Perbandingan Produksi dan Keuntungan Petani Padi Organik dan Padi Anorganik (Studi Kasus Subak Wongaya Betan, Desa Mangesta, Kabupaten Tabanan)
on
Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: 2685-3809
DOI: https://doi.org/10.24843/JAA.2022.v11.i01.p35
Vol. 11, No. 1, Juli 2022
Perbandingan Produksi dan Keuntungan Petani Padi Organik dan Padi Anorganik (Studi Kasus Subak Wongaya Betan, Desa Mangesta, Kabupaten Tabanan)
NI PUTU SASRI WIRANTI, I KETUT SUAMBA*, A.A.A.WULANDIRA SAWITRI DJELANTIK
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana
Jl. PB. Sudirman Denpasar 80232 Email: sasriwiranti33@gmail.com *ketutsuamba@unud.ac.id
Abstract
Comparison of Production and Profits of Organic and Inorganic Rice Farmers (Case Study of Subak Wongaya Betan, Mangesta Village, Tabanan Regency)
The sustainability of agricultural production depends on intensive and sustainable fertilization. Currently, Indonesian families have begun to realize the importance of health and switch to healthier foods. One of the changes in rice farming is the use of organic fertilizers instead of inorganic fertilizers. The transformation of agriculture into organic farming has the potential to increase production and profits for farmers. This study aims to analyze the comparison of production and profit of organic rice farming and inorganic rice farming. Primary data was obtained by distributing questionnaires to 43 farmers applying organic fertilizers and 23 farmers applying inorganic fertilizers. Secondary data were obtained from various literatures. The results show that the average organic rice production is 6.82 tons/ha and the average profit earned is Rp. 14,169,203 per hectare in one growing season. The average inorganic rice production is 6.20 tons/ha with an average profit of Rp 7,148,203 per hectare in one growing season. The results of the t-test of production and profit, show a statistically significant difference between organic rice and inorganic rice. Farmers should consider using organic fertilizer to increase production and income which is also more environmentally friendly.
Keywords: organic rice, inorganic rice, production, profits
Dilihat dari fungsi utamanya sebagai penunjang pangan, pertanian dapat dikatakan memiliki peran strategis bagi manusia (Koestiono et al., 2010). Hampir 97% penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok utama. Hal ini mengindikasikan ketergantungan terhadap beras sangat tinggi (Louhenapessy,
dkk. 2010). Maka dari itu diperlukan produksi yang terus-menerus, keberlanjutan produksi pertanian tergantung pada pemupukan yang intensif dan berkelanjutan. Masyarakat Indonesia mulai mengganti pola hidup lama yang menggunakan sesuatu berbahan dasar kimia menjadi pola hidup dengan berbahan organik. Sama halnya dengan perubahan pada pertanian yang beralih dari menggunakan pupuk anorganik menjadi menggunakan pupuk organik.
Pertanian organik adalah suatu sistem pertanian yang pengelolaannya bertujuan meningkatkan kesehatan agroekosistem termasuk keanekaragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah untuk mengoptimalkan produksi tanaman (Budiasa, 2014). Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Peran pupuk organik dalam sektor pertanian sangat penting untuk mengembalikan kualitas lahan pertanian sehingga pupuk organik sudah seharusnya diprioritaskan oleh pemerintah terkait dengan kebutuhan petani (Kementan, 2015).
Menurut Dinas Pertanian Provinsi Bali (2013), penerapan penggunaan pupuk organik secara penuh saat ini belum terlaksana. Pertanian di Bali khususnya usahatani padi sawah masih belum mampu meninggalkan pupuk kimia, sehingga penggunaan pupuk majemuk berimbang mulai diterapkan untuk menuju Bali sebagai pulau organik kedepannya. Menurut Euis (2020), pada saat petani mulai membudidayakan pertanian organik, petani tidak langsung meninggalkan cara-cara membudidayakan pertanian modern, tetapi mereka mengkombinasikannya terlebih dahulu dalam tahapan waktu tertentu, hingga mendapatkan cara terbaik dalam menerapkan pertanian organik. Pelaksanaan pertanian organik di Subak Wongaya Betan juga berdampak pada lingkungan dan ekosistem sawah. Setelah dilakukannya perubahan tersebut, belum semua petani di Subak Wongaya Betan beralih menggunakan pupuk organik. Hal ini dikarena beberapa petani takut mengalami penurunan produksi dan keuntungan pada usahatani yang dijalankan. Dengan permasalahan tersebut maka perlu diidentifikasi perbandingan produksi dan keuntungan petani padi organik dan petani padi anorganik.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam analisis ini sebagai berikut.
-
1. Berapa produksi usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik?
-
2. Berapa keuntungan usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik?
-
3. Bagaimana perbandingan produksi dan keuntungan padi organik dan padi anorganik?
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka disimpulkan tujuan penelitian ini sebagai berikut.
-
1. Menganalisis produksi usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik.
-
2. Menganalisis keuntungan usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik.
-
3. Membandingkan produksi dan keuntungan usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik.
Penelitian ini dilakukan di Subak Wongaya Betan, Desa Mangesta, Kabupaten Tabanan dengan waktu penelitian selama tiga bulan dimulai dari bulan Desember 2020 sampai dengan Februari 2021. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan yaitu Subak Wongaya Betan merupakan salah satu subak yang telah menerapkan pertanian organik dan telah memiliki sertifikasi organik.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Dalam penelitian ini data kualitatif yang dicari meliputi gambaran umum lokasi penelitian. Data kuantitatif dalam penelitian ini data yang dicari adalah jumlah produksi hasil panen, jumlah total biaya yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, serta total penerimaan petani. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa identitas petani, faktor produksi (luas lahan, pupuk, tenaga kerja yang digunakan), hasil produksi dan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan data sekunder berupa gambaran umum lokasi penelitian, sejarah lokasi penelitian, dan struktur organisasi Subak Wongaya Betan. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini antara lain wawancara, observasi, studi literatur dan dokumentasi.
Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini adalah teknik proportional random sampling dengan tingkat kesalahan 5%. Jumlah populasi di Subak Wongaya Betan sebanyak 80 orang sehingga sampel yang digunakan adalah sebanyak 43 orang untuk petani padi organik dan sebanyak 23 orang untuk petani padi anorganik.
Variabel dalam penelitian ini yaitu Produksi dengan indikator rata-rata produksi dari parameter luas panen dan hasil panen pengukuran Ton/Ha. Variabel Keuntungan Petani dengan indikator total penerimaan dari parameter harga produksi dan hasil produksi, indikator kedua yaitu total biaya dengan parameter biaya tetap (pajak tanah, iuran subak dan penyusutan alat) dan biaya variabel (biaya benih, biaya pupuk, biaya pestisida dan biaya tenaga kerja dalam dan luar keluarga) dengan pengukuran kuantitatif.
Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis produksi melalui perhitungan rata-rata produksi dengan satuan Ton/Ha. Analisis keuntungan usahatani ini memiliki tujuan untuk mengetahui rata-rata besarnya keuntungan petani padi organik dan padi anorganik di Subak Wongaya Betan. Analisis keuntungan dihitung dengan mencari selisih total penerimaan yang diterima dan total biaya yang dikeluarkan. Menurut Widiyanto (2013), independent sample t-test merupakan salah satu metode pengujian yang digunakan untuk mengkaji keefektifan perlakuan, ditandai adanya perbedaan rata-rata dengan diberi perlakuan dan rata-rata tidak diberikan perlakuan dengan dasar pengambilan pertimbangan jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak dan menerima Ha, jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima dan menolak Ha. Dimana Ho berarti tidak terdapat perbedaan produksi dan keuntungan padi organik dan padi anorganik, sedangkan Ha berarti terdapat perbedaan produksi dan keuntungan padi organik dan padi anorganik.
-
3. Hasil dan Pembahasan
Subak Wongaya Betan merupakan subak yang terletak di Desa Mangesta, Kabupaten Tabanan. Subak Wongaya Betan terletak di Banjar Dinas Wongaya Betan dengan luas areal subak sekitar 76 hektar, jumlah anggota subak sebanyak 80 orang, dengan tingkat kepemilikan lahan berkisar antara 0,35 – 0,80 hektar. Secara geografis Subak Wongaya Betan berada di daerah dataran tinggi pada ketinggian mulai dari 617 m dari permukaan laut hingga mendekati ke arah pegunungan.
Sebagaian besar sampel petani Subak Wongaya Betan berada di umur produktif untuk bekerja, petani pada umur produktif dianggap memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola usahatani karena kemampuan fisik petani masih kuat. Sebagian besar petani Subak Wongaya Betan berjenis kelamin laki-laki dengan perbandingan yang cukup jauh dengan jumlah petani jenis kelamin perempuan. Petani Subak Wongaya Betan memiliki pendidikan terakhir paling banyak pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), walaupun tingkat pendidikan petani sampel di daerah penelitian tergolong rendah, dengan adanya subak akan membantu dalam melakukan usahatani. Paling banyak petani di Subak Wongaya Betan memiliki pengalaman lebih dari 10 tahun yang berarti memiliki perencanaan yang baik dalam pengelolaan usahataninya sehingga petani dapat memperoleh keuntungan yang maksimal.
Produksi menjadi faktor penting dalam mewujudkan keberhasilan peningkatan pendapatan petani itu sendiri. Proses produksi adalah suatu kegiatan yang melibatkan tenaga manusia, bahan serta peralatan untuk menghasilkan produk yang berguna (Sofjan Assauri, 2016). Hasil produksi dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan dan luas lahan yang digunakan. Produksi menjadi faktor penting dalam mewujudkan keberhasilan peningkatan pendapatan petani itu sendiri, selain itu juga dapat menghasilkan produk tani yang bebas dari bahan kimia yang
berdampak pada kerusakan alam dan lingkungan tersebut. Dengan demikian para petani langsung berusaha untuk meningkatkan kinerjanya dengan berbagai kebijakan yang secara efisien mampu meningkatkan produksi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi padi di Subak Wongaya Betan adalah luas lahan, benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Hal yang paling utama dalam pertanian dan usaha tani tentu saja adalah lahan pertanian, yang mana semakin luas lahan maka semakin besar jumlah produk yang dapat di hasilkan (Danny & Marhaeni, 2017).
Tabel 1.
Produksi Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik di Subak Wongaya Betan, Desa Mangesta, Kabupaten Tabanan
Uraian |
Organik |
Anorganik |
Luas panen (Ha) |
0,73 |
0,59 |
Hasil panen (Ton) |
4,98 |
3,66 |
Produksi (Ton/Ha) |
6,82 |
6,20 |
Sumber: Data Primer Diolah, 2021.
Hasil penelitian antara petani padi organik dan anorganik di Subak Wongaya Betan menunjukan bahwa hasil produksi padi anorganik tidak lebih baik dari usahatani padi organik. Hasil produksi padi organik dapat menghasilkan sebesar 4,98 Ton sementara hasil produksi padi anorganik memproduksi sebesar 3,66 Ton. Produksi padi organik sebesar 6,82 Ton/Ha, sedangkan produksi padi anorganik sebesar 6,20 Ton/Ha. Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan diantara produksi padi organik dan padi anorganik. Perbedaan hasil produksi ini dikarenakan hasil panen usatahani padi organik lebih besar dibandingkan hasil panen usahatani padi anorganik.
Sebagian besar petani di Subak Wongaya Betan memilih menggunakan pupuk organik dalam usahataninya karena para petani menyadari pentingnya menjaga kesuburan tanah untuk semakin meningkatkan produksi. Pemilihan usahatani organik lebih dipilih petani karena memiliki hasil produksi yang jauh lebih baik dan penerimaan yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan usahatani anorganik. Dengan penanaman secara alami yang dilakukan pertanian organik tanpa penggunaan obat pestisida dan pemupukan secara anorganik telah terbukti bahwa gabah yang dihasilkan lebih alami, lebih menyehatkan badan, ramah lingkungan, dan beras berkualitas bagus, sedangkan penanaman secara anorganik produksi lebih rendah dikarenakan penggunaan pupuk dan obat-obat pestisida membuat hasil produksi lebih menurun.
Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan yang diterima petani dengan biaya yang dikeluarkan petani dalam kegiatan usahatani selama satu musim
tanam. Keuntungan usahatani dipengaruhi oleh penerimaan yang diterima petani dan biaya yang dikeluarkan oleh petani. Analisis keuntungan sangat diperlukan untuk mengetahui laba yang didapatkan dalam usahanya dan sebagai alat ukur untuk mengetahui perkembangan usaha yang sedang dijalankan (Novitaningsih, Santoso, & Setiadi, 2018).
Tabel 2.
Keuntungan Usahatani Padi Organik dan Padi Anorganik
Uraian |
Organik (Rp/Ha) |
Anorganik (Rp/Ha) |
|
34.100.000 |
24.800.000 |
1. Benih |
1.000.000 |
600.000 |
2. Pupuk |
2.160.000 |
1.250.000 |
3. Pestisida |
400.000 |
110.000 |
4. Tenaga Kerja c. Biaya Tetap |
14.920.000 |
14.241.000 |
1. Penyusutan Alat |
550.797 |
550.797 |
2. Iuran Subak |
800.000 |
800.000 |
3. Pajak Tanah |
100.000 |
100.000 |
d. Biaya Total (b + c) |
19.930.797 |
17.651.797 |
e. Keuntungan (a – d) |
14.169.203 |
7.148.203 |
Sumber: Data Primer Diolah, 2021.
Penggunaan input yang digunakan dalam usahatani padi organik dan anorganik yaitu benih, pupuk, pestisida. Penggunaan input produksi akan berpengaruh terhadap biaya dan keuntungan usahatani. Biaya usahatani merupakan seluruh pengeluaran yang terjadi selama jangka waktu tertentu. Biaya usaha ini dibandingkan dengan penerimaan selama jangka waktu tertentu tersebut memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian. Pada usahatani padi organik dan anorganik di Subak Wongaya Betan mayoritas menggunakan benih unggul yaitu benih F 16 untuk padi anorganik dan benih lokal seperti merah cendana untuk padi organik. Rata-rata jumlah benih yang digunakan seluruh petani Subak Wongaya Betan sebanyak 40 Kg/Ha dalam satu musim tanam dengan harga Rp 25.000/Kg untuk benih lokal dan Rp 15.000/Kg untuk benih unggul.
Pupuk organik merupakan faktor produksi yang paling banyak digunakan yaitu dengan rata-rata 2,16 Ton/Ha dengan harga Rp.1.000.000/Ton. Pupuk anorganik yang digunakan oleh petani responden di Subak Wongaya Betan adalah pupuk urea dan phonska. Rata-rata penggunaan pupuk kimia sebesar 0,5 Ton/Ha dengan dosis sebanyak 0,3 Ton urea dengan harga Rp 2.300/Kg dan 0,2 Ton phonska dengan harga Rp 2.800/Kg. Guna menunjang usahatani padi di Subak Wongaya Betan, petani menggunakan pestisida untuk membantu mengurangi gulma yang menyerang tanaman padi. Petani anorganik lebih banyak menggunakan pestisida Ally plus yang memerlukan rata-rata 0,4 Kg dengan harga Rp 275.000/Kg sedangkan
petani organik menggunakan pestisida nabati rata-rata sebanyak 14 Kg dengan harga Rp 28.500/Kg.
Tenaga kerja merupakan salah satu input yang penting dalam manajemen usahatani padi. Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani padi meliputi pengolahan tanah seperti pembajakan dan pencangkulan, penyemaian, penanaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian hama, pengairan, panen dan pengangkutan. Pada umumnya petani padi sawah di Subak Wongaya Betan menggunakan tenaga kerja dimana sistem pengupahan yang berlaku berkisar antara Rp 1.000.000 – 3.000.000 per hektar dan tidak membedakan antara pria dan wanita. Pada kegiatan pengolahan lahan dan pengendalian hama beberapa responden dapat melakukannya sendiri, apabila terserang hama atau penyakit maka dilakukan pemberantasan. Sebagian besar responden di Subak Wongaya Betan menggunakan tenaga kerja pada kegiatan penanaman hingga proses pasca panen.
Peralatan yang dimiliki oleh responden untuk usahatani padi sawah adalah cangkul, sabit, mesin rumput, dan penyemprot. Rata-rata kepemilikan alat-alat tersebut yang dimiliki oleh responden berkisar antara 1 – 3 buah. Iuran subak yang harus dibayar setiap panen sebesar Rp. 800.000/Ha dan pajak tanah yang dikeluarkan sebanyak Rp 100.000/Ha dalam setiap panen.
Penerimaan usaha tani bertujuan untuk mengetahui besaran nilai yang diperoleh petani ketika menjual hasil produksinya. Penerimaan adalah hasil perkalian antara hasil produksi yang telah dihasilkan selama proses produksi dengan harga jual produk (Ambarsari et al.,2014). Penerimaan pada usahatani padi organik sebesar Rp 34.100.000/Ha dalam satu musim tanam, sedangkan penerimaan usahatani padi anorganik yaitu Rp 24.800.000/Ha dalam satu musim tanam. Komponen biaya terbesar yang dikeluarkan usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik adalah biaya tenaga kerja mulai dari olah tanah sampai pasca panen dengan persentase masing-masing sebesar 72,21% dari biaya total usahatani padi organik dan 71,71% dari biaya total usahatani padi anorganik.
Berdasarkan data yang diperoleh maka keuntungan pada usahatani padi organik yaitu sebesar Rp. 14.169.203/Ha, sedangkan keuntungan usahatani padi anorganik yaitu sebesar Rp. 7.148.203/Ha. Penggunaan sarana produksi akan mempengaruhi besar kecilnya biaya usahatani, dan penggunaan sarana produksi akan berpengaruh pada hasil produksi yang kemudian berpengaruh pada penerimaan. Meskipun biaya pada usahatani padi organik lebih besar dari usahatani padi anorganik tetapi dengan harga jual padi organik lebih besar menyebabkan penerimaan untuk usahatani padi organik lebih besar dari usahatani padi anorganik. Besarnya keuntungan usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik dipengaruhi oleh jumlah biaya dan penerimaan usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik.
Uji beda t-test digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berkorelasi memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Dua kelompok yang dimaksud adalah dua kelompok usahatani yang diteliti, yaitu kelompok usahatani padi organik dengan jumlah sampel sebanyak 43 orang dan kelompok usahatani padi anorganik dengan jumlah sampel sebanyak 23 orang di Subak Wongaya Betan, Desa Mangesta, Kabupaten Tabanan. Dengan demikian jumlah sampel dari dua kelompok independen sebanyak 66 orang.
Dengan dasar pengambilan keputusan menggunakan uji satu sisi apabila probabilitas > 0,05 maka Ha diterima sedangkan jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak. Dengan hipotesis yaitu Ho berarti tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata produktsi dan keuntungan pada usahatani padi organik dengan usahatani padi anorganik. Dan Ha yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata produksi dan keuntungan pada usahatani padi organik dengan usahatani padi anorganik.
Tabel 3.
Independent Samples Test Produksi dan Keuntungan Padi Organik dan Padi Anorganik
Uraian |
Usahatani |
Mean |
Std. Deviatio n |
Std. Error Mean |
Sig. (2-tailed) | |
Equal varianc es assume d |
Equal variances not assumed | |||||
Produksi |
Organik |
6.8221 |
.43902 |
.06695 |
,000 |
,001 |
Anorganik |
6.2013 |
.65638 |
.13686 | |||
Keuntungan |
Organik |
1416920 |
1254169 |
191258. |
.000 |
.000 |
3.33 |
.039 |
9854 | ||||
Anorganik |
7148203 |
589366. |
122891. | |||
.304 |
7047 |
4531 |
Sumber: Data Primer Diolah, 2021.
Pada ringkasan statistik dari kedua sampel untuk usahatani padi organik memiliki jumlah produksi dengan nilai rata-rata 6,8221 dari 43 data keseluruhan. Sedangkan produksi usahatani padi anorganik memiliki rata-rata 6,2013 dari 23 data keseluruhan. Dilihat dari tabel independent samples test tingkat probabilitas Produksi usahatani padi dengan Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05 yang berarti menolak Ho dan menerima Ha. Hal tersebut berarti terdapat perbedaan yang signifikan produksi usahatani padi organik dengan usahatani padi anorganik.
Pada ringkasan statistik dari kedua sampel untuk usahatani padi organik memiliki jumlah keuntungan dengan nilai rata-rata 14.169.203,33 dari 43 data keseluruhan. Sedangkan keuntungan usahatani padi anorganik memiliki rata-rata 7.148.203,304 dari 23 data keseluruhan. Hasil dari data penelitian yang dapat dilihat
pada independent samples test diperoleh tingkat probabilitas keuntungan dengan Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05 yang berarti Ho ditolak dan menerima Ha. Maka dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan keuntungan usahatani padi organik dengan usahatani padi anorganik.
Dari hasil analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah yaitu rata-rata produksi usahatani padi organik sebesar 6,82 Ton/Ha dalam satu musim tanam dan berbeda nyata dengan rata-rata produksi usahatani padi anorganik sebesar 6,20 Ton/Ha dalam satu musim tanam. Rata-rata keuntungan pada usahatani padi organik sebesar Rp 14.169.203/Ha dalam satu musim tanam dan berbeda nyata dengan rata-rata keuntungan usahatani padi anorganik yang memperoleh keuntungan sebesar Rp 7.148.703/Ha dalam satu musim tanam.
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh, maka dapat diajukan beberapa saran yaitu petani sebaiknya menerapkan dan mengembangkan usahatani padi organik karena dapat menghasilkan padi organik yang aman untuk dikonsumsi dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta baik bagi lingkungan yang dapat meningkatkan kualitas lahan dan mengurangi pencemaran lingkungan. Pemerintah sebaiknya lebih meningkatkan penyuluhan dan melakukan pembinaan kepada petani untuk menggunakan pupuk organik agar dapat menerapkan petanian organik secara berkelanjutan.
-
5. Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa serta seluruh pihak yang telah mendukung terlaksananya penulisan jurnal ini khususnya kepada Petani Subak Wongaya Betan, Desa Mangesta, Kabupaten Tabanan. Semoga penelitian ini bermanfaat dengan sebagaimana mestinya.
Daftar Pustaka
Adriyansyah, Danny & Ngurah Marhaeni. 2017. Analisis Skala Ekonomi Dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usaha Perkebunan Kopi Arabika Di Desa Satra Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitan Udayana. 6(2).
Ambarsari, W., V. D. Y. B. Ismadi, A. Setiadi. 2014. Analisis pendapatan dan profitabilitas usahatani padi (Oryza sativa, l.) di Kabupaten Indramayu. J. Agri Wiralodra. 6 (2).
Assauri, Sofjan. 2016. Manajemen Operasi Produksi (Pencapaian Sasaran
Organisasi Berkesinambungan). Edisi 3. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Budiasa, I. W. 2014. Organic Farming as an Innovative Farming System Development Model toward Sustainable Agriculture in Bali (Asian Jurnal of Agriculture and Developmet). Vol. 14: p.
Dinas Pertanian Provinsi Bali. 2013. Laporan Pelaksanaan Penyaluran Subsidi Pupuk Organik Tahun 2013. Dinas Pertanian Provinsi Bali. Denpasar.
Kementerian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2015-2019. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Koestiono, D. Syafrial dan Raharto, S. 2010. Strategi Peningkatan Ketahanan Pangan Tingkat Desa di Jawa Timur. Soca vol. 10 No. 1.
Louhenapessy, JE, dkk. 2010. Sagu Harapan dan Tantangan. PT Bumi Aksara, Jakarta.
Novitaningsih, T., Santoso, S. I., & Setiadi, A. (2018). Analisis Profitabilitas Usahatani Padi Organik di Paguyuban Al-Barokah Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. Jurnal Mediagro Fakultas Pertanian Universtitas Wahid Hasyim Semarang, 14(1),1–12.
Widiyanto. 2013. Statistika Terapan. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.
Yuliana, Euis Dewi. 2020. Ajeg Subak Dalam Transformasi Pertanian Modern ke Organik. Denpasar: UNHI Press.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAA
392
Discussion and feedback