskular diikuti dengan peningkatan deteksi dan kesadaran pada stenosis vena sentral. Insiden stenosis vena sentral dilaporkan berkisar 2540% dalam literatur.8 Stenosis atau oklusi pada vena intratorakal mayor (yaitu vena sentral, jugularis interna, subklavia, brakiosefalika, vena kava superior) dapat membahayakan fungsi akses arteri-vena dan menyebabkan dialisis menjadi tidak efektif. Lesi ini juga dapat menyebabkan hipertensi vena yang ditandai karena peningkatan aliran darah yang terkait dengan AVF dengan gejala sisa mulai dari gejala ringan hingga berat (indikator klinis positif) yang ditandai oleh varises, edema lengan, dermatosklerosis, ulserasi, dan sindrom vena kava superior.9

Pemasangan kateter vena sentral di vena subklavia berkaitan dengan risiko stenosis vena cava yang lebih tinggi dibandingkan pemasangan kateter di vena jugularis interna. Stenosis vena sentral harus dicurigai ketika ada edema unilateral ekstremitas ipsilateral dengan kateter hemodialisis sebelumnya Di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah, peneliti mengamati bahwa sebagian besar kateter

I Gusti Ngurah Agung Aditya Prayoga terpasang pada vena jugularis interna kanan, sementara stenosis vena sentral juga bisa terjadi pada ekstremitas superior kiri atau kontralateral dari riwayat pemasangan kateter sebelumnya. Hal ini menjadi menarik karena literatur-literatur lain menyatakan bahwa faktor risiko stenosis vena sentral adalah pemasangan kateter vena sentral ipsilateral. Dalam kurun waktu 1 bulan, Divisi Bedah Vaskular RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah bisa menangani kasus stenosis vena sentral hingga 4 kasus yang menjalani venografi dan venoplasti. Beberapa literatur mengatakan bahwa pemasangan kateter double lumen dapat menimbulkan hiperplasia pada intima pembuluh darah, sehingga menyebabkan stenosis pada pembuluh darah.

Seiring meningkatnya jumlah pasien penderita penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa rutin, maka akan diikuti dengan peningkatan penggunaan akses vena sentral untuk menjembatani hemodialisis sebelum fistula arteri-vena berhasil berfungsi dengan baik. Perlu diwaspadai akan adanya peningkatan jumlah pasien dengan komplikasi dari prosedur tersebut, salah satunya stenosis vena sentral paska operasi fistula. Diperlukan pengetahuan lebih banyak mengenai faktor-faktor yang terkait dengan kejadian stenosis vena sentral paska operasi fistula arteri-vena sebelum usaha preventif dapat dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran klinis pasien penderita stenosis vena sentral paska operasi AVF dan hubungannya dengan riwayat penggunaan akses vena sentral.

METODE

Penelitian ini adalah observasional analitik dengan rancangan studi kasus-kontrol (casecontrol), terbagi 2 kelompok yaitu kelompok kasus untuk pasien dengan stenosis vena sentral dan kelompok kontrol pada pasien tanpa stenosis vena sentral. Sampel penelitian

adalah pasien dengan penyakit ginjal kronis usia≥18 tahun dan telah menjalani operasi pembuatan fistula arteri-vena (AVF) yang menjalani rangkaian pengobatan, hemodialisa dan prosedur pembedahan di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Denpasar pada periode Januari 2017-Desember 2020. Perhitungan besar sampel minimal dibutuhkan masing-masing pada kelompok kasus dan kontrol adalah 50 subjek, sehingga total sampel minimal menjadi 100 pasien.

Data rekam medis yang diambil meliputi jenis kelamin, usia, sisi lengan, lokasi fistula, riwayat infeksi pada kateter double lumen, penyakit komorbid, lama waktu setelah operasi fistula arteri-vena dan riwayat penggunaan kateter double lumen. Analisis statistika menggunakan IBM SPSS versi 23 untuk menilai kemaknaan pada variabel tersebut dilakukan dengan uji normalitas menggunakan Kolmogorov-smirnov, analisis bivariat dan multivariat menggunakan ChiSquare dan Mann-Whitney.

HASIL

Sebanyak 110 orang memenuhi kriteria inklusi, dan tidak terdapat pasien yang memenuhi kriteria drop out. Setelah pengambilan data, dilakukan pengolahan dan analisis data penelitian. Karakteristik subjek penelitian terhadap kejadian metastasis dapat dilihat pada Tabel 1.

Hubungan riwayat akses kateter double lumen dengan terjadinya stenosis vena sentral dapat dilihat pada Tabel 2, pada kelompok dengan stenosis vena sentral yang lebih banyak adalah kelompok pasien dengan riwayat akses kateter double lumen (+) yaitu sebanyak 38 subyek (69,1%) dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat stenosis vena sentral yaitu sebanyak 12 (21,8%). Hasil uji chi-square didapatkan nilai p<0,001 yang berarti ada hubungan antara riwayat akses kateter double lumen dengan terjadinya

stenosis vena sentral pasien penyakit ginjal kronis stadium V paska operasi fistula arteri-

vena dengan nilai OR sebesar 8 (IK 95% 3,3918,89).

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian.

Variabel

Stenosis vena sentral (-) n = 55

Stenosis vena sentral (+) n = 55

Nilai p

Usia (tahun)

< 50 tahun

15 (27,3)

17 (30,9)

0,675**

≥ 50 tahun

40 (72,7)

38 (69,1)

Median (IQR) Min – Maks:

56 (11) 21-74

55(10) 24-74

Jenis Kelamin

Laki-laki

28 (50,9)

32 (58,2)

0,444**

Perempuan

27 (49,1)

23 (41,8)

Sisi lengan

Ekstremitas atas kanan

24 (43,6)

25 (45,5)

0,848**

Ektremitas atas kiri

31 (56,3)

30 (54,5)

Lokasi Fistula

Radial-cephalic

15 (27,3)

18 (32,7)

Brachial-cephalic

25 (45,5)

22 (40)

0,701***

Brachial-basilic

15 (27,3)

15 (27,3)

Riwayat infeksi pada kateter double lumen

Ada

5 (41,7)

12 (21,8)

0,522**

Tidak ada

7 (58.3)

26 (78,2)

IMT

< 25 kg/m2

44 (80)

42 (76,4)

0,645**

≥25 kg/m2

11 (20)

13 (23,6)

Median (IQR) Min – Maks

22,2 (4) 18-29,6

22,2 (4,2) 18-29,6

Penyakit komorbid

Diabetes

19 (34,5)

20 (36,4)

0,842**

Penyakit Jantung

4 (7,3)

5 (9,1)

0,728**

hipertensi

28 (50,9)

30 (54,5)

0,703**

Lain-lain

7 (9,1)

9 (10,9)

0,589**

Lama waktu setelah operasi fistula arteri-vena

<1 tahun

37 (67,3)

29 (52,7)

0,121**

≥1 tahun

18 (32,7)

26 (47,3)

Jenis-jenis kateter yang di pasang

Tunnelling

18 (32,7)

15 (27,3)

Temporer

26 (47,3)

30 (54,5)

0,378***

Tunneling + temporer

11 (20)

10 (18,2

Sisi Pemasangan Kateter Double Lumen

Kanan

10 (83)

31 (81,5)

0,379**

Kiri

2 (17)

7 (18,5)

Keterangan: Chi-Square (data berskala nominal); ***Uji Mann Whitney (Data berskala ordinal, interval atau rasio) berdistribusi tidak normal; IQR; interquartile range.

Data hasil analisis multivariat Tabel 3 didapatkan bahwa risiko independen terjadinya stenosis vena sentral pada pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium V paska

operasi pembentukan fistula arteri-vena pada di RSUP Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Denpasar yang bermakna secara statistik yaitu Riwayat

pemasangan kateter dengan OR 8 (IK 95% 3,3-18,9; p<0,001).

Tabel 2. Hubungan riwayat akses kateter double lumen dengan terjadinya stenosis vena sentral.

Variabel

Stenosis vena sentral (-) n = 55

Stenosis vena sentral (+) n = 55

OR

95% CI

Nilai p*

Riwayat akses kateter double lumen (+)

Riwayat akses kateter double lumen (-)

12 (21,8%)

43 (78,2%)

38 (69,1%)

17 (30,9%)

8

3,39-18,89

<0.001†

Keterangan: *Uji Chi-Square; †Bermakna secara statistik.

Tabel 3. Analisis Multivariat Regresi Logistik.

Variabel

Adjusted OR

IK 95%

Nilai p

Langkah 1

Lama waktu setelah operasi

0,44

0,135-1,43

0,171

operasi fistula arteri-vena

Riwayat akses kateter double

12,97

4,05-41,54

<0,001†

lumen

Langkah 2

Riwayat akses kateter double

8

3,39-18,89

<0,001†

lumen

Keterangan: †Bermakna secara statistik.

DISKUSI

Pada hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa penderita gagal ginjal kronis (GGK) stadium V yang sudah menjalani pemasangan kateter double lumen berisiko 8 kali lipat terjadi stenosis vena sentral. Hal yang sama dilaporkan oleh penelitian Tedla dkk.10 mengenai prevalensi stenosis vena sentral pasien rujukan menunjukkan bahwa penggunaan kateter hemodialisis jenis tunneled (OR=14,5; 95% CI= 3,25-65,1).10

Stenosis vena sentral jarang terjadi pada pasien hemodialisis tanpa riwayat pemasangan akses vena sentral sebelumnya.8 Namun laporan penelitian lain dari hasil venografi preoperatif pemasangan kateter dialisis tipe tunneled di vena jugularis interna kanan menunjukkan adanya stenosis vena sentral atau angulasi pada 30% pasien tanpa riwayat pemasangan kateter sentral sebelumnya. Hal ini kemungkinan karena stenosis vena sentral pasien hemodialisis

terjadi di sisi ipsilateral akses arteri-vena pasien tanpa riwayat pemasangan katater vena sentral, terjadi peningkatan laju aliran yang tinggi dan/atau berkepanjangan melalui vena sentral yang menyebabkan fibrosis dan penebalan katup vena serta terjadi pergeseran tegangan abnormal (abnormal shear stress) pada sisi akses.11

Kerusakan endotel dimulai saat trauma awal kanulasi vena akibat insersi benda asing yang tidak biokompatibel didalam tubuh. Kateter vena yang telah terpasang selanjutnya mengalami pergerakan spontan bersamaan dengan bernapas, gerakan kepala, perubahan posisi tubuh, sama halnya dengan peningkatan aliran dan turbulensi akses AVF. Turbulensi telah terbukti menyebabkan pengendapan trombosit dan penebalan dinding vena. Terjadi pergeseran tegangan (shear stress) yang memicu deposisi trombosit dan penebalan dinding vena. Trauma dinding pembuluh darah menyebabkan pembentukan trombin,

aktivasi trombosit, dan ekspresi P-selectin bersama dengan respons inflamasi lainnya. Kemudian terjadi aktivasi leukosit, menghasilkan pelepasan myeloperoxidase dan pembentukan agregat trombosit, yang berpuncak pada trombosis intravaskular.7 Pada dialisis terjadi aliran darah, turbulensi dan getaran yang tinggi sehingga menginduksi hiperplasia intima.7,12

Penelitian Thwaites dan Robless3 melaporkan bahwa stenosis vena sentral didiagnosis pada 108 pasien. Gambaran yang paling umum adalah pembengkakan lengan (32%) dan kegagalan pemasangan kateter hemodialisis (28%). Frekuensi rata-rata pemasangan kateter hemodialisis permanen kemudian berkembang menjadi stenosis vena (1,44 per pasien per tahun) adalah 4 kali lipat dari kontrol (0,36 per pasien per tahun). Penyakit jantung iskemik dan pada pasien tertentu, operasi fistula arteriovenosa dikaitkan dengan perkembangan stenosis vena sentral; sedangkan tidak dengan sepsis, diabetes, dan hipertensi. Angioplasti vena sentral dicoba pada 53 pasien; patensi primer adalah 52% pada 1 tahun. Stenosis vena sentral dikaitkan dengan frekuensi pemasangan kateter hemodialisis dan akses operasi yang lebih tinggi. Upaya penurunan penggunaan kateter hemodialisis permanen diharapkan dapat menurunkan angka kejadian stenosis vena sentralis.3

Pada penelitian Oguzkurt dkk11, sebanyak enam (10%) dari 57 pasien hemodialisis mengalami stenosis vena sentral tanpa penempatan kateter sentral sebelumnya. Temuan venografi dan hasil pengobatan endovaskular pada enam pasien ini dievaluasi secara retrospektif. Pasien adalah tiga wanita (50%) dan tiga pria berusia 32-60 tahun (usia rata-rata: 45 tahun) dan semuanya memiliki keluhan utama pembengkakan lengan yang masif. Akses vaskular terletak di siku pada lima pasien dan di pergelangan tangan pada

satu pasien. Tiga pasien memiliki stenosis vena subklavia kiri dan tiga pasien memiliki stenosis vena brakiosefalika kiri. Durasi rata-rata akses vaskular adalah 25,1 bulan. Volume aliran akses vaskular sangat tinggi pada empat pasien yang memiliki pengukuran volume aliran. Volume aliran rata-rata adalah 2347 ml/menit. Satu dari tiga pasien dengan stenosis vena brakiosefalika mengalami kompresi vena oleh arteri brakiosefalika. Semua lesi pertama diobati dengan angioplasti balon dan dua pasien membutuhkan pemasangan stent dalam jangka panjang. Jumlah intervensi berkisar antara 1 sampai 4 (rata-rata:2,1). Gejala sembuh pada lima pasien dan membaik pada satu pasien yang dipasang stent di brakiosefalika kiri. Stenosis vena sentral pada pasien hemodialisis tanpa riwayat kateterisasi vena sentral cenderung terjadi atau bermanifestasi pada pasien dengan akses vaskular permanen proksimal dengan laju aliran tinggi. Angioplasti balon dengan atau tanpa pemasangan stent menawarkan tingkat patensi sekunder yang baik dalam jangka menengah.11

Pada penelitian ini didapatkan jenis kateter temporer lebih banyak dibandingkan dengan tipe tunneling karena kasus terbanyak pasien datang dengan kegawatan sehingga dilakukan pemasangan sementara berupa katater jenis temporer, yang kemudian setelahnya dilakukan pemakaian dengan tunneling. Sisi terbanyak pemasangan kateter double lumen juga didapatkan pada sisi kanan dibandingkan pada pemasangan sisi kiri. Pemasangan kateter pada vena subklavia berpeluang lebih besar atas terjadinya stenosis vena sentral disebabkan disrupsi endotel akibat friksi yang terus menerus antara kateter dengan dinding vena dan tulang rusuk pertama saat lekukan vena subklavia sehingga terjadi inflamasi dan remodelling yang berujung terjadinya stenosis dan thrombus pada vena 6.

Penelitian oleh Patrianef melaporkan lokasi pemasangan kateterisasi vena sentral didapatkan sejumlah 28 pasien (18,67%) terjadi stenosis vena sentral setelah dilakukan pemasangan kateter pada daerah vena subklavia dengan risiko terjadi 148,77 kali lipat dibandingkan pemasangan di daerah vena jugular interna. Hal ini disebabkan karena anatomi vena subklavia yang terletak diatas tulang rusuk pertama sehingga fiksasi antara kateter dengan dinding pembuluh darah lebih sering terjadi. Hilangnya lapisan endotel yang repetitif akan memicu reaksi inflamasi, migrasi sel otot dan remodeling yang berujung terjadinya pembentukan trombus dan stenosis vena, didapatkan hubungan bermakna antara lokasi pemasangan kateter vena sentral terhadap terjadinya stenosis vena sentral dengan nilai p=0,000 pada interval kepercayaan 95%.6

SIMPULAN

Riwayat pemasangan kateter double lumen merupakan faktor risiko independen terjadinya stenosis vena sentral pada pasien dengan penyakit ginjal kronis stadium V paska operasi pembentukan fistula arteri-vena.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada seluruh pasien dan para pembimbing penelitian.

PERNYATAAN

Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Santoro A, Mandreoli M. Chronic Renal Disease and Risk of Cardiovascular Morbidity-Mortality. Kidney Blood Press Res. 2014; 39(2-3):142-146.

  • 2.    Lee T, Mokrzycki M, Moist L, dkk.

Standardized Definition for Hemodialysis

Vascular Acces. Semin    Dial.

2011;24(5):515-524.

  • 3.    Thwaites SE, Robless PA. Central vein stenosis in an Asian hemodialysis population. Asian Cardiovasc Thorac Ann. 2012;20(5):560-565.

  • 4.    Megatia A, Darwis P. Keberhasilan Venoplasti untuk Mengatasi Stenosis Akibat Pemasangan CDL pada Vena Sentral di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. J Bedah Indonesia. 2018;46(1):41-46.

  • 5.    Adwaney A, Lim C, Blakey S, dkk. Central Venous Stenosis, Access Outcome and Survival in Patients undergoing Maintenance Hemodialysis. Clin J Am Soc Nephrol. 2019;14(3):378-384.

  • 6.    Patrianef O. Pengaruh Lokasi Pemasangan Kateter  Vena  Sentral

Terhadap Terjadinya  Stenosis Vena

Sentral: Studi Kasus Kontrol Pada Pasien Hemodialisis Tahun 2013-2015. J Bedah Indonesia. 2019;47(1):37-44.

  • 7.    Agarwal AK. Central vein stenosis. Am J Kidney Dis. 2013;61(6):1001-1015.

  • 8.    Modabber M, Kundu S. Central Venous Disease in Hemodialysis Patients : An Update. Cardiovasc Intervent Radiol. 2013;36(4):898-903.

  • 9.    Lok CE, Huber TS, Lee T, dkk. KDOQI Clinical Practice Guideline For Vascular Access : 2019 Update. Am J Kidney Dis. 2019;75(4):S1-164.

  • 10.    Tedla FM, Clerger G, Distant D, dkk. Article Prevalence of Central Vein Stenosis in Patients Referred for Vein Mapping. Clin J Am Soc Nephrol. 2018;13(7):1063-1068.

  • 11.    Oguzkurt L, Tercan F, Yildirim S, dkk. Central venous stenosis in haemodialysis patients without a previous history of catheter  placement. Eur J Radiol.

2005;55:237-242.

  • 12.    MacRae JM, Ahmed A, Johnson N, dkk. Central vein stenosis: A common problem

in patients on hemodialysis. ASAIO J. 2005;5(1):77-81.

15