J. Agric. Sci. and Biotechnol.

ISSN: 23020-113

Vol. 6, No. 1, Juli 2017

PENGARUH PENGGUNAAN SAMPAH ORGANIK DAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) TERHADAP SIFAT KIMIA DAN BIOLOGI PUPUK KASCING

Ditamulia Slamet Utama1, I Made Sudana2*), dan Ni Luh Kartini2

Program Magister Bioteknologi Pertanian, Program Pascasarjana Universitas Udayana

  • *) Corresponding author at : Jl. PB. Sudirman Denpasar Bali Indonesia E-mail : [email protected]

Abstract

The use of agricultural land without organik fertilizers can decrease soil organik matter and decrease soil productivity. Production of organik fertilizer with natural composting process will be take a long time. The addition of earthworm (Lumbricusrubellus) on organik materials can accelerate the composting process. Vermicompost has a lot of plant growth hormones, beneficial microbes, and plant nutrients. Research purposes were to determine the effectiveness of earthworms to decompose the organic matter, to determine the weight earthworms are able to accelerate the decomposition of organic waste into fertilizer, and to determine the biological and chemical fertilizers produced from organic waste with earthworms compared without earthworms. The research method used a randomized block design 2 factorial. The variables measured were the weight of earthworms, the decomposition effectiveness, quality of fertilizers and fertilizer application in mustard. The data was analyzed by analysis of variance, if there was a significant interaction effect of the variable followed by Duncan's multiple range test, and if the only real effect of a single factor followed by LSD test.The result show that the earthworm effective in the decomposition of organic waste into vermicompost fertilizer. Increasingly the weight of the earthworm the process of decomposition organic material into vermicompost fertilizer more quickly,the best treatment for the decomposition of organic matter was C3B1, C3B2, and C3B3. Biological and chemical character of fertilizer produced from organic waste with earthworms is better than without earthworms. The best treatment was C1B3.

Keywords : organic waste, earthworms  (Lumbricus  rubellus), quality

vermicompost fertilizer.

(Stevenson, 1982).Kurangnya masukan pupuk organik dan bahan organik akan berdampak pada penyusutan kandungan bahan organik tanah, bahkan banyak tempat-tempat yang kandungan bahan organiknya sudah sampai pada tingkat rawan (Juarsah, 1999).Pupuk organik bermanfaat dalam peningkatan produksi pertanian dari kualitas dan kuantitas, mampu mengurangi pencemaranlingkungan, dan dapat meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan (Blasi and Maso, 2008).Sistem pertanian bisa menjadi berkelanjutan jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2 % (Handayanto, 1999).Proses pengomposan secara alami untuk mendapatkan pupuk organik memerlukan waktu cukup lama,sekitar delapan minggu dimana proses ini kurang efisien (Simanungkalit et al, 2006). Penambahan cacing tanah pada bahan organik dapat mempercepat prosespengomposan, hanya diperlukan separuh waktu dari pembuatanpupuk kompos konvensional (Munroe, 2003). Kascing mengandung banyak hormon petumbuhan tanaman, berbagai mikrobiota bermanfaat bagi tanaman, enzim-enzim tanah, dan kaya hara yang bersifat lepas lambat, dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Ndegwa and Thompson, 2001).Cacing tanah yang baik untuk dimanfaatkan pembuatan pupuk kascing adalah cacing epigeik yang berwarna cerah sepertiLumbricus rubellus (Hayawin et al., 2010).

  • 2.    Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, untuk analisis sifat kimia pupuk kascing di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana, dan analisis sifat biologi pupuk kascing di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Udayana.Penelitian dimulai bulan Juni 2015 hingga November 2015. Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor.Faktor pertama adalah berat cacing tanah (C), terdiri dari 4 aras, yaitu: C0 : berat cacing tanah 0 g per nampan, C1 : berat cacing tanah 200 g per nampan, C2 : berat cacing tanah 400 g per nampan, C3 : berat cacing tanah 600 g per nampan. Faktor kedua adalahsampah organik (B), terdiri dari 4 aras, yaitu: B0 : tanpa tambahan sampah organik, B1 : dengan tambahan 1000 g sampah organik pasar, B2 : dengan tambahan 1000 g batang pisang, B3 : dengan tambahan 500 g sampah organik pasar dan 500 g batang pisang. Kombinasi perlakuan menjadi 16 perlakuan dan diulang 3 kali, sehingga total 48 percobaan.

Variabel yang diamati adalah berat cacing tanah, efektivitas dekomposisi, Kualitas pupuk kascing, dan apliaksi pupuk pada tanaman sawi. Kualitas pupuk kascing yang diamati yaitu sifat kimia dan biologi, sifat kimia pupuk yang diamati adalah : pH, N (Kjeldahl), K (Bray-1), P tersedia (Bray-1), C organik (Walkley and Black), dan KTK (pengekstrak NH4Oac). Sifat Biologi Pupuk yang diamati adalah : Mikroba total, Mikroba penambat N, dan Mikroba pelarut P.

Data yang dikumpulkan dianalisis dengan analisis varian (sidik ragam) sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan, apabila terdapat pengaruh

interaksi yang nyata terhadap variabel yang diamati maka pengkajian dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan taraf 1% hingga 5%, dan jika pengaruh faktor tunggal yang nyata maka dilanjutkan uji BNT taraf 5 %.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

Interaksi antara berat cacing tanah dengan jenis bahan organik berpengaruh sangat nyata (P>0,01) pada semua variabel kecuali jumlah daun umur 7 hst, 14 hst, luas daun umur 7 hst, dan 14 hst.

Tabel 1. Pengaruh penggunaan bahan organik (B) dan cacing tanah (C) terhadap

semua variabel yang diamati

No

Variabel

Perlakuan

C

B

C x B

1

Peningkatan Berat Cacing Tanah

Minggu ke1

**

TN

**

Minggu ke2

**

TN

**

Minggu ke3

**

TN

**

2

Efektivitas Dekomposisi

Minggu ke3

**

**

**

3

Tinggi Tanaman Sawi 7 Hst

*

TN

**

14 Hst

**

TN

**

21 Hst

*

TN

**

28 Hst

**

TN

**

4

Jumlah Daun Tanaman Sawi 7 Hst

TN

TN

TN

14 Hst

TN

TN

TN

21 Hst

TN

*

**

28 Hst

TN

*

**

5

Luas Daun Tanaman Sawi 7 Hst

TN

TN

TN

14 Hst

TN

TN

TN

21 Hst

**

**

**

28 Hst

**

**

**

Keterangan:     TN = berpengaruh tidak nyata (P > 0,05)

*  = berpengaruh nyata (P < 0,05)

** = berpengaruh sangat nyata (P < 0,01)

  • 3.1    Peningkatan Berat Cacing Tanah

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cacing tanah dan sampah organik memberikan pengaruh sangat nyata meningkatkan berat cacing tanah, uji DMRTtaraf 5% peningkatan berat cacing tanah dengan pemberian sampah bahan organik dapa dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Peningkatan Berat Cacing Tanah

Berat Cacing Tanah

Jenis Bahan Organik

B0

B1

B2

B3

Minggu ke1

----------- % ----

----------

C0

0a

0a

0a

0a

C1

23cd

47f

40ef

73g

C2

22c

35de

25cd

27cd

C3

8ab

28cde

18bc

18 bc

Minggu ke2

C0

0a

0a

0a

0a

C1

50de

110h

102g

112h

C2

45d

72f

51de

53e

C3

2a

32c

22b

20b

Minggu ke3

C0

0b

0b

0b

0b

C1

133g

157h

173i

183j

C2

52d

77f

58de

62e

C3

-28,89a

9c

1b

-1,11b

Keterangan: C0: tanpa cacin g, C1: cacing 200 g, C2: cacing 400 g, C3: cacing 600 g, B0: tanpa tambahan bahan organik, B1: dengan tambahan sampah pasar, B2: dengan tambahan batang pisang, B3: dengan tambahan sampah pasar dan batang pisang. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom dengan waktu yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5 %.

Peningkatan berat cacing tanahTabel 2. menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan cacing tanah seberat 200 g (C1B0, C1B1, C1B2, dan C1B3) mengalami kenaikan berat yang baik karena jumlah bahan organik seberat3000 g sebagai media dan ketersediaan makanan cacing tanah cukup untuk meningkatkan berat cacing tanah seberat 200 g selama 3 minggu secara optimal.Perlakuan C1B3 memiliki peningkatan berat cacing tanah tertinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.Perlakuan dengan berat cacing tanah 400 g (C2B0, C2B1, C2B2, dan C2B3) dan 600 g (C3B0, C3B1, C3B2, dan C3B3) mengalami kenaikan berat cacing tanah yang kurang baik hingga tidak baik, hal tersebut karena ketersediaan makanan 3000 g kurang cukup untuk populasi cacing tanah seberat 400 gdan 600 g selama 3 minggusehingga terjadi persaingan perebutan makanan yang cukup tinggi sehingga ketersediaan makanan tidak tercukupi,pertumbuhan cacing tanah sangat lambat karena ketersediaan makanan tidak tercukupi(Garg et al, 2005).Menurut Hebert (2006) kondisipertumbuhan pada media tidak cocok, maka kecepatan konsumsi makanan akanmenurun.

  • 3.2    Efektivitas Dekomposisi Bahan Organik Oleh Cacing Tanah

Analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan cacing tanah dan bahan organik memberikan pengaruh sangat nyata terhadap Efektifitas dekomposisi

bahan organik, uji DMRTtaraf 1% Efektifitas dekomposisi bahan organik dengan pemberian cacing tanah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Efektifitas Dekomposisi Bahan Organik oleh Cacing Tanah

Berat Cacing Tanah


Jenis Bahan Organik

B0    B1      B2         B3

--------- % -----------

C0

75,0a

81,4b

80,3b

80,8b

C1

83,3 c

87,7e

86,0de

86,8de

C2

88,0e

91,1f

90,1f

90,8f

C3

92,5g

94,0h

93,0gh

93,7h

Keterangan: C0: tanpa cacing, C1: cacing 200 g, C2: cacing 400 g, C3: cacing 600 g, B0: tanpa tambahan bahan organik, B1: dengan tambahan sampah pasar, B2: dengan tambahan batang pisang, B3: dengan tambahan sampah pasar dan batang pisang. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT taraf 1 %.

Perlakuan C3B0, C3B1, C3B2, dan C3B3 dengan berat cacing tanah awal sebesar 600 g memiliki nilai persentase efektifitas dekomposisi bahan organik oleh cacing tanah tertinggi sekitar 92,5-94,0%, hal tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi berat cacing tanah yang diberikan akan meningkatkan nilai persentase efektifitas dekomposisibahan organik, karena cacingtanah memakan bahan organik dan materi tumbuhanyang mati sebagai sumber energi, dengan demikian materi tersebutterurai dan hancur (Schwert, 1990), menurutParmelee et al. (1990) cacing tanah mampu memakan bahan organik setiap harisetara berat tubuhnya, sehingga semakin banyak jumlah cacing tanah yang diberikan akan meningkatkan bahan organik yang terdekomposisi menjadi pupuk kascing.

  • 3.3    Sifat Kimia Pupuk

Semua perlakuan memiliki pH yang baik sebagai pupuk organik.Kandungan C-organik, nilai KTK, unsur hara P, dan K tersedia pada semua perlakuan sanggat tinggi dikarenakan kotoran sapi yang digunakan telah mengalami proses dekomposisi ketika didiamkan 3 minggu pada awal penelitian.Menurut Widijanto et al., (2007) bahwa pupuk organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation.

Parameter Nitrogen total pada perlakuan memiliki kriteria rendah hingga sangat tinggi, hal tersebut akibat perbedaan kemampuan tanah atau pupuk dalam mempertahankan Nitrogen, kehilangan nitrogen meningkat bila kemampuan tanah dalam imobilisasi terlampaui (Foth, 1994). Perlakuan dengan pemberian cacing tanah memiliki nilai kandungan nitrogen total yang lebih tinggi daripada perlakuan tanpa cacing tanah, aktivitas cacing tanah dapat menyebabkanpeningkatan nitrogen,menurutParmelee et al. (1990)kascing

yangdihasilkan cacing tanah mengandung nitrogen lebih tinggidibandingkan dengan tanah di sekitarnya (Brady,1984).Diperoleh perlakuan terbaik yaitu perlakuan C1B1, C1B2, C1B3, C2B1, C2B2, C2B3, C3B1, C3B2, dan C3B3.

Tabel 4. Hasil analisis kimia pupuk

No

Kode Sampel

pH (H20)

C-Organik (%)

N Total (%)

P Tersedia (ppm)

K Tersedia (ppm)

KTK (me/100 g)

1

C0B0

7,31 N

23,8 ST

0,13 R

805 ST

640 ST

59,5 ST

2

C0B1

7,26 N

25,1 ST

0,28 S

919 ST

664 ST

62,9 ST

3

C0B2

7,37 N

25,2 ST

0,42 S

747 ST

741 ST

63,2 ST

4

C0B3

7,18 N

24,2 ST

0,45 S

787 ST

721 ST

60,7 ST

5

C1B0

7,10 N

25,2 ST

0,29 S

912 ST

742 ST

63,1 ST

6

C1B1

7,19 N

25,2 ST

2,08 ST

931 ST

687 ST

63,1 ST

7

C1B2

7,26 N

25,3 ST

1,62 ST

916 ST

711 ST

63,3 ST

8

C1B3

7,18 N

23,8 ST

0,93 ST

890 ST

682 ST

59,5 ST

9

C2B0

7,25 N

30,0 ST

0,45 S

920 ST

699 ST

62,7 ST

10

C2B1

7,11 N

24,9 ST

1,96 ST

998 ST

675 ST

62,3 ST

11

C2B2

7,28 N

24,2 ST

1,46 ST

807 ST

719 ST

60,6 ST

12

C2B3

7,24 N

25,1 ST

1,62 ST

881 ST

730 ST

62,8 ST

13

C3B0

7,15 N

24,1 ST

0,56 T

973 ST

699 ST

60,5 ST

14

C3B1

7,02 N

24,6 ST

2,10 ST

970 ST

699 ST

61,6 ST

15

C3B2

7,23 N

25,0 ST

1,83 ST

897 ST

738 ST

62,7 ST

16

C3B3

7,18 N

24,9 ST

1,96 ST

897 ST

688 ST

62,4 ST

Keterangan: C0: tanpa cacing, C1: cacing 200 g, C2: cacing 400 g, C3: cacing 600 g, B0: tanpa tambahan bahan organik, B1: dengan tambahan sampah pasar, B2: dengan tambahan batang pisang, B3: dengan tambahan sampah pasar dan tambahan batang pisang. N: Netral, ST: Sangat tinggi, T: Tinggi, S: Sedang, R: Rendah.

  • 3.4    Sifat Biologi Pupuk

Hasil analisis sifat biologi pupuk pada Table 4.5 menunjukkan total bakteri tertinggi adalah perlakuan C1B3 (13 x 108 CFU/g) dengan bakteri penambat Nitrogen (6 x 103 CFU/g) dan Bakteri pelarut Phosfat (10 x 102).Total bakteri terendah adalah perlakuan C0B0 (22 x 104 CFU/g) dengan bakteri penambat Nitrogen(3 x 102 CFU/g), dan Bakteri pelarut Phosfat(4 x 102CFU/g).

Tabel 5. Hasil analisis biologi pupuk kascing

No

Kode Sampel

TotalBakteri (CFU/g)

Bakteri Penambat N (CFU/g)

Bakteri Pelarut P (CFU/g)

1

C0B0

220000

300

400

2

C0B1

1670000

400

1200

3

C0B2

1250000

900

400

4

C0B3

20400000

600

180

5

C1B0

480000

600

2200

6

C1B1

730000

2700

1800

7

C1B2

750000

4400

6000

8

C1B3

1300000000

6000

1000

9

C2B0

820000

2100

300

10

C2B1

1090000

700

8000

11

C2B2

1020000

600

5000

12

C2B3

18000000

900

600

13

C3B0

1880000

1700

220

14

C3B1

1540000

2000

2300

15

C3B2

650000

300

400

16

C3B3

204000000

700

200

Keterangan: C0: tanpa cacing, C1: cacing 200 g, C2: cacing 400 g, C3: cacing 600 g, B0: tanpa tambahan bahan organik, B1: dengan tambahan sampah pasar, B2: dengan tambahan batang pisang, B3: dengan tambahan sampah pasar dan tambahan batang pisang. N: Nitrogen, P: Phosfat.

Perlakuan C1B3 memiliki jumlah bakteri penambat N dan bakteri pelarut P cukup tinggi dengan masing-masing sebesar 6000 CFU/g dan 1000 CFU/g. Perlakuan C3B1 memiliki jumlah bakteri penambat N dan bakteri pelarut P cukup tinggi dengan masing-masing sebesar 2000 CFU/g dan 2300 CFU/g, hal tersebut karena bakteri tersebut memperoleh tambahan sumber makanan dari hasil pencernaan cacing berupa kotoran cacing, dan kotoran ini akan menjadi tambahan makanan bagi bakteri sekitarnya terutama bakteri pengompos (Sathianarayanan, 2008).Perlakuan terbaik dilihat dari jumlah bakteri Nitrogen dan pelarut Phosfat adalah perlakuan C1B1, C1B2, C1B3, dan C3B1 dengan jumlah bakteri Nitrogen 2000 – 6000 CFU/g, dan jumlah bakteri pelarut Phosfat 1000 – 6000 CFU/g.

  • 4.    Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan (1) Cacing tanah (Lumbricus rubellus) efektif dalam dekomposisi sampah organik menjadi pupuk kascing, (2) Semakin berat cacing tanah (Lumbricus rubellus) proses dekomposisi bahan organik menjadi pupuk kascing semakin cepat juga, perlakuan terbaik untuk proses dekomposisi bahan organik adalah C3B1, C3B2, dan C3B3. (3) Sifat biologi dan kimia pupuk yang dihasilkan dari sampah organik dengan bantuan

cacing tanah lebih baikdaripada tanpa cacing tanah karena pupuk kascing mampu memperbaiki kesuburan tanah, menambah mikroba bermanfaat,dan menambah unsur hara tersedia.Perlakuan terbaik adalah C1B3.

Daftar Pustaka

Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Erlangga.

Garg, V.K., S. Chand, A. Chhillar, andA. Yadav. 2005. Growth and reproduction of Eisenia     Foetidain     various     animal     wastes     during

vermicomposting.Applied Ecology and Environmental Research, 3:51-59.

Gomez, K.A., and A.A. Gomez.2007. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian (Endang Syamsuddin dan Justika S. Baharsjah, Pentj). Jakarta: UI.

Haryanto, E.,T. Suhartini,andE. Rahayu. 2003. Sawi Dan Selada. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hayawin, Z.N., H.P.S.A. Khalil, M. Jawaid, M.H. Ibrahim, and A.A. Astimar. 2010. Exploring chemical analysis of vermicompost of various oil palm fibre wastes. Environmentalist, 30:273-278.

Herbert, M. 2006. Composting with Worms. Cooperative Extention Service, 1 – 4.

Juarsah, I. 1999. Manfaat dan alternatif penggunaan pupuk organik pada lahan kering melalui pertanaman leguminosa.Konggres Nasional VII.HITI. Bandung.

Maso, M.A., and A.B. Blasi. 2008. Evaluation of composting as a strategy for managing organic wastes from a municipal market in Nicaragua. Bioresource Technology, 99: 5120-5124.

Munroe, G. 2003.Manual of On-Farm Vermicomposting and Vermiculture. Canada: Organic Agriculture Centre.

Ndegwa PM, Thompson SA 2001.‘Integrating composting and vermicomposting Ndegwa, P.M.,andS.A. Thompson. 2001. ‘Integrating composting and vermicomposting in the treatment and bioconversion of biosolids’. Bioresource Technology, 76:107-112.

Notohadiprawiro, T. 1989. “Dampak Pembangunan Pada Tanah, Lahan dan Tata Guna Lahan, PSL”. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Padel, S.,K. Zander, and K. Gossinger. 2010. Regional production’ and ‘Fairness’ in organic farm- ing: Evidence from a CORE Organic project. European IFSA Symposium, 9: 4‐7.

Parmelee, R.W., M.H. Beare,W.Cheng,P.F.Hendrix, S.J. Rider, D.A. Crossley Jr.,andD.C. Coleman. 1990.Earthworm and Enchytraeids in conventional and notillageagroecosystems: A biocide approach to assestheir role in organic matter breakdown. Biol FertilSoils, 10: 1-10.

Sathianarayanan, A., and B. Khan. 2008. An Eco-Biological Approach for Resource Recycling and Pathogen  (Rhizoctoniae  Solani Kuhn.)

Suppression.Journal of Envinmental Protection Science, 2: 36-39.

Schwert, D.P. 1990. Soil Biology Guide. NewYork: John Wiley and Sons.

Simanungkalit. 2006 “Organic Fertilizer and Biofertilizer”, Bogor: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Stevenson, F.T. 1982. Humus Chemistry. Newyork: John Wiley and Sons.

Widijanto, H., J. Syamsiah, and R. Widyawati.2007. Ketersediaan N Tanah Dan Kualitas Hasil Padi Dengan Kombinasi Pupuk Organik Dan Anorganik Pada Sawah Di Mojogedang.Agrosains Vol. 9 (1).

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JASB

17