Jurnal Agribisnis dan Agrowisata     ISSN: 2685-3809

DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2022.v11.i01.p38

Vol. 11, No. 1, Juli 2022

Pengaruh Keterampilan Usahatani Cabai terhadap Produksi di Subak Tianyar Kaja, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar

I NENGAH SURATA ADNYANA*

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian dan Bisnis, Universitas Dwijendra, Denpasar

Jl. Kamboja No.17 Denpasar, Bali Email: *surataadnyana@undwi.ac.id

Abstract

The Effect of Chili Farming Skills on Production in Subak Tianyar Kaja, Sukawati District, Gianyar Regency

Farming is an activity that requires good skills. Skills will affect the productivity of an activity. One of the activities that require intensive skills to increase yields is chili farming. Chili commodities often experience fluctuations in production and inflation of a nation's economy. Subak Tianyar Kaja has the potential for chili development because it is supported by institutional factors, geographical location of the land, fertility and good irrigation. The objectives of this study were (1) to analyze the chili farming subsystem skills on production in Subak Tianyar Kaja, Guwang Village, Sukawati District, Gianyar Regency; (2) analyze the factors that constrain farmers in increasing chili production in Subak Tianyar Kaja, Guwang Village, Sukawati District, Gianyar Regency. The research location was taken purposively, the population was 88 farmers, the sample was taken by simple random sampling taken as much as 30% of the population, namely 27 farmers. The results showed that (1) the chili farming subsystem skills in increasing production which consisted of land preparation, nursery techniques, nursery seed maintenance, mulch installation, seed procurement, seed treatment, planting, maintenance and harvest handling got an average value of 2.45. (51.85%) with low category; (2) the factors that become obstacles for farmers in increasing chili production which include the ability to access technology, grow cooperative networks, hold meetings and capitalize on an average score of 2.29 (45.92%) with a low category. The conclusions of this study are (1) the chili farming subsystem skills on average get an average value of 2.45 (51.85%) which is classified as low category for chili production in Subak Tianyar Kaja, Guwang Village, Sukawati District, Gianyar Regency; (2) the factors that become obstacles in increasing chili production get an average value of 2.29 (45.92%) with a low category of chili production in Subak Tianyar Kaja, Guwang Village, Sukawati District, Gianyar Regency. Suggestions that can be given (1) are farmers' skills which include nursery seed maintenance, mulching mulch, seed treatment, planting, and maintenance of chili plants need to be improved in an effort to increase chili production; (2) the constraint factors which include the ability to

access technology, grow cooperation networks, meeting attendance, and capital need to be improved in their implementation in an effort to increase chili production.

Keywords: skills, farming, chili, production

  • 1.    Pendahuluan

    • 1.1   Latar Belakang

Komoditi pertanian yang sering menyebabkan inflasi hendaknya terus dijaga dan dikembangkan keberadaannya seperti tanaman pangan dan hortikultura. Implikasinya akan dapat terjadi kerawanan pangan masyarakat luas. Cabai mengamati perjalannya sering mengalami fluktuasi produksi dan harga. Sebagai gambaran perkembangan produksi tanaman cabai di Provinsi Bali selama empat tahun terakhir mengalami fluktuasi mulai tahun 2017 memiliki luas panen 5.177 ha dengan produksi 31.464 ton dan produktivitas 6,077 ton/ha; tahun 2018 luas panen 3.871, produksi 31,654 ton dengan produktivitas 8,177 ton/ha; tahun 2019 luas panen 3.746 ha, produksi 28.656 ton dengan produktivitas 7,736 ton/ha; dan tahun 2020 memiliki luas panen 3.746 ha, produksi 35.331 ton, dengan produktivitas 9,431 ton/ha (BPS Prov.Bali, 2020). terutama pada saat hari raya besar keagamaan cenderung mengalami peningkatan yang signifikan, disisi lain banyak petani yang gagal panen. Penyebab gagal panen ini disebabkan oleh beberapa hal seperti pola usahatani yang berberan pada tingkat off farm masih kurang dikelola dengan baik salah satunya keterampilan petani (Adnyana, et al., 2017).

Keterampilan akan membawa petani menjadi lebih terampil dan tanggap didalam melakukan usahatani yang lebih baik dan modern. Keterampilan merupakan kemampuan dalam melakukan suatu pekerjaan dengan baik, kemampuan yang didapatkan melalui latihan dengan tekun dan disiplin (Soekidjo Notoatmodjo. 2003).Disini petani dituntut lebih peka dalam penerapan teknologi untuk meningkatkan produksi cabai. Hal ini tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak ada wadah atau kelembagaan yang menaunginya seperti keberadaan subak.

Subak Tianyar Kaja memiliki potensi pengembangan produksi cabai. Hal ini didukung dengan keberadaan geografis lahan, irigasi, kesuburan, dan kelembagaan subak yang sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi keterampilan petani dalam melakukan usahatani cabai perlu mendapatkan perhatian yang lebih baik didalam meningkatkan produksi cabai.

  • 1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalahs ebagai berikut.

  • 1.    Bagaimana keterampilan subsistem usahatani cabai terhadap produksi di Subak Tianyar Kaja, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar?

  • 2.    Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala petani dalam meningkatkan produksi cabai di Subak Tianyar Kaja, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar?

  • 1.3    Tujuan Penelitian

Adapun tujuan daripada penelitian ini adalah sebagai berikut.

  • 1.    Menganalisis keterampilan subsistem usahatani cabai terhadap produksi di Subak Tianyar Kaja, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.

  • 2.    Menganalisis faktor-faktor yang menjadi kendala petani dalam meningkatkan produksi cabai di Subak Tianyar Kaja, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.

  • 1.4    Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat praktis dan teoritis. Manfaat praktis diharapkan sebagai acuan bagi stakeholder seperti Dinas Pertanian Kabupaten Gianyar untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan dan memberikan penyuluhan yang lebih intensif di lapangan. Secara teoritis dapat sebagai referensi bagi pembaca, petani, peneliti dalam menerapkan keterampilan dan faktor penghambat produksi terhadap usahatani cabai.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2022, bertempat di Subak Tianyar Kaja, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Tempat Penelitian diambil secara purposive dengan pertimbangan Subak Tianyar Kaja memiliki potensi pengembangan cabai yang baik yang didukung oleh, tingkat kesuburan, tingkat pengairan yang baik.

  • 2.2    Populasi dan Jumlah Sampel Penelitian

Populasi berjumlah 88 orang petani yang melakukan usahatani cabai pada bulan agusstus sampai desember 2021.Pengambilan sampel diambil secara simple random samplingdan diambil 30 % dari jumlah populasi yang berjumlah 27 orang petani.

  • 2.3    Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dengan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan, diteruskan dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi dilapangan.

  • 2.4    Analisis Data

Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif, selanjutnya dianalisis secara statistik deskriptif. Semua indikator dari variabel penelitian tersebut menggunakan

skala ordinal 1 sampai 5. Kategori variabel dalam penelitian ditentukan berdasarkan skor, dengan menggunakan rumus interval class.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Keterampilan Subsistem Usahatani Cabai terhadap Produksi

Keterampilan dalam usahatni cabai diukur dengan sembilan parameter yaitu: persiapan lahan, teknis pembibitan yang baik, pemeliharaan bibit yang dilakukan dipersemaian, pemasangan mulsa, pengadaan benih, perlakuan benih dilapangan, penanaman, pemeliharaan dan penaganan pasca panen cabai.

Persiapan lahan sebelum melakukan penanaman cabai mendapatkan nilai pencapaian skor 2,70 (54,07 %) dengan kategori sedang. Petani dalam menyiapkan lahannya selalu melakukan pembersihan gulma, pengolahan tanah, pembuatan bedengan, dan melakukan pemupukan organik.Persiapan lahan ini sangat penting karena merupakan tonggak awal sebelum melakukan usahatani cabai. Semakin baik persiapan lahannya akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan kualitas cabainya (Adnyana, et al., 2020).

Pemeliharaan bibit dipersemaian termasuk kategori yang rendah dengan nilai 2,55 (51,11%) . Pada proses pemeliharaan bibit dipersemaian petani kurang kontinyu melakukan penyiraman pada pagi dan sore harinya serta tidak kontinyu melakukan pengaturan naungan yang berupa sungkup. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petani akan pentingnya pengaruh kelembaban dan cahaya matahri terhadap pertumbuhan bibit cabai.

Pemasangan mulsa termasuk kategori yang sangat rendah dengan nilai 1,51 (30,37%). Petani dalam hal melakukan pemasangan mulsa plastik hitam perak sangat jarang dilakukan dengan pertimbangan penambahan biaya, padahal mulsa sangat penting dilakukan dalam usahatani cabai untuk menjaga kelembaban tanah, penguapan pupuk dan pengendalian gulma tanaman.

Pengadaan benih yag dilakukan oleh petani cenderung dibuat sendiri dengan melakukan persemaian terlebih dahulu dilapangan, sedikit yang membeli benih yang sudah siap ditanam yang termasuk dalam kategori sedang dengan nilai pencapaian skor 1,80 (61,48%).

Perlakuan benih yang dilakukan oleh petani setempat termasuk masih rendah dengan niai 2,44 (48,88%). Hal ini menunjukan ada beberapa hal yang tidak dilakukan petani seperti tidak menyeleksi benih cabai melalui perendaman biji dalam air bersih, tidak melakukan perendaman benih cabai dengan air hangat selama 4 jam.

Perlakuan penanaman kurang memperhatikan kaedah kaedah yang ada dengan nilai pencapaian skor 2,48 (49,62%) dengan kategori rendah seperti melakukan pemindahan kurang dari 1,5 bulan dengan tinggi rata-rata 8 cm, dengan jumlah daun 4-6 helai, serta menanamnya kurang memperhatikan bulan tanam yaitu bulan maret sampai dengan bulan mei atau akhir musim penghujan dan awal musim kemarau.

Pemeliharaan komoditi cabai dilapangan kurang maksimal dilakukan yang termasuk kategori rendah dengan nilai 2,40 (48,14%). Hal ini disebabkan kurang tepatnya pemberian pupuk berupa jenis, dosis dan waktu pemupukan, tidak melakukan penopang tanaman cabai (ajir), serta tidak melakukan pemangkasan tunas yang kurang produktif. Pupuk dalam melakukan usahatani keberadaannya sangat vital dalam meningkatkan produktivitas. Semakin tepat jenis, jumlah, waktu dan mutu dalam pemebrian pupuk akan mampu meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang berimplikasi terhadap produksi dan pendapatan (Djamil et.al., 2016).

Penanganan pasca panen juga sangat penting untuk mendapaatkan perhatian. Pada usahatani cabai penanganan pasca panen yang meliputi umur panen 2,5 – 4 bulan, pemumgutan hasil panen 3-7 hari, teknik pemetikan, serta waktu pemanenan sudah dilakukan dengan baik. Hal ini ditunjukan dengan hasil pencapaian skor 3,48 (69,62%) termasuk kategori yang tinggi.

Secara keseluruhan rata-rata hasil capaian keterampilan usahatani cabai memperoleh nilai 2,45 (51,85%) yang termasuk kategori yang masih rendah. Capaian hasil keterampilan usahatani cabai dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

Capaian Hasil Keterampilan Usahatani Cabai

No

Parameter

Jumlah skor

Pencapaian skor

Kategori

(Angka)

(%)

1

Persiapan lahan

73

2.70

54.07

Sedang

2

Teknis pembibitan

72

2.66

53.33

Sedang

3

Pemeliharaan bibit

69

2.55

51.11

Rendah

dipersemaian

4

Pemasangan mulsa

41

1.51

30.37

Sangat rendah

5

Pengadaan benih

83

1.80

61.48

Sedang

6

Perlakuan benih

66

2.44

48.88

Rendah

7

Penanaman

67

2.48

49.62

Rendah

8

Pemeliharaan

65

2.40

48.14

Rendah

9

Penanganan panen

94

3.48

69.62

Tinggi

Rata-rata

70

2.45

51.85

Rendah

  • 3.2    Faktor-Faktor Kendala Petani dalam Meningkatkan Produksi Cabai

Faktor-faktor yang menjadi kendala petani dalam meningkatkan produksi terdiri dari Sumber Daya Manusia, luas lahan garapan, kemampuan petani mengakses teknologi, kemampuan petani dalam menumbuhkan jejaring kerjasama, kehadiran petani dalam melakukan pertemuan kelompok, serta kendala permodalan dalam melakukan kegiatan usahatani. Pendidikan petani terbanyak berpendidikan Sekolah Dasar sebanyak 12 orang (44,44%). Tidak tamat Sekolah Dasar sebanyak 8 orang (29,62%). Tamatan Sekolah Menengah Atas sebanyak 2 orang (7,40%). Rendahnya pendidikan petani ini akan menyebabkan sulitnya petani dalam merespon dan menerapkan teknologi baru serta berinteraksi dengan media sosial dalam

peningkatan produksi (Novia, 2011). Pendidikan formal juga akan berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi petani dalam penerapan teknologi serta keterampilan pada tingkat lapangan (Sudana dan Subagyono, 2012). Distribusi tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.

Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden

No

Pendidikan

Jumlah responden

(Orang )

(%)

1

Tidak tamat SD

8

29,62

2

SD

12

44,44

3

SMP

5

18,51

4

SMA/SMK

2

7,40

5

Diploma

0

0

6

Sarjana

0

0

Jumlah

27

100

Luas garapan terbanyak < 0,25 ha sebanyak 10 orang (37,0%). Luas garapan dengan kisaran luas >0,25 - 0,50 ha sebanyak 9 orang (33,33 %); luas garapan >0,50 - 0,75 sebanyak 6 orang (22,22 %). Luas garapan dengan kisaran >0,75 - 1,00 ha sebanyak 2 orang (7,40%). Tidak diketemuka luas garapan petani > □ 1,00 ha. Dengan rendahnya luas garapan yang dimiliki oleh petani, maka akan sulit untuk melakukan usahatani cabai secara maksimal yang akan berpengaruh terhadap biaya tetap, biaya tidak tetap, pendapatan dan tingkat kesejahteraan petani (Hermanto, 1994; Yunita et al., 2014). Distribusi Frekuensi Luas Garapan dapat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3.

Distribusi Frekuensi Luas Lahan Garapan Usahatani Responden

No

Kisaran luas lahan (ha)

Jumlah responden

(Orang)

(%)

1

< 0,25

10

37,03

2

> 0,25 - 0,50

9

33,33

3

> □ 0,50 - 0,75

6

22,22

4

> □0,75 - 1,00

2

7,40

5

> □ 1,00

0

0

Jumlah

27

100

Kemampuan mengakses teknologi petani cabai pada media sosial masih termasuk kategori yang rendah dengan nilai 2,03 (40,74%); hal ini disebabkan masih rendahnya pendidikan formal petani yang hanya kebanyakan tamat Sekolah Dasar. Penumbuhan jejaring kerjasama secara kelembagaan masih rendah dengan nilai

pencapaian skor 2,18 (43,70%). Secara kelembagaan tidak melakukan kerjasama kepada LPD, Koperasi, Bank, Gapoktan, maupun pelaku usaha sarana produksi dan pemasarannya. Petani cenderung secara mandiri melakukan peminjaman modal kepada pihak LPD maupun koperasi. Kerjasama terhadap lembaga keuangan sangat penting dilakukan untuk penguatan permodalan dalam melaksanakan usahatani cabai, karena akan dapat lebih maksimal dalam mempersiapkan sarana prasarana produksi seperti bibit, pupuk, pestisida, dan biaya lainnya sehingga petani lebih fokus didalam melakukan usahatani secara maksimal (Adnyana, 2021). Modal finansial yang baik akan memudahkan kelembagaan dalam melakukan kegiataan penataan infrastruktur, kepercayaan dalam melakukan kerjasama dengan stakeholder lainnya seperti pelaku usaha dan peneydia permodalan yang ada di tingkat desa maupun di tingkat nasional (Neonbota dan Kune, 2016; Christiawan dan Azizah, 2018).

Subak dalam melaksanakan pertemuan termasuk kategori yang rendah dengan nilai skor 2,40 (48,14%) hal ini disebabkan pertemuan dilaksanakan apabila ada kegiatan keagamaan, ada bantuan dan ada masalah yang dialamai oleh subak. Tidak pernah melakukan pertemuan rutin setiap dua minggu sekali. Rata-rata kehadirannya cenderung dibawah 50% dari jumlah anggota yang ada. Pengembangan modal usaha subak memperoleh nilai pencapaian skor 2,55 (51,11%) yang termasuk kedalam kategori yang masih rendah. Hal ini disebabkan selama ini permodalan subak diperoleh melalui penjualan pupuk dengan skema bayar setelah panen, hasil sangsi bagi anggota yang tidak mematuhi aturan, sehingga keberadaan permodalannya kurang berkembang karena tidak melakukan kegiatan usaha. Padahal permodalan ini sangat penting untuk kelancaran operasional kegiatan subak seperti pengolahan tanah secara bersama, pembelian sarana produksi pupuk, upacara keagamaan, dan untuk konsumsi pertemuan subak. Hasil kendala peningkatan produksi cabai dapat disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4.

Kendala Peningkatan Produksi Cabai

No   Parameter

Juml ah skor

Pencapaian skor skor

Kategori

(Angka)

(%)

1      Kemampuan akses

55

2,03

40,74

Rendah

teknologi

2      Menumbuhkan jejaring

59

2,18

43,70

Rendah

kerjasama

3       Pelaksanaan pertemuan

65

2,40

48,14

Rendah

4      Permodalan

69

2,55

51,11

Rendah

Rata-rata

62

2,29

45,92

Rendah

Hasil daripada usahatani yaitu berupa produksi. Produksi cabai yang dihasilkan rata-rata masih tergolong rendah dengan pencapaian produksi 9.409 kg/ha. Interval produksi 8.100 - 8.760 kg/ha dengan kategori sangat rendah diperoleh oleh 5 orang petani (18,51%), Interval produksi rendah diperoleh paling banyak yaitu 10 orang petani (37,03%), interval produksi sedang sebanyak 7 orang petani (25,92%). Sedangkan interval produksi >10.080 – 10.740 dengan kategori yang tinggi diperoleh oleh 3 orang petani (11,11%), kategori yang sangat tinggi didapatkan oleh 2 orang petani (7,40%). Capaian Hasil Produksi Cabai dapat disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5.

Capaian Hasil Produksi Cabai

No   Produksi

Interval produksi (Kg/ha)

Jumlah responden

Persentase responden

Kategori

(Orang)

(%)

1    Produksi

8.100 - 8.760

5

18,51

Sangat rendah

cabai

>8.760 – 9.420

10

37,03

Rendah

> 9.420–10.080

7

25,92

Sedang

>10.080 – 10.740

3

11,11

Tinggi

>10.740– 11.400

2

7,40

Sangat tinggi

Rata-rata

9.409

27

Rendah

  • 4.    Kesimpulan dan Saran

    • 4.1   Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa keterampilan subsistem usahatani cabai rata-rata memperoleh nilai 2,45 (51,85 %) yang tergolong kategori rendah terhadap produksi cabai di Subak Tianyar Kaja, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam meningkatkan produksi cabai memperoleh nilai rata-rata 2,29 (45,92 %) dengan kategori rendah terhadap produksi cabai di Subak Tianyar Kaja, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.

  • 4.2    Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dibuat, adapun saran yang dapat diberikan yaitu keterampilan petani yang meliputi pemeliharaan bibit dipersemaian, pemasangat mulsa, perlakuan benih, penanaman, dan pemeliharaan tanaman cabai perlu diperbaiki dalam usaha meningkaatkan produksi cabai. Faktor kendala yang meliputi kemampuan akses teknologi, menumbuhkan jejaring kerjasama, kehadiran pertemuan, dan permodalan perlu diperbaiki pelaksanaannya dalam usaha meningkatkan produksi cabai.

  • 5.    Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih terhadap pihak-pihak yang telah membantu penelitian ini terlaksana seperti petani sampel, pengurus subak, Penyuluh Pertanian

Lapangan Desa Guwang, Kordinator Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Sukawati.

Daftar Pustaka

Adnyana, N.S, Tenaya, M.N, dan Darmawan, D.P, 2017. Peranan Sistem Agribisnis Terhadap Keberhasilan Tumpangsari Cabai-Tembakau (Kasus Subak di Desa Sukawati, Kecamatan  Sukawati,  Kabupaten Gianyar). Journal

Manajemen Agribisnis, Program Studi Magister Agribisnis, Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana, ISSN: 2355 – 0759, 5(1):64-79.

Adnyana, N.S., Darmawan, D.P., Windia, W, and Suamba, K, 2020. Agribusiness Development Model For Strengthening The Chili-Tobacco Intercroping Farmer Group. International Journal Of Life Sciences, e-ISSN:2550-6986, p-ISSN:2550-6994, 4(1):26-36.

Adnyana, N.S. 2021. Model Pemasaran Penguatan Kelompok Tani Tumpangsari Cabai-Tembakau di Provinsi Bali. Journal Manajemen Agribisnis, Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, E-ISSN: 2684-7728, 9(2):441-449.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2020. Statistik Hortikultura Provinsi Bali 2020. Denpasar.

Christiawan, P.I, dan Azizah, N.Y. 2018. Pengaruh Penambahan Modal Terhadap Produktivitas Pertanian Tembakau di Kabupaten Buleleng. Jurnal Pendidikan Geografi, Kajian Teori dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi. Universitas Pendidikan Ganesha. ISSN:0853-9251, 68-77.

DJamil, Y.P.S, Rauf, A, Boekoesoe, Y. 2016. Penguatan Kelembagaan Kelompok Tani Padi Sawah dan Dampaknya Pada Penerapan Sistem Tanam Legowo. Jurnal AGRINESIA. Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo, 1(1): ISBN 2511-6817.

Hermanto, 1994. Ilmu Usahatani. Jakarta : Penebar Swadaya.

Neonbota, S.L dan Kune, S.J. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Padi Sawah di Desa Haekto Kecamatan Noemuti Timur. Jurnal Agribisnis Lahan Kering Agrimor, Fakultas Pertanian Universitas Timor, Kefamenanu, 1(3); 32-35.

Novia, R.A. 2011. Respon Petani Terhadap Kegiatan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) di Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jurnal Nasional Mediagro, Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, 7(2) : 48:60.

Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Umur dan Kemampuan Motorik. Rineka Cipta. Jakarta.

Sudana, W., dan Subagyono, K. 2012. Kajian Faktor-Faktor Penentu Adopsi Inovasi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Melalui Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 15(2), Bogor.

Yunita, Riswani, Fatrianti, Y, Hendrixon, dan Martiaty, N. 2014. Meningkatkan Penguatan Kelembagaan dan Permodalan Petani Lahan Lebak Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, Palembang, ISBN : 979-587-529-9.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA

424